• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN KEJADIAN RINITIS AKIBAT KERJA DI PT. DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETERMINAN KEJADIAN RINITIS AKIBAT KERJA DI PT. DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA TAHUN 2014"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN KEJADIAN RINITIS AKIBAT KERJA DI PT.

DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA

TAHUN 2014

MANUSKRIF SKRIPSI

OLEH

ULVA YULIANTI

10101001015

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)

DETERMINAN KEJADIAN RINITIS AKIBAT KERJA DI PT. DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA TAHUN 2014 DETERMINANTS THE INCIDENCE OF OCCUPATIONAL RHINITIS

AT PT.DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA IN 2014 Ulva Yulianti1, A.Fickry Faisya2, Najmah2

1Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya 2

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

ABSTRACT

Background : Problems rhinitis still be a global health problem in Indonesia. Occupational rhinitis (RAK) can affect the productivity of workers in the industry. However, little information is held on the epidemiology of the chemical industry.

Method : This research was conducted in 68 workers at PT. Dunia Kimia Utama Indralaya which aimed to identify factors associated with the incidence of occupational rhinitis. This study uses cross sectional design. Data is processed and presented in frequency distribution tables, analyzed analytically by using chi square test.

Result : From the analysis of chi square test is known, there is no a relationship between age with the incidence of occupational rhinitis (p-value=1,000), there is a relationship between working period with the incidence of occupational rhinitis (p-value=0,001), there is a relationship between long exposure with the incidence occupational rhinitis (p-value=0,0001), there is a relationship between history with the incidence of occupational rhinitis (p-value=0,022), there is no a relationship use protective equipment respiratory with the incidence of occupational rhinitis (p-value=0,94), there is no a relationship between smoking with the incidence of occupational rhinitis (p-value=0,9654), and there is no a relationship between nutrition status (body mask index) with the incidence of occupational rhinitis (p-value=1,000).

Conclusion : It can be concluded that of the seven variables studied, there are three variables associated with the incidence of RAK, which is a variable period of employment, long exposure, and a history of atopic disease.

Keywords : Occupational rhinitis, chemical industry, PT.Dunia Kimia Utama References : Literature : 73 (1994-2014)

ABSTRAK

Latar Belakang : Masalah rinitis masih menjadi masalah kesehatan global di Indonesia. Rinitis akibat kerja (RAK) dapat mempengaruhi produktivitas pekerja di perindustrian. Namun, masih sedikit informasi yang dimiliki mengenai epidemiologi pada industri kimia.

Metode : Penelitian ini dilakukan pada 68 pekerja di PT. Dunia Kimia Utama yang bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rinitis akibat kerja. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Data diolah dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, dianalisis secara analitik dengan menggunakan chi

square.

Hasil Penelitian : Dari analisis chi square, tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=1,000), ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=0,001), ada hubungan antara lama paparan dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=0,0001), ada hubungan antara riwayat penyakit atopi dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=0,022), tidak ada hubungan antara pemakaian alat pelindung pernapasan (masker) dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=0,94), tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=0,654), dan tidak ada hubungan antara status gizi (IMT) dengan kejadian rinitis akibat kerja (p-value=1,000).

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa dari tujuh variabel yang diteliti terdapat tiga variabel yang berhubungan dengan kejadian RAK, yaitu variabel masa kerja, lama paparan, dan riwayat penyakit atopi.

