• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA PELAKU DELIK PENCURIAN: Studi tentang PLS sebagai Program Pendidikan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA PELAKU DELIK PENCURIAN: Studi tentang PLS sebagai Program Pendidikan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA

PELAKU DELIK PENCURIAN

(Studi tentang PLS sebagai Program Pendidikan Rehabilitasi

di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung)

T E S I S

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Penyelesaian Studi Program

S-2 Pasca Sarjana IKIP Bandung

Oleh

Dedi Muiyasana

Nomor Induk 9 0 3 2 2 2 6

BIDANG STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G

(2)

PENGELOLAAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA

PELAKU DELIK PENCURIAN

(Studi PLS Tentang Program Pendidikan Rehabilitasi di Lernbaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung)

Disetujui dan Disahkan 01eh :

Pe/nbimbing I

Prof.Dr. Sudardja Adiwikarta, MA.

Pembimbing II,

H.D. Siidjana SP. M. Ed. Ph. D.

BIDANG STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(3)

ABSTRAK

Baik buruknya pembinaan narapidana akan banyak

tergantung pada berhasi1 tidaknya si stem pengelalaan PLS di lingkungan Lernbaga Pemasyarakatan (LAPAS). Tingginya angka residivis (penjahat kambuhan) pencuri (37, 57. per September 1992) di LAPAS Sukamiskin menunjukkan bahwa aplikasi program PLS masih banyak menemui hambatan.

Hambatan pelaksanaan PLS di LAPAS antara lain disebabkan oleh : Pertama, PLS baru herperan sebagai alat

pelaksanaan hukuman. Kedua, program penyembuhan sikap jahat (pendidikan rehabilitasi) belum mendapat perhatian pokok dari para petugas. Ketiqa. Status Napi belum berubah menjadi warga belajar, status sipir belum berubah menjadi

mitra belajar dan status LAPAS belum berubah menjadi

lingkungan pembelajaran sebingga mempersulit program pembelajaran secara utuh. Kt-empat. Program PLS belum sesuai dengan minat dan kebutuhan Napi, karena Napi tidak

dilibatkan dalam penyusunan program.

Program PLS di LAPAS banyak mengutamakan pada pendidikan keterampilan dan pengembangan kognisi napi, sedangkan program pendidikan penyembuhan (pendidikan

(4)

tapi ditentukan oleh seberapa banyak Napi yang bersikap

dan berkelakuan baik setelah keluar dari LAPAS.

Pendidikan keterampilan tidak saja kurang bermanfaat jika diberikan kepada Napi yang masih bersikap dan

berperilaku jahat, tapi justru akan membahayakan keamanan

dan ketertiban masyarakat, karena pengetahuan dan

keterampilan yang mereka miliki selama di LAPAS cenderung disalah gunakan setelah mereka berada di tengah-tengah

masyarakat (kalau sikap dan perilaku jahat mereka belum sembuh). Karena itu, program pembinaan yang harus

diutamakan adalah program pendidikan penyembuhan sikap dan

perilaku jahat Napi.

Yang menjadi modal hidup Napi di masyarakat, bu!:an

semata ditentukan oleh kemampuannya untuk menjual jasa dan keterampilan kerjanya, tapi ditentukan oleh kemampuannya untuk menjual kepercayaannya terhadap masyarakat, karena jika masyarakat tidak percaya akan kejujuran sikap dan

perilakunya, keterampilan kerja yang mereka milikipun

tidak akan digunakan oleh masyarakat.

Itulah sebagian masukan dari hasil penelitian

penulis yang menggunakan metode penelitian kwalitatif.

Temuan yang tak kalah menariknya antara lain kemampuan

(5)

Sebagian responden yang ditemui punya kemampuan

berwirausaha di lingkungan LAPAS dengan penghasilan rata—

rata per bulan antara Rp. 500.000,- sampai Rp.

600.000,-per bulannya. Mereka bukan hanya sekedar bisa hidup

mandiri dan lepas dari bantuan keuangan keluarganya, tapi justru dengan usahanya itu, mereka yang masih berada di

LAPAS, mampu mengirim uang kepada keluarganya untuk

biaya hidup dan sekolah anak-anaknya.

(6)

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR 4

DAFTAR ISI ••- 11

DAFTAR SKEMA 1<b

DAFTAR LAMPIRAN 16

BAB I PENDAHULUAN 17

A. Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Masa

-lah 17

B. Rumusan Masai ah dan Fokus Penelitian 23

C. Tujuan Penelitian 25

D. Kegunaan Penelitian 2&

BAB II PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PROGRAM PEMBINA

-AN NAPI 30

A. Sistem Pembinaan Narapidana • 30

1. PLS sebagai Upaya Pembinaan Narapidana 31

2. Tujuan Pembinaan Narapidana 36 3. Manajemen PLS bagi Narapidana 41

4. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana 58

B. Narapidana dan Pendidikan Rehabilitasi ... 61

1. Karakteristik Narapidana Pencuri 62 2. PLS sebagai Bentuk Program Fenoxuikan

Rehabi1i tasi 71

C. Emprowring Process dan Upaya Pengembangan

Pola Hidup Mandiri 88

1. Emprowring Process Sebagai Pendekatan... 88

(7)

12

Halaman

2. Pengembangan Pola Hidup Mandiri ?° D. Kejahatan, Pathologi Sosial dan Kriminologi 99

1. Kejahatan 10°

2. Pathologi Sosial l01

3. Kriminologi 106

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ni

A. Metode dan Alat Pengumpul Data I11

B. Wilayah Kerja Penelitian dan Sumber Data 117

C. Prosedur Pengurusan Perijinan 11<? D. Tahap-Tahap Kegiatan Penelitian 121

E. Sistem Pengolahan Data 124

F. Langkah-Langkah dan Sistem Pengolahan Data 125 BAB IV DESKRIPSI DATA HASIL PENELITIAN 127 A. Kondisi Wilayah Kerja Penelitian 127

1. Letak dan Luas Daerah !27

2. Status Lernbaga Pemasyarakatan Suka

miskin 128

3. Sejarah Lernbaga Pemasyarakatan Su

kamiskin 1°1

4. Unt.ur -Uuaui yang dikembangkan dalam

Penelitian 134

5. Fokus Penelitian dan Temuan Peneli

(8)

Halaman

B. Temuan dan Analisis Data Penelitian .. 139

1. Upaya yang dilakukan oleh Petugas

LAPAS untuk Menyusun dan Mengelola

Program PLS yang Cocok untuk NAPI

Pencuri x"7

a. Menyusun Program PLS 139

b. Konsepsi Program 142

c. Tujuan Penyelenggaraan Program 144

d. Isi Program 1^7

e. Pendekatan - 151

f. Program PLS yang diharapkan

NAPI Pencuri 155

g. Strategi Pembinaan NAPI Pencuri 163

h. Proses Pembinaan dan Penyusunan

Program untuk Napi 1^7

i. Proses Pembinaan Narapidana ... 168

2. Upaya yang dilakukan oleh para

NAPI dan Para Instruktur dalam

Kegiatan Pembelajaran i^9

a. Penentuan Kurikulum 170 b. Penseleksian Peserta 171

c. Motivasi Napi dalam Mengikuti

Pembelajaran I73

d. Proses Pembelajaran Napi di LP 176

e. Evaluasi terhadap Kegiatan Pem

(9)

14

Halaman

f. Kondisi Sarana dan Tenaga Pen

-didik •• 182

g. Kegiatan Pembelajaran Narapidana 193

3. Upaya yang dilakukan oleh Narapi

-dana Pencuri dalam Mengembangkan

Pola Hidup Mandiri 194

a. Latar Belakang Munculnya Ke

-inginan untuk Hidup Mandiri ... 194

b. Jenis Usaha dan Penghasilan NA

PI B.2 198

1) Pembuatan Kaligrafi 198 2) Usaha sampingan Napi B.2. .. 201

(a) Bank Gelap 201

(b) Memborong Jatah Daging.. 204

c. Jenis Usaha dan Penghasilan NAPI

B.l 205

1) Kantin tertutup 205

d. Pola Hidup Mandiri dan

Bangkit-nya Kesadaran berusaha 209

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 210

A. Tinjauan PLS 210

1. Pendidikan Orang Dewasa 212

a. Silaturahmi 214

(10)

Halaman

c. Kegiatan Sosial bekas Napi 216

2. Pendidikan Perluasan 217

3. Implikasinya Terhadap Pembinaan Napi 218

B. Emprowring Process dalam Kaitannya dengan Pembangunan Sikap dan Perilaku

Hidup Narapidana 220

C. Analisis terhadap Hasil Temuan Peneli

tian 224

1. Kondisi yang dinarapkan 224

2. Kenyataan di lapangan 227

3. Kelemahan dan Kelebihan Penyeleng

-garaan PLS di LAPAS 231

a. Kelemahan Penyelenggaraan

Pembe-1a j aran 2o>2

b. Kelebihan Penyelenggaraan PLS di

LAPAS 236

4. Alternatif Pemecahan 238

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 241

A. Kesimpulan 241

B. Temuan Monumental dan Gagasan 246

C. Rekomendasi 253

DAFTAR BACAAN 268

(11)

DAFTAR SKEMA

1. Langkah-langkah dan Sistem Pengolahan Data 125

2. Unsur-unsur yang dikembangkan dalam Penelitian.. 137

3. Fokus Penelitian dan Temuan Penelitian 138

4. Proses Pembinaan dan Penyusunan Program untuk

Napi 167

5. Proses Pembinaan Narapidana 168

6. Kegiatan Pembelajaran Narapidana 193 7. Pola Hidup Mandiri dan Bangkitnya Kesadaran Ber—

usaha 209

DAFTAR LAMPIRAN 273

1. Daftar Napi Pencuri di LP Sukamiskin Per Agustus

1992 273

2. Daftar Napi yang Memperolah Remisi Agustus 1992 274

3. Peta Lokasi LAPAS Sukamiskin 275

4. Surat-Surat Ijin Penelitian 276

5. Tim Pembimbing Penulisan 280

(12)

P E N D A H U L U A N

A. Dasar Pemikiran

Bahwa tingkat keamanan, kedamaian dan kesejah-teraan suatu lingkungan atau suatu negara, mempunyai

hubungan/korelasi yang bertolak belakang dengan tingkat

kejahatannya. Semakin tinggi tingkat kejahatan di suatu lingkungan, semakin kecil nilai keamanan dan kedamaian yang dapat dinikmati oleh anggota masyarakat

di wilayah itu. Dan sebaliknya semakin rendah tingkat

kejahatan di suatu daerah, semakin tinggi nilai kea

manan, kedamaian dan kesejahteraan yang dapat dinikmati

oleh anggota masyarakat di daerah itu.

