SKRIPSI
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh :
DEWINA PUTRI BR GINTING 080522058
PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2012. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.
ABSTRACT
IMPACT OF REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTION TO THE CAPITAL EXPENDETURE
The purpose of this research is to examine the significant impact of Regional Tax and Regional Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2009-2012 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture. Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture simultaneously.
KATA PENGANTAR
Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, serta senantiasa memberikan
kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera
Utara”.
Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan penulis khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam
penelitian ini. Pertama sekali, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yakni ayahanda Drs. Haris Binar Ginting dan
ibunda Dra. Elisabet Br. Sembiring yang telah banyak memberikan doa, kasih
sayang, dukungan, dan nasihat kepada penulis. Penulis juga tidak lupa
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, CA sebagai Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen
Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Sekretaris
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, MSi, Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi
dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi yang telah mengajar dan memberikan
ilmunya kepada penulis dengan baik dan penuh kesadaran.
6. Suami tercinta Denni Rovi Sembiring, S.sos, MAP, adik tersayang Debora
Risel Ginting, dan sahabat-sahabat penulis Andriany Ikawahyuni Lestary, SE,
Emmy Liana Anastasia Karo-Karo, Heldawaty Sembiring, Sri Darinka, Elita
Surbakti, dan Tety Lailani yang telah memberikan motivasi hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan srkripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap
agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 07 Februari 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
2.1.2.1Pengertian Pajak Daerah ... 7
2.1.2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah ... 8
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah ... 15
2.1.3.2 Jenis – Jenis Retribusi Daerah ... 16
2.1.3.3 Objek Retribusi Daerah ... 17
2.1.3.4 Besarnya Retribusi yang Terutang dan Tarif ... 23
2.1.4 Belanja Modal... ... 26
2.1.4.1 Pengertian Belanja Modal... 26
2.1.4.2 Jenis – Jenis Belanja Modal... 26
2.2 Penelitian Terdahulu ... 28
2.3 Kerangka Konseptual ... 30
2.4 Hipotesis Penelitian ... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 35
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 36
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 35
3.6.1.1 Uji Normalitas ... 38
3.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas ... 39
3.6.1.3 Uji Autokorelasi ... 40
3.6.1.4 Uji Multikolinearitas ... 41
3.7 Pengujian Hipotesis ... 41
3.7.1 Uji Statistik t ... 41
3.7.2 Uji Statistik F ... 41
3.7.3 Koefisien Determinasi ... 41
3.8 Jadwal Penelitian ... 41
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44
4.1.1 Data Penelitian ... 44
4.1.2 Analisis Hasil Penelitian ... 47
4.1.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 48
4.1.3.1 Uji Normalitas ... 48
4.1.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50
4.1.3.3 Uji Autokorelasi ... 51
4.3.3 Koefisien Determinasi ... 56
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 28
Tabel 3.1 Daftar Populasi Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara .. 33
Tabel 3.2 Daftar Sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara .... 35
Tabel 4.1 Daftar Pemkab/Pemkot Sampel ... 46
Tabel 4.2 Descriptive Statistics ... 47
Tabel 4.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable: BM ... 49
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 51
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 51
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi ... 52
Tabel 4.7 Uji Statistik t ... 54
Tabel 4.8 Uji Statistik F ... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Hal
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual... ... 31 Gambar 4.1 Grafik Histogram... ... 48 Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Hal
Lampiran i Data Penelitian Tahun 2009-2012 ... 63
Lampiran ii Statistik Deskriptif ... 67
Lampiran iii Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot ... 67
Lampiran iv Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric Test Kolmogorov-Smirnov ... 68
Lampiran v Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot ... 68
Lampiran vi Hasil Uji Autokorelasi ... 69
Lampiran vii Hasil Uji Multikolinearitas ... 69
Lampiran viii Hasil Regresi ... 69
Lampiran ix Hasil Uji Statistik t ... 70
ABSTRAK
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2012. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.
