• Tidak ada hasil yang ditemukan

STEMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STEMI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

SINDROM KORONER AKUT

STEMI

Disusun oleh : dr. Shinta Kharisma Dewi

RSUD PASAR REBO

JAKARTA TIMUR

(2)

BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Pada Hari ini tanggal ………..telah dipresentasikan kasus oleh : Nama Peserta : dr. Shinta Kharisma Dewi

Dengan Judul / Topik : Sindrom Koroner Akut STEMI Nama Pendamping : dr.Eko Nugroho

Nama Wahana : RSUD Pasar Rebo

No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan

1. 1. 2. 2. 3. 3. 4. 4. 5. 5. 6. 6.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Interenship

dr. Eko Nugroho

PORTOFOLIO KASUS MEDIK Borang Portofolio

(3)

No. ID dan Nama Peserta : dr. Shinta Kharisma Dewi No. ID dan Nama Wahana : RSUD Pasar Rebo

Topik : Sindrom KoronerAkut STEMI

Tanggal (kasus) : 20 November 2015

Pendamping : dr. Eko

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah T Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi:

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada seperti ditindih sejak satu jam yang lalu. Awalnya pasien mengaku sedang melakukan aktivitas seperti biasa sebagai petugas parkir, lalu tiba-tiba timbul rasa nyeri mendadak pada dada bagian kiri. Nyeri dada terasa pada seluruh bagian dada, makin lama semakin memberat. Nyeri dirasakan menjalar ke bahu bagian kiri. Nyeri tidak membaik dengan istirahat duduk atau berbaring malah dirasakan semakin memburuk. Pasien baru merasakan nyeri seperti ini kali ini. Pasien juga mengaku merasa jantungnya berdebar, sulit bernapas dan berkeringat dingin. Riwayat penyakit jantung disangkal, riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal dan riwayat penyakit kencing manis disangkal. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat asma dan penyakit paru lainnya. Pasien mengaku merupakan seorang perokok sejak usia 20an.

Tujuan:

Mendiagnosis, dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai dengan penyakit yang

dialami pasien.

Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

DATA PASIEN

(4)

Usia : 62 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki No. RM : 656845

Tanggal Masuk : 20 November 2015

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: (Anamnesis tanggal : 20 November 2015) Keluhan Utama : nyeri pada dada bagian kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada seperti ditindih sejak satu jam yang lalu. Awalnya pasien mengaku sedang melakukan aktivitas seperti biasa sebagai petugas parkir, lalu tiba-tiba timbul rasa nyeri mendadak pada dada bagian kiri. Nyeri dada terasa pada seluruh bagian dada, makin lama semakin memberat. Nyeri dirasakan menjalar ke bahu bagian kiri. Nyeri tidak membaik dengan istirahat duduk atau berbaring malah dirasakan semakin memburuk. Pasien baru merasakan nyeri seperti ini kali ini. Pasien juga mengaku merasa jantungnya berdebar, sulit bernapas dan berkeringat dingin.

2. Riwayat pengobatan :

Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun secara berkala dan terus menerus

3. Riwayat kesehatan/ penyakit: Riwayat sakit seperti ini disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat kebiasaan merokok sejak usia 20 tahunan Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal 4. Riwayat keluarga:

Riwayat keluhan serupa : disangkal 5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:

Penderita adalah seorang tukang parkir, tinggal dengan istri dan 1 orang anak. Pasien biasa makan 2-3 x sehari dengan nasi, sayur, lauk-pauk, tempe, tahu dan kadang daging.