Kata kunci : Rinitis akibat kerja, industri kimia, PT. Dunia Kimia Utama Kepustakaan : 73 (1994-2014)

(3)

PENDAHULUAN

Pembangunan industri di Indonesia khususnya industri kimia mempunyai peranan yang cukup penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Adanya pola penyakit atau kasus penyakit hubungan dengan pekerjaan menjadi trend dalam dunia global yang marak akan perkembangan industri, khususnya pada industri kimia.1 PT. Dunia Kimia Utama merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri kimia satu-satunya di Sumatera Selatan yang memproduksi Alumunium Sulfat (Al(SO4)3.xH2O) dan Asam Sulfat (H2SO4).2

Pajanan Aluminium sufat pada manusia dan hewan akan berdampak kepada sistem pernapasan.3 Uap Asam sulfat dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan pada pekerja yang terpajan secara langsung4. Kejadian penyakit yang paling dominan terjadi di PT. Dunia Kimia Utamatahun 2013 ialah rinitis akibat kerja.5 Seluruh pekerja sebanyak 119 orang, positif yang mengalami kejadian rhinitis, yaitu sebanyak 46,2% (n=55), dimana 10,08% (n=12) dari 55 pekerja terdiagnosis rinitis alergi, dan sisanya sebanyak 36,12% (n=43) pekerja terdiagnosis rinitis non alergi.5

Rinitis Akibat Kerja (RAK) adalah inflamasi hidung baik bersifat persisten atau sementara yang ditandai dengan kongesti hidung, bersin-bersin, dan rinore , gatal, gangguan aliran udara pada hidung atau hipersekresi yang disebabkan oleh lingkungan kerja.6 Rinitis juga tergolong kedalam penyakit yang berpotensi untuk mengalami komplikasi penyakit lain, seperti penyakit sinuisitis, rhinosinuisitis kronik, kerusakan disfungsi tuba eusthacius, asma bronkial, konjungtivis, dan penyakit-penyakit lainnya.7

Faktor risiko dari rinitis akibat kerja ialah paparan di tempat kerja, riwayat atopi, dan kebiasaan merokok juga berpotensi untuk mengembangkan penyakit dari rinitis akibat kerja pada pekerja.8 Kejadian rinitis alergi disebabkan beberapa faktor risiko, diantaranya polusi udara indoor atau outdoor, masa kerja, status gizi, alat pelindung pernapasan, kebiasaan merokok, lingkungan tempat tinggal, serta paparan alergen di tempat kerja berupa bahan-bahan kimia.9 Gejala yang terkait dengan rinitis akan berkontribusi terhadap kehilangan waktu kerja pada pekerja dan dapat menurunkan produktivitas.10 Dengan memperhatikan latar belakang yang telah dijabarkan diatas. Sehingga, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rinitis akibat kerja di PT. Dunia Kimia Utama Indralaya dengan melihat beberapa variabel, yaitu variabel umur, masa kerja, lama paparan, riwayat penyakit atopi, pemakaian alat pelindung pernapasan, kebiasaan merokok, dan status gizi (IMT) agar upaya pencegahan yang dilakukan perusahaan menjadi lebih efektif. Sehingga penurunan produktivitas pekerja pada perusahaan dapat dikurangi.

(4)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam satu kurun waktu.11 Tujuannya memperoleh gambaran faktor penelitian pada populasi.12

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah pekerja PT.Dunia Kimia Utama. Populasi PT.Dunia Kimia Utama berjumlah 122 orang, dan sampel pada penelitian ini adalah 68 orang terdiri dari pekerja Aluminium sulfat, Asam sulfat, dan kantor.2 Pada penelitian ini peneliti menggunakan purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.11

Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi dilapangan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen PT.DKU, rekam medis, dan medical check up.Pengumpulan data melalui wawancara, kuisioner, alat tulis,dan timbangan berat badan portable. Pengolahan data menggunakan uji statistik chi-square secara univariat dan bivariat.13

HASIL PENELITIAN

Kejadian Prevalensi Rinitis Akibat Kerja

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 68 pekerja PT. Dunia Kimia Utama yang diperoleh dari hasil kuisioner, didapat distribusi pekerja yang mengalami kejadian rinitis akibat kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Menurut RAK di PT. Dunia Kimia Utama Indralaya Tahun 2014

RAK Pada Pekerja n (%)

RAK 42 61,8

Tidak RAK 26 38,2

Jumlah 68 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerja yang mengalami RAK dan tidak RAK. Pekerja yang RAK hampir dua kali lipat yaitu 42 pekerja (61,8 %) dibandingkan dengan pekerja yang tidak RAK sebanyak 26 (38,2 %).

