• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TRAGEDI SEBELAS SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TRAGEDI SEBELAS SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TRAGEDI SEBELAS SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA

2.1 Penanganan Terorisme di Amerika Sebelum tragedi 11 September 2001 Sebelum tragedi 11 September 2001 di Amerika terjadi, Penanganan terorisme di Amerika Serikat secara umum menjadi tugas Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Federal Bureau Investigation ( FBI ),

Central Intelligence Agency (CIA), dan Departemen Kehakiman. Meskipun

demikian dalam kasus-kasus penanganannya tidak dipungkiri keterlibatan lembaga-lembaga pemerintah lainnya.30

Menurut media internasional melaporkan, bahwa serangan teroris terhadap Amerika Serikat sebelum tragedi 11 September 2001 telah berlangsung beberapa kali. Diantaranya yaitu:

1. Pada tanggal 1 Maret 1973, serangan teroris terjadi di Kedutaan Amerika Serikat di Khartoum, Sudan yang menyebabkan Dutabesarnya terbunuh. Sejak itu paling sedikit setiap dua tahun, terjadi serangan teroris terhadap Amerika Serikat.

2. Pada tahun 1983, terjadi pemboman dua kali, yakni terhadap Kedutaan

Amerika Serikat di Beirut pada tanggal 18 April yang menewaskan 49 orang, dan pada tanggal 23 Oktober terhadap pangkalan udara Amerika Serikat yang menyebabkan 241 orang terbunuh. Pada tahun ini juga terjadi penyerangan terhadap barak US Marine yang tergabung dalam Pasukan perdamaian PBB di Libanon.

30

Hermawan Sulistyo, Beyond Terrorism Dampak dan Tragedi Pada Masa Depan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002., Hal. 3

(2)

3. Pada tanggal 5 September 1986, serangan teroris kembali menimpa Pan Am Airlines di Karachi International Airport yang menewaskan 20 orang. 4. Pada tanggal 21 September 1988, penerbangan Pan Am Airlines 103

diserang dengan melalui bom yang dikendalikan melalui radio kontrol yang menyebabkan 259 orang penumpang dan 11 orang warga sipil meninggal ketika pesawat hancur dekat Lockerbie di Skotlandia.

5. Pada tahun 1993, terjadi serangan bom mobil di Manhattan, New York dengan Maksud meledakkan World Trade Center.

6. Pada tanggal 19 April tahun 1995, merupakan kenyataan lain, dimana di Amerika Serikat sendiri muncul teroris brutal dari warga Amerika sendiri, Timothy Mc Veigh. Dia meruntuhkan gedung pemerintah federal di Oklahoma city, yang menyebabkan 168 orang meninggal dan ratusan orang luka berat.

7. Pada tanggal 18 Agustus 1998, terjadi dua pemboman yang berurutan, yaitu pertama terjadi di Kedutaan Amerika Serikat di Nairobi, Kenya yang membunuh 80 orang, dan yang kedua di Kedutaan Amerika Serikat di Dar Es Salaam, Tanzania yang menewaskan 9 orang dan lebih dari seribu orang terluka, termasuk Duta besarnya.31

Untuk menangani berbagai peristiwa ini, Amerika Serikat melakukan upaya secara sepihak dalam melawan dan mengatasi terorisme. Adapun upaya yang telah dilakukan Amerika dalam mengatasi terorisme yaitu:

1. Mengisolasi Negara-negara yang memberi dukungan terhadap kelompok teroris agar Negara tersebut menghentikan bantuannya.

31

(3)

2. Memperkuat peraturan dan hukum yang pada intinya melawan tindakan terorisme melalui kerjasama internasional.

3. Bersikap tegas dan menolak upaya tawar-menawar maupun negosiasi yang diminta oleh kelompok teroris.

Kebanyakan tindakan terorisme terhadap Amerika Serikat dilakukan di Luar Negeri, sehingga upaya melawan terorisme internasional ini jelas memerlukan dukungan Negara-negara lain karena masalah terorisme internasional ini sangat kompleks dan harus ditanggulangi dengan kerjasama.32

Amerika Serikat menekan Negara yang dianggap sponsor atau melindungi kelompok terorisme. Hal ini penting dilakukan karena selama masih ada dukungan dana dan modal, menyediakan tempat persembunyian, memasok senjata, maupun memberikan bantuan logistik maka upaya mengatasi dan memberantas terorisme akan sulit dilakukan. Setiap tahun Pemerintah Amerika melakukan pemetaan dan menganalisa kebijakan setiap Negara terhadap terorisme dalam tiga kelompok yang kemudian menjadi fenomena kelompok terorisme di dunia, yaitu:

