• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF PERAN PRECEPTOR DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PRECEPTORSHIP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF PERAN PRECEPTOR DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PRECEPTORSHIP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI DESKRIPTIF PERAN PRECEPTOR DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM PRECEPTORSHIP

DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG

Manuscript

Oleh:

Nurrizqi Ainul Fikri G2A009082

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

(2)
(3)

3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Nurrizqi Ainul Fikri1, Tri Hartiti2, Edy Wuryanto3 1

Nurrizqi Ainul Fikri : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS 2

Dr. Tri Hartiti SKM, M.Kep : Dosen Management Keperawatan, Ketua Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS

3

Edy Wuryanto, S.Kp, M,Kep : Dosen Management Keperawatan Fikkes Unimus Abstrak

Latar Belakang : Preceptorship merupakan suatu pembelajaran klinik yang bertujuan untuk

membangun dan mengembangkan kemampuan dasar bagi mahasiswa praktik. Preceptorship sangat efektif untuk menjembatani kesenjangan antara teori yang dipelajari di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan kerja. Salah satu elemen penting dalam preceptorship adalah

preceptor. Peran seorang preceptor dalam pelaksanaan program preceptorship merupakan suatu hal

penting yang dapat menentukan kesuksesan preceptorship itu sendiri. Preceptor seharusnya mampu memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar yang dibutuhkan oleh mahasiswa ketika sedang menjalani praktik di rumah sakit, sehingga mahasiswa mempunyai kemampuan dasar yang cukup sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja. Karena pentingnya program preceptorship dan peran

preceptor dalam membangun kemampuan mahasiswa, merupakan suatu hal yang penting untuk

mengetahui seberapa baik peran preceptor dalam pelaksanaan program preceptorship.

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran preceptor di Rumah Sakit Roemani

dalam kaitannya dengan pelaksanaan program preceptorship. Peran yang diteliti mencakup peran

preceptor sebagai panutan (role modeling), peran preceptor sebagai pembangun kemampuan (skill building), peran preceptor sebagai pemikir kritis (critical thinking), dan peran preceptor sebagai

sosialisasi (socialization)

Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu menggambarkan peran preceptor. Populasi dan Sampel : Populasi dalam penelitian ini adalah semua preceptor di Rumah Sakit

Roemani Semarang yang pernah membimbing mahasiswa praktik yang berjumlah 24 orang.Tekhnik

sampling yang digunakan yaitu total sampling.

Hasil : Hasil yang didapat melalui peneltian menunjukan peran preceptor sebagai panutan 58,3% baik,

peran preceptor sebagai pembangun kemampuan 58,3% baik, peran preceptor sebagai pemikir kritis 79,2 % baik dan peran preceptor sebagai sosialisasi 58,3% baik

Kata Kunci : preceptorship, peran preceptor

Abstract

Background : Preceptorship is a clinical study that aims to build and develop the basic skills practice

for students. Preceptorship is very effective to bridge the gap between theory learnedin collegewiththe factthatthere areinemployment. One important element in the preceptorship is Preceptor. Preceptor role in the implementation of a preceptorship program is an important thing that can determine the success of the program itself. Preceptor should be able to provide basic knowledge and skills needed by students while going through practice at the hospital, so that students have sufficient basic skills in preparation for entering the workforce. Because of the importance of preceptorship program and role

(4)

4

of the Preceptor in building student ability, it is important to know how well the Preceptor role in the implementation of the preceptorship program.

Method : This research uses descriptive method that describes the role of Preceptor

Aim : The purpose of this study is to determine the role of the Preceptor in Roemani Hospital in

relation to the implementation of the preceptorship program. Studied the role include Preceptor role in role modeling, skill building, critical thinking, and the role of the Preceptor in socialization

Population and Sample : The population in this study were all Roemani Hospital Preceptor in

Semarang ever practice guide students numbering 24 people. Sampling technique used is total sampling.

