• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 884

KONSERVASI JENIS RAMIN (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) YANG SUDAH

LANGKA KEBERADAANNYA DI HUTAN RAWA GAMBUT MELALUI

PENYEDIAAN BIBIT CARA STEK

Conservation of Peat Swamp Forest Endangered Species Ramin (Gonystylus

bancanus Miq. Kurz.) Through Vegetative Propagation

Rusmana *, Tri Wira Yuwati

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Banjarbaru *Surel korespondensi: rusmana_forest12@yahoo.co.id

Abstract. Ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.) is a species that grows in wetland (peat swamp forest) and the

timber is considered as commercial species in the national and international market. However, this species is endangered due to unbalance between regrowth and exploitation, thus it is difficult to obtain ramin seeds. Moreover, macro propagation of ramin through cuttings is one of the ways of ramin conservation. The objective of this study is to obtain growth medium and growth hormone which supporting the percentage of root development. Randomized Complete Factorial design with 8 levels of medium, 6 levels of growth hormone dosage, six replications and 5 cuttings per replication was used in this study. The result showed that growth medium is significantly affected the growth of roots , hence the dosage of growth hormone did not show significant differences. The mixture between soil+ rice husk (v/v=1/1), peat+rice husk charcoal (v/v=1/1), river sand+rice husk charcoal (v/v=1/1), white sand 100% and cocopeat+rice husk (v/v=7/3) could increase the root growth of ramin cuttings.

Keywords: cutting, conservation, Gonysthylus bancanus, medium, vegetative

1. PENDAHULUAN

Ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz.), tergolong famili Themyliaceae (Martawidjaya, et. al., 1989) dan pada tahun 2004 masuk dalam Appendix III CITES (Convention on International Trade in

Endangered Species), (Istomo, et.al., 2006;

Wardhani et.al., 2010; Setyawati, 2010). Artinya ramin sudah dalam kategori terancam punah dan perlu rencana aksi konservasi agar tidak punah.

Berdasarkan sejarah dan kendala yang berakibat langkanya jenis ramin di hutan rawa gambut (lahan basah) sebagai habitatnya, disebabkan beberapa faktor antara lain (Istomo, 2005; Komar, 2005) : penebangan pohon ramin yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestariannya secara maksimal, alih fungsi lahan (konversi) dan perambahan hutan, musibah kebakaran hutan, musim berbuah pohon ramin tidak beraturan setiap tahun. Selain itu, buah ramin yang masak sering dimakan oleh jenis kera, burung, tupai dan tikus, baik yang masih berada di pohon maupun yang sudah jatuh ke lantai hutan, sehingga miskin permudaannya sejalan dengan penurunan populasi pohon ramin yang dapat berbuah. Muin (2009) dalam Rusmana (2014), melaporkan bahwa pembukaan lahan untuk perkebunan yang dikelola

intensif dan aktivitas perladangan serta illegal

logging adalah ancaman yang serius sekarang ini,

terhadap kelestarian ramin. Dengan demikian, sulit untuk memperoleh sumber benih baik berupa generatif (buah atau bijinya) maupun berupa anakan alam pada tingkat semai berukuran ideal untuk dibibitkan lagi ( tinggi anakan < 100 cm). Kendala lain adalah, riap diameter pertumbuhan ramin sangat lambat sekitar 0,3 – 0,9 cm/tahun (Hamzah, 2010). Demikian pula pertumbuhan meningginya lambat.

Upaya pelestarian ramin, diperlukan adanya suatu teknik konservasi melalui kegiatan silvikultur. Salah satunya adalah pembangunan sumber benih, pembangunan kebun pangkasan sebagai stock

plant atau tanaman donor untuk sumber bahan stek.

Pengembangan produksi bibit dengan cara stek merupakan suatu upaya penyediaan bibit (cutting) untuk bahan konservasi jenis tersebut. Tajudin et.al. (2010) menyatakan bahwa untuk konservasi ramin saat ini harus dimulai dengan penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaannya agar ramin tidak punah.

