• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

ANA PELAKS Desa K K ALISIS GE SANAAN (Kasus: B Kembang K KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND l wa Tamwi ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T il/BMT Sw Klapanung wa Barat) : NI PRASTI 059 EN SAINS MBANGAN OGI MAN ANIAN BOG 2 T KEBERH AAN EKON Tbk adaya Prib gal, Kabup IWI MASYAR USIA GOR HASILAN NOMI LOK bumi, paten Bogo RAKAT KAL r,

(2)

Kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, Mamahku tersayang Jubaedah dan Papahku tersayang Tjeng Min Latif yang telah mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu

mendoakanku dalam setiap doa mereka.

(3)

ABSTRACT

DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Gender Analysis for CSR Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province). (Supervised by TITIK SUMARTI).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are different between the participants of women and men.

Key words: local economic empowerment, gender analysis, roles (division of labor) in the household, access, control, benefits, practical needs and strategic needs.

(4)

RINGKASAN

DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pemberdayaan ekonomi lokal yang telah berhasil dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Dua produk BMT Swadaya Pribumi, yaitu produk pembiayaan dan produk simpanan. Salah satu produk dari BMT Swadaya Pribumi yang diteliti dalam penelitian ini adalah produk pembiayaan atau kredit. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur oleh pihak BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk melalui peningkatan aset dan jumlah peserta dari tahun ke tahun, namun apakah produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki?

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, 2) Peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta, 3) Kesetaraan gender yang meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 4) Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi, 5) Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning termasuk kawasan Ring 1 penerima

(5)

program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survai dan didukung oleh pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap narasumber serta observasi. Sampel penelitian berjumlah 30 responden yang diambil secara acak non-proposional (non-propotional random sampling) dan terdiri atas 15 orang responden perempuan dan 15 responden laki-laki. Pengujian hipotesis dalam penelitan ini menggunakan uji non-parametik Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya Pribumi.

Teknik analisis gender yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1) analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 2) analisis akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 3) analisis kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 4) analisis manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, dan 5) analisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.

Hasil penelitian terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi menunjukkan bahwa peserta perempuan memiliki beban kerja yang berlebih (over burden) daripada peserta laki-laki, disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga (kegiatan reproduktif), serta mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar peserta perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan mencari nafkah (kegiatan produktif). Tingkat akses atau peluang peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi sama-sama tinggi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses tinggi untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi relatif lebih

(6)

banyak daripada peserta perempuan. Selain memliki akses yang tinggi, peserta laki-laki juga memiliki kontrol atau kendali yang lebih tinggi daripada peserta perempuan dalam memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah peserta laki-laki merasa bahwa manfaat yang mereka nikmati lebih rendah daripada manfaat yang dinikmati oleh peserta perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat akses dan kontrol yang tinggi dari peserta laki-laki ternyata tidak memberikan manfaat yang sama tingginya bagi peserta laki-laki.

Akumulasi dari ketiga variabel, yaitu akses, kontrol, dan manfaat menjadi penilaian dalam mengukur kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh peserta perempuan.

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur melalui pemenuhan kebutuhan gender, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Pemenuhan kebutuhan praktis yang dirasakan oleh peserta perempuan lebih tinggi daripada yang dirasakan peserta laki-laki sedangkan dari segi pemenuhan kebutuhan strategis, peserta laki-laki merasakan tingkat pemenuhan kebutuhan strategis yang lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hasil dari pendekatan secara kuantitatif menunjukkan bahwa baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan tingkat kesetaraan gender gender yang setara dalam BMT Swadaya Pribumi berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender peserta produk pembiayaan.