ABSTRACT
IMPACT OF REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTION TO THE CAPITAL EXPENDETURE
The purpose of this research is to examine the significant impact of Regional Tax and Regional Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2009-2012 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture. Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture simultaneously.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai
salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan
Undang-Undang. Dengan demikian pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
harus didasarkan pada Undang-Undang.
Selama ini pungutan daerah yang berupa pajak dan retribusi diatur dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk
memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak
kabupaten/kota. Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk
Undang-Undang. Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum
untuk kesebelas jenis pajak tersebut. Terkait dengan retribusi, Undang-Undang
tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis retribusi yang
dapat dipungut daerah. Baik provinsi maupun kabupaten diberi kewenangan untuk
menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Selanjutnya, peraturan pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai
objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 11 jenis pajak tersebut dan menetapkan
27 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah serta menetapkan tarif pajak
yang seragam terhadap seluruh jenis pajak provinsi.
Hasil penerimaan pajak dan retribusi diakui belum memadai dan memiliki
peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran
APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat
tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran
daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru
yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah, dalam
kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan
pengeluaran tersebut.
Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada
jenis pungutan pajak dan retribusi baru yang dapat dipungut oleh daerah. Oleh
karena itu, hampir semua pungutan baru yng ditetapkan oleh daerah memberikan
dampak yang kurang baikterhadap iklim investasi. Banyak pungutan daerah yng
mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan
Untuk daerah provinsi, jenis pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang
tersebut telah memberikan sumbangan yang besar terhadap APBD. Namun,
karena tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif pajak, provinsi
tidak dapat menyesuaikan penerimaan pajaknya. Dengan demikian,
ketergantungan provinsi terhadap dana alokasi dari pusat masih tetap tinggi.
Keadaan tersebut juga mendorong provinsi untuk mengenakan pungutan retribusi
baru yang bertentangan dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Pada dasarnya kecenderungan daerah untuk menciptakan berbagai pungutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh pemerintah dengan
melakukan pengawasan terhadap setiap peraturan daerah yang mengatur pajak
dan retribusi tersebut. Undang-Undang memberikan kewenangan kepada
pemerintah untuk membatalkan setiap peraturan daerah yang bertentangan dengan
Undang-Undang dan kepentingan umum. Peraturan daerah yang mengatur pajak
dan retribusi dalam jangka waktu 15 hari kerja sejak ditetapkan harus
disampaikan kepada pemerintah. Dalam jangka waktu 30 hari kerja pemerintah
dapat membatalkan peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengambil sampel pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang
di Provinsi Sumatera Utara, dengan judul penelitian ” Pengaruh Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah pajak daerah dan retribusi
daerah berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap belanja modal
pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera Utara?”
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk menguji dan mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi
terhadap belanja modal pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera Utara.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, untuk menambah dan mengembangkan wawasan
mengenai pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja
modal pada pemkab/pemko di provinsi Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk memberikan sumbangan
informasi tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat
mengoptimalkan potensi daerah.
3. Bagi Calon Peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya mahasiswa yang
melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pajak daerah dan
retribusi daerah terhadap pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang
dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung
pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur
dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap
APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli
Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah
terhadap bantuan Pemerintah pusat.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan
untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan
usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah”.
Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang
sah”.
Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan
menjadi empat pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
1) Pajak daerah
Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame, e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) pajak parkir,
2) Retribusi daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,
4) Lain-lain PAD yang sah
yang tidak dapat dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah, f) penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendapatan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan eksekusi atas jaminan, k) pendapatan dari pengembalian, l) fasilitas sosial dan umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa
sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak
dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang sah.
2.1.2 Pajak Daerah
2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut Siahaan (2005:7) Pajak daerah adalah:
pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerinthan dan pembangunan.
Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.