Hasil pembelajaran:

1. Mendiagnosis nyeri dada pada pasien pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang.

(5)

3. Edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien dan prognosisnya kepada pasien dan keluarga.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio: 1. Subyektif

Keluhan Utama : nyeri dada bagian kiri Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada seperti ditindih sejak satu jam yang lalu. Awalnya pasien mengaku sedang melakukan aktivitas seperti biasa sebagai petugas parkir, lalu tiba-tiba timbul rasa nyeri mendadak pada dada bagian kiri. Nyeri dada terasa pada seluruh bagian dada, makin lama semakin memberat. Nyeri dirasakan menjalar ke bahu bagian kiri. Nyeri tidak membaik dengan istirahat duduk atau berbaring malah dirasakan semakin memburuk. Pasien baru merasakan nyeri seperti ini kali ini. Pasien juga mengaku merasa jantungnya berdebar, sulit bernapas dan berkeringat dingin.

Riwayat pengobatan

Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun secara berkala dan terus menerus

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Anamnesis Sistem:

• Sistem Cerebrospinal : kejang (-)

• Sistem Cardiovaskular : keringat dingin (+), nyeri dada (+)

berdebar-debar (+), tidur dengan 2 bantal (-), sesak nafas (+)

• Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk (-), pilek (-) • Sistem Gastrointestinal : BAB hitam (-), mual (-), muntah darah (-) • Sistem Genitourinari : nyeri saat BAK (-), anyang-anyangan (-)

(6)

• Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-) • Sistem Integumen : Akral dingin (+)

2. Obyektif IGD

Keadaan Umum: Compos mentis, tampak kesakitan Tanda Vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 100 kali/menit, iregular Pernapasan : 30 kali/menit

Suhu : 36,5 Pemeriksaan fisik:

 Kepala: normocephal

 Mata: CA -/-, SI-/-, pupil isokor

 THT: Tonsil T1-T1, hiperemis - , mukosa faring merah muda.

 Leher: KGB submandibula, servikal, supraclavicula tidak membesar, trakea lurus ditengah, tiroid N.

 Kulit : Turgor Kurang (-), pucat (-), Sianosis(-),eritema palmaris.(-)  Jantung

BJ I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-)  Paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan wheezing (-), ronchi basah kasar (-) basal paru, ronchi basah halus (-) di basal paru

 Abdomen

Inspeksi : distended(-),spider nevi(-)

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), kembung (-), defans muskular (-),

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstermitas

Akral oedem : Superior Inferior -/-Akral sianosis : Superior -/- Inferior-/-Akral dingin : Superior +/+ Inferior +/+

(7)

Pemeriksaan penunjang: a. Laboratorium darah

Pemeriksaan Kimia Darah

20/11 21/11

Satuan Nilai Rujukan

SGOT 24 g/dL 13,5 -17,5 SGPT 26 % 33-45 CKMB 18 277 U/L <24 Trop T 52 >2000 mg/L <50 : masih mungkin IMA ulangi 3-6 jam 50 – 2000 : mungkin IMA > 2000: sangat mungkin IMA Ureum darah 34 250 mg/dL 20-40 Kreatinin darah 32 mg/dL 0.17 – 1.50

Pemeriksaan Darah 20/11 21/11 Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 14,7 g/dL 13,5 -17,5 Hematokrit 42 % 33-45 Leukosit 11.5 103/ul 4,5-11 Trombosit 354 103/ul 150-450 Basofil 0 % 0-1 Neutrofil 9 % 1-3 Neutrofil Batang 0 % 50-70 Neutrofil Segmen 48 % 25-40 Limfosit 5 % 2-8 Monosit 4 % <4 Pemeriksaan Gas Darah dan Elektrolit

20/11 21/11 Satuan Nilai Rujukan

PH 7.4 7.37 – 7.42 SPO2 26 mmHg 33 - 44 O2 92 mmHg 71- 100 Saturasi O2 97 % 94-98 PO2 16.5 mmol/L 22 – 29 HCO3- 19.6 mmol/L

HCO3 Stand 17 mmol/L 19 -24

Natrium 140 138 mmol/L 135 – 147 Kalium 4.1 4.2 mmol/L 3.5- 5.0 Klorida 104 100 mmol/L 98 - 108