(7)

ANA PELAKS Desa K Sebagai B K ALISIS GE SANAAN C (Kasus: B Kembang K Bagian Per Fakulta KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE rsyaratan u dan Pen as Ekologi DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND l wa Tamwi ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 SKRIP untuk Mem ngembanga Pada Manusia, I PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T il/ BMT Sw Klapanung wa Barat) : NI PRASTI 059 PSI mperoleh G an Masyara a Institut Per EN SAINS MBANGAN OGI MAN ANIAN BOG 2 T KEBERH AAN EKON Tbk wadaya Prib gal, Kabup IWI Gelar Sarjan akat rtanian Bog MASYAR USIA GOR HASILAN NOMI LOK bumi paten Bogo na Komuni gor RAKAT KAL r, ikasi

(8)

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Debbie Luciani Prastiwi

NIM : I34080059

Judul Studi :Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS NIP. 19610927 198601 2001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(9)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA TBK (KASUS: BAITUL MAAL WA TAMWIL/ BMT SWADAYA PRIBUMI, DESA KEMBANG KUNING, KECAMATAN KLAPANUNGGAL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2012

Debbie Luciani Prastiwi I34080059

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah penulis bernama Tjeng Min Latif dan Ibu penulis bernama Jubaedah. Adik-adik penulis bernama Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 6 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Akbar Bogor pada tahun 1995-1996, SD Negeri Gunung Gede Bogor pada tahun 1996-2002, SMP Negeri 8 Bogor pada tahun 2002-2005, dan SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Angkatan 45.

Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah (MK) Sosiologi Umum (KPM 130) pada program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan mengikuti kursus Bahasa Mandarin level 1A di Lembaga Bahasa IPB. Penulis juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai anggota Divisi Public Relation (2009-2010).

Kegiatan magang yang dilakukan penulis, yaitu magang sebagai pengajar di Playgroup and Childcare Rumah Kita Bogor, magang di Pusat Studi Pengembangan Pedesaan dan Pertanian (PSP3) IPB, dan saat ini menjadi pengajar di lembaga bimbingan belajar BTA 8 Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Prestasi yang diperoleh penulis, yaitu juara III Lomba Public Speaking yang diadakan BEM FEM 2009, Finalis Duta Fema 2011, dan mengikuti Program Akselerasi Departemen SKPM.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, serta memberikan arahan, masukan, dukungan, dan saran yang membangun selama penulisan studi pustaka, proposal penelitian, dan skripsi.

2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi peneliti.

3. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dan penguji petik skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat terhadap penulisan skripsi peneliti.

4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

5. Keluarga tercinta: Mamah tersayang Jubaedah, Papah tersayang Tjeng Min Latif, Tante Isam, dan Kedua adikku tersayang Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah, yang telah memberikan motivasi yang begitu besar bagi penulis melalui doa dan kasih sayangnya serta melalui dukungan baik secara moril maupun materil. 6. dr. Sri Maryati yang telah memotivasi, mendukung, dan menjadi

inspirasi bagi penulis.

7. Andhi Reza Atmadiputra yang selalu memberikan warna hidup bagi penulis, memberikan motivasi dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)

8. Bapak Ary Wahyu (Koordinator Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk), Bapak Sulaeman (Manajer BMT Swadaya Pribumi), Ibu Neneng (Sekretaris Desa) yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian, memberikan informasi, dan membimbing penulis dalam melakukan penelitian.

9. Mas Siwi dan Mba Hana yang telah membimbing dan memberikan gambaran mengenai lokasi penelitian kepada penulis.

10. Desy Sasana Utami Putri sahabat peneliti sejak kecil yang selalu setia menjadi sahabat hingga saat ini.

11. Brownies Crew (Andhin, Mba Dea, Fardil, Desyang, Didit, Gladis) yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti sejak SMA hingga saat ini.

12. Teman-teman Program Akselerasi SKPM 45 (Irna, Yessy, Nisa, Ary, Dini, Didit, Mareta, Shella, Selvi, Mila, Febli, Agus, Putri, Rika, Ifa) yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan memberikan semangat bagi penulis.

13. Seluruh teman-teman SKPM 45 yang telah memberikan motivasi dan keceriaaan selama penulis menyelesaikan kuliah di SKPM IPB.