Berkaitan dengan tingkat kejahatan ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam suatu wawancara

dengan Wartawan Pikiran Rakyat pada tanggal 20 Desember

1991 mengungkapkan bahwa kejahatan di Indonesia pada tahun 1991 ini cukup tinggiyakni tercatat 194.828 kasus kejahatan, artinya di Indonesia setiap dua menit 48 detik terjadi sekali kejahatan, dan setiap jam terjadi delapan kali kasus kejahatan pencurian

Pada kesempatan ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Kunarto (PR, 14 Desember 1991)

mengungkapkan bahwa kejahatan-kejahatan tersebut pada

(13)

18

umumnya dilakukan oleh para penganggur (30,497.), para

petani dan nelayan (16,237.), oleh para pengusaha

(13,227.), oleh para kaum buruh (11,097.), oleh para residivis (9,487.), para pelajar dan mahasiswa (5,227.), para pejabat (0,657.) dan oleh ABRI (0,437.), dan sisanya

dilakukan oleh profesi lain

(13,197.)-Tingkat kejahatan di Jawa Barat pada tahun 1991 dikemukakan oleh Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat

Mayjen Pol. Drs. Sidarto, SH (PR, 20 Desember 1991)

bahwa pada tahun 1991 tercatat 16.187 kasus kejahatan.

- kejahatan pencurian dengan pemberatan sebesar 34,257. - kejahatan pencurian kendaraan bermotor 18,837.

- kejahatan penipuan tercatat 6,71%

- kejahatan penganiayaan berat tercatat 5,997. - kejahatan penganiayaan ringan tercatat 4,897.

- dan sisanya kasus pidana khusus dan umum (di luar

jenis kejahatan di atas).

(14)

Dan khusus tentang kejahatan dan sistem pembina an yang berkaitan dengan Lernbaga Pemasyarakatan

Sukamiskin Bandung, pada tanggal 12 Juli 1991 dan pada

tanggal 16 Juni 1991, di daerah Ciamis terjadi

pencurian dan perampokan, dan dari informasi korban

yang kena bacokan di kepalanya diperoleh data-data perampok dari informasi itulah terbongkar para perampoknya sebanyak 6 orang. Dari 6 orang perampok itu, 3 orang diantaranya adalah mereka yang baru keluar dari tahanan lernbaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, dan yang lebih mengejutkan lagi justru otak perampokannya bukanlah orang luar tapi otak perampokan itu adalah seorang narapidana yang masih berada di lernbaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung (PR.

6-9-1991).

Juga dalam kasus yang sama yang terjadi di Cianjur, dari sepuluh kasus pencurian kendaraan bermotor terbongkar 3 pelakunya yang justru baru 6 hari berada di masyarakat setelah mereka memperoleh pembebasan hukuman pada tanggal 17 Agustus 1992 dari lernbaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

Dari data itu, dapat penulis kemukakan bahwa : Pertama. kasus kejahatan yang tertinggi di Jawa Barat ditempati oleh tindak pidana pencurian yakni 53,087.

(15)

20

Kedua, tingkat residivis yang tertinggi ditemukan di

kalangan terpidana pencurian, dan di lernbaga pemasyara

katan Sukamiskin Bandung, dari 24 orang kasus pencuri, 9 orang diantaranya pencuri kambuhan (residivis) atau

37,57..

Jadi, pencurian menduduki posisi kejahatan yang secara

kuantitatif paling tinggi.

Aksi kejahatan bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri tapi berkaitan erat dengan

bidang-bidang lain, apakah bidang ekonomi, lingkungan atau yang lainnya. Menurut Karl Marx dan Engel sebagaimana

dikutip Simanjuntak (1977 : 115) bahwa :

"Kondisi ekonomi berpengaruh terhadap kejahatan.

Usaha terbaik untuk melawan kejahatan menurutnya

adalah dengan cara membuat makmur rakyat dan mempertinggi nilai-nilai kebudayaan umum."

Kalau Engel menyoroti kejahatan dari sudut ekonomi, maka pakar lain melihat kejahatan dan sudut

yang berbeda. Heavly sebagaimana dikutip Simanjuntak

(1977 : 149) dalam suatu penelitiannya mengemukakan : "237. anak-anak nakal yang berbuat jahat berasal

dari rumah tangga yang extreme lack of parental control (pengawasan yang kurang dari orang tua). Dan penyelidikan yang kedua dilakukan oleh Heavly ternyata angka itu naik dari 237. menjadi 407. anak-anak nakal yang berbuat jahat berasal dari lingkungan keluarga yang kurang melakukan pengawasannya terhadap perilaku anak-anaknya." Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak akan berpengaruh besar terhadap sikap dan tingkah lakunya

(16)

pongaruhnya adalah pengaruh lingkungan. Lingkungan jahat dapat berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku jahat seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Glueck sebagaimana dikutip oleh Simanjuntak

(1977 : 146) mengemukakan bahwa :

"Dari 500 orang penjahat, ternyata 98,47. di antara

mereka berkawan dengan kelompok penjahat. Dan dari hasil penyelidikannya terhadap 500 orang yang berkelakuan baik, ternyata hanya 7,47. saja yang berkawan dengan orang-orang jahat."

Jadi lingkungan orang-orang jahat akan berpengaruh besar terhadap perilaku jahat seseorang, dan lingkungan yang baik akan membawa sikap dan

perilaku seseorang menjadi baik.

Bagaimana peran pendidikan untuk menghadapi

kelompok orang yang bersikap dan berperilaku jahat itu?

Driyarkara (1980 : 129) mengungkapkan bahwa :

"Pendidikan itu berarti pemanusiaan ...

Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan

ayah, ibu dan anak, dimana terjadi pemanusiaan anak, dengan mana dia berproses untuk akhirnya

memanusiakan sendiri sebagai manusia pernawan."

(17)

dan perilaku jahat menjadi baik. Dengan catatan bahwa

pendidikan harus mampu memerankan dirinya sebagai

konsep penyadaran. Suzanna Kindevatter (1979 : 150) dengan emprowring proces yang didefinisikan sebagai :

"people gaining an understanding of and control over social economic, and/or political forces in order to improve their standing in society."

Dalam dunia pendidikan emprowring proses berperan sebagai suatu alat pendekatan yang bertujuan menggugah pengertian dan kesadaran kepada orang-orang untuk

memahami kekuatan peran ekonomi, sosial dan politik sehingga mereka dapat mengontrol diri dan dapat

memperbaiki peran dirinya dalam masyarakat.

Dick Hartoko (1984 : 111) mengemukakan bahwa : "Bila manusia mampu membuka telinga jiwanya, maka segala sesuatu yang ada dapat bersuara. Jadi untuk menangkap dan mengerti suara alam dan masyarakat, manusia harus belajar membuka telinga

j i wa."

Hati atau jiwa seseorang sebetulnya baik, jadi jika seseorang mampu mendengar dan mengikuti suara

hatinya, maka ia akan mampu membuka tabir jahat dirinya. Seseorang melakukan kejahatan pencurian, pasti

bertentangan dengan suara hatinya, tapi jika ia mampu mendengar suara hatinya, mampu mendengar nafas imannya, maka ia tidak akan melakukan kejahatan.

Ki Hadjar Dewantara (1977 : 21) mengemukakan

(18)

"Anak yang tak baik dasar jiwanya dan tidak

mendapat tuntunan pendidikan, barang tentulah

akan mudah menjadi orang jahat. Walaupun anak sudah baik dasarnya, namun tuntunan masih amat perlu. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapat kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan, ia dapat terlepas dari segala macam nenoaruh jahat."

Sekalipun orang sudah dewasa, namun tuntunan

pendidikan tetap diperlukan untuk menstabilkan

kesadaran jiwanya. Karena itu bimbingan terhadap para

Narapidana baik yang masih ada di lingkungan LAPAS

maupun yang sudah keluar dari LAPAS tetap memerlukan bimbingan atau tuntunan pendidikan, agar ia tidak

menjadi jahat kembali.