1. Negara Sponsor teroris/ State sponsor terrorism. 2. Negara teroris/ State terrorism.

3. Negara yang tidak mau atau sungguh-sungguh menanggulangi kegiatan terorisme.

Kebijakan yang diterapkan, apakah itu tekanan ekonomi, diplomatik maupun militer akan dilakukan dengan tindak lanjut dari hasil pemetaan dan pengelompokan tersebut terhadap Negara-negara yang terkait. Contohnya upaya

32

Serangan Terorisme di Amerika Serikat, Dapat diakses di: http://www.wikimedia.com= Lisensi Dokumentasi Bebas GNU= wikimedia Foundation.inc, Diakses tanggal 24 Oktober 2007.

(4)

Amerika, agar suatu Negara mau bekerjasama dengan Amerika dalam melawan terorisme adalah melalui tekanan ekonomi. Amerika akan memveto pinjaman yang akan diberikan oleh lembaga-lembaga donor internasional kepada Negara pendukung terorisme ini, sehingga Negara-negara tersebut mengalami kesulitan ekonomi dalam melakukan pembangunan nasionalnya. Tekanan ekonomi baru dihentikan setelah Negara tersebut mau mematuhi keinginan Amerika. Kuba, Iran, Lybia, Korea Utara, Sudan dan Suriah sejak tahun 1993 selalu masuk kedalam daftar Negara sponsor terorisme yang dibuat Amerika Serikat.33

Pemerintah Amerika melalui Departemen luar negerinya, juga mempunyai program pemberian hadiah sejumlah uang sedikitnya lima juta dolar untuk pemberian informasi yang dapat mencegah aksi terorisme internasional melawan kepentingan nasional Amerika di seluruh dunia, atau informasi yang memberi petunjuk untuk menangkap pelaku kejahatan teroris tersebut. Pemerintah Amerika telah membayar lebih dari 6 miliar dolar dan berhasil menangani sekitar duapuluh kasus berdasarkan program ini. Salah satu kasus keberhasilan dari program ini adalah penangkapan teroris Ramzi Yousef tahun 1995 dan Mir Aimal Kasi tahun 1997.34

Kebijakan Amerika yang cukup kontroversial lainnya adalah Undang-undang tentang anti terorisme yakni: Antiterrorism and Effective death Penalty

Act tahun 1966 yang secara umum melegitimasi setiap kebijakan pemerintah

memerangi terorisme di dalam dan di luar negeri. Termasuk dalam kewenangan pemerintah Amerika, berdasarkan Undang-undang ini adalah melakukan

33

Andrew Austin, Dibalik Kebijakan Perang Bush di Asia Tengah dan Timur Tengah, Dapat dilihat dalam Buku karya: Bern Hamm, The Bush Gang, Jakarta: PT Ina Publikatama, 2007., Hal.80-83.

34

Poltak P Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi SEKJEN DPRRI, 2002., Hal.164-165.

(5)

ekstradisi para teroris yang terbukti melakukan penyerangan terhadap warga Negara dan properti Amerika untuk diadili di Amerika. Hal ini tentu saja menimbulkan polemik dalam hubungan bilateral Amerika dengan Negara lain yang tidak mudah diselesaikan karena tidak semua Negara mau menyerahkan warga negaranya untuk diadili di Amerika, terlebih lagi karena berdasarkan Undang-undang ini seseorang yang terbukti bersalah melakukan tindakan terorisme dapat dijatuhi hukuman mati.

Selain itu kebijakan berupa tindakan militer juga pernah ditempuh Amerika sebelum terjadi tragedi 11 September 2001. Seperti serangan udara terhadap Iran dalam kasus peyanderaan di Kedutaan Besar Amerika di Iran tahun 1980, kemudian disusul serangan udara ke Lybia karena Negara ini dituduh Amerika dengan sengaja meledakkan sebuah tempat hiburan di Jerman yang sering dikunjungi warga Negara Amerika di tahun 1988.35

2.2 Peristiwa Tragedi 11 September 2001 di Amerika

Selasa, 11 September 2001 berkisar antara pukul 07- 10 pagi waktu setempat ( kira-kira pukul 16-21 WIB), semua Negara secara komprehensif “

bertekuk lutut” pada peristiwa ini. Pengukuran keamanan rutin, yang umumnya

dilakukan yang mungkin dapat mencegah serangan atau mengurangi dampaknya, ditunda hingga serangan berlangsung dan dikekang hingga semuanya berakhir.36

Adapun urutan kejadian pembajakan pesawat adalah sebagai berikut:

35

Adirini Pujayanti, Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Bush Terhadap Terorisme

Internasional, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi SEKJEN DPR RI, 2002., Hal.