14. Masyarakat Desa Kembang Kuning yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini.

15. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Bogor, Januari 2012

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ... 10

2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil ... 15

2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs ... 16

2.1.4 Definisi Gender ... 18

2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender ... 19

2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender ... 21

2.1.7 Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal 22 2.2 Kerangka Pemikiran ... 28

2.3 Hipotesis Pengarah ... 31

2.4 Definisi Konseptual ... 32

2.5 Definisi Operasional ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2 Pendekatan Penelitian ... 37

3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden ... 38

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39

3.5.1 Uji Chi Square ... 40

3.5.2 Uji Korelasi Rank Spearman ... 41

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 43

BAB V GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) SWADAYA PRIBUMI ... 48

(14)

5.1 Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi ... 48

5.2 Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi ... 49

5.3 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49

5.4 Produk Pembiayaan ... 50

5.5 Produk Simpanan ... 51

5.6 Kepedulian Sosial ... 52

5.7 Persyaratan ... 53

5.8 Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 56

5.8.1 Umur ... 56

5.8.2 Status Pernikahan ... 58

5.8.3 Tingkat Pendidikan ... 59

5.8.4 Jenis Usaha ... 61

5.8.5 Tingkat Pendapatan ... 64

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 66

6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta ... 66

6.2 Ikhtisar ... 69

BAB VII ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI ... 71

7.1 Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 71

7.2 Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 75

7.3 Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 77

7.4 Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 80

7.5 Ikhtisar ... 82

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI ... 83

8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 84

8.2 Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 86

8.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 87

8.4 Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 88

8.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 89

(15)

8.6 Ikhtisar ... 90

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 93

9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender ... 93

9.2 Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi ... 97

9.3 Ikhtisar ... 102 BAB X PENUTUP ... 103 10.1 Kesimpulan ... 103 10.2 Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN ... 110

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 

Tabel 1   Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan ... 12  Tabel 2  Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs ... 17  Tabel 3  Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif,

dan Peran Sosial ... 22  Tabel 4   Konsep dan Pengertian Istilah Gender ... 23  Tabel 5  Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat

Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk ... 33  Tabel 6  Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 39  Tabel 7  Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang

Kuning, 2009 ... 44  Tabel 8  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009 ... 45  Tabel 9  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan Mata Pencaharian, 2009 ... 46  Tabel 10  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2009 ... 47  Tabel 11  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur

Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 56  Tabel 12  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur

Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57  Tabel 13  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan

dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58  Tabel 14  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60  Tabel 15  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60  Tabel 16  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan

Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 62  Tabel 17  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan

Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63  Tabel 18  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 64  Tabel 19  Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga

(17)

Tabel 20  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72  Tabel 21  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 75  Tabel 22  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati

oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78  Tabel 23  Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan

Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 81  Tabel 24  Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara

Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 83  Tabel 25  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur

(Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 85  Tabel 26  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 86  Tabel 27  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 87  Tabel 28  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 88  Tabel 29  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89  Tabel 30  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89  Tabel 31  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94  Tabel 32  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 95  Tabel 33  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 97  Tabel 34  Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol,

Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 98  Tabel 35  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 99 

(18)

Tabel 36  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100  Tabel 37  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100  Tabel 38  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 101 

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Triple Bottom Line ... 13

Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender ... 19

Gambar 3 Bagan Analisa SWOT ... 27

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi ... 30

Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian ... 43

Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49

Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 55

Gambar 8 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57

Gambar 9 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58

Gambar 10 Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 59

Gambar 11 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 61

Gambar 12 Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63

Gambar 13 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 65

Gambar 14 Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72

Gambar 15 Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 76

Gambar 16 Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78

Gambar 17 Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 81

Gambar 18 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94

Gambar 19 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 96

Gambar 20 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 97

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 111

Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam ... 118

Lampiran 3 Hasil Olah Data Primer ... 122

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium Human Development1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96 dari 177 negara2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68 dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 164. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender (gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja), akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional.

Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan       

1 [HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh

28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf 

2 [HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet].

[diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf  

(22)

pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender adalah:

“Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional”.

PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara, termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun 2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3) memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6) memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan. Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007).

Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan

(23)

keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya.

Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat (Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan, program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR.

PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama untuk kategori lingkungan dalam Sustainable Development Reporting Awards.

(24)

Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3.

Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari’ah dalam pengelolaan dan pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring 2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional Holcim Indonesia Pabrik Narogong.

Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut penuturan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong,

(25)

BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses dan berkelanjutan5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya.

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi masih bersifat bias gender6, netral gender7, atau telah responsif gender8?

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro, seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu       

5 Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong

pada tanggal 9 September 2011.

6 Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin. 7 Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah

satu jenis kelamin.

(26)

pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh laki-laki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti, 2008).

Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan pembiayaan lainnya.

Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009) melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat, dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro, merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi, serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima pembiayaan dan menjalankan usahanya.

(27)

Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga kontrol masyarakat.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki9, namun apakah kuantitas peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan usaha) dari BMT Swadaya Pribumi?

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis

(28)

usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi?

2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta?

3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi?

4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser). Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis:

1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta. 3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang

(29)

4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.

5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender.

2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi program CSR selanjutnya.

3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan gender.

(30)

BAB II

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris, tepatnya pada tahun 1948. Pengembangan masyarakat merupakan pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah, swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang lebih luas dan lingkungan10.

Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang diberi judul “ Social Responsibilities of The Businessman”. Dua hal yang menjadi perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum laki-laki (businessman).

      

10 [CSR Jawa Timur]. T.t. Sejarah CSR. [Internet]. [diunduh 30 Maret 2011]. Format/ Ukuran:

(31)

Tanggung jawab sosial didefinisikan oleh Bowen dalam Solihin (2009) sebagai:

“The obligations of businessman to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desireable in terms of the objectives and values of our society”.

Tahun 1960-an, Keith Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial perusahaan diluar tanggung jawab ekonomi. Tahun 1970-1980-an, para pimpinan perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti membentuk Commite for Economic Development (CED). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yaitu inner circle of responsibilities: tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, intermediate circle responsibilities: tanggung jawab melaksanakan fungsi ekonomi dan secara bersamaan juga peka terhadap nilai-nilai atau prioritas sosial, dan outer circle of responsibilities: mencakup kewajiban perusahaan dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial. Tahun 1992, diadakan Earth Summit yang dilaksanakan di Rio de Janeiro. Earth Summit dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama “Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan”. Pertemuan tersebut menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama dalam berbisnis dan menjalankan pemerintahan11.

Definisi CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah “Segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak-dampak positif di setiap pilar”. Definisi CSR menurut ISO 26000 adalah:

“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the enviroment throught transparent and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; tasks into       

(32)

account the expectation of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization”.

Tingkatan tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan (korporat) menurut Carroll dan Wood (1991) dalam Zainal (2006) adalah sebagai berikut ini:

Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan

Tingkatan/ Level Uraian

Level Ekonomi Dimana perusahaan bertanggung jawab untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keinginan masyarakat, dan menjualnya kepada masyarakat dengan motif profit.

Level Legalitas Perusahaan mematuhi semua peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (contoh: pajak, regulasi). Level Etika Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi

keinginan dan ekspektasi dari masyarakat terhadap bisnis yang dijalankannya, melebihi apa yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab legalitasnya.

Level Keterbukaan Perusahaan melakukan tanggung jawabnya melebihi dari apa yang diinginkan masyarakat, dan menganggap perusahaan adalah bagian dari komunitas.

Dua tahapan pertama banyak terjadi pada era tahun 1970 dan 1980 dimana perusahaan hanya mementingkan dan mengutamakan pada aspek ekonomi dan legalitas dalam pemenuhan tanggung jawabnya. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan corporate philantrophy, yaitu pelaksanaan CSR oleh perusahaan hanya sebatas dalam bentuk derma atau charity yang diberikan oleh perusahaan kepada komunitas lokal di sekitar perusahaan. Pada era 1990, arah tanggung jawab perusahaan beralih ke inisiatif perusahaan itu sendiri untuk melakukan CSR yang mengedepankan etika.

