• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kalamatra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kalamatra"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun

Kalamatra

Vina Idamatusilmy Ananto

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung

Email: vinaidamatusilmy@gmail.com

ABSTRAK

Stasiun dalam konteks terminal pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dalam kaitannya sebagai angkutan manusia maupun barang. Selain memenuhi kebutuhan fungsi utama sebagai tempat naik atau turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api seperti usaha pertokoan, restoran, perkantoran, perhotelan. Kebijakan ini mengundang timbulnya fungsi komersial dalam stasiun. Keberadaan stasiun sebagai tempat penumpang naik dan turun berpindah dari angkutan jalan raya ke angkutan rel (kereta api) menuntut sebuah stasiun untuk dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar penggunanya. Selain itu didalamnya terdapat fasilitas tambahan salah satunya adalah hotel transit. Hotel Transit merupakan hotel yang sebagian besar dari tamunya adalah orang-orang yang akan melanjutkan perjalanan yang cukup jauh (hotel ini hanya untuk tempat persinggahan sementara saja saat melakukan perjalanan). Tema besar yang menjadi landasan perencanaan dan perancangan Stasiun Kereta Api dan Hotel transit adalah Arsitektur Regionalisme yang merupakan salah satu aliran arsitektur yang memadukan antara arsitektur modern (mewakili arsitektur masa kini) dengan arsitektur tradisional (mewakili arsitektur masa lalu) dan memunculkan potensi local sebagai ciri utama. Dalam hal perencanaan dan perancangan bangunan ini mengambil bentukan dasar yang terinspirasi dari bentuk “gunungan wayang” yaitu perpaduan bentuk dasar segitiga dan persegi dan mengaplikasikan salah satu bentukan atap rumah khas sunda yaitu atap jolopong.

Kata kunci : Stasiu Kereta Api, Hotel Transit, Arsitektur Regionalisme, Arsitektur Modern, Arsitektur Tradisional.

ABSTRACT

The context of stations are terminals of departure and stoppage of trains in relation for human or goods transportation. In addition to fulfill the needs of the main function as a place for going up or down of passengers and / or loading and unloading of goods, at the station can be carried out business activities which supporting rail transportation such as shops, restaurants, offices, hotels. This policy invites commercial in-station functions. The existence of the station as a passenger going up and down then moves from the highway to rail transport (railroad) requires a station to be able to meet the basic needs of its user. In addition there are additional facilities which one is a transit hotel. Transit hotel is a hotel which most of its guests are people who will continue the far-off journey (this hotel is only for temporary stopover while traveling). The great theme that been a reason on planning and designing of the Railway Station and Transit Hotel is the regionalism Architecture, which is one of the architectural flows that combines modern architecture (representing contemporary architecture) with traditional architecture (representing the past architecture) and generating local potential as the main characteristic . In terms of planning and designing of this building take the basic form which is inspired from the form of "gunungan wayang" which is a combination of triangular and square base form and apply one of the roof formation typical of Sundanese house that is jolopong roof.

Keywords: Railway Station, Transit Hotel, Regionalism Architecture, Modern Architecture, Traditional Architecture.

(2)

1. PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Bandung saat ini adalah kemacetan. Pada tahun 2013 tercatat terdapat 50 titik kemacetan di Kota Bandung. Kemacetan Kota Bandung berdampak pada besarnya kontribusi emisi gas buang Kota Bandung. Untuk mengatasi permasalahan ini Kota Bandung telah menyiapkan rencana pengembangan kawasan TOD (Transit Oriented Development), yaitu suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal dan perluasan pilihan melalui optimalisasi jaringan angkut umum massal seperti bus dan kereta api, sehingga mempermudah warga untuk mengakses sumber daya kota.

Kawasan Stasiun KA Kiaracondong merupakan salah satu pusat transit yang cukup aktif di bagian Timur Kota Bandung. Kawasan ini memiliki permasalahan aksesibilitas dan integrasi sebagai suatu kawasan transit. Saat ini terjadi fragmentasi antara fungsi stasiun dengan fungsi transit sekitarnya akibat tidak tersedianya jalur bagi pejalan kaki yang akan beralih moda dari kereta api menuju angkutan kota atau sebaliknya. Kondisi ini mengakibatkan kawasan menjadi tidak nyaman dan aman baik bagi pengguna transit ataupun pengguna lainnya. Permasalahan lain pada kawasan yaitu terjadinya pendudukan pada lahan milik PT. KAI karena pertumbuhan permukiman dan perdagangan yang tidak teratur di sekitar stasiun dan di pinggiran rel kereta api. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan dan membahayakan operasional perkeretaapian.

2. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANGAN

2.1 Tinjauan Teori

Stasiun dalam konteks terminal pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dalam kaitannya sebagai angkutan manusia maupun barang. [1]

Arsitektur Regionalisme merupakan salah satu aliran arsitektur modern yang berusaha memadukan arsitektur modern yang dianggap mewakili arsitektur masa kini dan arsitektur tradisional yang dianggap mewakili arsitektur masa lalu dan memunculkan potensi lokal sebagai ciri utama.

Dalam pendekatan regionalisme sebagai sistem budaya, budaya yang berkembang di suatu tempat difahami sebagai sistem yang utuh yang meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah arsitektur yang merupakan perwujudan bendawi dari nilai-nilai budaya dan wadah bagi kebiasaan masyarakat dalam budaya tersebut, sebagaimana diungkapkan Rapoport:

“My basic hypothesis, then, is that house form is not simply the result of physical forces or any single casual factor, but is the consequence of a whole range of socio-cultural factors seen in their broadest terms Amos” [2]

(3)

Kemungkinan-kemungkinan wujud arsitektur regionalisme dapat dilihat dalam beberapa kecendrungan, yang disebutnya dengan penyatuan Asitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) dengan kecendrungan sebagai berikut ini [3]: (1) Tempelan elemen AML pada AMK; (2) Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK; (3) Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK; (4) Wujud AML mendominasi AMK; (5) Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML.

2.2 Studi Literatur

Proses rancangan mengacu pada beberapa literatur, diantaranya: (1) Pelayanan stasiun : Pedoman Standarisasi Stasiun Kereta Api tahun 2012; (2) Perangkat stasiun : Pedoman Standarisasi Stasiun Kereta Api tahun 2012; (3) Bangunan stasiun : Neufert Ernst. Jilid 1, Data Arsitek, Jakarta : Erlangga dan Pedoman Standarisasi Stasiun Sereta Api tahun 2012; (4) Aspek teknis : Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 26 tahun 2008 dan Pedoman Standarisasi Fasilitas Toilet Umum di Lingkungan Stasiun Kereta Api; (5) Hotel transit : Kep. Dirjen pariwisata nomor 14/u/1188 tanggal 25 Februari 1988.

2.3 Pemahaman dan Data Proyek

Proyek yang akan dibuat ini adalah stasiun dan hotel transit, dengan lokasi site seluas ± 232.500 m2

yang terletak di kawasan kota Bandung,Indonesia, 40274, Jawa Barat.

Gambar 4. Lokasi Tapak

Nama Proyek : Stasiun Kereta Api Kalamatra; Sifat Proyek : Semi-Fiktif; Owner : PT. KAI Indonesia; Lokasi : Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat; Luas Lahan : ± 232.500 m²; Luas Bangunan : ± 622,5 m²; Kawasan : Industri dan pergudangan; Zona : SPU 5 (Pelayanan Umum bid Transportasi); Kelas Jalan : Jl. Ibrahim Adjie (Kolektor Primer), Jl. Kebon Jayanti / Jl. Jembatan Opat (Lokal Lingkungan); Regulasi : KDB 70% KLB 1,4 GSB ½ lebar

jalan KDH 20% minimal.

2.4 Konsep Rancangan

A. Konsep Zoning, Aksesibilitas dan Sirkulasi pada Tapak

Zoning di dalam tapak akan dibagi menjadi zona vegetasi, zona publik, zona parkir dan zona servis. Peningkatan aksesibilitas bagi pejalan kaki khususnya pada akses masuk menuju stasiun, penataan pelayanan transit untuk berbagai pilihan moda, pengembangan bangunan vertikal untuk meningkatkan intensitas, serta penyediaan ruang terbuka sebagai waiting area dan pusat aktifitas utama kawasan dekat stasiun.

(4)

Gambar 5. Zoning pada Tapak

Gambar 6. Akses dan Sirkulasi pada Tapak

B. Konsep Massa dan Fasade

Konsep gubahan massa bangunan stasiun dan hotel transit berbentuk geometri memanjang atau linear mengikuti bentukan area site yang tersedia. Konsep gubahan massa yang berbentuk pesegi panjang terdapat kaitannya dengan filosofi sunda yaitu masagi. Masagi berasal dari bahasa sunda, berarti seimbang, kokoh menuju kesempurnaan.

(5)

Gambar 7. Transformasi Massa

Bentukan massa segitiga merupakan morfologi dari bentuk gunungan wayang yang menjadi simbol jagad raya. Puncaknya merupakan simbol keagungan, dengan harapan akan adanya ketentraman dan lindungan dari Tuhan.

Gambar 7. Transformasi Massa

Penggunaan material kayu pada fasade serta warna yang di dominasi coklat seperti pada bangunan khas nusantara. Unsur garis vertikal yang mendominasi fasad bangunan yang menimbulkan kesan modern.

(6)

3. HASIL RANCANGAN

3.1 Zoning dan Aksesibilitas

Zoning dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan dari desain dimana pada tapak terdapat zona publik, zona privat dan zona servis.

Gambar 8. Zoning dalam Tapak

Bangunan terbagi menjadi tiga massa utama dengan fungsi yang berbeda yaitu stasiun, kantor pengelola dan hotel transit. Bangunan stasiun tedapat dua lantai yang terhubung langsung melalui akses sky bridge (pada lantai 2 stasiun) dengan bangunan kantor pengelola. Bangunan Hotel transit berjumlah 6 lantai, terdiri dari lantai 1-2 berfungsi sebagai ruang parkir, lantai 3-4 komersial (retail dan café) dan lantai 5-6 berfungsi sebagai kamar hotel.

(7)

Gambar 10. Aksesibilitas pada Tapak

3.2 Landscape dan Orientasi Massa Bangunan

Konsep landscape pada tapak berupa open space sebagai penerimaan utama yang di desain senyaman mungkin untuk pejalan kaki. Ini merupakan salah satu upaya membuat kawasan stasiun menjadi transit friendly (ramah transit). Tidak hanya untuk pengunjung stasiun dan hotel transit, open space ini juga didesain untuk menjadi ruang komunal baru bagi masyarakat sekitar site.

Gambar 10. (A) Pola Landscape, (B) Orientasi Massa

Orientasi massa utama bangunan proyek Stasiun Kalamatra mengikuti aksis jalur lintasan kereta api, mengahadap langsung ke Jalan Ibrahim Adjie.

3.3 Fasade

Kalamatra menerapkan konsep arsitektur regionalisme dan mengangkat kesederhanaan pada fasadnya. Pada kedua bangunan baik stasiun maupun hotel terdapat unsur garis yang mendominasi fasad bangunan yang menimbulkan kesan lebih modern.

Gambar 11. (A) Tampak Stasiun, (B) Tampak Hotel

Selain itu pada bagian fasad kedua bangunan terdapat kesinambungan lain berupa penggunaan warna khas nusantara di dominasi dengan warna coklat yang dipadukan dengan warm color lainnya. Kulit bangunan bermaterialkan Wood Composite Panel (WPC) dan Alumunium Composite Panel (ACP), WPC merupakan kayu daur ulang yang di campur dengan plastik. WPC dan ACP memiliki ketahanan yang baik terhadap berbagai cuaca di kawasan tropis.

A B

(8)

Gambar 12. Perspektif Mata Burung

Gambar 13. Suasana Stasiun Kalamatra

(9)

Gambar 15. Perspektif Hotel Transit

3.4 Interior

Desain interior mengangkat kesederhanaan nusantara dengan sentuhan modern. Dengan atap tinggi pada stasiun memberikan pengalaman ruang yang baru untuk pengunjung yang tidak pernah mereka dapat sebelumnya.

Gambar 16. Suasana Interior Ruang Tunggu Stasiun

Pada Interior hotel, menerapkan clean minimalis modern dengan tambahan sentuhan aksen kayu. Warna-warna cerah mendominasi untuk memberi kesan luas pada ruang.

(10)

Gambar 18. Suasana Interior Lobby Hotel

Gambar 19. Suasana Interior Kamar Hotel

3.5 Struktural dan Utilitas

Pemilihan struktur di proyek ini menyesuaikan dengan kecepatan memasang, efektifitas serta penerapan bahan yang mudah dan tidak memerlukan banyak maintenance. Baja dipilih karena memiliki efektifitas dan kecepatan dalam proses pengerjaannya. Berikut beberapa ketetapan struktur yang digunakan dalam proyek ini: (1) Pondasi bored pile; (2) Kolom berukuran 35 x 35cm dan 60 x 60cm; (3) Balok berukuran 35 x 40 cm; (4) Plat lantai berukuran 12cm.

(11)

Skema 1. Sistem Distribusi Air Bersih

Skema 2. Sistem Distribusi Air Kotor

Skema 3. Sistem Distribusi Air Hujan

(12)

Penggunaan air bersih bersumber dari PDAM dengan 2 reservoir bawah dengan dimensi 6 x 6 x 1.5m dan reservoir atas yang disebar di beberapa titik dengan dimensi 2.4 x 2.4 x 1.5m. Titik distribusi air bersih dengan pembuangan air kotor dipisah agar tidak terjadi kebocoran pipa yang dapat mempengaruhi kualitas air. Air hujan akan di tamping pada sisten rainwater harvesting untuk dimanfaatkan sebagai penyiraman tanaman, kebutuhan maintenance bangunan, dll. Untuk tenaga listrik bersumber dari PLNselain itu terdapat juga genset sebagai sumber energy listrik alternatif tersebar di site bagian utara dan selatan.

4. SIMPULAN

Keadaan eksisting stasiun kereta api Kiaracondong tidak mudah dicapai dan dilewati oleh pergerakan pejalan. Hal ini menyebabkan aktifitas transit tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan dan desain yang baik pada bangunan stasiun kereta api, agar dapat menjadi pengintegrasi kawasan, beragam fungsi, dan sistem transportasi. Diharapkan dengan pengembangan desain Stasiun Kiaracondong menjadi Stasiun Kalamatra dapat meningkatkan aksesibilitas bagi pejalan kaki khususnya pada akses masuk menuju stasiun, penataan pelayanan transit untuk berbagai pilihan moda, pengembangan bangunan vertikal untuk meningkatkan intensitas, serta penyediaan ruang terbuka sebagai waiting area dan pusat aktifitas utama kawasan dekat stasiun.

DAFTAR PUSTAKA

[1] UU No.13 Tahun 1992 Pasal 19

[2] Wondoamiseno, Rachmat (1991). Regionalisme dalam Arsitektur Indonesia ; Sebuah Harapan ; Yogyakarta : Yayasan Rupadatu.

[3] Amos rapoport (1969). House Form and Culture ; Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall Pedoman Standarisasi Stasiun Kereta Api (2012) : PTKAI

Gambar

Gambar 4. Lokasi Tapak
Gambar 5. Zoning pada Tapak
Gambar 7. Transformasi Massa
Gambar 8. Zoning dalam Tapak
+5

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi efektif dalam pelayanan publik, terutama dalam konteks komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh petugas pelayanan publik ditentukan oleh faktor

Jika Saham HMETD yang ditawarkan dalam PMHMETD I ini tidak seluruhnya diambil oleh pemegang HMETD porsi publik, maka sisanya akan dialokasikan kepada pemegang HMETD lainnya yang

Beberapa alternatif bahan organik diidentifikasi berada diwilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT ANTAM Tbk UBPB Kalimantan barat berupa sisa organik dari pengolahan TBS

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) penilaian Physical Carrying Capacity, Real Carrying Capacity, Effective Carrying Capacity; (2) penilaian persepsi dan

[r]

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 Tanggal 01 Juli 2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Menyatakan bahwa terdapat beberapa risiko

BERHAD (“Pos Malaysia”), dengan memberi notis yang bertulis dalam masa 14 hari kepada Pemegang permit jika Pemegang permit melanggar mana-mana syarat yang

Merujuk pada hasil penelitian yang menampilkan adanya kontribusi tingkat penerimaan oleh teman sebaya dan konsep diri secara bersama-sama terhadap motivasi belajar peserta