Result : The results obtained through the course of a study showing the role of Preceptor 58.3% as

good, Preceptor role as in skill bulding 58.3% as good, Preceptor role in critical thinking as good 79.2% Preceptor role in socialization 58.3% as good.

Keyword : preceptorship, role of preceptor PENDAHULUAN

Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model perannya.Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang baru sebagai seorang perawat. (CNA, 2004).

Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya (Keller, 2005).

Dalam pelaksanaan program preceptorship ada tiga elemen yang terdapat didalamnya dan saling berkaitan yaitu program preceptorship itu sendiri, preceptor (orang yang memberikan pengajaran), dan preceptee (orang yang menerima pembelajaran). Dalam pelaksanaan program preceptorship, peran seorang preceptor adalah sangat penting dan merupakan kunci utama.Seorang preceptor mempunyai peran untuk menjembatani antara teori yang didapatkan oleh mahasiswa di fakultas

(5)

5

dengan kenyataan yang ada di lapangan kerja yaitu klinik atau rumah sakit (Oermann & Heinrich, 2008).

Di Amerika dan Inggris Raya, program preceptorship sudah diterapkan di sebagian besar rumah sakit. Terbukti dengan banyaknya jurnal penelitian tentang Preceptorship berasal dari kedua negara tersebut. Studi literatur pernah dilakukan oleh Omansky (2010), seorang staff perawat di ruang NICU rumah sakit Newton-Wesley Amerika Serikat. Studi tersebut bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan tentang pengalaman preceptor dalam pelaksanaan program preceptorship.Penelitian tersebut menyimpulkan ada tiga hal besar yang sangat mempengaruhi peran seorang preceptor yaitu ketidak jelasan akan peran sebagai seorang preceptor, beban kerja yang berlebih, dan pertentangan peran antara menjadi seorang perawat dan sebagai preceptor.

Ketidakjelasan peran terjadi karena ketidakjelasan definisi tentang konsep preceptor itu sendiri seperti misalnya apa yang harus dilakukan oleh seorang preceptor dalam menghadapi mahasiswa. Tidak ada peraturan tertulis tentang bagaimana bertindak sebagai seorang preceptor, tugas apa yang harus dikerjakan, dan kebijakan tentang peraturan dari pihak rumah sakit. Pertentangan peran (role conflict) terjadi saat preceptor harus melakukan peran utamanya sebagai perawat, namun di sisi lain dia juga harus bertindak sebagai seorang preceptor. Tuntutan pemberian asuhan keperawatan yang holistik kepada pasien membuat preceptor lebih mendahulukan peran utamanya sebagai perawat daripada perannya sebagai seorang preceptor. Beban kerja yang berlebih terjadi karena adanya penambahan tugas yang diberikan kepada seorang preceptor untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Seorang preceptorakan menerima tanggung jawab tambahan sebagai seorang preceptor yang harus bertanggung jawab terhadap preceptee disamping ia harus bertindak sebagai seorang perawat yang bertanggung jawab terhadap pasiennya (Omansky, 2010)

Penelitian terkait dengan peran preceptor juga pernah dilakukan di Macao dan sebagian besar China. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan ada banyak hal

(6)

6

yang didapatkan seseorang ketika menjalankan peran sebagai preceptor, baik itu pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang pahit. Sebagian besar masalah yang dialami preceptor adalah terbatasnya waktu untuk memberikan pembelajaran dan pengawasan terhadap preceptee karena perbedaan jam kerja dan tugas utama seorang preceptor yang juga seorang perawat yang harus memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Kendala lain yang membuat peran preceptor menjadi tidak maksimal perbedaan tingkat pendidikan antara preceptor dan preceptee. Kebanyakan preceptor mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah dari preceptee sehingga preceptor sulit untuk memberikan pengajaran tentang pengetahuan meskipun secara kemampuan mereka sangat menguasai. (Liu & al, 2010)