Triple Bottom Line merupakan tiga prinsip dasar yang terdapat dalam CSR. Istilah ini dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Triple bottom line, meliputi economic prosperity, enviromental quality, dan social justice (Wibisono, 2007). Ketiga prinsip tersebut (3P: People, Planet, Profit) saling bersinergi satu sama lain.

(33)

Sumber: Wibisono (2007).

Gambar 1 Triple Bottom Line

Profit atau ekonomi menjadi salah satu aspek terpenting dan menjadi tujuan dalam setiap kegiatan usaha karena merupakan tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap para pemegang saham. People atau sosial merupakan tanggung jawab sosial dari perusahaan terhadap masyarakat. Planet atau lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab perusahaan atas dampak negatif dari operasi perusahaannya terhadap lingkungan.

Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan penerapan CSR, yaitu: 1) Tahap perencanaan: tahapan awal dari penerapan CSR, langkah-langkah yang biasa dilakukan pada tahapan ini antara lain menetapkan visi, misi, tujuan, kebijakan CSR, merancang struktur organisasi, menyediakan SDM, merencanakan program operasional, membuat wilayah, dan mengelola dana. Tahapan ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR assesement, dan CSR manual building; 2) Tahap implementasi: tahapan ini terdiri atas tiga langkah, yaitu sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi merupakan tahap memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Implementasi kegiatan dilakukan sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Internalisasi adalah tahap jangka panjang yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan; 3) Tahap evaluasi: tahap ini merupakan tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur Sejauhmana efektivitas penerapan CSR; dan 4) Tahap pelaporan: tahap pelaporan

Ekonomi (Profit) Lingkungan (Planet) Sosial (People)

(34)

diterapkan untuk membangun sistem informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Pengembangan masyarakat (community development) merupakan salah satu upaya bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengembangan masyarakat dalam CSR melibatkan berbagai stakeholders dan shareholders dalam implementasinya. Menurut Princes of Wales Foundation dalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR, yaitu 1) menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia, 2) environments (lingkungan), 3) good corporate governance, 4) social cohesion, yaitu pelaksanaan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial, 5) economic strenght atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi.

Peningkatan ekonomi masyarakat lokal adalah konsentrasi CSR pada eksternal stakeholders. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi komunitas sekitar perusahaan, maka perusahaan telah turut berpartisipasi mengurangi kemiskinan yang merupakan tujuan pertama yang tercantum dalam MDGs. Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital) dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati, 2008). Menurut Hubeis (2010), pemanfaatan dana CSR dalam konteks ekonomi makro merupakan sarana cerdas dan tangguh dalam memberdayakan perempuan menuju ketahanan ekonomi keluarga melalui pendidikan dan model PENDANAAN PLUS (Pelatihan dan Pendampingan Usaha). Pemberdayaan ekonomi lokal menjadi salah satu program CSR PT Holcim Indonesia Tbk melalui pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi.

(35)

2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil

Sistem ekonomi dan perbankan yang dominan dikembangkan di Indonesia adalah sistem perbankan konvensional yang menggunakan teori dari Negara Barat. Perbankan konvesional memberikan permodalan kepada peminjam modal dengan peraturan yang rumit dan kewajiban membayar bunga yang ditentukan oleh pihak bank. Berbeda dengan sistem perbankan dari Negara Barat, sistem perbankan dengan syariat Islam berprinsip pada saling mempercayai antara pelaku ekonomi sehingga apabila mendapatkan keuntungan ataupun kerugian akibat jalinan kerjasama akan ditanggung bersama (Koesoemowidjojo, 2000).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan mikro berbasis syariat Islam. Baitul Maal wa Tamwil atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi:

1) Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

2) Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya12.

Lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah, seperti bank syari’ah, koperasi syari’ah, atau Baitul Maal wa Tamwil memiliki jenis produk yang tidak lepas dari akad (perjanjian). Menurut Ascarya (2008), berbagai jenis akad dapat dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu:

1) Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah; 2) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;

      

12 Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012].