163. 36

Paul Thompson, The failure To Defend the Skies on 9/11, Dapat diakses di:

http://www.cooperativeresearch.net/timeline/main/essayairdefense.html(2003). Diakses tanggal 24 Oktober 2007.

(6)

7.59 am : American Airlines dengan Nomor penerbangan 11 meninggalkan Bandara Logan di Boston menuju Los angeles.

8.20 am : Pesawat dibajak dan menghilang.

8.46 am : Para teroris membenturkannya ke menara utara World Trade

Center

10.28 am : Menara hancur total

8.01 am : United Airlines dengan Nomor penerbangan 93 mendarat 41 menit sebelum meninggalkan Newark menuju San Fransisco. 9.20 am : AA menandai NORAD bahwa penerbangan 93 telah dibajak. 9.35 am : Pesawat menghilang dekat Cleveland, Ohio dimana mereka

membuat putaran 135 derajat menuju tenggara. 10.10 am : Kecelakaan di Shanksville, Pennsylvania.

8.14 am : United Airlines dengan Nomor Penerbangan 175 meninggalkan Boston menuju Los angeles.

8.49 am : Pesawat menyimpang dari arah tujuan penerbangannya. 9.03 am : Ditabrakkan kemenara selatan World Trade Center 9.59 am : Dua menara kembar hancur total.

8.20 am : American Airlines penerbangan 77 meninggalkan Bandara Internasional Dulles, 30 mil dari Washington DC menuju Los Angeles.

8.56 am : Sinyal Transpoder berhenti.Pesawat menghilang dan mulai berputar 180 derajat melintasi selatan Ohio/ timur laut Kentucky.

(7)

9.38 am : Pesawat diduga menabrak gedung The Pentagon.37

Pangkalan udara militer Andrews adalah instalasi raksasa yang berjarak hanya 12 mil dari gedung The Pentagon. Dalam peristiwa 11 September tersebut, semua jet skuadron siap tempur yang berada di Andrews gagal menjalankan tugas mereka untuk melindungi angkasa Washington DC. Walaupun lebih dari satu jam peringatan dini telah diberikan, bahwa serangan teroris sedang berjalan, tak satupun pesawat tempur Andrews melindungi kota. FAA, NORAD dan militer memiliki prosedur kerjasama yang memungkinkan pesawat tempur mencegat pesawat komersial dalam situasi darurat.

Dilain pihak, pagi itu saat semuanya masih terasa lengang dan denyut kehidupan baru dimulai, tiba-tiba sebuah pesawat menabrak menara World Trade

Center di New York, meninggalkan sebuah lubang yang cukup besar diantara

level 80 dan level 85 bangunan berlantai 110 itu. Kegiatan terorisme ini belum selesai karena hanya selang beberapa menit, kemudian pesawat yang kedua menabrak kembaran gedung yang menjulang tinggi tersebut. Dan hanya selang waktu satu sampai dua jam gedung pusat finansial Amerika itu runtuh. Beberapa menit kemudian, sebuah pesawat jumbo jet menabrak gedung The Pentagon yang dikenal sebagai gedung Departemen Keamanan Amerika di luar Washington yang menyebabkan setengah dari bangunan simbol dari kedigdayaan Amerika tersebut terbakar.

Sebuah pesawat juga dibajak di Newark yang akan mengadakan penerbangan ke Sanfransisco, namun hal gagal diledakkan dan mengalami kecelakaan di Shanksville, Pennsylvania.

37

Walter E Davis, Peristiwa 11 September dan Pemerintahan Bush: Bukti yang Meyakinkan Tentang Keterlibatan, Dalam Buku karya: Bern Ham, Op.Cit., Hal. 161.

(8)

Akibat dari tragedi ini, diperkirakan sekitar puluhan ribu orang tewas di sekitar menara World Trade Center, sedangkan 800 orang diyakini tewas di gedung The Pentagon, Washington.38

2.3 Penanganan Terorisme Pasca Tragedi 11 September 2001

Puncak kemarahan Amerika Serikat, terhadap gerakan terorisme internasional adalah terjadinya tragedi 11 September 2001 atau yang kemudian populer sebagai Black September Tragedy. Dalam tragedi ini, kelompok teroris dengan sukses menggunakan pesawat terbang sipil sebagai senjata baru untuk membom gedung World Trade Center yang dikenal sebagai lambang kapitalisme Amerika dan gedung The Pentagon sebagai lambang kekuatan militer Amerika dengan memakan korban lebih dari 10.000 jiwa.