Produksi bibit dengan cara stek, saat ini telah dikuasai, walaupun masih ada kendala (Sumbayak & Komar, 2010). Satu kendala adalah sumber bahan stek masih terbatas pada skala penelitian (Rusmana et al., 2012). Selain itu, peningkatan

(2)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 885

persentase jadi stek dengan berbagai media tumbuh stek yang mudah dicari dan tersedia di daerah masih perlu diteliti lebih lanjut (Rusmana. et.al., 2014). Perlu diteliti pula percepatan stek tumbuh akar dengan menggunakan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sebagai perangsang akar (root regulator) karena stek ramin tergolong lambat tumbuh akarnya. Hartman & Kester (1990) menyatakan bahwa ZPT dari golongan IBA (Indole Butiric Acid), NAA (Naphtalen Acetik Acid) dapat membantu mempercepat pertumbuhan akar dalam pembiakan vegetatif tanaman. Oleh sebab itu, hasil penelitian pembuatan bibit ramin dengan cara stek dan pemberian ZPT diharapkan memberi potensi dan peluang pelestraian ramin yang sudah langka.

Ramin memiliki potensi, peluang dan tantangan untuk dilestarikan agar tidak punah. Penyediaan bibit melalui stek merupakan potensi dan peluang besar yang dapat dilakukan ketika biji tidak tersedia. Tantangannya adalah tidak setiap tahun pohon ramin berbuah. Saat ini pohon ramin sulit ditemukan sehingga diperlukan pembangunan kebun pangkasan ramin, agar setiap saat tersedia bahan stek dan dapat melakukan pembuatan bibit setiap tahun sebagai bahan tanaman.

Pembuatan bibit ramin dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu cara generatif dan vegetatif makro (stek pucuk dan cangkok) serta cabutan anakan alam (Rusmana et. al., 2014). Pembuatan bibit ramin dengan cara stek cukup potensial untuk dikembangkan (Daryono, 1996; Hendromono, 1999; Rusmana, et.al., 2004; Sumbayak dan Tajudin, 2010). Keberhasilan pembuatan bibit dengan cara stek dipengaruhi lima faktor (Hartman et.al., 1990), a) Kondisi fisiologis tanaman induk atau (stock

plant),

b) Umur stock plant, c) Waktu pengambilan stek, d) Perlakuan terhadap stek,

e) Kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban udara, sinar/cahaya dll.).

Berdasarkan potensi, peluang dan tantangan terkait konservasi jenis ramin, telah dilakukan penelitian konservasi ramin melalui penyediaan bibit stek ramin pada aspek penggunaan media tumbuh dan pemberian konsentrasi ZPT untuk mempercepat pertumbuhan akar dan meningkatkan persentase jadi bibit stek ramin. Penyediaan bibit ramin merupakan salah satu upaya konservasi jenis langka di lahan basah (hutan rawa gambut).

Tujuan penelitian adalah mendapatkan data media tumbuh stek dan konsentrasi ZPT yang dapat mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan akar

stek ramin dalam upaya konservasi melalui penyediaan bibit ramin yang sudah langka.

2. METODE

Penelitian dilakukan di greenhouse

persemaian Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru yang secara administratif masuk Desa Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin Timur, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

Bahan penelitian utama antara lain stek ramin yang diambil dari kebun pangkasan, IBA sebagai Zat Perangsang Tumbuh (ZPT) akar stek, media tumbuh bibit ramin yaitu 8 jenis media campuran dengan komposisi : M1= pasir sungai (100%), M2 = Pasir putih/kwarsa (100%), M3 = pasir putih + arang sekam (7:3), M4 = pasir sungai + arang sekam (1:1), M5 = cocopeat + sekam padi (7:3), M6 = tanah + sekam padi (1:1), M7 = gambut + sekam padi (1:1) dan M8 = gambut + arang sekam (1:1). Uji media ini berdasarkan beberapa informasi media yang baik dan mudah diperoleh untuk dijadikan media penumbuhan akar stek tanaman kehutanan.

Peralatan utamanya antara lain potrays untuk wadah pertumbuhan stek, sungkup KOFFCO (Komatsu FORDA Fog Cooling) untuk menjaga kelembaban ruang tumbuh stek, gunting stek untuk membuat stek, sharlon net berintensitas cahaya 60% untuk menaungi ruang tumbuh stek, penggaris/meteran untuk mengukur panjang akar stek, alat tulis menulis untuk mencatat data-data dan kamera untuk dokumentasi berupa foto-foto.

