• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan Karir untuk Mempersiapkan Anak Tunagrahita Memasuki Dunia Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bimbingan Karir untuk Mempersiapkan Anak Tunagrahita Memasuki Dunia Kerja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bimbingan Karir untuk Mempersiapkan Anak Tunagrahita Memasuki Dunia Kerja

Putri Bensu, S.Pd

Guru SLB Mardi Mulyo Kretek Bantul

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana layanan bimbingan karir dapat menjadikan anak tunagrahita siap memasuki dunia kerja. Layanan BK di SLB dilaksanakan oleh Guru Kelas yang diberikan tugas merangkap tugas bimbingan dan konseling di kelasnya. Guru BK harus memahami pola pendidikan bagi anak tunagrahita, dan memahami pula arah atau muara yang akan dituju dari proses pendidikan bagi anak tunagrahita tersebut. Keterbatasan kemampuan intelektual anak tunagrahita menuntut dikembangkannya potensi lain yaitu kemampuan keterampilan vokasionalnya. Tujuan akhir dari pendidikan bagi anak tunagrahita adalah mewujudkan anak tunagrahita untuk mampu bekerja atau berkarya bersama masyarakat di lingkungannya. Bagi anak tunagrahita mewujudkan ini tidak mudah, sehingga sangat membutuhkan guru pembimbing atau pendamping. Untuk menyiapkan anak tunagrahita yang siap kerja diperlukan kerjasama dengan pengusaha, hal ini untuk memudah pelaksanaan program PKL, magang kerja dan penyaluran kerja.

Kata Kunci : Layanan Bimbingan Karir, Tunagrahita, Dunia Kerja

PENDAHULUAN

Pendidikan bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Bias (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) sesuai kurikulum 2013 menggunakan sistem guru kelas. Sedangkan pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif fungsional. Dengan sistem ini menuntut guru kelas memiliki kelihaian dalam meramu pembelajaran dengan mengaitkan semua matapelajaran ke dalam tema yang dipilih.

Sedangkan yang berkaitan dengan guru bimbingan dan konseling (BK), sebagian besar SLB tidak memiliki guru

bimbingan dan konseling, sehingga guru kelas juga melaksanakan tugas sebagai guru BK di kelasnya. Kondisi ini dipahami oleh pemerintah, sehingga pemerintah menyampirkan tugas bimbingan dan konseling agar dilaksanakan oleh guru kelas. Guru kelas dalam ketugasannya sebagai guru BK juga mendapatkan nilai kredit poin dengan nilai sesuai dengan tingkat jabatan guru.

Kebijakan atau regulasi sudah memberikan ruang untuk terlaksananya layanan BK, sehingga diharapkan kegiatan BK di SLB mulai dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB dapat terlaksana dengan baik oleh guru kelas masing-masing. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan kordinasi berkala agar bisa terkontrol jalannya kegiatan BK. Bagi guru pemula yang

(2)

belum memahami ketugasannya seebagai guru BK, dengan adanya koordinasi secara berkala dapat membantu pemahaman tentang tugas-tugas guru BK. Karena di SLB belum memiliki guru BK dan tugas BK dilaksanakan oleh guru kelas, untuk menjamin agar kegiatan BK dapat terkendali dengan baik maka diperlukan seorang koordinator.

Berdasarkan hasil survei kondisi di lapangan tidak seperti yang diharapkan, kenyataan bahwa bimbingan dan konseling tidak dapat terlaksana dengan baik hampir di semua SLB. Sebenarnya guru menyadari bahwa dirinya disampiri tugas sebagai guru bimbingan dan konseling, bahkan dalam penilaian angka kredit unsur proses belajar mengajar ada nilai untuk tugas melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling. Namun karena tidak memahami apa yang harus dilakukan dengan tugas bimbingan dan konseling tersebut, mengakibatkan pelaksanan tidak optimal.

Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan artikel ini untuk memberikan pemahaman bagi guru kelas agar memahami ketugasannya sebagai guru BK di kelasnya, dan mampu melaksanakan tugas sebagai guru BK kelas dengan baik. Pemahaman ini juga menghindarkan kesalahan yang dilakukan oleh guru. Jika guru belum memahami apa

yang harus dilakukan, kemudian karena terpaksa harus melakukan, maka akan melakukan dengan asal-asalan. Dengan minimnya pemahaman sangat mungkin apa yang dilakukan guru tidak membantu memecahkan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah yang baru.