B. Rumusan Masai ah dan Fokus Penelitian

Pembinaan narapidana pelaku delik pencurian di

Lernbaga Pemasyarakatan, memerlukan penanganan yang utuh

dan integratif, karena bila penanganannya dilakukan setengah-setengah, maka hasilnya tidak akan menggembi-rakan dalam arti setelah mereka keluar dari lernbaga

pemasyarakatan, bisa jadi mereka melakukan kejahatan kembali, sehingga bertambah besarlah angka residivis

untuk narapidana pencurian.

Hasil pengamatan yang dilakukan Peneliti di

Lernbaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung pada bulan

(19)

24

dengan residivis lainnya, karena angka residivis

rata-rata di Lernbaga Pemasyarakatan Sukamiskin pada bulan

Agustus 1992 tercatat 2 "/..

Tingginya residivis di kalangan terpidana

pencuri, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor program Pendidikan Luar Sekolah yang belum mampu memberikan tuntutan kebutuhan dan minat para narapidana juga faktor narapidananya sendiri yang masih tetap memiliki sikap jahat, disamping lingkungan penjahat pencuri dan perampok yang berpengaruh besar terhadap tingginya angka kejahatan di Indonesia.

Masai ah pokok yang peneliti temukan di lapangan antara lain, para petugas Lernbaga Pemasyarakatan, hanya memusatkan perhatiannya pada pendidikan umum dan kurang

memperhatikan pada program penyembuhan mental jahatnya,

padahal menurut pengamatan Peneliti, justru masalah penyembuhan mental jahat inilah yang harus pertama kali

diperhatikan sebelum memberikan pendidikan keterampilan

dan pendidikan kerja.

Atas dasar itulah, maka Peneliti merumuskan

beberapa permasalahan yang akan dijadikan sebagai fokus

penelitian :

1. Upaya apa yang dilakukan petugas LAPAS untuk

menyusun dan mengelola program PLS yang cocok bagi

(20)

Instruktur dalam kegiatan pembelajaran?

3. Upaya apa yang dilakukan oleh para NAPI pencuri untuk menumbuhkan pola hidup mandiri di lingkungan Lernbaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Berpijak pada rumusan masalah dan fokus penelitian di atas, penulis menetapkan tujuan

penelitian ini, baik tujuan penelitian secara umun

maupun tujuan penelitian secara khusus.

1. Tujuan Umum Peneli ti an

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk

mencari informasi tentang pembinaan para narapidana pelaku delik pencurian melalui kegiatan pendidikan luar sekolah. Apakah kegiatan pendidikan luar sekolah di lernbaga pemasyarakatan berbeda dengan kegiatan pendidikan luar sekolah di masyarakat umum

baik dalam sistem penyusunan programnya, metode

pendekatannya maupun kegiatan-kegiatan prakteknya?

2- Tujuan Khusus Penelitian

Secara khusus penelitian ini bertujuan s

(21)

26

para NAPI dan para Instruktur dalam kegiatan

pembelajaran.

c. Untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan oleh

para NAPI pencuri sehingga mereka dapat

menumbuhkan pola hidup mandiri di lingkungan Lernbaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

D. Keounaan Penelitian

Karena penelitian ini berkaitan dengan upaya

pelacakan data tentang pengelolaan program pendidikan

luar sekolah bagi narapidana pelaku delik pencurian,

juga tentang proses andragogi di lingkungan para narapidana yang berusaha membangkitkan jiwa mandiri dan semangat wiraswasta di lingkungan lernbaga permasyarakatan dan tentang mencari masukan program yang dianggap cocok untuk membina para narapidana pelaku delik pencurian, maka penelitian ini jelas

berguna bagi :

1. Bagi Program Studi Luar Sekolah

Ruang lingkup pengkajian pendidikan luar sekolah

dewasa ini pada umumnya lebih banyak membicarakan

(22)

pemasyarakatan. Melalui penelitian ini, diharapkan penulis dapat memberikan sumbangan pikiran tentang pendidikan luar sekolah sebagai bentuk program pendidikan rehabilitasi yang selama ini belum banyak tersentuh oleh para pakar pendidikan luar sekolah. Wawasan tentang program pendidikan rehabilitasi yang merupakan bagian dari pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan secara sempurna di jurusan pendidikan

luar sekolah.

2. Bagi Deoartemen Kehakiman

Program pembinaan para narapidana di lernbaga

pemasyarakatan dewasa ini terkesan menekankan pada

unsur hukuman sehingga kegiatan pendidikan yang menurut teori mestinya menggunakan pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa), kenyataannya

menggunakan pendekatan pedagodi (pendidikan anak).

Fakta ini menunjukkan adanya perhatian yang lebih kuat terhadap unsur hukuman daripada unsur

pendidikan, padahal apabila dipelajari reglemen No.

G.8/675 khususnya dalam pasal 62,65 dan 66, serta

jika memperhatikan SKEP MENKEH No. KP. 10.13/3/1,

maka dapat penulis katakan bahwa kegiatan pembinaan

narapidana di lernbaga pemasyarakatan pada hakekatnya adalah kegiatan pendidikan luar sekolah. Karena itu

(23)

28

sanksi hukum pada dasarnya hanya merupakan bagian kecil dari sal ah satu sistem pendekatan pendidikan luar sekolah, karena itu kegiatan pendidikan luar

sekolah tidak hilang wibawanya, hanya Qara-gara

keliru menerapkan sistem pendekatan hukuman.

3. Baai Para Naraoidana Pelaku Delik Pencurian

Penelitian ini akan mengkaji tentang sistem

pengelolaan program pendidikan luar sekolah yang

cocok dengan minat, kebutuhan dan kemampuan para

narapidana pelaku delik pencurian yang mempunyai

karakter yang berbeda dengan narapidana lainnya. Jika program ini cocok bagi mereka, maka para

narapidana pencurian dapat betah mengikuti kegiatan

pendidikan di lingkungan lernbaga pemasyarakatan. Dan

melalui pengelolaan program yang baik, diharapkan para narapidana pelaku delik pencurian dapat

mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan

tersebut.

4. Bagi Fenuli s

Penelitian memerlukan kecermatan, ketelitian dan

pengkajian yang terus menerus. Pengkajiannya

ditekankan pada sistem keterkaitan masalah antara

(24)

mempunyai keterkaitan yang erat dengan sistem

lainnya. Latihan seperti ini tidak dapat penulis peroleh di bangku kuliah, karena itu penelitian semacam ini akan menambah wawasan positif bagi penulis dalam mengembangkan dunia ilmu. Dan hasil penelitian inipun diharapkan bisa dijadikan sebagai

bahan dasar bagi para peneliti lain yang khusus

(25)

$

? y » v / /

(26)

METODOLOBI PENELITIAN

A. Metode dan Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan metode "naturalistic inquiry researc" atau sering dikenal dengan penelitian

kwalitatif. Melalui penelitian ini, Peneliti berupaya

untuk melacak dan mendeskripsi data sebagaimana yang terjadi di lapangan secara alami.

Mekanisme kerja yang dilakukan Peneliti melalui

penelitian kwalitatif ini antara lain :

1. Mempelajari perubahan perilaku responden secars.

kronologis terutama responden narapidana pelaku

delik pencurian, dari sejak sebelum menjadi penjahat

sampai jadi narapidana.

2. Mempelajari sebab akibat dari diterapkannya program

pembinaan untuk napi yang menitik beratkan pada

unsur pendidikan keterampilan dan pendidikan kerja tanpa memperhatikan penyembuhan sikap dan perilaku

jahat narapidana.

3. Menyelami pikiran, perasaan dan harapan responden

baik para petugas LAPAS maupun para narapidana

berkaitan dengan upaya pembelajaran.

4. Menggali pengalaman hidup responden, baik pengalaman

berupa penderitaan, kejahatan maupun kebahagiaan.

(27)

1 12

5. Mengamati gejala-gejala yang muncul dari ekspresi

dan isarat perilaku dan perasaan responden.

6. Dengan metode ini, diharapkan muncul data ekslusif yang belum terumuskan secara konkrit dalam rumusan peneli ti an.

Dasar pertimbangan Peneliti menggunakan metode

kwalitatif ini antara lain :

1. Sebagian besar wilayah kerja penelitian adalah

manusia yang mempunyai sikap, pikiran, perilaku dan harapan yang selalu berubah-ubah secara cepat.

2. Penyelenggaraan program pembinaan narapidana

bukanlah merupakan program yang berdiri sendiri, tapi terkait dengan lembaga lain secara struktural

dan fungsional.

3. Semua itu membutuhkan pengamatan secara kontinu,

mendalam dan terintegratif yang sulit dilacak

melalui penelitian kwantitatif.