Namun disamping gambaran pengalaman yang bersifat negatif, ternyata di sisi lain preceptor juga mendapatkan pengalaman yang bermakna dan positif. Banyak preceptor yang menggambarkan perasaan seperti muda kembali karena mereka berinteraksi dengan preceptee yang sebagian besar muda, enerjik, dan pintar. Banyak juga preceptor yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan yang lebih dari preceptee yang lebih muda seperti kemampuan untuk mengoperasikan komputer yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, kemampuan untuk mencari informasi menggunakan media elektronik seperti internet, bahkan mendapatkan cara baru dalam menyelesaikan masalah. Pengetahuan preceptee yang semakin berkembang sesuai perkembangan jaman memaksa preceptor untuk terus memperbaharui pengetahuannya karena mereka akan merasa malu dan kehilangan muka jika tidak bisa menjawab pertanyaan preceptee. Hasil dari studi tersebut mengindikasikan bahwa preceptor mengalami berbagai perasaan baik positif maupun negatif.(Liu & al, 2010)

Keterbatasan waktu juga merupakan masalah utama yang dialami oleh sebagian besar preceptor di Irlandia. Preceptor tidak bisa memberikan waktu yang berkualitas untuk preceptee.Ketika preceptee mengalami kesulitan dengan pembelajaran klinik, preceptor tidak mempunyai waktu untuk membantu

(7)

7

mereka.Kendala waktu juga dirasakan karena adanya perbedaan jadwal kerja antara keduanya, sehingga hanya sedikit waktu yang ada digunakan untuk bertemu.Masalah selanjutnya yang dialami oleh preceptor di Irlandia adalah masalah peran sebagai preceptor.Kebanyakan preceptor mengalami kebingungan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang preceptor. Mereka menganggap bahwa menjadi seorang preceptor merupakan pekerjaan yang rumit dan diluar kemampuan mereka. Latar belakang pendidikan yang bagus sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang preceptor. Masalah lain yang muncul adalah tidak adanya dukungan baik dari pihak rumah sakt maupun universitas. Pihak rumah sakit hanya menunjuk perawat untuk menjadi preceptor berdasarkan pengalaman kerja, dan hanya sedikit yang di tunjuk menjadi preceptor berdasarkan latar belakang pendidikan yang bagus (McCharty, 2010)

Di Indonesia program preceptorship masih sangat jarang ditemui. Istilah preceptoship lebih dikenal dengan bimbingan klinik, sedangkan preceptor dikenal dengan istilah CI (clinical instructor). Peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran peranpreceptor di Indonesia, khususnya di Kota Semarang, yaitu di Rumah Sakit Roemani. Studi pendahuluan telah dilakukan pada awal bulan April dengan melibatkan 5 orang pembimbing klinik dan didapatkan hasil bahwa peran mereka sebagai pembimbing klinik berjalan belum maksimal. Keterbatasan waktu, kurangnya dukungan dan kebijakan dari pihak rumah sakit, serta kurangnya reward merupakan hal yang dialami oleh preceptor. Peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana preceptor menjalankan perannya dan apakah peran yang dijalakan sudah berjalan dengan baik atau belum.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan peran preceptor dalam pelaksanaan program preceptorship. Populasi dari penelitian ini adalah semua preceptor (pembimbing klinik) yang bekerja di Rumah Sakit Roemani Semarang yang berjumlah 24 orang, dengan 16 preceptor berjenis kelamin perampuan dan 8 orang berjenis kelamin laki-laki. Pengambilan sampel menggunakan total sampling

(8)

8

dan pengambilan data menggunakan kuesioner yang berjumlah 26 butir soal. Sebelum dilakukan untuk penelitian, kuesioner di uji validitasnya terlebih dahulu di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, dengan jumlah sampel 10 orang. Uji validitas dan realibilitas menggunakan Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 10 sample, didapatkan 5 kuesioner yang tidak valid dari 32 kuesioner. Sedangkan uji realibilitas, terdapat 1 nomer yang tidak valid dari 27 kuesioner yang sudah di uji validitasnya. Data dianalisis secara univariat. Berdasarkan analisis data yang sudah dilakukan terhadap 4 peran preceptor yang ada, 3 diantaranya mempunyai data yang normal dan 1 data tidak normal. Data yang normal meliputi peran preceptor sebagai panutan (role modeling), peran preceptor sebagai pembangun kemampuan (skill building), peran preceptor sebagai sosialisasi (socialization) sehingga data diukur menggunakan mean. Data yang tidak normal yaitu peran preceptor sebagai pemikir kritis (critical thinking), sehingga data diukur menggunakan median.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 24 preceptor di Rumah Sakit Roemani Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Frekuensi peran preceptor sebagai panutan (role modeling) di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2013 (n=24)