(8)

b. EKG

Irama: Sinus

Frekuensi: 100 kali permenit Regularity: Reguler

Aksis: normal

Gelombang P: normal PR interval: normal Kompleks QRS:

 gelombang Q : normal tidak ada q patologis

 R wave progression positif

ST segmen: ST elevasi pada lead v2 – v4 (anteroseptal) Gelombang T: meninggi pada lead v5 dan v6 (lateral) 3. Assesment :

Diagnosis IGD : ACS STEMI

Daftar masalah : Anamnesis

a. Nyeri dada kiri b. Keringat dingin c. Sesak napas

d. Dada terasa berdebar

Pemeriksaan fisik e. TD 130/90 mmHg f. HR : 100x/menit reguler g. RR : 30x/menit h. Akral dingin Pemeriksaan penunjang

i. EKG elevasi segmen ST j. Trop T peningkatan k. CKMB peningkatan

Analisis dan sintesis

DAFTAR MASALAH

(9)

Inaktif 1. Chest pain ec STEMI 20 November 2015 a, b,c,d,h, i,j, k 4. Plan : Planning IGD : O2 4L Nasal Kanul ISDN 5 mg Clopidogrel 300mg Aspilet 160 mg kunyah IVFD Asering /8 jam DC Konsul dr. Hera sp.JP: trombolitik, IC Cedokard 3 x 10mg Ascardia 1x80 mg Plavix 1x 75 mg Simvastatin 1x 20 mg Alprazolam 2x0,5 mg

Jika menolak trombolutik  Lovenox 2x 0.6 5. Penalaran klinis:

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan STEMI berdasarkan data anamnesis bahwa pasien mengeluhkan nyeri dada seperti ditindih sejak satu jam yang lalu, nyeri dada terasa pada seluruh bagian dada, makin lama semakin memberat. Nyeri dirasakan menjalar ke bahu bagian kiri. Nyeri tidak membaik dengan istirahat duduk atau berbaring malah dirasakan semakin memburuk. Pasien baru merasakan nyeri seperti ini kali ini. Pasien juga mengaku merasa jantungnya berdebar, sulit bernapas dan berkeringat dingin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan akral dingin, pernafasan cepat, keadaan pasiengelisah dan kesakitan. Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan pengertian STEMI. STEMI adalah kematian otot jantung yang diawali dengan gejala nyeri dada sebelah kiri seperti ditindih, elevasi segmen ST pada EKG dan naiknya enzim jantung.

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu non-medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non-medikamentosa antara lain bed rest, Penatalaksanaan medikamentosa dibagi menjadi penatalaksanaan di emergency room dan penatalaksanaan berupa terapi perfusi.

(10)

Penatalaksanaan di IGD antara lain berupa O2 4L Nasal Kanul, ISDN 5 mg untuk vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi rasa nyeri, Clopidogrel 300mg dan Aspilet 160 mg kunyah sebagai antikoagulan dan antiplatelet untuk mencegah pembentukan trombus lebih lanjut, IVFD Asering/24 jam dan pemasangan DC untuk kontrol cairan.

Penatalaksaan terapi perfusi berupa pemberian trombolitik hingga batas waktu 2-3 jam dari awal terjadinya serangan akut nyeri dada atau berupa pemasangan PCI bila lebih dari waktu yang diharapkan. Namun perlu diingat bahwa pemberian terapi trombolitik memiliki kontra indikasi mutlak dan kontra indikasi relatif juga memiliki beberapa efek samping yang harus dijelaskan kepada pasien atau keluarganya.

Pendidikan :

Pada pasien dan keluarga mengenai penyebab, factor resiko, gejala, pengobatan, komplikasi dan prognosis penyakit ACS STEMI serta pilihan jenis pengobatan, golden hour waktu pengobatan serta indikasi dan kontra indikasi dari pengobatan yang nantinya akan dipiliholeh keluarga.

Konsultasi :

Dijelaskan secara rasional akan pentingnya konsultasi spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah sebagai upaya agar penyakit dapat ditangani dengan tepat.