18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak
daerah adalah :
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Sementara itu ada
beberapa hal yang dianggap sebagai kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu
dapat dianggap sebagai pajak yaitu ;
1) bersifat pajak dan bukan retribusi,
2) objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kab / Kota yang
bersangkutan dam mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat di wilayah Daerah Kab/ Kota yang bersangkutan,
3) obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum,
4) obyek pajak bukan merupakan obyek pajak Propinsi dan atau obyek
pajak Pusat,
5) potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang
negatif,
6) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta
menjaga kelestarian lingkungan.
2.1.2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah
1) Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang
khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat,
memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan
dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan
perkantoran.
2) Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di Restoran, yaitu adalah tempat yang disediakan untuk
menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk
kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan /
minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan
usaha jasa boga.
3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu
semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau
keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau
dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk
penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu
benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan
corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa
atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu
barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca,
dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang
dilakukan oleh Pemerintah.
5) Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia
6) Pajak mineral bukan logam dan batuan, adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7) Pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan
tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut
bayaran.
8) Pajak air tanah, adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan dan
atau pemanfaatan air tanah.
9) Pajak sarang burung walet, pajak yang dikenakan atas pengambilan
dan atau pengusahaan sarang burung walet.
10) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, adalah bumi dan
atau bangunan yang dimiliki,dikuasai, dan atau dimanfaatkanoleh
orang pribadi atau badan, kecuali kawasan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11) Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
2.1.2.3Subjek Pajak
1) Subjek pajak hotel adalah orang atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan .
2) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan restoran.
3) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton
dan atau menikmati hiburan.
4) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelengarakan atau memesan reklame.
5) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN.
6) Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi
atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.
7) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan
pembayaran atas tempat parkir.
8) Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.
9) Subjek sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan atau mengusahakan sarang burung walet.
10) Subjek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah
orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi
dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki,
11) Subjek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan.
2.1.2.4Wajib Pajak Daerah
1) Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel.
2) Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan restoran.
3) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati
hiburan.
4) Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan reklame.
5) Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang
meenggunakan tenaga listrik.
6) Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi
atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.
7) Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan tempat parkir.
8) Wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
9) Wajib sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.
10) Wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah
bumi dan/atau memperoleh manfat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh mafaat atas bangunan.
11) Wajib pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau
bangunan.
2.1.2.5Objek Pajak Daerah
1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan
pembayaran termasuk :
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan.
c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk
tamu hotel, bukan untuk umum, dan
d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
Hotel.
2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran.
3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut
bayaran.
4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.
5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan dibayar oleh
6) Objek pajak mineral bukan logam dan batuan yakni kegiatan
pengambilan bahan golongan C.
7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun
yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut
bayaran.
8) Objek pajak air tanah yakni pengambilan dan atau pemanfaatan air
tanah.
9) Objek pajak sarang burung walet yakni pengambilan dan atau
pengusahaan sarang burung walet.
10) Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yakni bumi
dan atau bangunan yang dimiliki,dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau badan, kecuali kawasan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11) Objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yakni
perolehan atas hak tanah dan atau bangunan.
2.1.2.6 Tarif Pajak Daerah
Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah
ditetapkan paling tinggi sebesar :
1) Pajak Hotel 10%
2) Pajak Restoran 10%
4) Pajak Reklame 25%
5) Pajak Penerangan Jalan 10%
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25%
7) Pajak Parkir 30%
8) Pajak air tanah 20%
9) Pajak sarang burung walet 10%
10) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan 0,3%
11) Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 5%
Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan
pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.