Serangan terorisme yang dilakukan dari dalam Negara Amerika sendiri tidak pernah terbayangkan oleh pemerintah Amerika, bahwa akan ada pihak yang sangat berani melancarkan serangan kedaratan Amerika sang Negara adidaya diluar perkiraan mereka. Karena selama ini pemerintah Amerika memprediksikan bahwa ancaman terhadap negaranya akan datang dari Negara lain, melalui sebuah perang nuklir. Hal ini menimbulkan kepanikan dikalangan pemimpin dan rakyat Amerika. Kemampuan pemerintah Amerika untuk melindungi wilayah dan negaranya sempat diragukan. Selama beberapa tahun ini, pertahanan militer Amerika dianggap yang terkuat di dunia, dengan kekuatan militer mereka, Amerika dapat menyerang beberapa Negara sekaligus tanpa mampu dibalas. Rasa malu atas kelengahan pertahanannya sehingga menyebabkan trauma dan obsesi

38

(9)

Amerika untuk memberantas terorisme dengan segala cara dan dengan kemampuan yang dimilikinya.39

Pemerintahan Bush bekerja cepat dan menyimpulkan bahwa dalang dari serangan terorisme ke negaranya adalah Osama Bin Laden dengan jaringan Al Qaedanya yang bermarkas di Afganistan sejak tahun 1996. Keputusan Taliban untuk tidak menyerahkan Osama Bin Laden kemudian dianggap sebagai upaya pemerintahan Negara Afganistan untuk melindungi terorisme, dan hal ini menimbulkan kemarahan-kemarahan Amerika. Osama Bin Laden sendiri telah menjadi tokoh terorisme yang dicermati Amerika sejak terjadinya serangan bom terhadap dua kedutaan Amerika di Afrika tahun 1998.

Amerika kemudian menggelar operasi militer besar-besaran yang bersandi “ Operation Infinite Justice” atau operasi keadilan tanpa batas, yang kemudian diganti dengan nama sandi “Operation Enduring Freedom”, ke Afganistan untuk menangkap orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap tragedi 11 September. Operasi militer ini seperti yang dijanjikan Bush bukan merupakan serangan balasan ala kadarnya, tapi merupakan pukulan yang menyeluruh, kuat, efektif serta akan memerlukan waktu yang panjang. Akibat serangan tersebut pemerintahan Taliban di Afganistan jatuh dan digantikan pemerintahan baru yang dianggap demokratis dan mau bekerjasama dengan Amerika dalam melawan dan membasmi terorisme internasional.

Publik Amerika Serikat banyak memperhatikan kebijakan pasca tragedi 11 September 2001, yang memfokuskan pada kekuasaan pengawasan baru pemerintah termasuk kemampuan membaca dengan teliti catatan bisnis, dokumen

39

(10)

perpustakaan dan data individual lain, yang bahkan bukan orang yang diduga terkait dengan teroris. Kebijakan ini cenderung lebih mempengaruhi warga Amerika daripada- misalnya penunjukan pembasmi musuh, atau keputusan menahan orang berbulan bulan karena masalah rutin seperti visa. Namun berikutnya mengurangi hak kebebasan dan membatasi atau mengelak perlindungan pengadilan yang mana hak itu jauh lebih berbahaya terhadap kebijakan Amerika secara keseluruhan. Pemerintah menuai kritik atas upaya memerangi teror, yang dinilai mengorbankan kebebasan sipil,sementara manfaatnya kecil dalam keamanan nasional.

Banyak Strategi dan kebijakan dalam negeri dari Pemerintahan Bush pasca 11 September 2001, pemerintahan Bush secara langsung menantang peran pengadilan federal dan pemerintah dalam menahan langkah eksekutif, khususnya langkah yang mempengaruhi hak dasar manusia. Setelah 11 September, pemerintahan Bush menahan lebih dari 1.000 orang yang dituduh bersalah terkait atau mengetahui kegiatan teroris dan menghalangi penyelidikan pengadilan terhadap para tahanan tersebut. Pemerintah menegaskan haknya untuk menyembunyikan nama-nama orang yang dianggap terkait upaya anti terorisme. Pemerintah telah menunjuk orang yang ditangkap di Amerika sebagai ”Pembasmi musuh” dan menegaskan pihak yang berwenang memasukkan mereka ke penjara militer, tanpa tahu kesalahan dan tidak diberi kesempatan untuk konsultasi dengan pengacara. Pemerintah menegaskan sebagai satu-satunya yang memenjarakan dalam waktu tak terbatas di basis militer Teluk Guantanamo, Kuba. Kebanyakan diantaranya ditangkap selama perang Amerika Serikat di Afghanistan. Pemerintah berwenang membawa tahanan asing ke pengadilan militer

(11)

berdasarkan aturan yang tidak memberikan hak sipil untuk membela diri dan dievaluasi.