Panutan (role modeling) Frekuensi Persentase (%)

Baik Buruk 14 10 58,3 41,7 Total 24 100

Peran preceptor sebagai panutan (role modeling) dalam kategori baik yaitu sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor berperan baik dalam menunjukkan praktik keperawatan yang sesuai dengan SOP, namun beberapa belum menunjukan komunikasi yang efektif terhadap mahasiswa.

(9)

9

Tabel 2

Distribusi Frekuensi peran preceptor sebagai pembangun kemampuan (skill building) di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2013 (n=24)

Pembangun kemampuan

(skill building) Frekuensi Persentase (%)

Baik Buruk 14 10 58,3 41,7 Total 24 100

Peran preceptor sebagai pembangun kemampuan (skill building) tergolong baik dengan presentase sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor berperan baik dalam memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan praktik tindakan keperawatan secara langsung kepada pasien, namun beberapa belum melakukan evaluasi secara mendalam dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada mahasiswa.

Tabel 3

Distribusi Frekuensi peran preceptor sebagai pemikir kritis (critical thingking) di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2013 (n=24)

Pemikir kritis

(critical thinking) Frekuensi Persentase (%)

Baik Buruk 19 5 79,2 20,8 Total 24 100

Peran preceptor sebagai pemikir kritis (critical thinking) tergolong sangat baik dengan presentase sebesar 79,2%. Sebagian besar preceptor sudah berperan baik dalam hal membangun pemikiran yang kritis kepada mahasiswa dengan memberikan kasus-kasus untuk dikelola, melakukan post-conference setelah mengelola pasien, dan mendorong mahasiswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Namun beberapa masih belum melakukan identifikasi kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa untuk dikembangkan guna memenuhi target yang harus dicapai selama berada pada tatanan klinik.

(10)

10

Tabel 4

Distribusi Frekuensi peran preceptor sebagai sosialisasi (socialization) di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2013 (n=24)

Sosialisasi

(socialization) Frekuensi Persentase (%)

Baik Buruk 14 10 58,3 41,7 Total 24 100

Peran preceptor sebagai orang yang mensosialisasikan lingkungan kerja (socialization) tergolong baik dengan presentase sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor sudah melakukan peran dengan baik dalam mensosialisasikan mahasiswa terhadap tempat peralatan yang digunakan untuk melakukan tindakan keperawatan, mensosialisasikan ruang-ruang perawatan pasien dan fasilitasnya serta mensosialisasikan struktur keanggotaan ruang, namun beberapa masih belum mengorientasikan mahasiswa terhadap SOP yang berlaku di rumah sakit dan motto kerja ruangan.

PENUTUP

Karakteristik responden rata-rata berusia 38,46 tahun dengan jumlah responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang (66,7%) dan laki-laki sebanyak 8 orang (33,3%). Lama pengalaman berperan sebagai preceptor mempunyai rentang 1-10 tahun denga rata-rata lama pengalaman 3,50 tahun.

Peran preceptor sebagai panutan (role modeling) dalam kategori baik yaitu sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor berperan baik dalam menunjukkan praktik keperawatan yang sesuai dengan SOP, namun beberapa belum menunjukan komunikasi yang efektif terhadap mahasiswa.

Peran preceptor sebagai pembangun kemampuan (skill building) tergolong baik dengan presentase sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor berperan baik dalam memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan praktik tindakan keperawatan secara langsung kepada pasien, namun beberapa belum melakukan

(11)

11

evaluasi secara mendalam dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada mahasiswa.