Adapun dibawah ini tabel yang menunjukkan distribusi frekuensi responden menurut jenis dari rinitis akibat kerja :

(5)

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis RAK di PT.Dunia Kimia Utama Indralaya Tahun 2014

Jenis Rinitis Akibat Kerja n (%)

RAK Alergi 10 23,8

RAK Non Alergi 32 76,2

Jumlah 42 100

Dari pekerja yang mengalami RAK, kasus RAK non alergi jauh lebih besar (76,2 %) dibandingkan dengan RAK alergi (23,8 %).

Berdasarkan hasil kuisioner, didapatkan pula bagian atau unit pekerjaan yang mengalami RAK dan tidak mengalami RAK yang bisa dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bagian/Unit Kerja

Terhadap Kejadian Rinitis Akibat Kerja di PT.Dunia Kimia Indralaya Tahun 2014 Kejadian Rinitis Akibat Kerja

Bagian/Unit Kerja RAK Tidak RAK

n (%) n (%)

Produksi Asam sulfat 12 57,1 9 42,9

Produksi Aluminium sulfat 30 88,2 4 11,8 Kantor 0 0 13 13 Jumlah 42 61,8 26 38,2 Adapun pekerja yang paling banyak menderita RAK, yaitu pada pekerja yang bekerja dibagian produksi Aluminium sulfat yaitu sejumlah 30 pekerja (88,2%) mengalami rinitis akibat kerja dari 34 total pekerja. Dan pada bagian kantor merupakan bagian yang sama sekali tidak mengalami RAK, namun dalam data rekam medis pekerja di bagian kantor juga sering mengalami influenza.

Distribusi Karakteristik Responden

Berikut ini merupakan distribusi karakteristik responden pada penelitian yang dilakukan pada 68 pekerja di PT. Dunia Kimia Utama Tahun 2014 :

Tabel 4

Distribusi Karakteristik Responden

di PT. Dunia Kimia Utama Indralaya Tahun 2014

Variabel n (%)

Umur

≥40 tahun 26 38,2

(6)

Variabel n (%) Jenis Kelamin Perempuan 6 8,8 Laki-laki 62 91,2 Pendidikan Tidak sekolah 3 4,4 Tidak tamat SD 4 5,9 Tamat SD 14 20,6 Tamat SMP 16 23,5 Tamat SMA 20 29,4

Tamat Perguruan Tinggi 11 16,2

Bagian/Unit Kerja

Produksi Asam sulfat 34 30,9

Produksi Aluminium sulfat 21 50

Kantor 13 19,1

Dari tabel diatas dapat diketahui distribusi frekuensi masing-masing variabel. Pertama, mayoritas responden adalah berusia < 40 tahun (61,8 %) dan laki-laki lebih banyak (91,2 %) dari perempuan. Pendidikan terendah dari pekerja adalah tamat SD dengan frekuensi paling kecil (20,6 %) dari tingkat pendidikan lainnya. Dari hasil penelitian diketahui jumlah pekerja terbanyak secara berurutan adalah Bagian produksi Aluminium sulfat (50 %), Asam sulfat (30,9 %) dan kantor pekerjanya (19,1 %).