Rancangan percobaan menggunakan rancangan faktorial 2 faktor (A x B). Faktor media (A): 8 jenis (M1 = pasir sungai (100%), M2 = Pasir putih/kwarsa (100%), M3 = pasir putih + arang sekam (7:3), M4 = pasir sungai + arang sekam (1:1), M5 = cocopeat + sekam padi (7:3), M6 = tanah + sekam padi (1:1), M7 = gambut + sekam padi (1:1) dan M8 = gambut + arang sekam (1:1). Faktor konsentrasi ZPT berupa IBA (B) 6 level: (H0 = kontrol/tanpa IBA, H1 = 500 ppm, H2 = 1000 ppm, H3 = 1.500 ppm, H4 = 2.000 ppm IBA, dan H5 = 2.500 ppm, ulangan 6 kali @ 5 stek. Berdasarkan rancangan faktorial, jumlah stek ramin yang diperlukan 8 x 6 x 6 x 5 stek = 1.440 stek.

Pendataan dilakukan terhadap parameter yang diukur yaitu daya tumbuh stek, persentase stek berakar dan panjang akar stek pada umur 12 minggu. Analisis data dilakukan terhadap setiap parameter tersebut. Model matematis analisis data (Yitnosumarto, 1993) :

(3)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 886

Yijk = µ + ɚi + ßj + (ɚß)ij + ɛijk i = 1, 2, ..., a

j = 1, 2, ..., b k = 1, 2, ..., n

Yijk = hasil pengamatan untuk faktor A jenis media level ke-i,

faktor B konsentrasi ZPT level ke-j dan pada ulangan ke-k.

µ = nilai tengah umum ɚi = faktor A (media) level ke-i ßj = pengaruh faktor B (ZPT) level ke-j

(ɚß)ij = interaksi/hubungan A dengan B pada level A ke-i, level B ke-j

ɛijk = galat percobaan untuk level ke-i (A), level ke-j (B), ulangan ke-k

Analisis data dilakukan dengan bantuan PC SPSS. Data disajikan dalam bentuk tabulasi, histogram dan sejenisnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Daya Hidup dan Stek Berakar

Rata-rata daya hidup stek ramin lebih dari 80% sampai umur 12 minggu dari perlakuan faktor media dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA adalah M1H1, M3H1,M4H0, M5H0, M5H1, M5H3, M5H4, M6H1 dan M6H3. Data rata-rata daya hidup dan persentase stek berakar dari masing-masing perlakuan stek ramin disajikan pada Gambar 1 dan hasil ujinya pada Lampiran 1.

Gambar 1. Histogram daya hidup stek ramin tiap perlakuan media dan konsentrasi IBA umur 12 minggu

Keterangan :

M1H0 = Pasir sungai 100% + tanpa IBA/kontrol M1H1 = Pasir sungai 100% + IBA 500 ppm M1H2 = Pasir sungai 100% + IBA 1.000 ppm M1H3 = Pasir sungai 100% + IBA 1.500 ppm M1H4 = Pasir sungai 100% + IBA 2.000 ppm M1H5 = Pasir sungai 100% + IBA 2.500 ppm M2H0 = Pasir putih/kwarsa 100% + tanpa IBA/kontrol M2H1 = Pasir putih/kwarsa 100% + IBA 500 ppm M2H2 = Pasir putih/kwarsa 100% + IBA 1.000 ppm M2H3 = Pasir putih/kwarsa 100% + IBA 1.500 ppm M2H4 = Pasir putih/kwarsa 100% + IBA 2.000 ppm M2H5 = Pasir putih/kwarsa 100% + IBA 2.500 ppm M3H0 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + tanpa IBA/kontrol M3H1 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + IBA 500 ppm M3H2 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + IBA 1.000 ppm M3H3 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + IBA 1.500 ppm M3H4 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + IBA 2.000 ppm M3H5 = Pasir putih + arang sekam (7:3) + IBA 2.500 ppm M4H0 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + tanpa IBA/kontrol M4H1 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + IBA 500 ppm M4H2 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + IBA 1.000 ppm M4H3 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + IBA 1.500 ppm M4H4 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + IBA 2.000 ppm M4H5 = Pasir sungai + arang sekam (1:1) + IBA 2.500 ppm

M5H0 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + tanpa IBA/kontrol M5H1 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + IBA 500 ppm

M5H2 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + IBA 1.000 ppm M5H3 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + IBA 1.500 ppm

M5H4 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + IBA 2.000 ppm M5H5 = Cocopeat + sekam padi (7 :3) + IBA 2.500 ppm M6H0 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + tanpa IBA/kontrol M6H1 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + IBA 500 ppm M6H2 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + IBA 1.000 ppm M6H3 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + IBA 1.500 ppm M6H4 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + IBA 2.000 ppm M6H5 = Topsil + arang sekam padi ( 1:1) + IBA 2.500 ppm M7H0 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + tanpa IBA/kontrol