Kontrol :

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan

Mengobservasi keadaan umum, tanda vital pasien

Per 15 menit di IGD

Keadaan umum, klinis membaik Tanda vital baik

Mengobservasi keluhan pasien berkaitan dengan ACS STEMI

Setiap 30 menit di IGD

Keluhan pasien berkurang seiring terapi yang diberikan

Menyingkirkan differensial diagnosis ACS Selama perawatan di IGD dengan fasilitas yang tersedia

Dapat ditegakkan diagnosa yang tepat dan melakukan terapi yang tepat

Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita,

Sebelum dilakukan jenis terapi

reperfusi

Pasien dan keluarga mengetahui dengan jelas kondisi pasien, jenis pilihan pengobatan dan jenis

(11)

pengobatan yang harus dilakukan komplikasi dan prognosis penyakit ACS STEMI serta pilihan jenis pengobatan, golden hour waktu pengobatan serta indikasi dan kontra indikasi dari pengobatan.

pengobatan apa yang akan dipilih.

(12)

I. Definisi

Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis. UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa.

II. Faktor Resiko

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Usia

Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.

2. Jenis kelamin

Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause, setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause. 3. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

1. Merokok

Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.

2. Hiperlipidemia

Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.

(13)

3. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi infark. Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).

4. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun, dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang berikatan dengan dinding vaskuler.

5. Obesitas

Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.

Faktor Predisposisi

1. Hipertensi

Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak pada pembuluh darah.

2. Anemia

Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan gangguan pada jantung.

3. Kerja fisik / olahraga

Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi infark.

III. Patogenesis

Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik dari plak arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya resiko ruptur plak arteri koronaria. Pembentukan trombus dan terjadinya vasokonstriksi yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxan A2 oleh platelet mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner. Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengerasan dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak. Aterosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yang dapat mempengaruhi system vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat

(14)

menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal tersebut merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.

Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis. Inflamasi dengan stress oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer. Diabetes mellitus, merokok, dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin II melalui stimulasi reseptor AT-I. Penyebab lain dapat berupapeningkatan C-reactive protein, peningkatan fibrinogen serum, resistensi insulin, stress oksidatif, infeksi dan penyakit periodontal. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi sel otot polos, aktivasi respon imun dan inflamasi. LDL teroksidasi masuk ke dalam tunika intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung oksi LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan membentuk jejas fatty streak. Pembentukan lesi tersebut dapat ditemukan pada dinding pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-anak. Ketika terbentuk, fatty streak memproduksi radikal oksigen toksik yang lebih banyak dan mengakibatkan perubahan inflamasi dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih progresif. Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan pembentukan plak fibrosa di atas sel otot polos tersebut. Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi termasuk growth factor (TGF beta).

Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan menyumbataliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga, sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten).Banyak plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur) tidak menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami ruptur. Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan perdarahan pada lesi. Plak atherosklerosis dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap ruptur. Plak yang menjadi ruptur merupakan plak kompleks. Plak yang unstable dan cenderung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrous caps yang tipis. Plak yang robek (ulserasi atau rupture) terjadi karena shear forces, inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple, sekresi macrophage-derived degradative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi. Ketika rupture, terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan infark.

(15)

gambar 1. proses pembentukan plaque dan trombus pada pembuluh darah koroner

IV. Patofisiologi

Proses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi perlahan-lahan. Namun, apabila terjadi obstruksi koroner tiba-tiba karena pembentukan thrombus akibat plak aterosklerotik yang rupture atau mengalami ulserasi, maka terjadi sindrom koroner akut.

1. Unstable angina : adalah akibat dari iskemi miokard reversibel dan dapat mencetuskan terjadinya infark.

2. Infark miokard : terjadi apabila iskemia yang berkepanjangan menyebabkan kerusakan ireversibel dari otot jantung

V. Diagnosis

Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.

1. Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil

Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh trauma, yangmengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun atau wanita terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan evaluasi lebih lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi, penekanan, pengaruh makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya faktor resiko. Wanita sering mengeluh nyeri dada atipik dan gejala tidak khas, penderita diabetes mungkin tidak menunjukkan gejala khas karena gangguan saraf otonom. Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas, ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau pemberian nitrat.

Keluhan pasien umumnya berupa

a. Resting angina : terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit

b. New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik sehari-hari, aktifitas ringan/ istirahat

c. Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama, sering, nyeri atau dicetuskan aktivitas lebih ringan.

Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas,

(16)

mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

Elektrokardiografi (ECG)

Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukan kemungkinan adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% ECG juga normal.

Exercise test

Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

2. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST

(NSTEMI)

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium dengan ciri khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan onset baru angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik berbanding dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar terutama pasien lebih dari 65 tahun.

Elektrokardiogram (ECG)

Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0.05mV merupakan predictor outcome yang buruk. Outocme yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

(17)

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 3-4 minggu.

3. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST (STEMI)

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST > 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau > 1mm pada dua sadapan ektremitas. Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

Anamnesis

Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :

a. Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.

b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

c. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

e. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. f. Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas

(18)

Gambar 2. pola nyeri pada pasien infark miokard akut

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut

Gambar 3. Diagnosis banding nyeri pada dada

Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior

(19)

mempunyaimanifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .

Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau menghilangnya gelombang R dan infark miokard nontransmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural atau transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q atau non Q menggantikan infark mural atau nontransmural

(20)

Gambar 4. ST-elevasi pada leads II, III dan aVF; ST depresi pada V1 - V4 gambaran pada infak miokard akut inferior atau inferior AMI.

Gambar 5. ST-Elevasi pada gambaran anterior acute myocard infark

Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard)

a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.

b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. b. Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

c. Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

(21)

Komplikasi STEMI a. Disfungsi ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infark. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark dengan dilatasi pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dengan prognosis yang buruk.

b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit karena STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada roentgen sering dijumpai kongesti paru.

c. Syok kardiogenik

Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90% ditemukan selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunayi penyakit arteri koroner multivessel.

d. Infark ventrikel kanan

Sekitar sepertiga pasien dengan infark posteroposterior menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R sering dijumpai pada 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dariekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi takanan arteri pulmonalis.

e. Aritmia pasien pasca STEMI

Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia dan penghambatan konduksi di zona iskemia miokard.

f. Ekstrasistol ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadik yang tidak sering terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Penyekat beta efektif dalam mencegah aktifitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,

(22)

konsentrasi kalium serum diupayan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2 mmol/liter.

g. Takikardi dan fibrilasi ventrikel.

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardidan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.

h. Komplikasi mekanik

Ruptur muskularpapilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventikel. Penatalaksaan dengan operasi.

Prognosis STEMI

Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan pronosis pasien pasca IMA

VI. Penatalaksanaan

1. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina) Tindakan umum

Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, dan diistirahatkan (bed rest), diberi obat penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa a. Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Yang ada di Indonesia terutama Isosorbit dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.

b. Beta-blocker

Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Meta-analisis dari 4700 pasien dengan UA menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13% (p<0.04). Semua pasien UA harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi seperti asam bronkiale dan pasien dengan bradiaritmia. Beta-bloker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien UA, yang menunjukkan effektivitas yang serupa.

(23)

c. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan ini dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Verapamil dan diltiazem memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada pasien SKE dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang ada kontraindikasi dengan beta-bloker.

d. Aspirin

Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal pada pasien UA. Oleh karena itu aspirin dianjurkan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg per hari.

e. Klopidogrel

Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat agregasi platelet. Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular dan dianjurkan pada pasien yang tidak tahan aspirin. AHA menganjurkan pemberian klopidogrel bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari

f. Unfractionated Heparin

Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagualn yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Kelemahan heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.

g. Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 jam dan hanya bekerja pada faktor Xa.LMWH di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin dan enoksaparin.