Adapun setiap variabel pada penelitian dilakukan analisis secara univariat. Hasil analisis univariat responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5

Analisis Univariat Responden

di PT. Dunia Kimia Utama Indralaya Tahun 2014

Variabel n (%) Masa Kerja ≥ 8 tahun 9 86,8 < 8 tahun 59 13,2 Lama Paparan ≥8 jam/hari 39 57,4 < 8 Jam/hari 29 42,6

Riwayat Penyakit Atopi

Ya 12 17,6

(7)

Variabel n (%) Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan

Baik 8 32,7 Tidak baik 37 67,3 Kebiasaan Merokok Bukan perokok 42 61,8 Ringan (1-10 batang/hari) 21 30,9 Sedang (11-20 batang/hari) 5 7,4 Berat (>20 batang/hari) 0 0

Status Gizi (IMT)

Tidak normal 16 23,5

Normal 52 76,5

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja ≥8 tahun lebih dominan (86,8%) dibandingkan masa kerja < 8 tahun, mayoritas pekerja dalam paparan debu tawas dan uap asam sulfat selama 8 jam atau lebih, sejumlah 39 orang (57,4%), pekerja yang memiliki riwayat penyakit atopi hanya sebesar 12 orang (17,6%) , penyakit asma yang tertinggi diderita oleh pekerja PT. Dunia Kimia Utama, yaitu sebanyak 5 orang (41,7%). Kemudian, sebanyak 37 orang (67,3%) pekerja yang dalam memakai alat pelindung pernapasan (masker) termasuk kedalam kategori tidak baik, adapun mayoritas pekerja bukan perokok (61,8%), serta mayoritas pekerja PT.DKU memiliki status gizi normal (76,5%).

Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstabs) dari masing-masing variabel independen terhadap kejadian rinitis akibat kerja dengan menggunakan uji chi square, fisher exact, dan kolmogorov smirnov.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengukur besarnya p-value dan prevalensi rasio. Hal ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel (p-value) dan untuk mengetahui setiap variabel penelitian merupakan faktor protektif, bukan faktor risiko, atau merupakan faktor risiko (prevalensi rasio). Derajat kepercayaan (confidence interval) yang digunakan adalah sebesar 95% atau tingkat kemaknaan (level of significance) sebesar 0,05.

Selanjutnya secara keseluruhan hasil analisis bivariat terkait beberapa variabel terhadap kejadian rinitis akibat kerja dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :

(8)

Tabel 6

Analisis Bivariat antara variabel umur, masa kerja, lama paparan, riwayat penyakit atopi, pemakaian alat pelindung pernapasan, kebiasaan merokok, dan status gizi (IMT)

dengan kejadian Rinitis Akibat Kerja (RAK) di PT. Dunia Kimia Utama Indralaya Tahun 2014

Variabel p-value PR (CI 95%)

Umur 1,000 0,994 (0,676-1,462)

Masa Kerja 0,001 6,254 (0,978-39,999)

Lama Paparan 0,0001 2,379 (1,411-4,013)

Riwayat Penyakit Atopi 0,022 1,656 (1,238-2,214)

Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan 0,738 0,92 (0,661-1,285) Kebiasaan Merokok 0,654 -

Status Gizi (IMT) 1,000 0,985 (0,637-1,523)

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa secara statistik (lihat p-value), variabel yang memiliki hubungan dengan kejadian RAK, yaitu variabel masa kerja (p-value=0,001), lama paparan (p-value=0,0001), dan riwayat penyakit atopi (p-value=0,022).

Selanjutnya, jika dilihat secara epidemiologi (lihat PR) bahwa variabel yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian rinitis akibat kerja ialah variabel masa kerja (PR=6,25) (CI 95%:0,978-39,9), lama paparan (PR=2,37) (CI 95%:1,411-4,013) , dan riwayat penyakit atopi (PR=1,65) (CI 95%:1,238-2,214).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel lama paparan (p-value=0,0001) ialah variabel yang paling bermakna secara statitik, dalam penelitian ini lama paparan ≥8 jam/hari. Sedangkan, variabel masa kerja merupakan variabel yang paling bermakna secara epidemiologi (PR=6,254), artinya sebesar 6 kali pekerja yang memiliki masa kerja ≥8 tahun lebih cenderung untuk terkena penyakit RAK.