M7H1 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + IBA 500 ppm M7H2 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + IBA 1.000 ppm M7H3 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + IBA 1.500 ppm M7H4 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + IBA 2.000 ppm M7H5 = Gambut + sekam padi (1 : 1) + IBA 2.500 ppm M8H0 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + tanpa IBA/kontrol M8H1 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + IBA 500 ppm M8H2 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + IBA 1.000 ppm

M8H3 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + IBA 1.500 ppm M8H4 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + IBA 2.000 ppm M8H5 = Gambut + arang sekam padi (1:1) + IBA 2.500 ppm

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 M 1 H 0 M 1 H 1 M 1 H 2 M 1 H 3 M 1 H 4 M 1 H 5 M 2 H 0 M 2 H 1 M 2 H 2 M 2 H 3 M 2 H 4 M 2 H 5 M 3 H 0 M 3 H 1 M 3 H 2 M 3 H 3 M 3 H 4 M 3 H 5 M 4 H 0 M 4 H 1 M 4 H 2 M 4 H 3 M 4 H 4 M 4 H 5 M 5 H 0 M 5 H 1 M 5 H 2 M 5 H 3 M 5 H 4 M 5 H 5 M 6 H 0 M 6 H 1 M 6 H 2 M 6 H 3 M 6 H 4 M 6 H 5 M 7 H 0 M 7 H 1 M 7 H 2 M 7 H 3 M 7 H 4 M 7 H 5 M 8 H 0 M 8 H 1 M 8 H 2 M 8 H 3 M 8 H 4 M 8 H 5 D ay a hi dup da n ste k be ra ka r (% )

Perlakuan media dan konsentrasi IBA

Daya hidup (%)

(4)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 880-883 ISBN: 978-602-6483-34-8 Media yang porous akan berpengaruh baik

terhadap daya tumbuh stek dan sebaliknya. Dalam hal ini konsentrasi IBA sebagai hormon perangsang akar stek ramin mulai 0 ppm/kontrol sampai 2.500 ppm tidak menunjukkan daya hidup stek meningkat dan lebih dipengaruhi oleh jenis media tumbuh stek.

Stek ramin yang tumbuh ternyata masih ada yang belum tumbuh akarnya. Hal ini masih bertahan hidup karena masih ada energi dari bahan stek itu sendiri dan kondisi lingkungan dalam ruang tumbuh stek yang mendukung dengan kelembaban udara >90% dan temperatur udara maksimum 32°C. Dengan kondisi tersebut proses transpirasi maupun berakarpun masih hidup.

Stek ramin yang berakar terdapat pada semua uji media walaupun persentasenya bervariasi yaitu antara 20% – 60% (Gambar 1). Persentase stek berakar berdasarkan uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa konsentrasi IBA sebagai zat pengatur tumbuh akar stek tidak meningkatkan stek berakar. Hal tersebut terbukti pada perlakuan stek tanpa IBA yaitu M3H0, M4H0, M5H0, M6H0, M8H0 menunjukkan stek berakar sebesar 20% – 40%. berbeda dengan laporan Kartiko (1998) yang menyatakan bahwa stek ramin yang diberi hormon akar mencapai stek berakar 80% dan yang tidak diberi hormon akar hanya mencapai 50%. Demikian pula yang dilaporkan Rusmana et.al.(2012) stek dengan konsentrasi IBA 1.000 ppm pada aplikasi metode KOFFCO persentase stek ramin berakar mencapai 83% pada umur 8 minggu dengan bahan stek ramin asal pucuk dari kebun pangkasan yang langsung disemaikan.

Perbedaan yang lebih rendah persentase stek ramin berakar dalam uji media dan konsentrasi IBA ini dibanding dengan hasil Kartiko (1998) dan Rusmana et. al. (2012) disebabkan bahan stek mengalami distribusi terlalu lama dalam perjalanan selama 4 hari. Sementara bahan stek ramin yang dilakukan Rusmana et.al., (2012) adalah 2 hari setelah diambil, kemudian disemaikan. Dengan demikian dalam pembuatan stek ramin disarankan untuk lebih cepat disemaikan ketika bahan stek sudah diperoleh agar bahan stek tidak rusak dan lebih cepat stek berakar.