Pemerintahan Bush beralasan, demi keamanan nasional yang memerlukan segala daya upaya memerangi terorisme, langkah seperti itu dapat dibenarkan. Tentunya hampir setiap pemerintahan berdalih demi keamanan nasional sebagai pembenaran atas penangkapan dan penahanan terhadap pelaku teroris. Keadilan tidak pernah tercipta tanpa penghargaan terhadap HAM, seperti yang dinyatakan dalam pembukaan Deklarasi Universal HAM, ” martabat dan kesamaan hak dari seluruh anggota keluarga manusia merupakan pondasi kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia”. Berbagai retorika pemerintahan mengakui HAM dan menegaskan bahwa perang melawan terorisme merupakan sebuah perang untuk melindungi kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat ditawar lagi, peraturan perundang-undangan, pembatasan kekuasaan pemerintah dan keadilan. Pernyataan ini diungkapkan oleh Presiden Bush dalam wisuda Akademi Militer West Point, pada bulan Juni 2002 di Negaranya.40

Serangan ke Afganistan sempat menimbulkan protes dari masyarakat internasional yang menganggap tindakan Amerika tersebut terlalu berlebihan. Namun besar kemungkinan pengunaan kekuatan militer untuk melawan tindakan terorisme tidak akan berakhir di Afganistan saja, kebijakan yangsama diyakini akan juga dilakukan Amerika di Negara lain yang dianggapnya melindungi terorisme.

Presiden George Walker Bush yang merupakan tokoh kunci dalam perbuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat saat ini, memang meyakini

40

Alison Parker dan Jamie Fellner, Kekuasaan Pemerintah Pasca 11 September di Atas Undang-undang, Dalam Buku karya: Bern Ham, Op. Cit., Hal. 150-153.

(12)

bahwa upaya mengatasi terorisme adalah dengan kekuatan militer. Bush meyakini bahwa teroris secara de facto adalah sekelompok militer yang siap tempur dan tidak mengindahkan hukum, maka upaya melawan terorisme dengan kekuatan militer dianggap benar.41 Hal ini juga didukung kenyataan bahwa kekuatan militer merupakan salah satu keunggulan Amerika yang selalu dipergunakan Amerika dalam menghadapi musuh-musuhnya. Dengan kenyataan tersebut, penggunaan kekuatan militer dalam melawan terorisme bukan merupakan suatu hal baru. Sebagai Negara yang sejak awal dikenal bersikap tegas terhadap terorisme, Amerika serikat dipastikan tidak segan melakukan serangan militer untuk mengatasi terorisme.

Upaya melawan terorisme melalui kekuatan militer jelas bukan hal baru dalam hubungan internasional. Paul Wilkinson, seorang Profesor hubungan internasional dengan spesialisasi bidang studi terorisme dari Universitas Aberdeen di Belfast, melalui doktrin “ two wars”menjelaskan tindakan yang harus dilakukan secara menyeluruh, yang pada intinya merupakan harmonisasi dari dua strategi yaitu:

1. Melakukan perang militer dan keamanan untuk mengidentifikasi, mengisolasi dan menghancurkan kekuatan revolusioner, bantuan logistik dan jalur komunikasi.

2. Melakukan perang politik, ideologi untuk mempertahankan dan menguatkan dasar dukungan publik terhadap tindakan pemerintah sehingga posisi teroris tersebut terisolasi secara politik yang kemudian menjadi rapuh.42

41

Adirini Pujayanti, Op. Cit., Hal. 163 42

(13)

Agresifitas Amerika Serikat untuk membasmi seluruh jaringan teroris internasional, tidak hanya berhenti sampai di Afganistan, karena upaya memerangi terorisme akan terus meningkat ke babak baru, yakni membunuh sasaran kewilayah manapun dengan memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti penggunaan pesawat tanpa awak predator yang telah berhasil menewaskan tersangka anggota jaringan Al Qaeda di Yaman November lalu. Ini adalah fase baru dalam melawan terorisme dan meluaskan aksi militernya diluar medan tempur Afganistan.

