Pemanfaatan Pohon Bintaro di Kampus ITS
Surabaya sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui
Proses Hydrocracking
Nunki Fathurrozi(1), Aries Purijatmiko(2), Atiqa Rahmawati(3) (1)
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V (2), (3)
Teknik Kimia ITS Surabaya
Jl. Yos Sudarso No.1 Balikpapan, Kampus ITS Sukolilo Surabaya (1)
ABSTRAK
Sumber energi alternatif sangat diperlukan saat ini dikarenakan sumber daya energi fosil semakin menipis. Salah satu sumber energi alternatif yang potensial adalah bahan bakar bio (biofuel). Melalui studi literatur dari beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan, makalah ini ditulis bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa pohon bintaro yang selama ini digunakan untuk program penghijauan di kawasan Kampus ITS Surabaya menyimpan potensi sebagai sumber bahan bakar alternatif. Minyak bintaro yang berwarna kuning jernih ditemukan mengandung asam lemak tidak jenuh berlimpah yaitu asam oleat. Trigliserida yang tersusun dari asam oleat ini dapat dikonversi melalui proses hydrocracking dengan menggunakan katalis menjadi senyawa hidrokarbon yang sama dengan yang ditemukan pada petroleum diesel.
Sejauh ini, proses hydrocracking minyak bintaro telah dilakukan pada kondisi temperatur 300-375°C, tekanan 10-15 bar dengan menggunakan beberapa komposisi logam katalis Co-Ni/HZSM-5. Berdasarkan hasil analisa GC-MS, pentadecane (n-C15) dan heptadecane (n-C17) merupakan komponen hidrokarbon yang berlimpah yang ditemukan pada produk cair hasil hydrocracking pada temperatur diatas 350 oC. Komponen hidrokarbon berlimpah ini dikelompokkan sebagai senyawa yang terkandung dalam gas oil. Gas oil yang tidak mengandung asam karboksilat/senyawa beratom oksigen ini dihasilkan sebanyak 57,83% pada 375 oC dengan katalis Co-Ni(10%;1:3)/HZSM-5.
Selanjutnya apabila melihat pada potensi jumlah pohon bintaro yang tumbuh di Kampus ITS Surabaya, minyak bintaro sekitar 150 liter/tahun dapat dihasilkan dan diharapkan dari jumlah tersebut akan menghasilkan gas oil sekitar 87 liter pada kondisi operasi terbaik proses pada 375 oC dengan katalis Co-Ni(10%;1:3)/HZSM-5. Oleh karena itu, biji buah bintaro yang ditemukan di kawasan Kampus ITS Surabaya dapat direkomendasikan sebagai sumber bahan baku energi terbarukan untuk menghasilkan biofuel ramah lingkungan.
Kata kunci— biofuel, minyak bintaro, hydrocracking
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Badan Energi Dunia memperkirakan permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% hingga tahun 2030. Sebagian besar atau sekitar 80% kebutuhan energi dunia tersebut adalah berasal dari bahan bakar fosil yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Minyak bumi, gas alam, dan batu bara adalah bahan bakar fosil yang berasal dari pelapukan sisa-sisa makhluk hidup yang proses pembentukannya memerlukan waktu yang sangat lama sehingga pada akhirnya pencarian energi alternatif diperlukan sebagai pengganti bahan bakar fosil tersebut. Energi terbarukan yang diolah dari sumber energi alternatif diharapkan mampu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini mengingat bahwa sumber energi alternatif berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga keberlanjutan
bakar fosil. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Brazil, Korea Selatan, India dan Jepang telah melakukan penelitian yang intensif untuk mengembangkan energi alternatif tersebut.