Beberapa faktor berpengaruh terhadap daya hidup stek (Hartman & Kester 1990), yaitu kelembaban udara, temperatur udara dan tingkat ketuaan bahan stek serta drainase dan aerasi media tumbuh stek. Dengan demikian, jika menggunakan media tersebut, pembuatan bibit stek ramin yang dari bahan juvenil tidak perlu menggunakan zat perangsang akar seperti IBA.

Selanjutnya Subiakto & Sakai (2006) menyatakan bahwa untuk keberhasilan stek,

temperatur udara dalam ruang pertumbuhan stek jangan lebih 31°C, kelembaban udara harus lebih dari 90% dan intensitas cahaya berkisar antara 15.000 -24.000 lux. Kondisi lingkungan tersebut dalam ruang tumbuh stek jenis ramin dan tanaman keras lainnya cukup sesuai. Media tumbuh pasir, topsoil dan cocopeat (serbuk sabut kelapa) saat ini mudah diperoleh di setiap daerah dan mempunyai peluang untuk penyediaan bibit di setiap daerah dan mempunyai peluang untuk penyediaan bibit, sehingga kendala ketersediaan benih dalam penyediaan bibit ramin dapat teratasi.

3.2 Jumlah dan Panjang Akar Primordia

Akar primordia yang dimaksud adalah akar primer yang tumbuh pada stek ramin. Kita ketahui akar salah satunya berfungsi untuk mengangkut nutrisi termasuk air melalui xylem ke seluruh bagian tanaman. Jumlah akar primordia tersebut penting untuk diketahui karena dipstikan dengan jumlah akar yang muncul dari pangkal stek sangat berpengaruh terhadap daya hidup stek selanjutnya.

Berdasarkan hasil analisis data, secara tunggal, konsentrasi ZPT (faktor B) tidak berpengaruh terhadap jumlah akar primordia yang tumbuh. Justru dalam hal ini media tumbuh berpengaruh kuat terhadap jumlah akar primordia yang tumbuh dan berbeda nyata. Media yang baik dan berpengaruh nyata terhadap jumlah tumbunya akar primordia adalah M6 = topsoil + sekam padi (1:1), M8 = gambut + arang sekam (1:1), M4 = pasir sungai + arang sekam (1:1), M = 2 pasir putih 100% dan M5 = cocopeat + sekam padi (7:3).

Jumlah akar yang tumbuh setiap perlakuan media tersebut bervariasi mulai 1 – 6 buah akar primordia. Demikian pula panjang akarnya dari setiap perlakuan mulai 0,2 – 11,8 cm. Semua jenis media yang diuji dapat menumbuhkan akar primordia. Kunci utama dari pembuatan bibit cara stek adalah tumbuhnya akar. Data jumlah akar stek ramin disampaikan dalam Gambar 2.

Plot penelitian stek ramin di greenhouse dan contoh akar primordia stek ramin umur 12 minggu disampaikan dalam Gambar 3.

Akar stek nampaknya lebih mudah tumbuh pada media yang porous dibanding media dengan kondisi yang padat (tidak porous). Dari penelitian uji media dan konsentrasi IBA sebagai zat perangsang akar stek, jumlah stek yang berakar berkisar antara 20% – 60% dan yang belum tumbuh akarnya hampir 80% telah membentuk callus kecuali stek yang mati. Stek mati yang terjadi dalam penelitian ini ditandai dengan bagian pangkal stek membusuk.

(5)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 880-883 ISBN: 978-602-6483-34-8

Gambar 2. Histogram jumlah akar dan panjang akar stek ramin dari masing-masing perlakuan media dan konsentrasi IBA umur 12 minggu.

Gambar 3. Plot stek ramin di rumah kaca dengan mengaplikasikan metode KOFFCO pada perlakuan media dan konsentrasi IBA (kiri) dan contoh akar primordia ramin pada umur 12 minggu (kanan). Uchimura et. al., (1993) melaporkan bahwa

stek ramin tumbuh dan berakar 83 - 87% pada media pasir dicampur arang sekam padi. Dalam penelitian ini, media yang dicampur dengan arang sekam padi juga menunjukkan stek berakar. Penggunaan arang sekam padi, sekam padi dan pasir memang merupakan bahan untuk media tumbuh stek, karena beraerasi dan drainasenya baik (porous).