Dalam penelitian ini, Peneliti bertindak sebagai

instrumen utama (key instrumen) untuk melacak, menseleksi dan meratifikasi data yang diperoleh dari lapangan. Karena bertindak sebagai key instrumen, maka Peneliti terjun langsung ke lapangan, mengadakan

(28)

pencuri, para instruktur atau guru para pendidiknya, petugas Departemen Tenaga Kerja, Petugas Balai Latihan

Kerja Industri dan Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKI dan BLKP) ataupun terhadap tokoh masyarakat yang mempunyai kaitan erat dengan data yang diperlukan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan Peneliti

antara lain :

1. Observasi

Observasi digunakan oleh Penulis sebagai sal ah

satu cara untuk mengumpulkan data melalui pengamatan

langsung di lapangan. Data-data dan peristiwa-peristiwa

yang diamati langsung oleh Peneliti antara Iain : kondisi Lembaga Pemasyarakatan, tempat pembelajaran Narapidana, sarana belajarnya, kamar tahanan, ruang

peribadatan, ruang dan alat-alat kesenian, sarana olah

raga, ruang administrasi dan pembinaan Narapidana,

ruang praktek kerja Narapidana, perlakuan para petugas

terhadap para NAPI, perilaku NAPI selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

Dari pengamatan tersebut, Peneliti dapat

mempelajari langsung tentang perilaku para petugas

(29)

114

Observasi ini telah dimulai sejak bulan September

1990, pada saat Peneliti mendapat tugas matrikulasi

dari bapak Prof.Dr. Soepardjo Adikusumo, dan pengamatan itu dilangsungkan kembali pada bulan Mei 1992 setelah

Peneliti mendapatkan surat ijin penelitian secara resmi

dari IKIP, Sospol Jabar dan dari Departemen Kehakiman.

2. Wawancara

Selain observasi lapangan, penelitipun menggu

nakan teknik wawancara untuk melacak, menggali dan

mengumpulkan data dari lapangan Penulis mengadakan

wawancara dengan para petugas Lembaga Pemasyarakatan sebagai orang yang diserahi tugas untuk menyusun

program pembinaan terhadap para Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Sukamiskin, wawancara dengan para

Narapidana yang terlibat dalam kasus delik pencurian, wawancara dengan para instruktur atau para pendidiknya

yang secara resmi diberi wewenang untuk membina

pembelajaran Narapidana, baik mereka yang bertugas

dibidang pendidikan agama, pendidikan umum maupun yang.

berperan membina pembelajaran bidang keterampilan

kerja. Disamping itu, Peneliti mengadakan wawancara

dengan petugas Depnaker Kotamadya Bandung, petugas

Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), petugas Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP), juga mengadakan wawancara dengan tokoh masyarakat, dan dengan petugas

(30)

Kegiatan wawancara tersebut, dilakukan secara kekeluargaan dan sesuai dengan budaya kerja responden,

Terkadang wawancara dilakukan sambil duduk-duduk di

kamar tahanan, atau di ruang perpustakaan dan terkadang di lantai pekarangan dalam LP. Wawancarapun dilaksanakan pula di tempat praktek kerja Narapidana dan di ruang percetakan. Sedangkan dengan responden yang ada di luar Lembaga Pemasyarakatan, wawancara selalu diadakan di kantornya masing-masing.

Dari wawancara tersebut, Peneliti memperoleh sejumlah data dari para responden yang disampaikan secara langsung dan spontan tanpa direkayasa. Dan dari cara tersebut, Penelitipun dapat mengamati dan mempelajari data yang keluar dari perilaku dan ekspresi responden yang mendukung data yang disampaikan secara lisan. Melalui wawancara pun Peneliti dapat mempelajari perasaan, pikiran dan harapan para responden baik yang tersirat maupun yang terucap. Dengan demikian, Peneliti dapat melibatkan diri dengan perasaan dan pikiran

responden.

Sebelum adanya teguran dari petugas Lembaga Pemasyarakatan, Peneliti mengadakan wawancara dengan

(31)

1 16

rekaman dan kamera di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia, Penelipun menghentikan alat

tersebut dan diganti dengan catatan lapangan secara

tertuli s.

3. Studi Dokumenter

Untuk melengkapi kekurangan data yang tidak dapat diperoleh dari wawancara dan observasi, Peneliti menggunakan studi dokumenter. Cara ini dipergunakan

oleh Peneliti untuk mencari data-data statist!k baik

yang ada di kantor Lembaga Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman maupun di Kepolisian. Selain itu, melalui studi ini Peneliti dapat membandingkan data-data tersebut dengan teori-teori yang terdapat dalam

buku-buku pustaka yang menurut Peneliti lain disebut studi

pustaka.

Studi ini penting untuk membandingkan kejadian lama dengan kejadian yang baru yang terdapat di lapangan. Kejadian lama yang terdapat dalam statistik

tersebut bisa saja berkaitan erat dengan data yang

ditemukan di lapangan, tapi juga mungkin saja bertentangan dengan data lapangan. Disinilah Peneliti berperan sebagai pengamat dan panafsir data yang

(32)

4. Trianqqulasi

Para responden terkadang berbicara berdasarkan

pikiran dan perasaannya saja tanpa memperhatikan pikiran dan perasaan orang lain. Bila responden sudah bersikap seperti itu, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul data yang bersifat subjektif. Untuk mengatasi subjektifitas data, Peneliti mencari responden lain yang dapat berbicara secara netral sesuai dengan yang ada di lapangan. Cara inilah yang diharapkan dapat meluruskan data yang subjektif sehingga menjadi data yang bersifat objektif.

Jika tidak diperoleh responden yang bersifat netral, maka Penulis melakukan kegiatan konfrontasi data, yakni mengkonfrontirkan data yang berbicara secara negatif dengan sumber data yang selalu bicara tentang hal-hal yang positif. Dan Peneliti bertindak sebagai penafsir data. Cara itulah yang dimaksud trianggulasi oleh Peneliti.

B. Wilayah Kerja Penelitian dan Sumber Data

Yang dijadikan tempat dan sumber data oleh Peneliti adalah lembaga dan orang-orang yang

berhubungan erat dengan kegiatan pengelolaan program Pendidikan Luas Sekolah bagi para Narapidana yang telah

(33)

1 18

Menurut perkiraan Peneliti, lembaga dan responden yang terkait dengan masalah itu antara lain,

lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, para petugas Lembaga yang bertugas langsung membina para Narapidana tersebut, para Narapidana sendiri yang masuk

kategori pelaku delik pencurian. Karena masalah

pembinaan Narapidana melalui program PLS berkaitan erat dengan lingkungan lain, seperti para pelaku kerjasama yakni Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP), petugas dari IAIN, tokoh masyarakat dan juga petugas Kepolisian yang tahu

persis bagaimana perilaku dan kegiatan para pencuri.

Dari petugas Lembaga Pemasyarakatan, Peneliti

akan mencari informasi tentang sistem pembinaan Narapidana dan program yang disajikannya serta kebijaksanaan yang ditetapkan berkaitan dengan upaya

pembinaan Narapidana. Dari Narapidana Peneliti ingin

(34)

belakang para narapidana pencuri sebelum mereka masuk Lembaga Pemasyarakatan, bagaimana 1ingkungannya dan bagaimana perilaku 1ingkungannya terhadap mereka. Dari

pihak Kepolisian, Peneliti mencari informasi tentang perilaku dan kegiatan para pencuri dan sikap para

residivis (pencuri kambuhan) yang tidak jera dengan

hukuman, dan barangkali ada unsur—unsur teknis dan non teknis yang berkaitan dengan putusan hukuman bagi para

pencuri.

C. Prosedur Penourusan Peri iinan Penelitian

1. Pada tanggal 25 April 1992 penulis mengajukan permohonan ijin penelitian di lapangan yang ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana IKIP Bandung. Atas permohonan itu, maka Direktur Program Pasca Sarjana meneliti isi surat yang diajukan Penulis tadi. Dan sebagai jawabannya, maka

keluarlah ;

2. Surat dari Fakultas Pasca Sarjana Nomor 34B/PT.25.

FPS.l/N/1992 tertanggal 2B April 1992 tentang Studi

lapangan/penelitian yang ditujukan kepada Badan

Administrasi Akademik IKIP Bandung atas nama

Penulis. Dalam surat ini, dicantumkan pula maksud

dan judul tesis yang telah disetujui.

3. Atas dasar surat ijin penelitian yang diajukan oleh

(35)

120

Rektor IKIP Bandung yang dalam hal ini diawali Pembantu Rektor I bapak Dr.H.Mochamad Fakry Gafar,

M.Ed. mengeluarkan surat tentang permohonan ijin

penelitian yang ditujukan kepada Kepala Direktorat Sosial Politik Jawa Barat Nomor 1924/PT. 25.H.1/N/

1992 tertanggal 7 Mei 1992 untuk atas nama Penulis.

Selain itu, Pembantu Rektor I IKIP Bandung pun mengeluarkan surat permohonan ijin penelitian untuk

atas nama Penulis yang ditujukan kepada Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Jawa Barat dengan surat Nomor 3174/PT.25.H.l/N/1992.

4. Dengan memperhatikan surat yang diajukan oleh Rektor IKIP Bandung tentang ijin penelitian atas

nama Penulis, maka keluarlah surat ijin survey/

riset dari Direktorat Sosial Politik Propinsi Jawa

Barat tertanggal 29 Mei 1992 Nomor 070.1/2271 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Departemen Kehakiman

Propinsi Jawa Barat yang tembusannya disampaikan

kepada Ketua BAPEDA Tk. I Jawa Barat.

Assekwilda I pada Setwilda Tk. I Jabar. Rektor IKIP

Bandung dan kepada Penulis.