(36)

3) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah; 4) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna; 5) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan

6) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn. Salah satu Baitul Maal wa Tamwil yang merupakan bagian dari CSR suatu perusahaan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro yang berbasis syari’ah yang dibentuk secara bersama oleh pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk dan tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal. BMT Swadaya Pribumi memiliki dua jenis produk, yaitu produk pembiayaan (murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah) dan produk simpanan (simpanan swadaya pribumi, simpanan pendidikan, simpanan Idul Fitri, simpanan qurban, dan simpanan berjangka mudharabah). Penjelasan mengenai BMT Swadaya Pribumi dan jenis produk yang ada di BMT Swadaya Pribumi dijelaskan pada BAB V.

2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs

MDGs memiliki delapan tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015, diantara kedelapan tujuan tersebut terdapat tujuan yang berkaitan dengan kesetaraan gender, yaitu tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara lebih spesifik diuraikan pada tujuan ketiga MDGs: mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Meskipun telah banyak pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender (gender gap) masih ada dalam sebagian besar bidang (UNDP Indonesia, 2007). Perempuan dan laki-laki memang berbeda, namun tidak untuk dibeda-bedakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender diantaranya dengan menghilangkan ketimpangan gender dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan di sektor

(37)

formal maupun informal, dan berbagai kegiatan atau program lainnya, termasuk program CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Hocim Indonesia Tbk. Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs

Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Target 4 Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari dari tahun 2015

4.1 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang

diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak

laki-laki (%)

4.2 Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf

perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%) 4.3 Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%) 4.4 T ingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (%) 4.5 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%) 4.6 T ingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PPP) pada

kelompok perempuan (%)

4.7 Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%).

Sumber: UNDP Indonesia (2007).

Tabel 2 menunjukkan indikator atau pengukuran terhadap pencapaian tujuan ketiga MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Indonesia dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan ketiga apabila indikator tersebut telah tercapai dengan optimal. Beberapa tantangan yang dihadapi untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu: 1) menjamin kesetaraan gender dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota, terutama dibidang-bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi, hukum, dan politik; 2) meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan melalui aksi afirmasi (affirmative action) di berbagai bidang pembangunan; 3) meningkatkan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender; 4) meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam pemberdayaan perempuan; 5) merevisi peraturan perundang-undangan dan

(38)

kebijakan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan (UNDP, 2007).

2.1.4 Definisi Gender

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender menurut Hubeis (2010) adalah:

“Suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati atau mutlak”.

Selain itu, menurut Hubeis (2010) gender lebih mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. WHO (2011) memberi batasan gender sebagai13:

"Gender refers to the socially constructed roles, behaviours, activities, and attributes that a given society considers appropriate for men and women”.

(Gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat).

Menurut Simatauw et al. (2001) gender dan jenis kelamin (sex) memiliki konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh       

13[WHO] World Health Organization. 2011. What do we mean by "sex" and "gender"?. [Internet].

[dikutip 18 Mei 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.who.int/gender/whatisgender/en/index.html

(39)

budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan memasak, mengurus rumahtangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah, seperti perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya. Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya.

Sumber: Depkeu (T.t).

Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender

2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender

Instruksi Presiden dalam Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki.

Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain (Simatauw et al. 2001): 1) Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi

Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti tanah, kredit, pasar.

Seks

Tidak dapat dipertukarkan (kodrat) Laki-laki Perempuan Ciri dan fungsi Ciri dan fungsi Penis Vagina

Jakun Sel telur Sperma Menyusui Membuahi Melahirkan

Gender

Dapat dipertukarkan dan merupakan bentukan manusia

Laki-laki Perempuan Citra/jati diri Citra/jatidiri /peran /peran Kuat Lemah Rasional Emosional Tampan Cantik Kasar Halus/lembut Maskulin Feminim Publik Domestik

(40)

Perempuan dipinggirkan dalam berbagai kegiatan yang lebih memerlukan laki-laki.