Berdasarkan jumlah akar primordia dan panjang akar stek ramin, M6 = topsoil + sekam padi (1:1), M8 = gambut + arang sekam (1:1), M4 = pasir sungai + arang sekam (1:1), M2 = pasir putih 100% dan M5 = cocopeat + sekam padi (7:3) dapat diaplikasikan untuk pembuatan bibit stek ramin. Bahan stek ramin sebaiknya bagian pucuk; ukurannya minimal memiliki 3 ruas dan mengikutkan 2-3 helai daun yang dipotong sekitar separonya (Gambar 3).

Gambar 3. Ilustrasi stek pucuk ramin yang ideal. Stek diambil dari anakan alam atau kebun pangkas berumur 2-3 tahun dan tinggi anakan 30 – 100 cm).

Konservasi ramin yang mulai langka keberadaannya di hutan alam dengan penyediaan

0 2 4 6 8 10 12 14 M 1 H 0 M 1 H 1 M 1 H 2 M 1 H 3 M 1 H 4 M 1 H 5 M 2 H o M 2 H 1 M 2 H 2 M 2 H 3 M 2 H 4 M 2 H 5 M 3 H 0 M 3 H 1 M 3 H 2 M 3 H 3 M 3 H 4 M 3H 5 M 4 H 0 M 4 H 1 M 4 H 2 M 4 H 3 M 4 H 4 M 4 H 5 M 5 H 0 M 5 H 1 M 5 H 2 M 5 H 3 M 5 H 4 M 5 H 5 M 6 H 0 M 6 H 1 M 6 H 2 M 6 H 3 M 6 H 4 M 6H 5 M 7 H 0 M 7 H 1 M 7 H 2 M 7 H 3 M 7 H 4 M 7 H 5 M 8 H 0 M 8 H 1 M 8 H 2 M 8 H 3 M 8 H 4 M 8 H 5 Ju m la h d an p an ja n g ak ar ( b u ah & c m )

Perlakuan media tumbuh stek dan konsentrasi IBA

Jumlah akar (bh)

Panjang stek 15 - 20 cm atau 3- 4 ruas

(6)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 889

bibit cara stek adalah salah satu upaya dan peluang pengelolaan wilayah konservasi di lahan basah (lahan rawa gambut). Pembiakan tanaman cara vegetatif seperti stek terhadap jenis ramin dapat dilakukan ketika benih berupa buah/biji tidak tersedia.

Untuk pengembangan stek ramin dapat dilakukan dengan membangun kebun pangkasan. Dekat dengan persemaian. Pengertian kebun pangkasan adalah tanaman donor atau tanaman induk yang belum ada perlakuan pemuliaan tanaman. Sedangkan kebun pangkas adalah tanaman donor yang sudah mengalami perlakuan pemuliaan tanaman. Tersedianya kebun pangkasan, konservasi jenis ramin yang sudah langka saat ini, optimis pengembangan penyediaan bibit ramin dapat dilakukan (Subiakto & sakai, 2016; Sumbayak & Komar, 2010; Rusmana et.al., 2012).

4. SIMPULAN

Penggunaan media tumbuh stek ramin dapat menggunakan komposisi media topsoil + sekam padi (1:1), gambut + arang sekam (1:1), pasir sungai + arang sekam (1:1), pasir putih murni /pasir kwarsa tanpa campuran (100%) dan cocopeat + sekam padi (7:3). Persentase stek berakar bervariasi mulai 20% sampai 60%.

Penggunaan IBA (Indole Butiric Acid) sebagai zat pengatur tumbuh akar tidak perlu digunakan jika bahan stek ramin diambil dari bagian pucuknya karena tidak mempengaruhi persentase stek berakar.

Untuk meningkatkan keberhasilan pembuatan stek ramin, harus segera mungkin stek disemaikan dalam kondisi kelembaban > 90% dan temperatur udara dalam ruang tumbuh stek tidak lebih dari 32°C pada siang hari dengan intensitas cahaya antara 10,000 lux – 20.000 lux (intensitas naungan 60–70%).

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada pimpinan dan staf Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Banjarbaru yang telah mendukung dari segi materi dan moril dalam penelitian ini. Diucapkan terima kasih pula kepada Sdr. M. Sukma Alamsyah, Sdr, Yusnan, Sdr. Aril, Sdr. Anto dan Sdr. Nono yang telah banyak membantu mengumpulkan bahan stek ramin, sehingga penelitian ini terlaksana.

6. DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. & Rusmana. (1993). Pembiakan Vegetatif Ramin (Gonistylus bancanus) secara Stek untuk Penyiapan Material Tegakan. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. 01/ III/ 93. P.16.

Daryono, H. (1996). Kondisi Tegakan dan Permudaan Alam Hutan Rawa Gambut Setelah Pembalakan dan Teknik Propagasinya. Diskusi Hasil-Hasil Penelitian Dalam Menunjang Pemanfaatan Hutan yang Lestari di Cisarua. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.

Hamzah, A.K. (2010). Gonystylus bancanus : Jewel of

the peat swamp forest. Forest Research Institute Malaysia. Printed in Malaysia by Gemilang Press Sdn. Bhd, Sungai Buloh. P.83

Hartman, H.T, E.D. Kester & Davis, F. (1990). Plant

Propagation Principles and Practice. Fifth Editions. Prentice-Hall. Internanional. Inc. London.

Hendromono. (1999). Pengaruh manipulasi kondisi lingkungan terhadap prosen berakar stek ramin (Gonystylus bancanus ). Bulletin Penelitian

Hutan:1-12

Istomo, (2005). Evaluasi Penanaman Ramin ((Gonystylus

spp) di Indonesia ; Kendala dan programkegiatan

dalam pemba-ngunan hutan tanaman ramin. Paper Semiloka Konservasi dan Pembangunan Hutan Ramin di Indonesia melalui Regulasi Perdagangan dan Pemacuan Alih Teknologi Konservasi Penanaman dan Teknik Silvikultur. Bogor, 28 September 2005.

Istomo. (2006). Evaluasi dan penyesuaian sistem silvikultur hutan rawa gambut, khususnya jenis ramin ( Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz.) di Indonesia. Alternatif Kebijakan dalam Pelestarian dan Pemanfaatan Ramin. Prosiding Workshop

Nasional. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO PPD 87/03 Rev.2 (F). Bogor. h.. 55 – 81.

Rusmana, Ariani, R., Nduka, S. & Susianto, A. (2012). Teknik Konservasi ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz.). Balai penelitian Kehutanan

Banjarbaru. Laporan Hasil Penelitian. (Tidak

diterbitkan)

Rusmana, Panjaitan, S. & Santosa, B.P. (2004). Teknik Budidaya Jenis Pohon di Hutan Rawa Gambut.

Makalah Seminar Ilmiah Hasil-hasil Penelitian di Palangkaraya, 12 Mei 2004. P : 7.

Setyawati, T. (2010). Konservasi Flora, Fauna dan Mikroorganisme. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Tahun 2010 – 2014. Pp. 105 – 142.

Sidiyasa, K., Yafid, B., Adinugroho, C.W. & Rusmana. (2007). Seed ources of ramin in west and Central

Kalimantan. Forestry Research and Development Agency in cooperation with International Tropical Timber Organization. Bogor. P. 30.

Sumbayak, E.S.S & Komar E.T. (2010). Pedoman

Pembuatan Stek Pucuk Ramin (Gonystylus bancanus) dengan Sistem Pengkabutan KOFFCO.

(7)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 890

Pusat Litbang dan Konservasi Alam bekerja sama dengan ITTO – CITES Project. Bogor. P. 20. Komar, E.T. & B. Yafid 2005. Population and Natural

Regeneration of Ramin. A Technical Report. ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F)

Komar, E.T., Savitri, E. & Rusmana. (2010). Conservation and the establishment of ramin (Gonystylus bancanus) Genepool. Paper presented

on the Regional Workshop on the Sharing of Findings from the Activities Implemented in Malaysia and Indonesia under the ITTO – CITES Project on Ensuring International Trade in CITES – Listed Timber Species is Consent with their Sustainable Management and Conservation. Kuantan, Pahang Malysia 1 – 4 December 2010.

Muin (2009) dalam Rusmana (2014), Teknik Konservasi ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz.). Balai

penelitian Kehutanan Banjarbaru. Laporan Hasil Penelitian. Tidak diterbitkan

Uchimura, Y., Asaishi, H., & Kurosu, K. (1993).Study on the Cuttings Production of the Peat Swamp Tree Species in Sarawak, Malaysia. Workshop

Proceedings, BIOREFOR. Yogyakarta. P : 147.