2.1.3 Retribusi Daerah
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah
Definisi retribusi daerah menurut Kurniawan (2005:5) yang juga diambil
berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yaitu “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”
Daerah propinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi
sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah
2.1.3.2Jenis-jenis Retribusi Daerah
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2
retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
1) Retribusi Jasa Umum, meliputi :
a. Retribusi pelayanan kesehatan
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta
catatan sipil
d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
f. Retribusi pelayanan pasar
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
i. Retribusi penggantian biaya cetak peta
j. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus
k. Retribusi pengelolaan limbah cair
l. Retribusi pelayanan tera/tera ulang
m. Retribusi pelayanan pendidikan
n. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi
2) Retribusi Jasa Usaha, meliputi :
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan
d. Retribusi terminal
e. Retribusi tempat khusus parkir
f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa
g. Retribusi rumah pototng hewan
h. Retribusi pelayanan kepelabuhan
i. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga
j. Retribusi penyeberangan air
k. Retribusi penjualan produk usaha daerah
3) Retribusi Perizinan Tertentu, meliputi:
a. Retribusi izin mendirikan bangunan
b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
c. Retribusi izin gangguan
d. Retribusi izin trayek
e. Retribusi izin usaha perikanan
2.1.3.3Objek Retribusi Daerah
1) Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
a. Objek retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan
di puskesms pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum
b. Objek retribusi pelayanan persampahan/kebersihan adalah
pelayanan persampahan/kebersihan yang diselenggarakan
pemerintah.
c. Objek retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan
akta catatan sipil adalah pelayanan kartu tanda penduduk, katu
keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu tanda
penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman, kartu
keluarga, dan akta catatan sipil.
d. Objek retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
adalah pelayanan penguburan/pemakaman termasuk pengglian
dan pengerukan, pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat
pemakaman atau pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola
pemerintah daerah.
e. Objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah
penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
f. Objek retribusi pelayanan pasar adalah penyediaan fasilitas pasar
tradisional/sederhana berupa pelataran, los, kios yang dikelola
pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang.
g. Objek retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan
pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di
air, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang
h. Objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah
pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam
kebkaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan
jiwa oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam
kebakaran , dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau
dipergunakan oleh masyarakat.
i. Objek retribusi penggantian biaya cetak peta adalah penyediaan
peta yang dibuat oleh pemerintah daerah.
j. Objek retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus adalah
pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan
oleh pemerintah daerah.
k. Objek retribusi pengelolaan limbah cair adalah pelayanan
pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri
yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara khusus oleh
pemerintah daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair.
l. Objek retribusi pelayanan tera/tera ulang adalah pelayanan
pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya,
dan pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
m. Objek retribusi pelayanan pendidikan adalah pelayanan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh pemerintah
daerah.
n. Objek retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah
memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan
umum.
Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat
ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Jenis retribusi lainnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak
yang telah diserahkan kepada daerah.
2) Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
a. Objek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah pemakaian
kekayaan daerah.
b. Objek retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan adalah penyediaan
fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas
pasar/pertokoan yang dikontrakan, yang
disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
c. Objek retribusi tempat pelelangan adalah penyediaan tempat
pelelangan yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah
untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil
hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang
disediakan di tempat pelelangan.
d. Objek retribusi terminal adalah pelayanan penyediaan tempat
parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat
kegiatan usha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang
e. Objek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan tempat
khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah
f. Objek retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa adalah
pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang
disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
g. Objek retribusi rumah pemotong hewan adalah pelayanan
penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk
pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah
dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah.
h. Objek retribusi pelayanan kepelabuhan adalah pelayanan jasa
kepelabuhan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan
yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah
daerah.
i. Objek retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah pelayanan
tempat pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang
disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
j. Objek retribusi penyeberangan air adalah pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan
kendaraan di air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah
daerah.
k. Objek retribusi penjualan produk usaha daerah adalah penjualan
3) Objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu
oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana,
sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga lingkungan.
a. Objek retribusi izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin
untuk mendirikan bangunan.
b. Objek retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah
pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di
suatu tempat tertentu.
c. Objek retribusi izin gangguan adalah pemberian izin tempat
usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat
menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan,
termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara
terus menerus untuk mencagah terjadinya gangguan ketertiban
lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan
kerja.
d. Objek retribusi izin trayek adalah pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan
penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
e. Objek retribusi izin usaha perikananadalah pemberin izin kepada
orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha
2.1.3.4 Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif
retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan
tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan
memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah mempunyai
kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam
menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama
dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan
masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi,
prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut
jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.