Tidak diragukan lagi, penggunaan kekuatan militer untuk perang melawan terorisme merupakan cara yang dianggap efektif oleh Amerika Serikat. Tidak lama setelah menggempur Afganistan, pemerintah Amerika mengeluarkan secara resmi National Security Concept yang terbaru dan dikenal dengan sebutan NSS-2002. Konsep ini juga disebut sebagai ”doktrin kebijakan keamanan terbaru Amerika Serikat” atau ”doktrin Bush”. Dapat dikatakan bahwa doktrin baru yang menjadi kebijakan resmi Amerika serikat itu seakan-akan menyatakan bahwa pemerintahan presiden Bush akan memerangi terorisme menurut caranya sendiri dengan mengabaikan peraturan dan hukum internasional.43

Doktrin keamanan terbaru Amerika Serikat yang dijelaskan oleh NSS-2002 menggarisbawahi perubahan kebijakan keamanan Amerika secara menyeluruh. Akibat perubahan itu, Amerika telah menerapkan kebijakan strategis global yang lebih radikal dan tidak memperdulikan lagi azas multilateral yang dianut oleh dunia internasional.

Inti petikan dari isi NSS-2002 dapat disimpulkan sebagai berikut:

43

Abdul Halim Mahally, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003., Hal. 200.

(14)

1. Dalam butir Nomor 1, Amerika dengan tegas mengatakan bahwa kesuksesan nasional hanyalah dengan cara menerapkan kebebasan, demokrasi dan kebebasan dalam mendirikan suatu usaha. Untuk itu Amerika akan berusaha keras mengekspor nilai-nilai yang dianutnya itu keseluruh pelosok dunia. Pemerintahan Bush berkeinginan untuk mengantarkan Amerika sebagai Negara yang menjadi ” kiblat ekonomi” seluruh bangsa. Pemerintah Bush juga mendambakan adanya sebuah era baru bagi pertumbuhan ekonomi global yang diwujudkan melalui penciptaan pasar bebas dan perdagangan bebas.

Dalam konteks NSS-2002 itu, setiap bangsa atau Negara yang hendak memberlakukan pembatasan terhadap perdagangan dan kapitalisme internasional, maka ia sesungguhnya dianggap telah membahayakan keamanan internasional Amerika. Setiap bangsa atau Negara, masih dalam konteks NSS-2002, harus membuka pintu bagi terjaminnya perdagangan bebas dan penanaman modal internasional, dalam hal ini adalah investasi dari perusahaan-perusahaan besar Amerika.

Apabila Negara itu menentang perdagangan bebas, apakah dengan cara menutup diri ataupun memberlakukan batasan-batasan investasi, maka kekuatan Amerika, ekonomi, dan militer telah siap untuk memperingatkan Negara tersebut.

Kebijakan Luar Negeri Amerika serikat dalam masalah ekonomi seperti digariskan oleh NSS-2002 itu telah melangkah terlalu jauh dan keluar dari sekedar memerangi terorisme. Kebijakan Bush justru memperlihatkan bahwa pemerintahannya akan menggerakkan kekuatan militer untuk

(15)

memantau dan memaksa setiap Negara agar patuh dan tunduk pada setumpuk agenda Amerika tentang perdagangan bebas dan kebebasan yang seluas-luasnya bagi perusahaan besar Amerika untuk menanamkan modal mereka diseluruh Negara.

2. Pada butir Nomor 2, Amerika menyatakan dengan jelas bahwa mereka memiliki hak untuk menyingkirkan adanya ancaman-ancaman bagi keamanan nasionalnya dengan cara menggunakan kekerasan militer dan menyerang lebih dulu sebelum terjadi suatu serangan dari pihak musuh, baik ancaman itu benar-benar nyata ataupun belum pasti, secara multilateral ataupun unilateral.

Pernyataan NSS-2002 itu jelas membahayakan perdamaian internasional. Atas nama kepentingan nasional dan keamanannya, pemerintah presiden Bush mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk menyerang siapapun yang dianggap akan membahayakan kepentingan nasional Amerika. Washington tidak lagi perduli dengan kesepakatan-kesepakatan internasional, ia merasa memiliki kewenangan untuk bertindak secara militer tanpa mengacuhkan dukungan dari dunia internasional. Amerika akan melakukan aksi militer kapanpun mereka menganggap perlu untuk dilakukan, sekali pun hal itu tanpa dukungan secara multilateral.

Pemerintahan Amerika serikat merasa berhak mengirimkan tentaranya kemanan pun yang ia kehendaki dan dengan apapun sepanjang ia menganggap keamanan Amerika akan terancam secara serius bila tidak melakukan aksi militer. Untuk itu Amerika tidak merasa ” malu” dan segan menodongkan senjatanya ke Negara atau kelompok manapun demi

(16)

keamanan dan kepentingan nasionalnya. Lebih dari itu pemerintah Amerika juga telah secara tidak langsung menyatakan bahwa ia tidak perlu lagi menghiraukan norma-norma internasional yang menjadi pemantau semua bangsa di dunia.