5. Dan atas dasar surat yang dikeluarkan oleh pihak Direktorat Sospol Jawa Barat dan atas dasar surat yang dikirim oleh Rektor IKIP Bandung tentang

permohonan ijin penelitian di Lembaga Pemasyara

(36)

Wilayah Departemen Kehakiman Propinsi Jawa Barat, mempelajari isi dan maksud surat tersebut. Setelah

selesai dipelajari, kemudian keluarlah surat ijin

penelitian dari pihak Kantor Wilayah Departemen

Kehakiman Propinsi Jawa Barat untuk atas nama

Penulis dengan Nomor W8-UM.01.10-2196 untuk lokasi Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

Sekalipun runtutan surat sebagaimana yang penulis kemukakan, namun secara resmi, penulis dapat terjun langsung ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung hanya dengan membawa surat dari Rektor IKIF Bandung yang tembusannya dikirimkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung pada

tanggal 7 Mei 1992.

D. Tahap-Tahap Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti

dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Observasi awal yang dilaksanakan pada bulan

September 1990 spkajinnc mengadakan wawancara dengan

para petugas dan Napi. Kegiatan ini dilaksanakan

dalam rangka menyelesaikan tugas matrikulasi dari

bapak Prof.Dr, Soepardjo Adikusumo. Dan hasilnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk

(37)

12:

2. Bulan Agustus 1991 melakukan studi Banding antara

hasil penelitian yang dilakukan Peneliti pada bulan

September 1990 dengan hasil penelitian kelompok

mahasiswa PMP-KN yang diselenggarakan pada bulan Juni 1991 tentang masalah pembinaan Narapidana di

LAPAS Sukamiskin dan LAPAS Soekarno-Hatta Bandung. 3. Hasil dari studi banding tersebut, maka pada bulan

Pebruari 1992 Peneliti menyusun disain penelitian tentang "Pengolahan Program PLS bagi NAPI Pelaku

Delik Fencurian". Yang dijadikan kajiannya antara

lain proses penyusunan program PLS di LAPAS.

Kegiatan wira usaha NAPI, parti sipasi pembelajaran NAPI dan upaya pembuatan model pembinaan program

yang cocok untuk NAPI Pelaku delik pencurian.

4. Pada tanggal 18 April 1992 Peneliti mengikuti seminar disain penelitian dan hasilnya diperoleh

kesepakatan dari para pembimbing untuk meneruskan

kajian penelitian sebagaimana tertuang dalam rancangan disain penelitian.

5. Setelah mendapat persetujuan dari para Pembimbing dan setelah memperoleh ijin penelitian, pada akhir bulan Mei 1992 Peneliti mengadakan observasi ulang tentang materi penelitian yang pantas untuk dikaji lebih lanjut.

(38)

sekaligus mengadakan wawancara tentang sistem

pembinaan dari mulai proses penyusunan program,

perlakuan dalam pembelejaran sampai pada kegiatan

evaluasi juga Peneliti mengadakan wawancara dengan para Instruktur dan para NAPI pelaku delik

pencurian. Sebagai pelengkapnya penulis mengadakan wawancara dengan petugas BLKI, BLKP, petugas

Kepolisian dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini

berlangsung sampai bulan Oktober 1992.

7. Sambil penelitian berlangsung, Peneliti mengumpul kan sekaligus menseleksi data-data yang diperlukan

sesuai fokus penelitian dan akhirnya meratifikasi atau menyimpulkan data tersebut secara deskriptif.

Dalam penseleksian dan rati fi kasi data. F'eneliti

melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Mengumpulkan catatan lapangan dan hasil observasi

secara keseluruhan.

b. Menyusun dan mengelompokkan data sejenis sesuai fokus permasalahan.

c. Menganalisa hubungan antara data yang satu dengan yang lainnya.

d. Memberikan komentar dan tafsiran terhadap data

secara kontekstual.

e. Menyimpulkan data tersebut menjadi suatu pernyataan umum.

(39)

124

8. Setelah dikonsultasikan dengan pembimbing, ternyata

ada kekurangan data dari pihak instruktur dan data tentang suasana LAPAS pada saat-saat yang dianggap menjenuhkan oleh para Narapidana, maka Peneliti terjun kembali ke lapangan dan melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Melihat langsung praktek pembelajaran (praktek pembuatan kolam dan pemeliharaan ikan) serta

praktek kerja pertanian.

b. Datang pada malam hari dan mengamati langsung

suasana LAPAS yang "menyeramkan" pada malam hari, di mana semua NAPI sudah masuk ke kamar masing-masing, tidak tampak suara—suara manusia sekalipun di Blok itu. ada sekitar 360-an NAPI. Dan Peneliti membandingkannya dengan suasana siang hari yang juga dianggap sebagai suacana

y£*ng menjenuhkan oleh para NAPI.

c. Membuat catatan lapangan tambahan tentang data yang d i peroleh.

d. Mengkonsultasikannya dengan pembimbing sampai pada pengesahan tesis.

E. Pengolahan Data

(40)

secara insidental) akhirnya masuk pada analisis yang bersifat kontekstual setelah data itu terkumpul secara

utuh.

Kegiatan pengolahan data penelitian kwalitatif

ini dilakukan melalui :

1. Mengumpulksin catatan—catatan lapangan yang berasal dari hasil wawancara, observasi lapangan dan dari

studi literatur serta dari hasil studi dokumenter

(foto-foto dan rekaman yang sempat Peneliti lakukan sebelum dilarang petugas).

2. Mengelompokkan data penelitian dari para responden

ke dalam data sejenis.

3. Menyusun data sesuai dengan fokus permasalahan dan tujuan penelitian.

4. Menganalisis hubungan antar data yang satu dengan data yang lainnya (analisis lintas data).

5. Memberikan komentar berttpa tanggapan, kritikan dan tafsiran terhadap data secara kontekstual.

6. Mendeskripsi data dalam bentuk pernyataan—pernyataan umum, sekaligus menyusun temuan-temuan penelitian baik yang ada hubungannya dengan fokus permasalahan

dan tujuan penelitian.

7. Menyusun temuan-temuan monumental dan gagasan-gagasan inovasi.

(41)

AHAN DATA

DESKRIPSI

DATA

MENYUSUN TE

F1UAN & GAGAS'

AN INOVASI

MENYUSUN LAPORAN

HASIL

(42)
(43)

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Tiniauan PLS

Lembaga Pemasyarakatan menurut pandangan pendidikan tidak lain adalah sebagai tempat membina orang-orang yang berperilaku menyimpang, sehingga mereka menjadi orang-orang yang baik dan dewasa baik dewasa mental maupun dewasa dalam bidang sosial. Dengan demikian, ia bisa

menjadi orang yang berguna bagi dirinya, bagi masyarakat,

keluarganya dan bangsa serta berguna bagi agamanya.

Karena itu menurut pandangan pendidikan, Lembaga

Pemasyarakatan bukanlah tempat hukuman yang membuat orang

jadi menderita, tapi merupakan Lembaga yang bertugas untuk

membina para Narapidana dengan pendidikan disiplin,

pendidikan kerohanian dan pendidikan keterampilan atau pendidikan kerja. Untuk itu 1ingkungannyapun harus

mencerminkan lingkungan pendidikan dan tidak mencerminkan

lingkungan penjara.

Menurut Para pakar pendidikan, semua orang yang

berpikiran normal dan tidak normal, tetap masih bisa

dididik. Apalagi para Narapidana, yang semua berpikiran

normal, hanya perilakunya saja yang menyimpang. Karena

itu, sejahat-jahatnya Narapidana masih bisa dibina dan

(44)

dididik, sehingga ia menjadi manusia yang baik, asalkan sistem pembinaannya bersifat menyeluruh dan terpadu dan

tidak setengah-setengah. Sistem pendidikan yang

diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia dewasa ini, masih terkesan setengah-setengah. Bahkan

apabila dilihat dari praktek sehari-harinya, maka yang

menonjol di Lembaga Pemasyarakatan adalah kebijaksanaan

hukumannya bukan pendidikannya, sehingga terkesan

program Pendidikan Luar Sekolah di Lembaga Pemasyarakatan

hanya berfungsi sebagai alat untuk menunggu akhirnya masa hukuman saja, karena program pendidikan dengan sendirinya

akan terhenti, bila Narapidana sudah bebas dari masa

hukumannya. Artinya pendidikan itu tidak berlanjut setelah

Narapidana itu berada di masyarakat, padahal

sistem

embinaan di masyarakat luas menurut Penulis lebih jauh

lebih penting daripada program pembinaan di lingkungan

Lembaga Pemasyarakatan.

Fungsi pendidikan di lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan adalah sebagai penyembuh perilaku Jahat,

sehingga sikap jahat para Narapidana setelah keluar dari

Lembaga Pemasyarakatan akan berubah menjadi sikap yang

positif. RM.Hatchins sebagaimana dikutip Sudardja (1988 :

38) mengungkapkan bahwa :

-Peran pendidikan, mengobati masalah-masalah sosial

dan budaya seperti kemiskinan penganggur dan

kenakalan yang memerlukan pengembangan kreatifita_,

daya natar (intellectual power) dan pemahaman konsep

serta prinsip-prinsip teori."

(45)

Untuk mencapai sasaran di atas, maka program

pendidikan harus terdiri atas pendidikan keterampilan atau

pendidikan

kerja, pendidikan mental atau pendidikan

disiplin, pendidikan rohani serta penguasaan teori-teori.

Tidak cukup hanya jenis pendidikan itu saja, tapi yang

terpenting juga masalah aplikasi pendidikan dalam bentuk

nyata di lapangan.