Sebagai contoh :
1) Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu
dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya
pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk
golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah.
2) Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit
umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya
pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif
rawat inap kelas yang lebih rendah.
3) Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat
kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa
parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retriusi jasa usaha didasarkan
pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan
yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien
dan berorientasi pada harga pasar.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin
ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan
hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
a) Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk
memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang
dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu
mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar
pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
b) Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam
penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tariff retribusi dan
peningkatan SDM.
c) Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain
dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala,
memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap
penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan
pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.
d) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki
prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak,
meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
e) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih
baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait di daerah.
Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui
kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih
besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan
dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung
2.1.4 Belanja Modal
2.1.4.1 Pengertian Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, “Belanja modal adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanj modal
untuk perolehan tanah dan aset tak berwujud dan pembangunan, serta perbaikan
sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati
manfaat dari pembangunan daerah.
Sedangkan menurut Permendagri (2006), belanja modal adalah
“Pengeluaran yang dianggarkan untuk pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang memiliki kriteria masa manfaatnya lebih dari dua belas bulan, merupakan objek pemeliharaan dan jumlah nilai rupiah materialnya sesuai dengan kebijakan akuntansi”.
2.1.4.2 Jenis-jenis Belanja Modal
Berdasarkan Permendagri (2006), jenis belanj modal terdiri dari :
1. Belanja Modal Tanah, adalah pengeluaran yag digunakan untuk pengadaan
/pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurunga, pematangn tanah, pembuatan sertifikat, dan
pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak asasi tanah dan
sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan Mesin, adalah pengeluaran yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/pergantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan
mesin serta investasi kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan, adalah pengeluaran yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/pergantian dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan, pengelolaan, pembangunan gedung dan
bangunan yang menambah kapasitas gedung sampai gedung dalam kondisi
siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, adalah pengeluaran yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/pergantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan dantermasuk pengeluran untuk
perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jala, irigasi, dan jaringan dalam kondisi siap
pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya, adalah pengeluaran yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/pergantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan
serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke
dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan, mesin, gedung dan bangunan,
dan jalan irigasi dan jaringan. Yang termasuk dalam belanja modal ini
adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian,
barang purbakala, dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,
2.2 Penelititan Terdahulu
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Novianinta
Secara simultan PAD dan
DAU mempunyai
1. Novianinta Mindasari ( 2008 )
Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap APBD Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama
periode 2004-2006. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikan simultan
(uji-F) dan uji parsial (uji-t). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara
simultan variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan
positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Secara parsial,
variabel Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada
Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangka variabel Retribusi Daerah
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap APBD.
a. Anton Dwi Handoko (2009)
Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pertumbuhan PAD terhadap
Peningkatan Belanja Modal pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota
di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan
variabel PAD berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan belanja modal.
b. Nur Indah Rahmawati (2010)
Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Pemerintahaan Kabupaten/
Pemerintahan Kota di Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
secara simultan variabel PAD dan DAU berpengaruh signifikan positif terhadap
2.3 Kerangka Konseptual
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi
kewenangan dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang terutama untuk
pembangunan sarana dan prasarana publik. Pembangunan tersebut diharapkan
dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan,
pembangunan serta pembiayaan. Sumber – sumber pembiayaan untuk
pembangunan daerah antara lain berasal dari PAD, Dana Perimbangan dari
pemerintah pusat dan Pinjaman Daerah. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, BUMD dan lain PAD yang sah. Meski terdiri dari 4 sumber hingga saat ini
hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang menyumbang secara signifikan
terhadap total penerimaan PAD suatu daerah sementara sumber yang berasal dari
BUMD dan lain PAD yang sah masih belum berperan. Pajak daerah dan retribusi
daerah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggmbarkan perkembangan suatu
perekonimian daerah dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya pajak daerah dan
Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Variabel Independent
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2007:41), “Hipotesis adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji
secara empiris”. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang
diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
H2 : Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Modal.