Seperti yang diketahui, jika p-value<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel masa kerja, lama paparan, dan riwayat penyakit atopi merupakan kelompok variabel yang berhubungan dengan kejadian Rinitis Akibat Kerja di PT. Dunia Kimia Utama Ind ralaya Tahun 2014. Begitupun dengan prevalensi rasio pada variabel yang berhubungan, menunjukkan PR>1, yang artinya bahwa memang benar variabel masa kerja, lama paparan, dan riwayat penyakit atopi menjadi faktor risiko atau faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian Rinitis Akibat Kerja (RAK).

(9)

PEMBAHASAN Umur

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Darsika.et.al.6 bahwa terdapat kecenderungan peningkatan risiko RAK pada usia <40 tahun dibandingkan dengan usia lebih dari atau sama dengan 40 tahun, walaupun secara statistik tidak berhubungan. Dilihat dari distribusi umur, rinitis terbanyak pada usia produktif. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada usia tersebut lebih banyak berada di lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang mudah terpapar aeroalergen seperti lingkungan pekerjaan, area sekolah, ataupun tempat belajar berdebu dengan ventilasi ruangan yang kurang baik.

Masa Kerja

Rinitis berhubungan dengan Transport Mukosiliar Hidung (TMSH). Waktu TMSH dipengaruhi oleh lama masa kerja, semakin lama masa kerja karyawan tersebut maka semakin tinggi waktu transport mukosiliar hidung (Soemadadi.et.al.15). Kesamaan hasil penelitian dari Darsika.et.al.6 menjelaskan bahwa masa kerja lebih dari atau sama dengan delapan tahun, berisiko untuk timbulnya RAK. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Quadarusman.et.al.16 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian RAK.

Lama Paparan

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Manuputty.et.al.17 bahwa lamanya pajanan debu akan berdampak meningkatknya jumlah pekerja yang positif menderita RAK. Rinitis dapat disebabkan atau diperburuk oleh paparan di area kerja. Rinitis sering dianggap remeh dan diabaikan (DeBernardo.10).

Riwayat Penyakit Atopi

Pekerja yang memiliki riwayat penyakit atopi mengalami RAK lebih tinggi dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit atopi. Sejalan dengan hasil penelitian Quadarusman.et.al.16 didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian Rinitis Akibat Kerja (RAK).Hasil penelitian berbeda dikemukakan oleh Darsika.et.al.6 mengemukakan bahwa antara riwayat penyakit atopi tidak terdapat hubungan dengan kejadian RAK. Penelitian Fahrudin.18 dan Wallace.et.al.19didapatkan hasil bahwa faktor risiko penyakit atopi pada pekerja berhubungan dengan kejadian RAK. Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan

Sejalan dengan penelitian Quadarusman.et.al.16 bahwa penggunaan masker belum dapat dibuktikan. Penelitian Manuputty.et.al.17 juga menjelaskan bahwa hubungan antara penggunaan masker belum dapat dibuktikan dengan penurunan kualitas hidup pada

(10)

kejadian RAK. Namun berbeda dengan hasil penelitian Fahrudin.18 dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara pemakaian alat pelindung diri (masker) yang kurang baik dengan kejadian RAK.

Kebiasaan Merokok

Merokok pada dasarnya berkaitan dengan mekanisme penurunan aktivitas dari mukosiliar. Berbagai zat-zat kimia yang ada dalam rokok akan mempercepat reaksi alergen dalam tubuh (Manuputty.et.al.17 dan Darsika.et.al.16). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pekerja dengan kebiasaan merokok sedang lebih tinggi untuk mengalami RAK (76,2%). Namun, dilain sisi bahwa kebiasaan merokok belum bisa dipastikan untuk menjadi faktor risiko dari kejadian RAK.

Penelitian Menuputty.et.al.17 menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian RAK. Tetapi baik merokok dan RAK

dapat menyebabkan perpanjangan waktu transpor mukosiliar. Begitu juga, dengan hasil penelitian Darsika.et.al.16 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor risiko kebiasaan merokok dengan kejadian RAK.