Selanjutnya guru juga harus memahami arah pendidikan bagi anak tunagrahita secara utuh, hal ini penting agar dapat mendampingi anak tunagrahita mencapai prestasi yang seharusnya dicapai. Sehubungan anak tunagrahita memiliki hambatan intelektual, maka pengembangan pendidikannya diarahkan untuk mengembangkan potensi keterampilan. Dengan fokus pendidikan pada keterampilan diharapkan anak akan memiliki kompetensi keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal untuk masuk di dunia kerja. Sesuai arah pendidikan tersebut, maka menuntut konsekuensi guru kelas yang juga sebagai guru BK harus memahami dan dapat memerankan dirinya sebagai pendamping bagi anak, baik di sekolah maupun saat memasuki dunia kerja.

Memasuki dunia kerja bagi anak normal mungkin tidak terlalu bermasalah, tapi bagi anak-anak tunagrahita merupakan masalah yang sangat besar. Untuk itu guru BK harus bekerja keras mendampingi anak tunagrahita agar

(3)

memiliki keberanian masuk di lingkungan usaha atau di dunia kerja. Anak diharapkan tidak hanya berani saja, tetapi dapat bekerja atau berkarya bersama orang-orang yang ada di lingkungannya. Selain anak yang dilatih untuk berani, tentunya keberhasilan anak untuk bisa bkerja atau berkarya bersama masyarakat tergantung juga kepada orang-orang yang berada di lingkungannya, dalam memahami anak tunagrahita dan seberapa besar mereka memberikan dukungan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut.

a. Guru dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru BK di kelasnya dengan baik. Melaksanakan tugas dengan baik yang dimaksudkan adalah sesuai dengan rambu-rambu ketugasan

guru BK, nyaman

melaksanakannya dan sesuai dengan sasarannya yaitu membantu siswa memecahkan permasalahan yang dihadapi. b. Siswa mendapatkan layanan yang

semestinya, sehingga siswa merasa membutuhkan guru BK untuk membantu mencarikan alternatif solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapinya,

termasuk membantu

danmendampingi dalam bekerja atau berkarya.

KAJIAN PUSTAKA

Bimbingan dan konseling merupakan tugas yang sangat strategis dalam upaya membantu siswa meraih prestasi belajar secara optimal. Di sekolah-sekolah umum diangkat guru BK dengan beban kerja pembimbingan 1 guru BK untuk 150 siswa. Di SLB guru BK belum ada sehingga guru kelas diberikan tugas sebagai guru BK di kelasnya. Bagi SLB yang memiliki guru kelas, rasio perbandingan antara guru dengan siswa adalah 1 : 12.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 disebutkan bahwa guru kelas memiliki tugas membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, membuat program dan melaksanakan perbaikan/pengayaan, serta melaksanakan pembimbingan di kelasnya.

Anak tunagrahita memiliki berbagai istilah tergantung dari sudut pandang para ahli memberikan definisi tentang anak tunagrahita. Istilah yang umum dipakai dalam pendidikan luar biasa antara lain anak mampu didik (educable, mild, debil) dan tunagrahita ringan (trainable).

(4)

Purwanta (2012: 103) mengatakan bahwa anak tunagrahita ringan merupakan salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya, mereka memiliki tingkat kecerdasan antara 50-75. Selain itu mereka memiliki kemampuan sosialisasi dan motorik yang kurang baik, dan dalam kemampuan akademis masih dapat menguasai sebatas pada bidang tertentu.

Mudjito, Harizal & Elfindri (2012: 27) mengemukakan bahwa anak tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. Definisi ini mengandung maksud bahwa anak tunagrahita ringan adalah seseorang yang karena perkembangannya di bawah normal tidak sanggup untuk menerima pelayanan dari sekolah umum, tetapi masih memiliki potensi untuk berkembang dalam bidang akademik. Penyesuaian sosialnya mendukung untuk hidup mandiri dalam masyarakat dan kemampuan bekerja terbatas untuk dapat menolong diri sendiri sebagian atau keseluruhan.

Mumpuniarti (2007: 2) menyebutkan bahwa: anak dengan hambatan mental adalah anak yang

perkembangan mentalnya lebih lambat dari perkembangan usia kronologisnya. Gap kelambatan itu dengan usia kronologisnya tergantung berat ringannya hambatan mental yang dialami. Termasuk mereka itu anak lamban belajar (slow learner), tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunagrahita berat. Anak yang lamban belajar masih memungkinkan pada tingkat sekolah dasar dan lanjutan pertama berada di sekolah umum, hanya perlu pembelajaran secara khusus. Anak yang tunagrahita ringan mendekati slow learner masih dimungkinkan dilayani di sekolah umum, tetapi tunagrahita ringan hampir sampai mendekati berat sebaiknya dilayani di lembaga khusus.

Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, feblimended, mental subnormal, dan tunagrahita. Semua istilah tersebut memiliki makna yang sama, yakni menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental di bawah normal. Diantara istilah tersebut, istilah yang banyak digunakan adalah anak tunagrahita (Efendi, 2005: 88).

Sujarwanto (2005: 73) banyak istilah yang muncul berkaitan dengan istilah anak retardasi mental. Ada yang menyebut dengan anak tunagrahita dan anak retardasi mental, mental deviasi dan

(5)

lainnya. Pada perkembangan terakhir untuk lebih memberikan sebutan yang lebih manusiawi anak yang mengalami retardasi mental/tunagrahita disebut juga dengan anak yang mengalami gangguan intelektual. Pada sebagian orang mengacaukan pengertian gangguan intelektual/retardasi mental dengan penyakit mental.

Kedua hal tersebut sangat berbeda. Seseorang yang sakit mental mungkin mempunyai intelegensi yang normal atau tinggi dan mungkin pendidikan tinggi. Tetapi karena pengalaman-pengalaman yang menimbulkan stress atau suatu penyakit yang menyerang otak perilakunya menjadi aneh. Jika seseorang yang mengalami tunagrahita berperilaku tidak normal, itu biasanya anak belum mempelajari cara berperilaku benar karena keterbatasan intelegensi. Untuk itu anak yang mengalami tunagrahita perlu dibimbing dan dilatih secara intensif. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moloeng, 2010:6).

Subyek penelitian ini adalah guru kelas sebagai guru BK, siswa anak tunagrahita, orangtua/keluarganya, dan pengusaha.

Langkah-langkah Pemecahan Masalah.

1. Survei lapangan atau identifikasi permasalahan pembelajaran keterampilan.

a. Pemahaman guru kelas tentang ketugasannya sebagai guru BK.

b. Penguasaan keterampilan keterampilan.

c. Kesiapan anak memasuki dunia kerja.

d. Sikap penerimaan para pengusaha.

2. Focus Group Discution (FGD) membahas hasil temuan dan menentukan program tindak lanjutnya.

a. Pemahaman guru kelas tentang ketugasannya sebagai guru BK di kelasnya.

b. Penguasaan kompetensi keterampilan.

c. Kesiapan untuk memasuki dunia kerja.

d. Sikap penerimaan para pengusaha.

3. Melaksanakan tindakan sesuai dengan program yang direkomendasikan melalui FGD. FGD secara berkala dilakukan untuk meningkatkan

(6)

kualitas guru BK dalam memberikan layanan. Selain FGD diselenggarakan pelatihan dengan materi khusus tugas bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh guru kelas, dikaitkan dengan penyiapan anak tunagrahita memasuki dunia kerja. 4. Monitoring dan Evaluasi.

Koordinator BK bersama guru kelas melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui hambatan atau kendala agar segera dilakukan perbaikan. Melalui kegiatan evaluasi akan ditemukan capaian-capaian dan sekaligus menemukan berbagai kendala yang untuk dicarikan tindak lanjutnya. Focus Group Dincusion (FGD) dan pelatihan guru-guru kelas tentang ketugasan guru bimbingan dan konseling dalam mendampingi anak tunagrahita memasuki dunia kerja. Dalam FGD dan pelatihan tersebut menghadirkan nara sumber konselor dan akademisi dari perguruan tinggi pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) dan Pengusaha. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemahaman guru kelas tentang

ketugasannya sebagai guru BK di kelasnya.

Pemahaman guru tentang ketugasannya sebagai guru BK di

kelasnya belum dipahami dengan baik. Hal ini mengakibatkan guru BK tidak dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Guru BK masih seperti pola lama yaitu berperan sebagai penasehat, memarahi bila anaknya salah, bahkan menghukumnya. Dampak yang dirasakan anak adalah anak merasa takut bila mendapatkan layanan dari Guru BK, karena sudah ada image bahwa yang dipanggil guru BK adalah anak yang melakukan kesalahan. Padahal tidak demikian, guru BK adalah guru yang memiliki peran membantu siswa dalam mencapai prestasi yang seharusnya dicapai.