1. pppriidikan Orang Dewasa

Pendidikan orang dewasa (adult education) merupakan

kegiatan

atau

proses

pendidikan

lanjutan

setelah

pendidikan anak yang bertujuan memberikan bekal hidup

kepada orang dewasa melalui berbagai kegiatan pendidikan

yang menekankan Pada pendidikan keterampilan.

Pendidikan orang dewasa (HD. Sudjana, 1989 : 75) terdiri atas, "Pendidikan lanjutan, pendidikan perbaikan,

pendidikan

populer, pendidikan kader dan

pendidikan

keluarga."

Berdasarkan hasil pengamatan di Lembaga

Pemasyarakatan,

Penulis

menganggap

penting

untuk

memasukkan satu jenis pendidikan orang dewasa, ialah

pendidikan

penyembuhan, yang jenis

pendidikan

yang

bertujuan untuk menyembuhkan sikap jahat para Narapidana,

(46)

suka merampok, setelah keluar dan Lembaga Pemasyarakatan,

ia tidak merampok lagi. Jadi semua program pendidikan

apakah itu pendidikan kepribadian, pendidikan keterampilan

atau

pendidikan kerja termasuk pendidikan

disiplin,

semuanya diarahkan untuk merubah sikap jahat Narapidana

menjadi baik.

Pendidikan penyembuhan tidak hanya berlangsung di

Lembaga Pemasyarakatan saja, tapi juga di pondok-pondok

pesantren,

seperti pesantren Suryalaya

yang

khusus

mengobati dan menyembuhkan orang yang sudah kecanduan oleh

narkotika atau obat-obat bius lainnya.

Hanya permasalahannya, jika pendidikan penyembuhan

(pendidikan rehabi1itasi) dimasukkan ke dalam pendidikan

orang dewasa, pendekatan yang dipergunakan oleh para

petugas Lembaga Pemasyarakatan, justru tidak banyak

menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa (adult

educations) tapi lebih banyak menggunakan

pendakatan

pedagogi. TaPi jika tidak dimasukkan ke dalam pendidikan

orang dewasa, masalahnya karena usia para Narapidana semua

termasuk usia dewasa, artinya tidak ada lagi yang

anak-anak. Karena itu Penulis berpendapat bahwa pendidikan

penyembuhan di Lembaga Pemasyarakatan, adalah pendidikan

orang dewasa yang menggunakan pendekatan sanksi hukum

sebagai alat untuk memberantas sikap jahat Narapidana

(47)

H^r,^ khususnya Narapidana pelaku Setelah Narapidana, knusu^ny«

delik pencurian Keluar dari Lembaga Pemasyarakatan,

perintah dan tokoh masyarakat dituntut untuk terus

melakukan Kegiatan pembinaan. Kegiatan yang cocok untuk

„bi„a Narapidana pelaku deli, pencurian di masyarakat

antara lain :

a. cti laturahmi

Untuk menghi1angkan kecurigaan dari pihak masyarakat

umum dan dari pihak « Narapidana, perlu diialin hubungan

persaudaraan antara sesama warga masyarakat dengan ex

Narapidana sebagai warga masyarakat

baru.

Hubungan

Mlaturahmi ini, selain akan membawa mampu menggugah sikap

Cewasa

ex Narapidana, juga merupakan perintah agama,

dimana Nabi Huhammad SAW. , telah memerintahkan kepada

umatnya untuk menialin hubungan silaturahmi. Balam Hadits

yano diriwayatkan oleh Ad-Dhil ami, Nabi Muhammad

BAH.

bBrsabda bahwa, "Dua macam orang yang tidak akan

oikasihani di bar. kbiamat, ialah orang yang memutuskan

hubungan silaturahmi dan orang yang menjadi tetangga yang

j ahat.

ciiaturahmi. sesama anggota Melalui hubungan silaturanmi,

masyarakat bisa saling mengingatkan dalam kesesatan dan

k.susahan. Bisa saling tolong menolong dalam kebaikan dan

(48)

o-,l-*i berbagai bentuk kejahatan, serta bisa

bisa menangkal DerDdy«_

*. i +-4rt;*i: melakukan kejahatan

meredam ex Narapidana untuk tidak melakuK

lagi .

,Demikian penting arti silaturahmi ini, namun sayang

masyarakat belum mampu mengamalkan secara utuh. Andaikan

silaturahm, ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari

antar

sesama anggota masyarakat termasuk dengan

ex

Narapidana, tidak mustahi1 masyarakat akan dapat menikmati

kedamaian dan ketentraman hidup bermasyarakat.

b. Membentuk toamsasi Perkumpulan Usaha

Kejahatan pencurian dan perampokkan yang dilakukan

oleh warga masyarakat, pada umumnya di.atar be.akangi oleh

faktor ekonomi. Karena itu untuk menutup celah-celah

kejahatan yang didorong oleh faktor ekonomi, mesti ditutup

oleh kekuatan ekonom!. Caranya antara lain dilakukan

melalui usaha bersama dibidang ekonomi.

„mr,.,-i *n Derlu membentuk suatu Bekas Narapidana pencurian per it

.,.,, „,_„ di ^ponsori oleh tokoh

perkumpulan usaha yang halal yang 01 -P

masyarakat dan pemerintah. aika tidak tersedia modal yang

memadai. diusahakan agar ada satu perusahaan yang dapat

.enampung kerja mereka. Hal ini Penting artinya bagi bekas

Narapidana untuk menumbuhkan kepercayaan pada dirinya

oahwa ia masih diakui keberadaannya oleh masyarakat.

it,, hal yang tidak kalah pentingnya ialah, Disamping itu, nm y.ij

v~ri* baoi bekas Narapidana, sehingga

tersedianya lapangan kerja bagi oe^.a

., , *ri i-aan =.P53t dalam mencari nafkahnya.

(49)

Jika organisasi perkumpulan usaha dibentuk,

anggotanya tidak bekas Narapidana semua, tapi harus diisi

oleh warga masyarakat biasa yang dapat mengendalikan roda

organisasi. Organisasi perkumpulan usaha tersebut tidak

bergerak

dibidang

usaha yang

dekat

dengan

objek

perkumpulan kejahatan, seperti usaha di terminal, membuka

perbengkelan di daerah sasaran kejahatan. Tapi usaha yang

cocok untuk para bekas Narapidana adalah usaha yang jauh

dari usaha kejahatan, seperti usaha peternakan, perikanan,

perkebunan atau usaha refarasi radio dan TV di pedalaman

dan sebagainya.

c. Men^aktifkan Bekas Narapidana Dalam Kegiatan SosL*L

Dalam rangka mengembangkan proses sosialisasi pada

bekas Narapidana, perlu adanya upaya pembauran antara

mereka dengan warga masyarakat lainnya dalam kegiatan

sosial kemausiaan. Hal ini dimasukkan agar para bekas

Narapidana memiliki rasa empati terhadap penderitaan orang

lain, sehingga mereka daPat memindahkan penderitaan orang

lain ke dalam perasaan dirinya. Kegiatan seperti ini

merupakan penyembuhan sikap jahat secara langsung, karena

dari kegiatan sosial kemanusiaan tersebut, mereka dapat

melihat, menganalisa dan merasakan langsung bagaimana

penderitaan orang lain.

Dalam kegiatan tersebut, para bekas Narapidana

(50)

permasalahan-permasa-lahan sosial kemanusiaan yang berkembang dalam masyarakat.

Tapi tentu saja masalah pendanaan tidak disediakan oleh

mereka. Urusan dana dapat disponsori oleh pemerintah

setempat atau oleh masyarakat lainnya.

Permasalahannya, apakah mereka mau melibatkan dalam

kegiatan sosial kemanusiaan sedangkan dirinyapun masih

membutuhkan

bantuan

ekonomi-

ini

tergantung

dari

pendekatan yang dilakukan oleh warga masyarakat atau

pemerintah setempat.

2. pendidikan Perlqasan

Pendidikan perluasan ini, dapat dilakukan sebagai

perluasan

wawasan

pengetahuan

dan

keterampilan

keterampilan

para Narapidana yang sudah

berada

di

masyarakat umum. Melalui pendidikan perluasan, mereka

dibina pendidikan keterampi1annya dibidang pertanian, atau

procesing pertanian (umpamanya pembuatan tempe dan tahu),

bidang peternakan yang ternaknya diambil dari mereka. Atau

pendidikan dibidang perikanan atau pendidikan lain yang

berkaitan dengan usaha mereka.

Diselenggarakannya kegiatan pendidikan perluasan,

kepada

bekas

Narapidana,

disamping

meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan kerja, juga berfungsi sebagai

wahana

pembinaan

perilaku

positif

terhadap

bekas

Narapidana. Dengan diselenggarakannya pendidikan perluasan

(51)

pembinaannya tidak hanya berlangsung di lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan saja, tapi berlanjut sampai mereka

betul-betul menjadi warga negara yang baik, yakni warga negara

yang tahu, mau dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya

sebagai anggota masyarakat, anggota keluarga dan sebagai

warga negara secara umum.

Kegiatan pendidikan perluasan, dapat diselenggarakan

oleh

pihak Lembaga Pemasyarakatan beerjasama

dengan

Departemen Tenaga Kerja atau balai Latihan Kerja Industri

(BLKI) atau Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP).