Energi alternatif yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bahan bakar yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar tersebut lebih dikenal dengan istilah bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel. Jenis bahan bakar nabati yang dikenal adalah biodiesel atau Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dan bioetanol. Biodiesel memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu tidak beracun karena tidak memiliki kandungan sulfur sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pembentukan hujan asam, melepaskan lebih sedikit emisi, sifat pelumas yang sangat baik dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional dan biodegradable. Begitu juga emisi gas buang yang dihasilkan akibat penggunaan bioetanol tidak begitu berbahaya bagi lingkungan (ramah lingkungan). Dengan kata lain, bahan bakar nabati ini berpotensi untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
Beberapa minyak nabati telah berhasil dikonversi menjadi bahan bakar nabati seperti minyak sawit dan minyak kelapa. Namun demikian, jenis minyak ini merupakan minyak pangan yang nantinya dapat berbenturan dengan ketahanan pangan. Oleh karena itu, saat ini penelitian telah mengarah pada pemanfaatan minyak nabati non pangan (seperti minyak jarak, minyak biji kapuk, minyak nyamplung, minyak biji karet dan minyak bintaro) menjadi bahan bakar (Atabani, 2013).
Minyak bintaro (cerbera manghas oil) akan menjadi bahasan khusus dimakalah ini karena ada beberapa hal yang menarik perhatian penulis. Saat ini, pohon bintaro banyak ditanami di kawasan kota Surabaya yang berfungsi sebagai pohon penghijauan dan berperan besar dalam penyerapan CO2. Menurut Merry dkk (2015), pohon bintaro mempunyai daya serap CO2 sebesar 81.213,18 mg CO2/detik. Senyawa cerberin yang bersifat racun khususnya di bagian biji menyebabkan minyak bintaro tidak akan berkompetisi dengan kepentingan pangan. Selain itu, kemampuan pohon ini untuk tumbuh di lahan kritis menjadikan pohon ini memiliki keunggulan tersendiri. Berdasarkan keunggulan tanamaan tersebut serta potensi jumlah pohon di kawasan Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya, maka penulis mencoba memberikan gambaran awal yang memperlihatkan bahwa pohon bintaro ini menyimpan potensi besar sebagai sumber bahan baku untuk memperoleh bahan bakar alternatif melalui penerapan teknologi proses hydrocracking. Harapan di masa mendatang adalah pohon bintaro ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif secara komersial.
II. KARAKTERISTIK MINYAK NABATI NON PANGAN: MINYAK BINTARO
A. Potensi Minyak Biji Bintaro
Minyak bintaro diperoleh dari hasil pengepresan biji dari buah bintaro dengan menggunakan alat pengepresan manual (hydrolic press). Buah bintaro dikumpulkan dari buah yang berjatuhan di sekitar pohon bintaro yang tumbuh di sepanjang jalan di kawasan Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya. Selanjutnya, proses mendapatkan minyak diawali dengan membelah buah bintaro menjadi dua bagian untuk memudahkan pengambilan biji (Gambar 1a). Kemudian biji dipisahkan dari buahnya dan dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian dikeringkan menggunakan sinar matahari sampai mencapai kadar air maksimal 5% (Gambar 1b,c). Apabila biji bintaro telah kering, maka akan ditandai dengan warna kecoklatan dan tekstur keras pada biji. Kemudian, biji tersebut dipotong kecil-kecil sebelum ditekan dengan menggunakan alat pengepresan manual (Gambar 1d,e). Minyak yang keluar dari alat tersebut ditampung dalam wadah (Gambar
berwarna kuning jernih, seperti telah dilaporkan oleh studi terdahulu (Marlinda dkk, 2016; Marlinda dkk, 2017). Selain itu dengan pretreatment biji yang sama seperti diatas, satu liter minyak dari pengepresan 2 kg biji bintaro kering juga telah diperoleh dengan menggunakan mesin screw press. Kandungan minyak diperoleh sekitar 50 %b/b (Marlinda dkk, 2017). Dari hasil press biji bintaro dengan menggunakan hydrolic press atau screw press, diperoleh bungkil seperti Gambar 2 (Roesyadi, 2016).
Gambar 1 Proses ekstraksi minyak bintaro dengan hidrolik press (Roesyadi, 2016)
Gambar 2 Bungkil biji bintaro hasil (a) hydrolic press dan (b) screw press (Roesyadi, 2016)
B. Komposisi Minyak Bintaro
Minyak bintaro dianalisa dengan GC-MS untuk memperoleh komposisi asam lemak penyusunnya. Dari hasil analisa pada Tabel 1, minyak bintaro mengandung asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat dan linoleat dengan didominasi oleh asam oleat, seperti yang dilaporkan juga oleh Endriana (2007). Asam oleat merupakan tipe mono-unsaturated fatty acid.
Tabel 1 Hasil Analisa Komposisi Minyak Bintaro (Marlinda dkk, 2017)
Komposisi Asam Lemak Nama Sistematik Rumus Molekul Kadar (%)
Asam Palmitat Hexadecanoic acid C15H31COOH 1,66 Asam Oleat 9-Octadecenoic acid C17H33COOH 76,21 Asam Pentadecylic 14-Pentadecenoic acid C14H27COOH 16,78 Asam Linoleat 9,17- Octadecadienal C17H31COOH 4,3
C. Pohon Bintaro
Bintaro (Cerbera manghas) adalah tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan ketinggian dapat mencapai 12 m. Dikenal di kawasan Pasifik dengan nama leva (Samoa), toto (Tonga), serta vasa (Fiji). Biji bintaro mengandung 50-70% minyak yang tersusun atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat, yang mempunyai senyawa bersifat racun (cerberin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah. Tumbuhan bintaro berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai 4 – 6 meter dan banyak percabangan. Batang tegak dan berkayu dan memiliki akar tunggang. Daun bewarna hijau tua, memanjang, simetris, dan tumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi. Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji), memiliki tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa) dan endocarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa). Buah bintaro tidak dapat dikonsumsi karena mengandung zat yang bersifat racun terhadap manusia.
D. Populasi Pohon Bintaro di Kampus ITS Surabaya
Pohon bintaro sudah menjadi pohon penghijauan di sepanjang jalanan Kota Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian, pohon bintaro dapat menyerap sebagian besar CO2 dengan daya serap sebesar 81.213,18 mg CO2 /detik (Merry, 2015). Hingga saat ini ratusan lebih pohon
bibit sebagai pohon penghijauan di daerah kampus ITS Surabaya telah dilakukan. Saat ini terlihat beberapa pohon bintaro sudah memiliki ketinggian 3 – 5 meter d kawasan tersebut (ITS, 2012). Pemilihan pohon bintaro sebagai pohon penghijauan dilakukan karena memiliki daun bulat telur dengan warna hijau tua tersusun berselingan dan bisa tumbuh di atas tanah kritis / miskin unsur hara sehingga dapat tumbuh dimana saja tanpa membutuhkan kriteria jenis tanah tertentu.
III. BIOFUEL DARI HIDROCRACKING MINYAK BINTARO
Sebelumnya telah dijelaskan tentang kandungan minyak dalam biji bintaro dan komposisi asam lemaknya, hasilnya menunjukkan bahwa minyak bintaro dapat dijamin keberlanjutannya sebagai bahan baku untuk produksi biofuel. Menurut Gui dkk (2008), komposisi minyak juga dapat mempengaruhi sifat-sifat biofuel yang dihasilkan. Oleh karena itu pemilihan komposisi katalis yang tepat dan kondisi proses hydrocracking (seperti suhu dan tekanan hidrogen) dapat menentukan sifat biofuel yang sama dengan petroleum diesel.
A. Pengolahan Minyak Bintaro Menjadi Biofuel
Pengolahan minyak bintaro menjadi biofuel diawali dengan memasukkan katalis Co-Ni/HZSM-5, minyak bintaro, dan aliran hidrogen ke dalam reaktor batch bertekanan (Fathurrozi, 2015; Marlinda dkk, 2017). Selanjutnya proses hydrocracking dilakukan selama 2 jam dengan terlebih dahulu mengatur temperatur reaktor dan menjaga tekanan setelah dialiri hidrogen pada 10-15 bar. Analisa komposisi senyawa produk cair biofuel dilakukan dengan GC-MS. Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil produk cair dari hydrocracking minyak bintaro dengan katalis Co-Ni/HZSM-5 memperlihatkan pentadecane (n-C15) dan heptadecane (n-C17) merupakan komponen hidrokarbon yang berlimpah. Secara keseluruhan, hasil analisa GC-MS menunjukkan keberadaan 4 komponen senyawa yaitu (n- dan iso-) paraffin, cycloparaffin, aromatik dan olefin yang terdetesi pada produk cair. Gambar 4b menunjukkan salah satu produk cair hasil hydrocracking mengandung senyawa parafin (saturated chain hydrocarbons). Jika dibandingkan antara Gambar 4a dan b, produk cair yang diperoleh mempunyai komponen senyawa hidrokarbon sama dengan petroleum diesel. Selanjutnya, produk biofuel ini dapat dikelompokkan berdasarkan spesifikasi komposisi senyawa naphtha (fraksi C5 sampai C8), kerosene (fraksi C9- C13) dan gas oil (fraksi C14-C22).