Pajak Daerah Pemkab/Pemkot Di Sumatera Utara
(X1) Belanja Modal Di Sumatera Utara
(X2)
H1
H2 H3
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah desain kausal. Menurut Umar
(2003:30) “Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antara
varibel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lain”.
b. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Erlina (2008:75), “Populasi adalah sekelompok orang, kejadian,
sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara dengan
jumlah populasi sebanyak 33 kabupaten/kota yang terbagi atas 25 kabupaten dan
Tabel 3.1
Daftar Populasi Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota
1 Asahan 1 Medan
7 Simalungun 7 Padang Sidempuan
8 Tapanuli Selatan 8 Gunung Sitoli
9 Tapanuli Tengah
10 Tapanuli Utara
11 Toba Samosir
12 Pakpak Bharat
13 Humbang Hasundutan
14 Serdang Bedagai
15 Samosir
16 Batu Bara
17 Padang Lawas
18 Padang Lawas Utara
19 Labuhan Batu
20 Labuhan Batu Selatan
21 Labuhan Batu Utara
22 Nias
23 Nias Selatan
24 Nias Utara
25 Nias Barat
Menurut Erlina (2008:75), “Sampel adalah bagian dari populasi yang
digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi”. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara
purposive sampling yaitu “Teknik penentuan sampel karena memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti” (Uma Sekaran, 2006:136).
Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan
sampel adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
keuangannya dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
2. Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
keuangannya selama periode 2009-2012.
Berdasarkan kriteria di atas maka kabupaten/kota yang menjadi sampel
Tabel 3.2
Daftar Sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara
No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota
1 Asahan 1 Medan
2 Dairi 2 Binjai
3 Langkat 3 Pematang Siantar
4 Mandailing Natal 4 Sibolga
5 Simalungun 5 Tanjung Balai
6 Tapanuli Selatan 6 Tebing Tinggi
7 Tapanuli Utara 7 Padang Sidempuan
8 Toba Samosir
9 Humbang Hasundutan
10 Samosir
Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara
3.3 Jenis Data dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Umar (2003:60) “Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih
lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya
sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain”.
Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan APBD pada pemerintah
kabupaten dan pemerintah kota di provinsi Sumatera Utara yang diambil dari situs
berhubungan dengan variabel peneliti yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan
3.4 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Jenis-jenis variabel menurut Sarwono (2006:37), terdiri dari :
1. Variabel Bebas (Independent Variable), adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini merupakan variabel yang diukur
oleh peneliti untuk menentukan hubungan dengan suatu gejala yang akan
diobservasi. Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua yaitu pajak daerah
dan retribusi daerah.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable), adalah variabel yang memberikan respon/reaksi jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel ini
merupakan variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh
yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah belanja modal.
3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi, yakni dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh
secr tidak langsung melalui media perantara yaitu internet. Data yang diambil
berupa realisasi pajak daerah, retribusi daerah, dan belanja modal dari
masing-masing kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara periode waktu tahun
2009-2012 dengan cara men-download melalui situs Direktorat Jenderal
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan software SPSS for windows 21.0. adapun tahapan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan
terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Apabila
analisis data telah lolos uji asumsi klasik maka selanjutnya dapat dilakukan uji
hipotesis.
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Peneliti melakukan terlebih dahulu
uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi
klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan
benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas,
dan gejala autokorelasi.
Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah
memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiasedestimator) yakni tidak terdapat heteroskedastisitas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat
autokorelasi.
Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat
menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan
sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga
tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi
menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Uji
asumsi klasik yang dilakukan peneliti meliputi uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.