2) Subordinasi (penomorduaan)

Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau lebih diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat batasan-batasan yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan terhadap perempuan dalam melakukan sesuatu. Perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut dengan dirinya. Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama (a main breadwinner) sedangkan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner).

3) Beban kerja berlebih (over burden)

Pembagian peran dibagi menjadi produktif, reproduktif, memelihara masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya memiliki tiga peran (triple role), yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara masyarakat. Perempuan lebih dominan pada tiga peran tersebut sedangkan laki-laki lebih dominan pada peran produktif dan politik masyarakat.

4) Cap-cap negatif (stereotype)

Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, umumnya perempuan. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional, lemah, dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti itu. Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan berdampak buruk pada salah satu pihak.

5) Kekerasan (violence)

Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa kekerasan fisik maupun psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi sosial yang sering dibudayakan di dalam masyarakat.

(41)

2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender

Peran (pembagian kerja) gender terlihat dari perbedaan peran atau kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai sosial-budaya yang berlaku. Perempuan dan laki-laki dibeda-bedakan dalam melakukan peran atau kegiatan karena persepsi masyarakat yang lazim terbentuk secara umum. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok di dalam masyarakat tertentu dan seringkali mengalami perubahan setiap saat. Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu atau jenis kelamin tertentu, namun secara perseorangan ada kemungkinan bahwa seorang perempuan dan/atau lelaki memiliki peran aktual gender yang bertentangan dengan peran gender per jenis seks yang dipandang tepat dan lazim serta disepakati di masyarakat bersangkutan (Hubeis, 2010).

Peran perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga jenis peran, yaitu peran reproduktif, produktif, dan sosial. Menurut Simatauw et al. (2001) peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau mengahasilkan barang-barang lainnya yang tidak dikonsumsi atau digunakan sendiri, misalnya bertani, beternak, berburu, menjadi buruh, berdagang. Peran reproduktif adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat dan mengurusi keperluan keluarga seperti, merawat anak, mengambil air, memasak (Simatauw et al. 2001). Peran sosial terdiri dari peran merawat masyarakat dan politik masyarakat. Peran merawat masyarakat, yaitu kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjalin kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti arisan, pengajian, upacara adat. Peran politik masyarakat yaitu kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat, seperti pemilihan kepala desa, rapat pembagian tanah, dan lain-lain (Simatauw et al. 2001).

Menurut Hubeis (2010) peran reproduktif (domestik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggan seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Peran

Gambar

Tabel 4    Konsep dan Pengertian Istilah Gender
Gambar 4   Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan  Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi
Tabel 5  Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat  Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi  Lokal PT Holcim Indonesia Tbk
Tabel 6  Jenis dan Sumber Data Penelitian   
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menuntut atlet untuk menyeleksi informasi yang diterima untuk menentukan informasi tersebut relevan dan harus direspon atau informasi tersebut tidak relevan dan

Bagaimana cara mengatur loading dock dan parker untuk meminimal isir kemacetan Penentuan sirkulasi parkir dan BOH Peletakan zona pasar dan area makan Peletakan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan menyediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan merupakan kegiatan yang paling penting dan tahapan

komunikasi antar perusahaan dengan para pelanggan tanpa harus memikirkan antara jarak, waktu dan lokasi. Internet dapat menjadi sarana penyaluran sumber informasi yang

Sutomo Surabaya Pemetaan daerah rawan penumonia Sistem Informasi Geografis Guna Pemetaan Data Kejadian Penyakit Untuk Keperluan Surveilens dan Kewaspadaan Dini Di

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 102 Laikang yang bertujuan untuk melihat secara umum pengaruh media elektronik TV terhadap hasil belajar

hasil belajar matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dengan kelompok siswa yang mengikuti

Menurut Katz dan Hamilton (Cece Wijaya, 1992: 12), definisi proses pembaharuan dan difusi dalam butir-butir berikut ini: penerimaan, melebihi waktu biasanya, dari beberapa item