Hasil analisa kandungan produk hydrocracking minyak bintaro pada 375°C dengan menggunakan katalis Co-Ni(10%;1:3))/HZSM-5 selama 2 jam menunjukkan yield gas oil sebanyak 57,83% (Marlinda dkk, 2017).
B. Perhitungan Potensi Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Alternatif di Kampus ITS Pada tanggal 04 November 2012 diadakan acara ―Gugur Gunung ke-4‖ di Kampus ITS. Dalam acara tersebut diadakan kegiatan penanaman pohon penghijauan. Salah satu dari jenis pohon yang ditanam dalam kegiatan tersebut adalah pohon bintaro sebanyak 100 pohon. Bila diasumsikan setiap dua pohon bintaro menghasilkan 1 kg biji bintaro maka untuk jumlah 100 pohon akan diperoleh sebanyak 50 kg biji bintaro. Diketahui 2 kg biji bintaro menghasilkan 1 liter minyak bintaro, maka untuk 50 kg biji bintaro akan menghasilkan 25 liter minyak. Dengan asumsi pohon bintaro akan panen tiap 2 bulan maka jumlah minyak bintaro yang bisa diperoleh dalam setahun adalah 150 liter. Sebelumnya, hasil hydrocracking minyak bintaro dapat menghasilkan gas oil sebesar 57,83% atau setara dengan 87 liter/tahun.
Tabel 2 Perbandingan Hasil Produk Cair dari Hydrocracking Minyak Bintaro dengan Katalis Co-Ni/HZSM-5
No. Katalis Reaktor/Kondisi
operasi Hasil Daftar pustaka
1. Co-Ni(5%)/HZSM-5,Co-Ni=1:2 reaktor batch bertekanan/ T = 400C P = 15-25 bar, waktu reaksi 2 jam
Produk cair mengandung senyawa hidrokarbon yang sama dengan petroleum diesel. Hidrokarbon berlimpah tersebut adalah pentadecane (n-C15=11,49 %area) and heptadecane (n-C17=7,24 %area) Marlinda dkk (2017) – Seminar ICEII2017 2. Co-Ni/HZSM-5 dengan variasi loading dan rasio logam reaktor batch bertekanan/ T = 300-375C P = 15 bar, waktu reaksi 2 jam
Produk cair mengandung senyawa hidrokarbon yang sama dengan petroleum diesel. Pada suhu 375 oC dengan katalis loading 10% dan rasio Co-Ni=1:3, hidrokarbon berlimpah tersebut adalah pentadecane (n-C15=21,4 %area) and heptadecane (n-C17=26,79 %area). Asam karboksilat tidak ditemukan lagi dalam produk cair.
Marlinda dkk (2017) 3. Co(0.88%)-Ni(3.92%)/HZSM-5 reaktor batch bertekanan/ T = 300-375C P = 15 bar, waktu reaksi 2 jam
Produk cair mengandung senyawa hidrokarbon yang sama dengan petroleum diesel. Pada suhu 350 oC, hidrokarbon berlimpah tersebut adalah pentadecane (n-C15=20,06 %area) and heptadecane (n-C17=14,139 %area). Yield gasoil 46.45%
Marlinda dkk (2016)
(b)
Gambar 3 Kromatogram GC-MS (a) petroleum diesel (Rismawati, 2015), (b) produk cair yang dihasilkan
pada 375 oC, 15 bar, katalis Co-Ni(10%;1:3)/HZSM-5 dalam reaktor batch. Saturated chain hydrocarbons (n-paraffin) mempunyai jumlah atom karbon dari C12-C23 (Marlinda dkk, 2017)
IV. PENUTUP Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan ini adalah:
1. Minyak bintaro dapat diperoleh dari hasil pengepresan biji bintaro dengan menggunakan hydrolic press atau screw press.