Di sisi lain, guru BK yang juga sebagai guru kelas dalam pembelajaran masih berorientasi pembelajaran di dalam kelas. Banyak teori-teori yang disampaikan dan sedikit sekali waktu yang dialokasikan untuk melakukan PKL atau magang kerja. Dengan pola ini sebenarnya akan sangat merugikan anak, karena kesempatan untuk melakukan pekerjaan atau membuat karya bersama dengan para pengusaha sangat terbatas. Sedikitnya waktu untuk lakukan PKL dan magang menyebabkan anak tidak mampu menguasai kometensi keterampilan, dan pengalaman bekerja atau berkarya di dunia kerja yang sebenarnya sangat sedikit.

(7)

Penguasaan kompetensi keterampilan oleh anak tunagrahita.

Siswa mengikuti pembelajaran keterampilan berbagai jenis. Anak bisa mengikuti semua jenis keterampilan yang ada, minimal 3 jenis keterampilan, namun ada yang mengikuti 4 atau 5 jenis keterampilan. Di samping itu pembelajaran keterampilan produktif hanya dialokasikan 4 jam pelajaran per minggu. Dengan model ini menyebabkan siswa hanya diberikan waktu yang sangat terbatas, sehingga dapat menguasai kompetensi keterampilan dengan baik. Banyak yang dipelajari tetapi tidak ada yang tuntas.

Selanjutnya direkomendasikan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik yaitu memenuhi jam sesuai standar isi dengan alokasi waktu untuk keterampilan 24 jam pelajaran. Selain memberikan waktu yang cukup untuk keterampilan, siswa diutamakan untuk memilih salah satu jenis keterampilan saja supaya bisa fokus, sehingga dapat menguasai kompetensi tertentu dengan baik.

Kesiapan untuk memasuki dunia kerja.

Pembelajaran keterampilan yang dilaksanakan selama ini masih sebatas praktek di dalam sekolah, sehingga tidak memiliki pengalaman bekerja atau berkarya langsung di tempat kerja yang

sebenarnya. Kesempatan untuk PKL dan magang kerja di dunia kerja yang sebenarnya dan sangat dibutuhkan siswa untuk mendapatkan pengalaman tidak dilakukan. Model pembelajaran keterampilan ini mengakibatkan siswa gagap atau minder berhubungan dengan pengusaha atau konsumen. Siswa merasa canggung dan takut berhubungan dengan para pengusaha maupun dengan para konsumen. Di samping itu dari pihak pengusaha juga tidak familier, bahkan kelihatan takut dengan siswa anak tunagrahita ini. Kondisi itu terjadi karena antara siswa dengan para pengusaha atau dengan para konsumen tidak pernah dipertemukan.

Direkomendasikan agar pembelajaran keterampilan juga memfasilitasi siswa untuk praktek kerja lapangan (PKL) dan/atau magang di tempat kerja yang sebenarnya. Tujuannya agar siswa memiliki keberanian dan percaya diri, di sisi lain para pengusaha ataupun konsumen juga terbiasa dengan keberadaan anak tunagrahita sehingga familier dan tidak merasa terganggu.

Sikap penerimaan pihak pengusaha terhadap anak tunagrahita.

Pengusaha atau pelaku usaha dan masyarakat semestinya memberikan tempat bagi siswa untuk program kerja lapangan (PKL), magang kerja, bahkan

(8)

turut menyalurkan siswa untuk bekerja. Namun kenyataannya mereka tidak mengenal anak tunagrahita dengan baik sehingga tidak peduli, bahkan merasa terganggu jika kedatangan anak-anak tunagrahita di tempat usahanya.

Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga perlu solusi untuk memperbaikinya. Pendidikan bagi anak tunagrahita akan dirasakan manfaatnya jika anak-anak tunagrahita diterima berkarya bersama masyarakat di lingkungannya. Karena masyarakat tidak faham dengan anak tunagrahita, dan tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, maka saat penempatan atau penyaluran kerja masyarakat juga tidak bertanggung jawab.

Direkomendasikan agar segera membangun jejaring seluas-luasnya dengan semua pihak, khususnya dengan para pengusaha agar pelaksanaan PKL dan magang kerja dapat dilakukan. Dengan seringnya dilakukan PKL dan magang kerja dengan waktu yang cukup, ini akan membantu para pengusaha bisa mengenal dekat dengan anak tunagrahita. Dengan mengenal secara dekat akan mempengaruhi sikap penerimaannya terhadap anak tunagrahita.

PENUTUP

Kesimpulan

Layanan BK di SLB dilaksanakan oleh Guru Kelas yang diberikan tugas merangkap tugas bimbingan dan konseling di kelasnya. Guru BK harus memahami pola pendidikan bagi anak tunagrahita, dan memahami pula arah atau muara yang akan dituju dari proses pendidikan bagi anak tunagrahita tersebut.