Melalui NSS-2002, pemerintah presiden Bush hendak mendeklarasikan bahwa Amerika tidak perlu menghormati, apalagi mematuhi hukum internasional yang tertuang dalam piagam PBB.

3. Pada butir Nomor 3, dapat dipahami bahwa Amerika akan menanggulangi masalah terorisme dengan cara melakukan pengembangan kekuatan militer secara besar-besaran. Pemerintah Bush merasa perlu meningkatkan kemampuan teknologi militernya baik itu dengan cara mengembangkan sistem pertahanan rudal atau pun menguji coba kapabilitas senjata pemusnah massalnya.44

2.4 Dasar Kebijakan Amerika dalam Memerangi Terorisme

Terorisme bukan merupakan masalah baru bagi pemerintahan Amerika, setelah tahun 1961 Departemen Luar Negeri Amerika mencatat telah banyak warga negara Amerika yang menjadi korban dari kekerasan dan kekejaman terorisme. Kebijakan politik Luar negeri Amerika yang sering dianggap mementingkan diri sendiri dan merugikan negara lain, serta kemakmuran ekonomi negara ini yang cukup tinggi, menyebabkan warga negara Amerika menjadi target empuk bagi berbagai kelompok teroris dimanapun juga.

44

(17)

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa terorisme mempunyai latar belakang yang bermacam-macam, antara lain: penjajahan, etnisitas,agama, pertentangan ideologi, pertentangan pandangan individu, separatisme maupun akibat kesenjangan sosial menyebabkan kesulitan dalam membina kerjasama diantara negara-negara di dunia dalam perang melawan terorisme ini.

Secara umum terdapat persamaan dalam definisi yang diberikan terhadap masalah ini, terorisme sering kali di definisikan sebagai kejahatan politik atau tindakan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dan rakyat, yang menghalalkan segala cara termasuk penggunaan kekerasan demi tercapainya tujuan. Terorisme yang bersifat memaksa dan menghalalkan kekerasan dianggap sangat berbahaya dan bertentangan dengan pemikiran liberal barat yang sangat mengagungkan kebebasan individu yang disertai tanggung jawab moral, hak azasi setiap manusia untuk hidup dan mengejar kebahagiaan. Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris melampaui batas sebuah negara, dan menjadikannya musuh utama bagi perdamaian dunia yang dicita-citakan setiap umat manusia.45

Pemerintahan Amerika sendiri menganggap terorisme sebagai kejahatan politik. Definisi yang diberikan pemerintah Amerika mengenai terorisme adalah:

” The unlawful use or threat of violence against person of property to further or social objectives.”

Untuk itu, sejak awal pemerintah bersikap tegas, tidak melakukan kompromi dan menolak melakukan negosiasi dengan kelompok teroris, baik itu berupa

45

(18)

pembayaran tebusan, perubahan kebijakan, penukaran atau pembebasan tawanan. Sikap Amerika ini kemudian diikuti oleh Negara-negara barat sekutunya.46

Sikap tegas pemerintah Amerika terhadap masalah terorisme ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Terorisme dianggap sangat membahayakan kepentingan nasional Amerika. Terutama karena seringnya warga negara, gedung Kedutaan maupun perusahaan milik Amerika menjadi sasaran tindakan terorisme, antara tahun 1995-2001, diperkirakan bahwa puluhan warga negara Amerika terbunuh, ratusan orang terluka setiap tahunnya akibat tindakan terorisme. 2. Tindakan terorisme juga sering kali dianggap mengganggu proses

perdamaian yang telah diupayakan Amerika selama lebih dari 20 tahun di Timur Tengah dalam menyelesaikan konflik Arab-Israel.

3. Terorisme juga mengancam stabilitas keamanan di Negara-negara yang menjadi aliansi Amerika.

4. Terorisme selalu terkait dengan tindakan kekerasan sehingga bertentangan dengan prinsip Demokrasi dan Hak Azasi Manusia.

Dengan keempat faktor diatas yang dianggap sangat merugikan kepentingan Amerika, maka Negara ini merasa berhak berada di posisi paling depan dalam upaya melawan terorisme internasional.