2. Minyak bintaro dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif melalui proses hydrocracking dengan bantuan katalis Co-Ni/HZSM-5.
3. Buah bintaro yang dapat ditemukan di kawasan Kampus ITS Surabaya dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku energi alternatif terbarukan dengan potensi minyak sebesar 150 liter /tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Atabani, A.E., Silitonga, A.S., Ong, H.C., Mahlia, T.M.I., Masjuki, H.H., Badruddin, I A., Fayaz, H. (2013). Non-edible vegetable oils: A critical evaluation of oil extraction, fatty acid compositions, biodiesel production, characteristics, engine performance and emissions production. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 18: 211–245.
Merry, 2015, ―Kajian Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Publik untuk Menyerap CO2 Udara Ambien dari Transportasi Darat di Jalan Perak Barat dan Jalan Perak Timur Surabaya”, Surabaya: ITS Surabaya. Marlinda, L.; Al-Muttaqii, M.; Roesyadi, A.; Danawati, H.P., 2016, ―Production of Biofuel by
Hydrocracking of Cerbera Manghas Oil Using Co-Ni/HZSM-5 Catalyst: Effect of Reaction Temperature‖, J. Pure App. Chem. Res., 5 (3): hlm.189-195.
Marlinda, L.; Al-Muttaqii, M.; Gunardi, I.; Roesyadi, A.; Danawati, H. P., 2017. ―Hydrocracking of Cerbera manghas Oil with Co-Ni/HZSM-5 as Double Promoted Catalyst‖, Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis, 12 (2): hlm. 167-184.
Roesyadi, A., 2016, Pembuatan Biofuel dari Minyak Nabati, Surabaya: PT. Revka Petra Media.
Endriana. D., 2007, Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Bintaro (Ceberra manghas) Hasil Ekstraksi, Kimia MIPA – UI Depok
Gui, M.M.; Lee, K.T.; Bhatia, S., 2008, ―Feasibility of edible oil vs. non-edible oil vs. waste edible oil as biodiesel feedstock‖, Energy, 33: hlm. 1646– 1653.
Fathurrozi, N. & Noveriyanto, S., 2015, Rekayasa Katalis Co-Ni/HZSM-5 untuk Memproduksi Biofuel dari Minyak Bintaro melalui Proses Hydrocracking, Skripsi tidak dipublikasikan, Surabaya: ITS Surabaya. Marlinda, L.; Al-Muttaqii, M.; Roesyadi, A.; Danawati, H P., 2017, ―Formation of hydrocarbon compounds
during the hydrocracking of non-edible vegetable oils with cobalt-nickel supported on hierarchical HZSM-5 catalyst‖, Sudah dipresentasikan di The 7th International Conference on Environment and Industrial Innovation (ICEII 2017), International University of Malaya Wales, Kuala Lumpur, Malaysia, April 24-26, 2017.
Rismawati, R.; Prihartantyo, A.; Mahfud, M.; Roesyadi, A, 2015, ―Hydrocracking of Calo-phyllum inophyllum Oil with Non-Sulfide CoMo Catalysts‖, Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis, 10(1): hlm. 61-69.
Litbang, Pertanian, 2011, Hama Ulat Pemakan Daun Pohon Bintaro, Penelitian dan Pembangunan: Departemen Pertanian.
http://www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2011/08/perkebunan-warta1712011-2.pdf (diakses 16 April 2017).
ITS Surabaya, 2012, ITS Luncurkan Seri Pertama Buku Biodiversity, Surabaya, http://old.its.ac.id/berita.php?nomer=11198 (diakses 1 Mei 2017).