Stratifikasi Risiko

Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah :

a. pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan

(24)

c. ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.

d. Enzim jantung tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya usia lebih muda.

Pasien yang termasuk dalam risiko sedang adalah :

a. Bila ada angina baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat b. Laki-laki, usia >70 tahun, menderita diabetes melitus

c. Tidak ada perubahan ST segmen d. Enzim jantung tidak meningkat.

Pasien yang termasuk dalam risiko tinggi adalah :

a. Angina berlansung lama atau angina pasca infark; sebelumnya mendapat terapi yang intensif

b. Ditemukan hipotensi, diaforesis, edema paru atau ”rales” pada pemeriksaan fisik

c. Terdapat perubahan segmen ST yang baru

d. Didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamika tidak stabil.

Bila manifestasi iskemia kembali secara spontan atau pada waktu pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa sudah mencukupi. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.

2. Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi semen T dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

 Terapi antiiskemia

 Terapi antiplatelet/antikoagulan

 Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)

 Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Terapi antiiskemia

Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk menghilangkan nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta oral antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.

a. Nitrat

Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasi pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit).

(25)

Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti diltiazem dan verapamil pada pasien dengan nyeri dada persisten.

c. Terapi antitrombotik

Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin bertanggungjawab atas klot.

d. Terapi antiplatelet Aspirin

Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaaan UN/NSTEMI.

Klopidogrel

Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12 pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaanya pada UA/NSTEMI.

Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien UA/NSTEMI dengan kondisi:

 Direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini

 Diketahui memiliki kontraindikasi untuk operasi

 Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-36jam.

e. Terapi antikoagulan

3. Infark Miokard Dengan ST Elevasi

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.

tatalaksana awal di ruang emergency (10 menit pertama saat kedatangan) 1. Tirah baring (bed rest total)

1. Oksigenasi

suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri kurang dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama

2. Aspirin 160-325mg chewable(kunyah)

3. Nitrat diberikan 5mg dapat diulang 3 kali lalu drip bila masih nyeri 4. Clopidogrel 300 mg per oral (jika sebelumnya belum pernah diberi) 5. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat

6. Tentukan pilihan revaskularisasi dengan memperbaiki aliran darah koroner dan reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi < 12 jam1.

a. tatalaksana di ruang perawatan intensif (24 jam pertama saat datang)

1. Monitor kontinu dalam 24 jam

(26)

Nitrat oral short acting tiap 5 menit untuk mengatasi nyeri dada. Pemberian intravena kontinu pada keadaan gagal jantung, hipertensi atau tanda-tanda iskemi menetap

3. Aspirin

aspirin kunyah 162-325 mg diberi jika belum pernah diberikan, selanjutnya 80-162 mg sehari

4. Clopidogrel

5. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Diberi jika tidak ada kontraindikasi dan dilanjutkan hingga dosis optimal. Kontraindikasi pemberian beta bloker adalah bila terdapat tanda-tanda gagal jantung, hipotensi.

Obat ini termasuk golongan vasodilator yang berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan

(27)

penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung1.

Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita hamil1.

Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril.

6. Anti platelet

Pada penyakit jantung koroner pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Penggunaan aspirin haryus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk. Antipratelet yang digunakan pada pasien ini adalah Aspilet 1 x 80 mg.