Keterbatasan kemampuan intelektual anak tunagrahita menuntut dikembangkannya potensi lain yaitu kemampuan keterampilan vokasionalnya. Tujuan akhir dari pendidikan bagi anak tunagrahita adalah mewujudkan anak tunagrahita untuk mampu bekerja atau berkarya bersama masyarakat di lingkungannya. Bagi anak tunagrahita mewujudkan ini tidak mudah, sehingga sangat membutuhkan guru pembimbing atau pendamping.

Untuk menyiapkan anak tunagrahita yang siap kerja diperlukan kerjasama dengan pengusaha, hal ini untuk memudah pelaksanaan program PKL, magang kerja dan penyaluran kerja. Untuk mewujudkan semua ini guru BK sebagai pendamping memiliki peran yang sangat besar.

Saran

Membangun jejaring seluas-luasnya dengan berbagai pihak untuk membuka peluang terlaksananya program PKL dan magang kerja. Selain itu akan

(9)

membuka peluang bagi anak tunagrahita untuk dapat bekerja atau berkarya.

Menyelenggarakan magang untuk pemantapan kesiapan kerja dan melatih keberanian bergaul dengan masyarakat di luar sekolah, atau di dunia yang sebenarnya. Selanjutnya melakukan penyaluran anak tunagrahita untuk bekerja pada perusahaan atau di tempat para pengrajin dan/atau membentuk kelompok usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S & Yuliana, L. (2012). Manajemen pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.

Departemen Pendidikan Nasional (2003). Pedoman pengelolaan sekolah berbasis kecakapan hidup pada pendidikan khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan SLB.

Departemen Pendidikan Nasional (2012). Buku panduan program transisi ke pasca sekolah bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa dan sekolah inklusi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hamka, A. (2010). Peran dunia usaha dan dunia Industri (DUDI) dalam dunia pendidikan. Posted June 10, 2010.

Haryono. (2006). Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains. Jurnal Pendidikan Dasar: VOL.7, NO.1, 2006: 1-13.

Jerusalem, M A. (2004). Muatan industri dalam kurikulum D3 tata busana. Yogyakarta: Fakultas Teknik UNY.

Mudjito, Harizal & Elfindri (2012). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Badouse Media.

Mumpuniarti (2007). Pendekatan pembelajaran bagi anak hambatan mental. Yogyakarta: Kanwa Publiser.

Parjono (2011). Peran industri dalam pengembangan SMK. Yogyakarta: Fakultas Teknik UNY.

Poerwanto. (2008). Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanta, E. (2012). Modifikasi Perilaku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reinhert, J. & Beach, D. M. (2004). Educational leadership Boston: Pearson Education, Inc.

Smart, A. (2011). Anak Cacat Bukan Kiamat . Yogyakarta: Ar-Ruzz. Smith, M. B., Ittenbach, R. F. & Patton, J.

R. (2002). Mental retardation. 6th ed. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Sudarmanto (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sujarwanto (2005). Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas.

Terry, G.R. (1977). Principles of management. Illinois: Ricard D. Irwin: Inc.

Zubaedi (2012). Pendidikan Berbasis Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu knowledge management dibutuhkan sebagai solusi yang dapat mendukung proses dokumentasi yang baik, efektif, dapat digunakan, dan berdampak pada peningkatan kualitas

Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 732/KPT/I/2018 tentang Izin Penyatuan dan Perubahan Bentuk Beberapa Perguruan Tinggi

Diantara bahan-bahan berminyak atau berlemak lainnya yang biasa digunakan sebagai basis suppositoria: macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti

Proses pembelajaran PPKn kelas VII E MTs N 7 Sleman dengan menggunakan model SQ3R. Peneliti pada tahap ini sebagai pengamat ketika guru mengajar setiap langkah-langkah

Tabel berikut menunjukkan abel berikut menunjukkan data mengenai jumlah eksport data mengenai jumlah eksport batubara batubara dan import sutera ke dan dari Indiaa. dan import

memodulasi sinyal osilator pada daya yang relatif rendah dan menguatkan sinyal termodulasi dengan penguat (power amplifier). Menggunakan sinyal pemodulasi untuk mengontrol

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, tujuan penelitian Tugas Akhir ini adalah mengembangkan perangkat lunak yang dapat menghitung

Sprektrum photoluminescence yang dihasilkan oleh GaAs sampel 2, pada suhu kamar yang disinari dengan Laser HeNe yang kerapatan dayanya = 0,95 mWatt/Cm 2. Gambar