Peran preceptor sebagai pemikir kritis (critical thinking) tergolong sangat baik dengan presentase sebesar 79,2%. Sebagian besar preceptor sudah berperan baik dalam hal membangun pemikiran yang kritis kepada mahasiswa dengan memberikan kasus-kasus untuk dikelola, melakukan post-conference setelah mengelola pasien, dan mendorong mahasiswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Namun beberapa masih belum melakukan identifikasi kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa untuk dikembangkan guna memenuhi target yang harus dicapai selama berada pada tatanan klinik.

Peran preceptor sebagai orang yang mensosialisasikan lingkungan kerja (socialization) tergolong baik dengan presentase sebesar 58,3%. Sebagian besar preceptor sudah melakukan peran dengan baik dalam mensosialisasikan mahasiswa terhadap tempat peralatan yang digunakan untuk melakukan tindakan keperawatan, mensosialisasikan ruang-ruang perawatan pasien dan fasilitasnya serta mensosialisasikan struktur keanggotaan ruang, namun beberapa masih belum mengorientasikan mahasiswa terhadap SOP yang berlaku di rumah sakit dan motto kerja ruangan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah:

1. Preceptor

Secara umum preceptor diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara teori yang dipelajari di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di tatanan klinik, sehihngga tercipta adaptasi yang sukses. Secara khusus peneliti menyarankan agar preceptor dapat memaksimalkan peran-peran yang harus dilakukan antara lain,

(12)

12 a. Preceptor sebagai panutan

Diharapkan preceptor lebih berkomunikasi dengan mahasiswa dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan target kompetensi yang harus dicapai. Preceptor diharapkan agar berkomunikasi dengan mahasiswa terkait dengan masalah-masalah yang ditemui ketika menjalankan praktik di rumah sakit, serta menyediakan solusi dari setiap masalah.

b. Preceptor sebagai pembangun kemampuan

Diharapkan preceptor lebih memberdayakan mahasiswa dengan cara memberikan kesempatan untuk melakukan praktik tindakan keperawatan secara langsung kepada pasien dan memberikan saran ketika melakukannya. Memberikan pengulangan praktik tindakan keperawatan yang masih salah sampai mahasiswa mampu melakukannya, sehingga mahasiswa mampu memenuhi target yang harus dicapai.

c. Preceptor sebagai pemikir kritis

Diharapkan preceptor mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki mahasiswa serta menggunakan kemampuan tersebut sebagai dasar pijakan untuk mengembangkan kemampuan yang ada. Selain itu diharapkan juga preceptor mampu membangun pemikiran yang kritis kepada mahasiswa dalam menangani pasien bukan berdasarkan pada teori saja, namun juga pada kenyataan yang ada (evidence based).

d. Preceptor sebagai sosialisasi

Diharapkan preceptor untuk lebih mensosialisasikan mahasiswa terhadap SOP yang berlaku di rumah sakit. Preceptor juga diharapkan agar lebih mensosialisasikan mahasiswa terhadap rutinitas kegiatan perawat sehari-hari untuk mengenalkan lingkungan kerja yang berbasis orientasi waktu.

2. Pihak Rumah Sakit

Sebagian besar preceptor sudah mempuyai peran yang baik, namun masih ada beberapa hal yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu elemen

(13)

13

penting dalam suksesnya program preceptorship adalah peran preceptor. Pihak rumah sakit hendaknya memfasilitasi preceptor dalam melakukan perannya. Masalah yang paling sering ditemui adalah kurangnya dukungan terhadap preceptor, baik dukungan kebijakan maupun reward. Peneliti menyarankan agar pihak rumah sakit lebih memperhatikan preceptor dari segi dukungan dan fasilitas serta kebijakan-kebijakan.

3. Peneliti lebih lanjut

Peneliti berharap agar penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang variabel yang mempengaruhi peran preceptor. Peneliti juga berharap agar penelitian yang dilakukan selanjutnya untuk dapat memperluas jangkauan bukan hanya di satu rumah sakit saja, namun di beberapa rumah sakit besar sehingga hasilnya lebih bisa menggambarkan dan mewakili suatu daerah.