Status Gizi (IMT)

Status gizi dihitung terhadap berat badan responden dan juga tinggi badan, sehingga kemudian diperoleh Indeks Masa Tubuh (IMT). Kualitas dan kuantitas zat gizi yang masuk ke dalam tubuh responden, sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh responden, dimana hal ini nantinya akan berkaitan dengan mudah atau tidaknya berbagai paparan/alergen yang ada di lingkungan kerja dapat membuat pekerja mengalami RAK. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Khumaidah.20 bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan timbulnya masalah pernapasan pada pekerja.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) di PT. Dunia Kimia Utama Tahun 2014 diketahui bahwa dari tujuh variabel yang diteliti, terdapat tiga variabel yang berhubungan dengan kejadian RAK, yaitu variabel masa kerja dengan nilai p-value=0,001 dan PR=6,25 (CI 95%:0,978-39,9), lama paparan dengan nilai p-value=0,0001 dan PR=2,37 (CI 95%:1,411-4,013), serta riwayat penyakit atopi dengan p-value=0,022 PR=1,656 (CI 95%:1,238-2,214). Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kesehatan berkala, sebaiknya dilakukan pula pemerikasaan secara laboratorium. 2. Melakukan perawatan dust collector secara rutin berkelanjutan di area produksi Aluminium

(11)

3. Penggantian alat pelindung pernapasan (masker) diganti satu bulan sekali terutama pada bagian pekerja yang berisiko tinggi untuk terkena rinitis.

4. Menggunakan alat pelindung pernapasan (makser) sesuai dengan paparan area tempat kerja (sesuai standar). Misalnya, untuk paparan debu sebaiknya menggunakan masker jenis pemurni udara, dan untuk paparan Asam sulfat menggunakan masker jenis separuh muka. 5. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur seberapa besar debu Aluminium sulfat

yang ada di perusahaan mempengaruhi penyakit Rinitis Akibat Kerja (RAK) pada pekerja, dan menentuan diagnosa RAK melalui pemeriksaan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad, Rukaesih. Kimia Lingkungan. Andi;Yogjakarta : 2004.

2. PT. Dunia Kimia Utama. Profil Perusahaan PT. Dunia Kimia Utama Kec. Indralaya Utara ; Ogan Ilir, Sumatera Selatan : 2014.

3. Keith.et.al. Priority Data Needs For Aluminum. U.S. Department Of Health And Human Services Public Health Services Agency For Toxic Substances And Disease Registry. Dari : .. [16 April 2014] : 2009.

4. Keputusan Menteri Perindustrian nomor 148/M/SK/4/198.

5. PT. Dunia Kimia Utama. Laporan kesehatan pekerja (rekam medis) produksi Alumunium sulfat PT. Dunia Kimia Utama Indralaya ; Ogan Ilir SUMSEL : 2013.

6. Darsika, Diah Yamini.et.al. Faktor-faktor risiko Rinitis Akibat Kerja Oleh Pajanan Polusi Udara Pada Polisi Lalu Lintas. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali – Indonesia.Dari : perhati.org/.../Faktor-Polusi-dr.Diah-edited-dr.-Dini.d..[20 April 2014] : 2009.

7. Scadding.et.al. BSACI Guidelines for The Management of Allergic and Non allergic Rhinitis. Cambridge University.

8. Moscato.et.al. European Academy of Allergy and Clinical Immunology (EACCI) Position Paper on Occupational Rhinitis. BioMed Central.Ltd. Dari : http://respiratory-research.com/content/10/1/16. [26 Maret 2014] : 2009.

9. Bousquet, J. et.al. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) 2008 update (In collaboration with the World Health Organization, Galen and Allergen). University Hospital and INSERM, France, [on line], 63 (Suppl. 86): 8–160. Dari : www.medicalprogress.com. [19 Maret 2014] : 2008.

(12)

10. DeBernardo, Robert. Occupational Rhinitis. University of Connecticut Health Center, Division of Occupational & Environmental Medicine. Dari :

www.ct.gov/dph/.../environmental_health/.../oa_april_2001... [20 April 2014] : 2001. 11. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta;Jakarta : 2010. 12. Elfindri, et.al. Metodologi Penelitian Kesehatan. Baduose Media Jakarta;Jakarta : 2011. 13. Hastono, Sutanto Priyo. Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia; Depok: 2007.

14. Utama, Denny Satria. Hubungan Antara Jenis Aeroalergen dengan Manifestasi Klinis Rinitis Alergika, [Tesis]. Program Magister Ilmu Biomedik Pasca Sarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan Leher Universitas Diponegoro;Semarang.Dari : eprints.undip.ac.id/24040/1/Denny_Satria_Utama . [15 April 2014]: 2010.

15. Soemadadi, Rochmat., Samihardja, Yuslam., Haryati, Riece. Hubungan Paparan Debu Kayu dengan Waktu Transport Mukosiliar Hidung (TMSH) pada Karyawan Perusahaan

Mebel CV.Citra Jepara Furniture, Semarang. Dari :

http://www.sainsmedika.fkunissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/view/. [4 Juli 2014], 2009 ; vol 1, No.1.

16. Quadarusman, Emanuel.et.al. Risiko Terjadinya Rinitis Akibat Kerja Pada Pekerja yang Terpajan Debu Terigu., [online]. Ilmu Kesehatan Telinga Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:Makasar. Dari : . [17 April 2014], 2011; vol.41, No.1.

17. Manuputty.et.al. Hubungan Pajanan Debu Terigu Terhadap Kualitas Hidup Penderita Rinitis Akibat Kerja Studi Pada Pekerja Yang Terpajan Debu Terigu Di PT. X, [Tesis]. Dari : pasca.unhas.ac.id/.../85d37e22d62007eebd92e01c204.[26 April 2014] : 2007. 18. Fahrudin, Ibnu. Rinitis Akibat Kerja dan Faktor-faktor yang Berhubungan Studi Pada

Pekerja yang terpajan Debu Tepung Gandum di Bagian Pengepakan PT X Tahun 2005. Universitas Airlangga : 2005.

19. Walllace, et.al. The diagnosis and management of rhinitis: An updated practice parameter. J.Allergy clin immunol : 2008.

20. Khumaidah.Analisis faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo desa Suwawal Kec.Milonggo Kabupaten Jepara. [Tesis].Program Pascasarjana Universitas Semarang [online]. Dari : http//eprints.undip.ac.id [8 Juli 2014] : 2009.

Referensi

Dokumen terkait

3 tahun 2001 tentang Dinas Pemerintah Kota Medan yang mempunyai tugas membantu walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan kota/kewenangan kota medan, baik di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kranggan sudah dilaksanakan dengan baik, pelaksana kebijakan ada penyusunan anggota

7 8 5 aANTUAN SUMUR GAUAN Dwi. RABAT JALAN Dwi. SARANA DRAINASE JAJAN DSN BETON DS. PanbanQunan Balai Peiteimian Dwi. BANTUAN LAPANGAN BOLA VOLY DSN SAREN DS. RABAT JALAN DSN,

3) Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan meneliti kelengkapan persyaratan dan apabila telah lengkap selanjutnya menerbitkan Surat permohonan penghapusan BMN karena

(4) Untuk Kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Hasil penelitian yang berlawanan ini mungkin karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hubungan antara penganggaran partisipatif dan budget

Kerangka Bimbingan untuk Pengembangan Keterlibatan Belajar Siswa ( Student Engagement) 65 BAB V PENUTUP

 Alat   ini  dilengkapi   dengan  dua  kabel  penyidik  yang  berwarna  masing­masing  merah dan  hitam...