Yitnosumarto, S. (1993). Percobaan, Perancangan,

Analisis dan Interpretasinya. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Wardhani,M., Yafid, B., Komar, E.T., Nurjanah, S. & Rosita, T.D.. (edt.) (2010). Gonystylus spp. (ramin):

population status, genetics and gene conservation. IITO – CITES Project in cooperation with Center for Forest and Nature Conservation Research and Development. Printed by CV. Biografika. Bogor. P. 28.

Lampiran 1. Analisis daya hidup stek ramin dari masing-masing perlakuan media dan konsentrasi IBA umur 12 minggu.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat df Rerata kuadrat F Sig.

Corrected Model 18.783(a) 47 .400 1.899 .001

Intercept 46.817 1 46.817 222.495 .000

Media 4.650 7 .664 3.157 .004

Zpt IBA (hormon akar) .783 5 .157 .745 .591

media * Zpt IBA (hormon akar) 13.350 35 .381 1.813 .006

Error 40.400 192 .210

Total 106.000 240

Corrected Total 59.183 239

a R Squared = .317 (Adjusted R Squared = .150) Uji lanjut Tukey HSD

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares. The error term is Mean Square(Error) = .210.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

Lampiran 2. Analisis jumlah akar tumbuh (akar primordia) pada perlakuan kombinasi perlakuan nedia tumbuh dan konsentrasi ZPT pada stek ramin .

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: jumlah_akar

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 232.553(a) 47 4.948 1.698 .007

Intercept 72.093 1 72.093 24.746 .000 media 51.658 7 7.380 2.533 .016 Zpt 20.879 5 4.176 1.433 .214 media * Zpt 159.526 35 4.558 1.565 .032 Error 536.050 184 2.913 Total 846.000 232 Corrected Total 768.603 231

a R Squared = .303 (Adjusted R Squared = .124)

Media N Subset

1 2 1

Pasir putih 100% 30 .3000

Gambut + sekam padi (1:1) 30 .3333

Gambut + arang sekam padi (1:1) 30 .3333

Tanah + sekam padi (1:1) 30 .4000

Pasir putih + arang sekam (7:3) 30 .4333 .4333

Pasir sungai + arang sekam (1:1) 30 .4667 .4667

Pasir sungai 100% 30 .5000 .5000

Cocopeat+ sekam padi (1:1) 30 .7667

(8)

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 884-891 ISBN 978-602-6483-40-9

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 891

Uji Lanjut Tukey HSD

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 2.913. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

28.781.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.

Media N Subset

1 2 1

pasir putih + arang sekam (7:3) 30 .0667

gambut + sekam (7:3) 30 .2667

pasir sungai 100% 23 .3043

cocopeat+ sekam (7:3) 30 .3667 .3667

pasir putih 100% 29 .5517 .5517

pasir sungai + arang sekam(1:1) 30 .6333 .6333

gambut + arang sekam(1:1) 30 .6667 .6667

topsoil + sekam (1:1) 30 1.7000

Gambar

Gambar 1.  Histogram daya hidup stek ramin tiap perlakuan media dan konsentrasi IBA umur 12 minggu
Gambar  2.  Histogram  jumlah  akar  dan  panjang  akar  stek  ramin  dari  masing-masing  perlakuan  media  dan  konsentrasi IBA umur 12 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu terdapat tombol materi yang jika di klik akan mengarah ke halaman pembelajaran tentang candi tertentu Pengguan di tuntun untuk menggeserkan serpihan

Metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data, sedangkan instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data itu.(Arikunto, 2002: 194)..

Dari beberapa uraian sumber di atas jadi kecemasan adalah suatu bentuk stress yang merupakan aplikasi gejolak emosi yang ditandai dari ketegangan dalam menghadapi

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana hubungan pengulangan beban sumbu terhadap tegangan dan penurunan tanah dasar ekspansif pada model perkerasan

Pada titik 1 nilai tegangan yang terjadi tercatat kecepatan 7,5 cm/s (kecepatan tinggi) mempunyai nilai yang lebih besar dibanding kecepatan 4,31 cm/s (kecepatan rendah)

Setelah selesai diadakan penelitian mengenai Kampa nye Pelestarian “Yaki hitam” ( Macaca nigra) di kelurahan Batuputih bawah kecamatan Ranowulu kota Bitung, maka dari

Kekerasan seksual pada anak atau yang sering dikena Child Sexual Abuse menjadi kenyatan pahit yang dialami oleh seorang anak, terlebih apabila kekerasan tersebut

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan berkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini PENGARUH SENAM OTAK