Amerika Serikat adalah Negara yang sangat mengagungkan Demokrasi dan HAM, dan bahkan kedua hal ini merupakan elemen penting yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya. Tujuan dari kebijakan demokrasi dan HAM yang ada dalam politik luar negeri Amerika adalah untuk menciptakan tata

46

(19)

kehidupan dunia yang lebih baik atau mendukung kepentingan dan keamanan nasional dan ekonomi Amerika. Terorisme dianggap lawan bagi demokrasi, dan suatu upaya penolakan terhadap kekuasaan yang sah karena menganggap melalui upaya terorisme akan dicapai suatu keadaan yang lebih baik.

Dengan demikian, terorisme merupakan musuh bagi nilai-nilai demokrasi dan HAM yang dianut Amerika. Meskipun Amerika adalah negara adidaya satu-satunya setelah Perang dingin, namun itu tidak menjadikannya terlepas dari masalah terorisme, dan meskipun Amerika telah memiliki perangkat hukum yang memberikan hukuman berat ( hukuman mati) pada pelaku terorisme, Badan intelijen yang terbaik di dunia, berbagai perlengkapan penangkal terorisme yang canggih, tetapi bukan hal yang mudah bagi Amerika, yang terbuka dan bebas untuk mempertahankan diri melawan kelompok teroris.47

Berkaitan dengan kasus terorisme yang menimpa Amerika pada Tragedi 11 September 2001, sehari setelah peristiwa tersebut, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang kemudian digunakan oleh Amerika untuk memerangi terorisme.

Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1368 tanggal 12 September 2001 itu berisikan antara lain:

“Calls those state to work together urgently to bring justice the

perpetrators, organizers and sponsor of these terrorist attacks and stressnes that those responsible for aiding, supporting or harbouring ther perpetrators, organizers and sponsors of these acts will be held accountable”

( Mengajak Negara-negara tersebut bekerjasama secepatnya untuk menegakkan keadilan bagi pelaku, penggerak dan pendukung dari penyerangan-penyerangan teroris ini dan menekankan bahwa hal-hal tersebut harus dipertanggung jawabkan bagi pertolongan, bantuan atau

47

(20)

penyembunyian pelaku-pelaku, penggerak-penggerak dan pendukung-pendukung dari tindakan ini akan dipertanggung jawabkan.)48

Dari sini dapat dilihat bahwa setiap Negara mempunyai yuridiksi universal berkaitan dengan terorisme. Secara teoritis setiap Negara anggota PBB mempunyai kewajiban untuk memerangi terorisme dengan segala cara atau By

any means.

Selain resolusi tersebut, Amerika juga mendasarkan tindakan dalam mengatasi dan memerangi terorisme pada prinsip Self-Defence yang tercantum dalam Pasal 51 Piagam PBB:

” Nothing in the present charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attacks occurs against a member of the United Nation, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security...

( Tidak ada didalam perjanjian ini yang akan melarang hak individu atau kelompok untuk membela diri jika sebuah serangan bersenjata terjadi terhadap anggota dari PBB, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia……)

Hal inilah yang menjadi dasar bagi Amerika dalam memerangi terorisme. Selain itu ada juga Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373, dimana resolusi ini melarang Negara anggota memberi dukungan keuangan kepada teroris.

48

Sunan J Rustam, Dasar Amerika Dalam Memerangi Terorisme, Dapat diakses di:http://www.yahoo.com. Diakses tanggal: 10 November 2007

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa, ditunjukkan dengan meningkatnya rata- rata persentase

Motivasi berprestasi merupakan faktor internal yang mempengaruhi kinerja dosen. Dosen yang baik adalah dosen yang memiliki motivasi berprestasi dalam melaksanakan tugas. Dengan

Variabel jumlah PKP, PDB, ekspor, inflasi, suku bunga SBI, pengeluaran konsumsi, kredit investasi dan kredit konsumsi secara langsung dan bersama-sama (simultan) mampu

Universitas Negeri Semarang (UNNES) sebagai salah satu lembaga pendidikan perguruan tinggi negeri di Indonesia diharapkan dapat menyiapkan tenaga kerja yang

Saran pengembangan yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan Sistem Informasi pencatatan transaksi penjualan ini dalam versi aplikasi mobile. Aplikasi juga

Jikalau selama ini salah satu argumentasi teori etika konvensional yang mengukuhkan bahwa cuma manusia yang bisa dimasukkan dalam komunitas moral

Pengaruh Metode Latihan Hollow Sprint Terhadap Peningkatan Kecepatan Reaksi Pemain Dalam Cabang Olahraga

Kriteria yang dapat digunakan untuk menganalisis teks berita adalah struktur teks.. Kriteria analisis berita dengan KOPS adalah: konteks, opini, perspektif,