Primary PCI versus Fibrinolysis

Tujuan dari reperfusi adalah untuk secara cepat mengembalikan aliran darah ke miokardium untuk mencegah kematian sel iskemia yang sedang berlangsung. Bagaimanapun juga bisa mencapai reperfusi yang tercepat sebaiknya yang digunakan. Primary PCI menghasilkan perbaikan laju patensi dari arteri yang terkait infark dibandingkan fibrinolisis. Secara umum, laju patensi dengan primary PCI adalah 90% atau lebih tinggi lagi, dimana dengan trombolisis laju tersebut adalah sekitar 65% dan peristiwa ulangannya adalah sering terjadi. Dengan perkembangan modern, stent koroner memiliki peningkatan outcome. Percutaneous coronary intervention secara luas diterima sebagai terapi pilihan untuk STEMI pada pusat – pusat kesehatan yang mampu melaksanakan primary secara cepat dan efektif. Bagaimanapun juga pada saat yang paling awal, ketika thrombus pada arteri yang mengalami infark masih lunak, fibrinolisis bisa merekanalisasi arteri, dan berlaku untuk 3 jam pertama onset tersebut. Setelah 3 jam, primary PCI memiliki manfaat yang lebih jelas dibandingkan fibrinolisis dan sebaiknya dipilih sebagai terapi.

(28)
(29)

Agen fibrinolitik

Agent Dosage Adjunctive

Treatments

Streptokinase 1,500,000 units selama 1 jam Aspirin, ± heparin Tissue plasminogen

activator

Standard 15 mg bolus, kemudian 50 mg selama 30

menit dan 35 mg untuk 60 min selanjutnya Aspirin, heparin,essential Pasien dengan berat

badan < 65 kg 1.25 mg/kg selama 3 jam, 10% dari dosesebagai bolus awal

Urokinase 3,000,000 units selama 1 h Aspirin, ± heparin Reteplase 10 mg bolus awal, 10-mg bolus kedua setelah

30 min Aspirin, heparin, essential Tenecteplase < 60 kg: 30-mg bolus 60–70 kg: 35-mg bolus 71–80 kg: 40-mg bolus 81–90 kg: 45-mg bolus

> 90 kg: 50-mg bolus Aspirin, heparin essential

(30)
(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm, W. Christian. 2011. Acute Coronary Syndromes : Pathophysiology,

Diagnosis And Risk Stratification.

2. Hakam, P. Abdil. 2013. Acute Coronary Syndrome. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung.

3. Hamm, W. Christian, Bassand, J. Pierre et all. 2011. Guidelines For The

Management Of Acute Coronary Syndromes In Patients Presenting Without Persistent ST-Segment Elevation. Europian Society Of Cardiology.

Gambar

Gambar 2. pola nyeri pada pasien infark miokard akut
Gambar 4. ST-elevasi pada leads II, III dan aVF; ST depresi pada V1 - V4 gambaran pada infak miokard akut inferior atau inferior AMI.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil panen yang dapat diperoleh dari sistem hidroponik yaitu lima sampai sepuluh kali lipat lebih banyak daripada hasil panen yang diperoleh dengan sistem budidaya

Pemilihan Kepala daerah secara langsung akan menjadi medan pembuktian bagi partai politik untuk menunjukkan performa yang bagus untuk mendorong sifat rasionalitas

Berdasarkan uji gram positif, bentuk sel batang dan warna putih atau putih kekuningan, pada perakaran padi yang diambil dari Kecamatan Bobosan Kabupaten Banyumas dan

Adapun sasaran atau target yang dikehendaki dari islamisasi sains ini adalah: (1) menguasai disiplin-disiplin ilmu modern; (2) menguasai khazanah Islam; (3)

• Ambil entres dari pohon induk betina atau jantan terpilih dengan ukuran diameter ba- tang sama dengan batang bawah, batang sudah sedikit mengayu, mempunyai daun yang

Marketing Pada Agen Tour Kaye Bromo menggunakan SDLC, berikut ini adalah skema yang digunakan berikut ini adalah gambar skema metodologi penelitian yang diterapkan... Analis:

atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, jika masih dalam jangka waktu 30 hari, riwayat medis dapat dipergunakan dan apabila telah lebih dari 30 hari harus

Sehingga dibutuhkan sebuah sistem yang dapat membantu pegawai dari mulai pendaftaran,poli gigi, poli umum, pemberian obat sampai pelaporan, Metode yang digunakan