KEPUSTAKAAN

Altman. (2006). Making a Difference : The Value of Preceptorship Programs in Nursing Education. The Journal of Continuing Education in Nursing .

Baltimore, J. J. (2004). The Hospital Clinical Preceptor : Essential Preparation for Succes. TheJournal of Continuing Education in Nursing .

Barker. (2010). Making a Difference : The Value of Preceptorship Programs in Nursing Education. The Journal of Continuing Education in Nursing .

CNA. (2004). Achieving Excellence. Ottawa: Author.

Keen, A. (2004). Preceptorship Framework. Minessota: Departement of Health. Kim. (2007). Clinical competence among senior nursing students after their

preceptorship experience. Journal of Professional Nursing .

Liu, M., & al, e. (2010). Lived experiences of clinical preceptors: A phenomenological study. Nurse Education Today .

(14)

14

Mamchur, & Myrick. (2003). In C. N. Association, Achieving Excelence. Ottawa. McCharty, e. a. (2010). Preceptor's experiences of clinically educating and assessing

undergraduate nursing student : an Irish context. Journal of Nursing Management .

Morrow. (1984). In M. D. Health, Linking Public Health Nursing Practice and Education toPromote Population Health. Minessota .

Moyer, & Wittmann-Price. (2008). Making a Difference : The Value of Preceptorship Programs in Nursing Education. The Journal of Continuing Education in Nursing .

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan

Profesional . Jakarta: Salemba Medika.

Oerman, & Heinrich. (2003). The utilization and role of the preceptor in undergraduate nursing program. Teaching and learning in nursing , 105-107. Ohlring. (2004). Nurses' Lived Experience of Being Preceptor . Journal of

Professional Nursing , 228-239.

Omansky. (2010). Staff nurses' experiences as preceptors and mentors : an integrative review. Journal of Nursing Management .

Peden, & Forneris, S. G. (2009). Creating context for critical thinking in practice : the role of preceptor. Journal of Advanced Nursing .

Spouse. (2001). Making a Difference : The Value of Preceptorship Programs in Nursing Education. The Journal of Continuing Edication in Nursing .

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Udlis. (2006). Making a Difference : The Value of Preceptorship Programs in Nursing Education . The Journal of Continuing Education in Nursing .

(15)

15

Yonge, Myrick, & Haase. (2002). In C. N. Association, Achieving Excellence. Ottawa.

Referensi

Dokumen terkait

Perbaikan citra dengan menggunakan metode ekuilisasi histogram terbukti mampu untuk mendapatkan hasil secara optimal, meskipun untuk proses akhir masih dibutuhkan

Artinya: "Diharamkan kepada kamu berkahwin dengan (perempuan-perempuan yang berikut): ibu-ibu kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan saudara-saudara bapa kamu,

Dividen tunai akan dibagikan kepada pemegang saham perseroan pada 22 Juni 2017 dimana yang berhak atas dividen ini pemegang saham yang namanya tercatat hingga 6 Juni 2017..

Ketiga bangunan ini menggunakan kusen jenis kayu kamper samarinda oven dan akan di analisa nilai biaya pekerjaannya dengan kusen wood plastic composite, sehingga

Jika Anda ingin setiap teknik geometris Gann untuk bekerja, Anda harus skala grafik Anda berdasarkan pola overlay, yang itu sendiri didasarkan pada

Namun perkembangan pada periode 1990 – 1999 menjadi fungsi komersil sudah mulai muncul dalam kehidupan kesenian Dolalak khususnya Dolalak wanita, yaitu pada para

Produk-produk besi beton polos dengan spesifikasi di luar standard kualitas yang ditetapkan oleh PT.Growth Sumatra Industry dan dikategorikan jenis kecacatannya

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu pembuatan benda uji (test piece), pengujian dan analisis pengolahan data yang diperoleh dari pengujian diatas untuk