3. IjOPJOkasinya Terhadap. Pembinaan NAPI PjIDCMrj^n

Seperti tekah disinggung dibagian awal Bab ini,

bahwa pembinaan Narapidana pada dasarnya adalah kegiatan

Pendidikan Luar Sekolah, karena pembinaan

Narapidana

umumnya berlangsung di luar persekolahan, sifatnya tidak

formal dan sasarannya agar mereka dapat hidup mandiri

artinya minimal dapat berjuang menafkahi diri sendiri.

Karena itu, Pendidikan Luar Sekolah mempunyai arti penting

bagi penyelenggaraan pembinaan Narapidana.

Catatan

lain program Pendidikan

Luar

Sekolah

terhadap upaya pembinaan Narapidana antara lain :

1) Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah bagi Narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan, pada dasarnya adalah pendidikan

rehabilitasi (pendidikan penyembuhan), yakni pendidikan

(52)

Narapidana agar mereka menjadi warga negara yang baik.

2) Jika Program penyembuhan mental jahat sudah selesai

dilakukan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, maka

kegiatan pembinaan selanjutnya adalah

kegiatan

pembinaan kerja melalui pendidikan perluasan. Disinilah

Departemen Tenaga Kerja mempunyai peranan penting untuk

membuka lapangan kerja baru bagi bekas Narapidana atau

minimal menyalurkan tenaga kerja ke lapangan kerja.

3) Jenis pendidikan kerja yang diberikan kepada bekas

Narapidana adalah kegiatan yang diperkirakan jauh dari

(53)

b. EaprsMO^ Ers^ ^

K^oo^ torn E.a.tauua

gikSE. Ban Eerilaku Hidue (JacflEidana

Pembinaan Narapidana di Lemb,,. Pemasyarakatan, Pada

hakekatnya diarahkan pada proses penyembuhan mental jahat

para Narapidana sehingga mereka memiliki kesadaran dan

...r HAlam melaksanakan tugas hidup

tanggung jawab yang positif dalam

, . ,.=1 ,i, Melalui kesadaran

dan kehidupannya di masyarakat kelak. Melalu

niharsokan para Narapidana

dan tanggung jawabnya itu, diharapkan p

^•^T-a nnciitif tanpa harus

dapat bekerja dengan sendirinya secara positif

disuruh oleh orang lain. Dapat berbuat baik dengan

.endirinya tanpa harus dinasihati. Dapat belajar dengan

sendirinya tanpa harus diperintah. Sikap dan perilaku

= k'inriPrvatter disebut sebagai

itulah yang oleh Suzanne kindervatte

pmprowrinq proces..

Kindervatter (1979 : 150) mengungkapkan bahwa :

,DxinPH as : people gaining an

"EmDrownnci was defined as . p £ economic,

E-ST. about^.IrSSfano^ntrol.•

Kindervatter menjadikan emprowring proces sebagai

.UBtu pendekatan untuk menumbuhkan pengertian dan

kesadaran seseorang atau kelompok orang untuk memahami dan

i.,»-i kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi

menilai tau mengevaluasi kekuata,,

i - ri.nat meningkatkan

„~i,4-,i- cehinQQa la aapat „n=<n j

dan kekuatan politik, _e,n, j«

roartabat hidupnya dalam masyarakat. Dengan demikian,

emprowring proces diarahkan untuk menemukan pengertian dan

(54)

Bila dihubungkan dengan upaya pembinaan Narapidana,

diharapkan para Narapidana dapat merenungkan dan menemukan

dirinya,

dapat memahami dirinya dan

dapat

menilai

Keberadaan sikap dan perilaku dirinya yang selama ini

dinyatakan menyimpang oleh masyarakat dan pemerintah.

Hakekat pokok dari pandangan Kindervatter tentang

emprowring proces ini adalah bahwa warga masyarakat,

termasuk para Narapidana, baik secara perseorangan maupun

secara kelompok dapat menggali dan memotivasi kesadaran

dirinya, sehingga mereka benar-benar memiliki keyakinan

akan kekuatan dirinya sebagai manusia yang mampu hidup dan

berkiprah

di

tengah-tengah masyarakat.

Dan

dengan

kekuatannya itulah, mereka para Narapidana

mempunyai

kemampuan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya

melalui cara-cara yang dibenarkan oleh norma agama, atau

hukum yang berlaku dalam masyarakat, dan melalui cara-cara

yang tidak menyimpang dari norma kesopanan dan kesusilaan.

Bagaimana menyelenggarakan program Pendidikan Luar

Sekolah di Lembaga Pemasyarakatan bagi para Narapidana

yang

menekankan Pada pendekatan

emprowring

proces^

Sehubungan dengan ini, Penulis akan mengkaitkan strategi

tersebut dengan karakterisktik daripada emprowring proces.

Kindervatter (1979 : 70) mengungkapkan bahwa :

"The characteristics of an emprowring procecc :

- community organization

- worker self-management and callaboration

- Participatory approachches m adult educations,

(55)

- Education specipically aimed at confronting oppression and injustice."

Strategi yang pertama adalah menekankan pada

community organization, yakni mengaktifkan dinamika

kehidupan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, melalui peningkatan sikap dan perilaku yang positif dan

keterampilan yang memadai, sehingga mereka punya modal

untuk mengubah status sosial ekonominya di masyarakat

kelak. Untuk mencapai hal ini, mereka diaktifkan dalam

kelompok-kelompok organisasi yang terorganisir rapi.

Strategi yang kedua ialah diaktifkannya hubungan

kerjasama antara bekas Narapidana dengan masyarakat lain,

melalui manajemen usaha Narapidana yang baik. Melalui cara

yang kedua ini, setiap Narapidana atau bekas Narapidana yang tergabung dalam suatu perkumpulan tertentu,

menentukan adanya pembagian tugas dan wewenang yang jelas,

struktur organisasi yang jelas yang mampu mengatur sistem kerja yang baik diantara mereka, sehingga dapat

memperkeci1 perbedaan status diantara mereka dengan warga masyarakat lainnya. Strategi ketiga ialah pendekatan

partisipasi dari Narapidana atau bekas Narapidana atau

bekas Narapidana untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Jadi yang penting

dalam strategi yang ketiga ini ialah partisipasi

Narapidana dalam mengikuti berbagai perubahan dan tuntutan

(56)

Strategi yang keempat ialah mengembangkan pendidikan

keadilan sebagai alat untuk menumbuhkan norma-norma

kehidupan dalm diri Narapidana, juga sebagai alat untuk

menumbuhkan nilai keadilan dan keadaban sebagai sarana

untuk membentuk nilai kemanusiaan yang berkeadilan. Cara

ini dapat dipraktekkan melalui pembagian tanggung jawab

diantara sesama warga belajar atau Narapidana. Setiap,

masalah dibicarakan dan dimusayawarahkan dalam suatu

pertemuan kelompok belajar. Sekalipun demikian, kelompok

perkumpulan tersebut tidak memberlakukan birokrasi dan

hirarki yang kaku, tapi harus diciptakan suasana yang

(57)

C. Analisis Terhadap Hasil, Temuan Penelitian

Pada bagian ini Peneliti akan menganalisis hasil temuan penelitian dengan berorientasi pada kondisi yang

diharapkan dan membandingkan dengan kenyataan yang terjadi

di lapangan, dari sana akan terlihat kelemahan

dan

keunggulan

dari temuan-temuan lapangan dan

terakhir

Penulis akan mengungkapkan alternatif pemecahannya.

1. Kondisi yang Diharapkan

Tujuan penjatuhan pidana kepada para pelanggar hukum

tidak diarahkan pada prinsip balas dendam, tapi bertujuan untuk membina mereka agar menemukan kembali jati dirinya

sebagai warga negara yang punya tanggung jawab hidup di

• 4. c^/-=,k-^» n-mciiici tuiuan pemidanaan

tengah-tengah masyarakat. Secara khusu.,, t.uju«* h antara lain (Dirjen Pemasyarakatan, 1979 : 11) :

"a. agar mereka tidak menjadi pelanggar hukum lagi.

b. menjadi anggota masyarakat yang berguna, aktif

dan produktif ; dan

c. berbahagian di dunia dan akhirat."

Berkaitan dengan tujuan tersebut, pemerintah c.q.

Departemen Kehakiman Republik Indonesia yang ditetapkan

dalam konferensi Lembang 27 April 1964 menetapkan beberapa kebijaksanaan yang harus dijalankan oleh semua jajaran

petugas Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang isinya

antara lain :

"a Mengayomi dan memberikan bekal hidup, agar

mereka (NAPI) dapat menjalankan peranannya

(58)

penyiksaln terhadap Narapidana dan anak didik.

Sair yano berupa tindakan, perlakuan, ucapan

^ P aaan ataupun penempatan. Satu-satunya

caraj-.. Narapidana hendaknya

Hdi^i'h^ vano. dial ami uacii i,iji —r- 4...1.

Salah' dihilangkan

kemerdekaannya

untuk

bergerak dalam masyarakat bebas.

-rE""^- B^an TST,^

Spin- -rrsjr^r--*sts2

kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hiaLp

kemasyarakatan.

d Negara tidak berhak membuat merekaJEHLifidL leiuJl

Naapldana d^anaJ didik\ang meiakukan tindak

pidana berat dengan yang nngan, dan sebagai nya.

e. Selama kehilangan ^^k^an bergerak PKan

Narapidana dan anak didik haru diasingkan

dengan masyarakat dan t^a ^ ^

dari ^Var^t. Antara 1 ^^ kunjungan

^fbur'anke dalam "p dari

anggota-anggota

masyarakat yang bebas dan kesempatan yang lebih

banyak untuk berkumpul bersama sahabat

dan

keluarganya.

.ih-rH-m keoada Narapidana, f. Pekerjaan yang diberikan KeP*"° tidak

tidal- boleh sekedar nenoisi waktu. Juga tiaa*

Bfft ^iSeVnTa^

pekerjaan

untuk

memenuhi

Qefrllia

jawatan atau kepentingan negara pada

E r r - Tengan pe^aln SS

diberikan ndrt-, ^ . . rtan vanq menunjang

terdapat di masyarakat, dan yany h

Pembangunan,

umpamanya

menunjang

usaha

meningkatkan produksi pangan.

^=r. Hi rii kan vanq diberikan kepada

g. Bimbingan dan didikan £ Q berdasarkan

pfn-aina3 Antara

n ini berarti bahwa kepada

menunaikan ibaaan tfJai

(59)

h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang vann tersesat adalah manusia, dan mereka harus aiperlakukan sebagai manusia. Martabatnya dan perasaannya sebagai manusia harus dihormati.

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita

yang dapat dial ami. ,an .

j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat

mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

(Dirjen Mas, 1979 : 11 - 12).

Kalau diperinci, maka yang harus diperhatikan oleh

para

petugas

Lemabga Pemasyarakatan

dalam

membina

Narapidana antara lain :

a. Narapidana diberi bekal hidup (pendidikan keterampilan,

pendidikan kepribadian dan pendidikan kerja, juga bekal

kesehatan spriritual).

b. Pemidanaan di Indonesia tidak didasarkan atas prinsip

balas dendam, karena itu tidak boleh ada penyiksaan,

baik dalam perlakuan maupun dalam penempatan Narapidana

tidak boleh ada penghinaan.

c. Bimbingan yang diberikan harus dilaksanakan dengan cara

memberikan pengertian tentang norma-norma hidup dan

kehidupan bukan dengan cara penyiksaan.

d. Negara. dan petugas Lembaga Pemasyarakatan tidak berhak

membuat Narapidana menjadi buruk atau lebih jahat dari

(60)

e selama dibina, para Narapidana mesti dikenalkan dengan

masyarakat, apakah melalui asimilasi atau melalui

pelepasan bersyarat.

*.

Semua Pekeriaan atau pendidikan yang diberikan kepada

Narapidana. tidak boleh hanya sekedar mengisi waktu.

g. Bimbingan yang didasarkan atas Pancasila harus

menanamkan JiH. goton, royong, toleransi, kekeiuargaan

dan penanaman ji«a spiritual keagamaan.

„. Pembinaan harus didasarkan pada penghormatan terhadap

martabat dan perasaan Narapidana sebagai manusia.

,. Narapidana hanya dUatuhi hukuman hilang kemerdekaan

sebagai satu-satunya derita.

J. Dalam pembinaan mesti disediakan sarana yang dapat

mendukung ,ungsi rehabilitasi, korekti, dan edukati,

dalam sistem pemasyarakatan.

r> krp»nyataan dl Lapangan

Bila hubungan dengan tuntutan pembinaan sebagaimana

digariskan oleh Departemen Kehakiman melalui putusan

,-.b-.no 1964. maka ada beberapa hal yang perlu

Konferensi Umbang ito-i-,

4- -ntara lain sistem pembinaan yang dilakukan

dikomentar1, antara lain

e ipmhaos Pemasyarakatan sudah berjalan oleh para petugas Lembaga re«..*_y

baik, namun belum semua kebiJaksanaan Departemen Kehakiman

tentang Pembinaan Narapidana dapat dilaksanakan dengan

(61)

a. Program pembekalan terhadap upaya pembinaan Narapidana

sudah dilaksanakan, yakni dengan melakukan kegiatan

pembelajaran

pendidikan

keterampilan,

pendidikan

kepribadian dan pendidikan rekreatif (olah raga dan

kesenian). Para petugas telah melaksanakan tugasnya

dengan baik, hanya karena adanya permasalahan sarana

dan dana yang terbatas, maka program pembekalan itu

masih memerlukan penanganan secara optimal.

b. Para petugas di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin,

tidak lagi melakukan pendekatan dengan cara menyiksa,

namun lebih banyak menggunakan sistem paksaan yang

bersanksi psikologis, yakni bagi mereka yang melakukan

pelanggaran

terhadap aturan-aturan yang

telah

diterapkan,

para Narapidana tidak

diberi

remisi

(pengurangan hukuman) atau tidak diberi

asimilasi

(pembauran Narapidana dengan masyarakat luar) bahkan

tidak diberi pelepasan bersyarat (PI) yakni pelepasan

Narapidana

sebelum

waktunya

dengan

persyaratan

tertentu.

c. Prinsip yang digunakan oleh para petugas LAPAS adalah

membina mereka dengan cara paksa, artinya para petugas

di LAPAS belum mampu menggunakan pendekatan pembinaan

dengan cara memberikan pengertian-pengertian. Upaya itu

telah dilakukan, namun pelaksanaannya belum sesuai

dengar, ana yang diharapkan. Masalahnya karena para

(62)

memperlakukan Narapidana dewasa seperti anak kecil,

sedangkan

kebutuhan dan pemikiran

mereka

adalah

kebutuhan dan pemikiran orang dewasa, karena itu upaya

menenamkan kesadaran atau pengertian terhadap mereka

(Narapidana) tidak disambutnya dengan hangat.

d. Para Narapidana tetap berstatus sebagai Narapidana dan

tidak berubah menjadi warga belajar. Para petugas sipir

pun tetap berstatus sebagai penjaga LAPAS dan belum

berubah sebagai mitra belajar dan lingkungan Narapidana

tetap

lingkungan LAPAS yang

belum memungkinkan

dijadikan sebagai lingkungan belajar yang memadai.

Selama unsur-unsur itu belum berubah statusnya, maka

sulit untuk menciptakan suasana belajar yang memadai.

e. Dalam

aturan, negara tidak berhak

membuat

para

Narapidana

menjadi lebih jahat atau lebih buruk

Kelakuannya

setelah menjalani hukuman di

Lembaga

Pemasyarakatan, tapi kondisi dan sistem pembinaan yang

berlaku sekarang, memungkinkan Narapidana yang-mendapat

hukuman

sebentar akan menjadi lebih

jahat

dan

sebelumnya, karena mereka tidak diprioritaskan untuk

memperoleh pendidikan keterampilan atau

pendidikan

kerja.

Memperhatikan

kondisi seperti

ini,

para

residivis mempergunakan waktu luang tersebut untuk

bergaul dengan Narapidana yang tidak memperoleh jatah

pendidikan, Padahal menurut aturan semua Narapidana

(63)

hukuman sebentar berhak memperoleh pembinaan dari para

petugas.

*. Menurut ketentuan bahwa para Narapidana atau para

petugas dalam melakukan kegiatan kerja atau pendidikan

tidak boleh hanya sekedar mengisi waktu, tapi harus

dijalani secara sungguh-sungguh. Kenyataan di lapangan

tidak demikian, hasil pengamatan Peneliti, ternyata

baik petugas maupun Narapidana belum melakukan kegiatan

Kerja dan pembelajaran secara sungguh-sungguh, bahkan

banyak Narapidana yang mengikuti kegiatan pembelajaran

hanya sekedar menghindar dari tugas kerja.

0. Penanaman sikap gotong royong,

toleransi

dan

kekeluargaan berusaha ditanamkan oleh para petugas

LAPAS,

hanya

kenyataannya sikap

gotong

royong,

toleransi dankekeluargaan itu terbatas pada kelompoknya

masing-masing. Umpamanya, solidaritas, gotong royong

itu hanya berlaku antar sesama NAPI pencuri/perampok,

,tau hanya berlaku untuk sesama pelaku delik subversi.

Gejala-geiala inilah yang berkembang di lapangan.

h. Penghargaan terhadap perasaan dan martabat manusia

belum dihormati secara baik, im karena pendekatan yang

digunakan oleh para petugas LAPAS berpedoman pada

prinsip pedagogi d

Referensi

Dokumen terkait

 Timbulnya Konflik Konflik yang ditimbulkan oleh mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut. Kelompok dalam lapisan tersebut disebut kelas sosial.

Kepribadian merupakan salah satu variabel psikologis yang penting dalam karier individu. Adanya kecocokan individu dengan lingkungannya dapat diketahui dengan pilihan

Hal ini sangat diperlukan untuk mengurangi atau meminimalisasi terjadinya kesalahan pada saat proses pendataan, pencarian data pasien, dokter dan transaksinya, karena akan

Demikian pengumuman ini di sampaikan, atas per hatiannya diucapkan ter

Pokja Barang/Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya akan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit

Penggunaan karikatur yang dibuat oleh siswa sendiri secara berkelompok, dapat melatih siswa untuk bekerjasama dalam mengembangkan materi, memahami materi dan

Tabel 4.13 Manfaat dari Hasil Belajar Menejemen Usaha Boga Tentang Pengorganisasian Pembelian Bahan Makanan Pada Usaha Jasa Boga.... Tabel 4.14 Manfaat dari Hasil

Perancis berarti layar). Selain pengangkatan karya sastra ke dalam bentuk film, ada juga fenomena pengalihan wahana dari film ke dalam bentuk novel yang sering disebut