3.6.1.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :
1) Analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plotyang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
2) Analisis statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut didasarkan
sebagaimana diungkapkan Ghozali (2006:151) “apabila nilai Sig. atau signifikan
atau probabilitas > 0,05 maka distribusi data normal. Apabila nilai Sig. atau
3.6.1.2Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians
berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
tidak terjadi heteroskedastisitas. Data yang tidak terkena heteroskedisitas jika nilai
signifikannya > 0,05 Ghozali (2006:129)
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scattter plot
antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar
analisisnya:
1) jika ada pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas,
2) jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau
terjadi homoskedastisitas.
Cara lain untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang
lain adalah dengan uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan kembali nilai
3.6.1.3Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi
berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model
yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana
variabel error-term pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel error-term
pada periode lain yang bermakna variabel error-term tidak random.
Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil
estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Uji ini dilakukan
pada penelitian yang menggunakan data time series. Oleh karena data dalam penelitian ini merupakan gabungan antara data cross section dan time series, maka harus dilakukan uji autokorelasi terlebih dahulu.
Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-Watson
(DW). Langkah pendeteksian adanya autokorelasi adalah dengan membandingkan
nilai Durbin-Watson statistic table dengan Ho, tidak ada autokorelasi bila DW berada di :
0 (a) dl (b) du (c) (4-du) (d) (4-dl) (e) 4
Ho : tidak ada autokorelasi
(a) : daerah menolak Ho : ada autokorelasi positif
(b) : daerah ragu-ragu
(c) : daerah tidak menolah Ho : tidak ada autokorelasi positif atau negatif
(d) : daerah ragu-ragu
3.6.1.4Uji Multikolinearitas
Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas
berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah
persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen
memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik
bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak
berkorelasi.”
Menurut Ghozali (2005:91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi dijelaskan berikut ini.
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai toleransi < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
3.7 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
sederhana (singel regression) dan analisis regresi berganda (multiple regression).
sederhana untuk melihat pengaruh masing-masing variabel secara terpisah,
sedangkan hipotesis ketiga (H3) dianalisis dengan model regresi berganda untuk
melihat pengaruh selurh variabel secara serentak. Hipotesis ini dapat juga
dianalisis dengan melakukan uji statistik t dan uji statistik F.
3.7.1 Uji statistik t
Uji statistik t atau uji signifikan parameter individual untuk menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Pengujian hipotesis pertama H1 dianalisis dengan
regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel pajak daerah terhadap
belanja modal secara parsial yang dpat digambarkan dengan persamaan :
Y = a + b1X1 + e
Pengujian hipotesis kedua H2 dianalisis dengan regresi sederhana untuk
melihat pengaruh variabel retribusi daerah terhadap belanja modal secara
parsial yang dapat digambarkan dengan persamaan :
Y = a + b2X2 + e
3.7.2 Uji statistik F
Uji statistik F atau uji signifikan simultan untuk melihat apakahsemua
variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian
hipotesis ketiga (H3) dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat
pengaruh variabel pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan :
Y = Variabel Dependen (Belanja Modal)
a = Konstanta
X1 = Variabel Independen (Pajak Daerah)
X2 = Variabel Independen (Retribusi Daerah)
b1, b2 = Koefisien Regresi Berganda
e = Error
3.7.3 Koefisien Determinan (R2)
Pengujian koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengukur proporsi
atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik
turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai
dengan satu (0 ≤ R 2 ≤ 1). Hal ini berarti bila R2=0 menunjukkan tidak adanya
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R2 semakin
besar mendekati 1 menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen dan bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat
dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1Hasil Penelitian
4.1.1 Data Penelitian
Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar
ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara
sebagai berikut:
Utara : berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Selatan : berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.
Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.
Timur : berbatasan dengan Selat Malaka.
Sumatera Utara pada dasarnya dibagi atas 6 kelompok wilayah yaitu :
a. Pesisir Timur
b. Pegunungan Bukit Barisan
c. Pesisir Barat
d. Kepulauan Nias
e. Kepulauan Batu
f. Pulau Samosir di Danau Toba
Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya,
Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka