• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem

Perubahan terhadap lingkungan bisnis menimbulkan beberapa kebutuhan baru seperti kecepatan, ketepatan, integrasi proses, dan pengolahan data secara simultan dan dalam jumlah yang besar. Hal tersebut dapat dipenuhi apabila perusahaan menerapkan suatu sistem yang terkomputerisasi untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi perusahaan dan membantu dalam berbagai aktivitas dalam perusahaan.

Menurut Considine et al. (2012: 10), sistem merupakan sesuatu yang dapat menerima input, mengaplikasikan seperangkat peraturan atau proses terhadap input tersebut, dan menghasilkan output.

Menurut Williams dan Sawyer (2010: 492), sistem didefinisikan sebagai kumpulan komponen terkait yang berinteraksi untuk melakukan tugas dalam rangka untuk mencapai tujuan.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu kumpulan komponen yang dapat membantu perusahaan untuk menerima input, memproses input tersebut, dan menghasilkan output dalam rangka untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan informasi perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.1.2 Informasi

Informasi saat ini sudah menjadi sebuah komoditas yang sangat penting. Kemampuan untuk mengakses dan menyediakan informasi secara cepat dan akurat menjadi suatu hal yang sangat esensial bagi sebuah organisasi, baik yang berupa organisasi komersial (perusahaan), perguruan tinggi, lembaga pemerintahan, maupun individual (pribadi).

Menurut Rainer dan Cegielski (2011: 10), informasi mengacu pada data yang telah terorganisir sehingga mereka memiliki makna dan nilai bagi penerima.

Menurut Laudon dan Jane (2010: 46), informasi merupakan data yang telah disusun sedimikian rupa ke dalam suatu bentuk yang memiliki makna dan berguna bagi penerimanya.

(2)

Menurut Gelinas dan Dull (2010: 7), informasi merupakan data yang disajikan dalam bentuk yang dapat berguna dalam aktivitas pengambilan keputusan.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan sekumpulan data yang telah disusun dan diproses sehingga memiliki arti dan nilai tertentu bagi penerimanya dan berguna untuk aktivitas pengambilan keputusan.

2.1.3 Sistem Informasi

Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk bersaing di pasar. Kemampuan bersaing memerlukan strategi yang dapat memanfaatkan semua kekuatan dan peluang yang ada, serta menutupi kelemahan dan menetralisasi hambatan strategis dalam dinamika bisnis yang dihadapi. Semua itu dapat dilakukan apabila manajemen mampu melakukan pengambilan keputusan yang didasarkan pada informasi yang berkualitas. Informasi yang berkualitas akan terbentuk dari adanya sistem informasi (SI) yang dirancang dengan baik.

Menurut pendapat Gelinas dan Dull (2010: 12), sistem informasi merupakan suatu sistem yang diciptakan oleh manusia yang secara umum terdiri dari suatu kumpulan komponen-komponen berbasis komputer dan komponen-komponen manual yang terintegrasi dan dibentuk untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola data, dan menyediakan output informasi untuk pengguna.

Sedangkan menurut O’Brien (2011: 4), suatu sistem informasi dapat diatur berdasarkan kombinasi orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi di dalam organisasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan sistem terpadu berbasis komputer yang digunakan untuk menghasilkan informasi untuk kepentingan tertentu sehingga dapat menjadi senjata strategis bagi suatu perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing.

2.1.4 Kegunaan Sistem Informasi

Walaupun terdapat jumlah yang tidak terbatas dari aplikasi perangkat lunak, namun terdapat tiga alasan mendasar untuk semua aplikasi bisnis berbasis teknologi informasi. Tiga peran penting dari sistem informasi untuk perusahaan menurut O’Brien (2011: 8) adalah :

(3)

1. Mendukung proses bisnis dan operasi

Sebagian besar perusahaan menggunakan sistem informasi berbasis komputer untuk membantu karyawan mereka dalam mencatat pembelian dari pelanggan, melacak persediaan, memberikan gaji karyawan, membeli peralatan baru, dan mengevaluasi tren penjualan. Dimana, operasi perusahaan akan terhenti tanpa adanya dukungan dari sistem informasi.

2. Mendukung pengambilan keputusan oleh karyawan dan manajer

Sistem informasi harus dapat mendukung manajer dan profesional bisnis lainnya dalam membuat keputusan yang lebih baik. Sebagai contoh, keputusan mengenai jenis produk yang sebaiknya dijual atau ditarik dari peredaran serta jenis investasi apa yang diperlukan setelah dilakukannya analisis oleh sistem informasi berbasis komputer. Fungsi ini tidak hanya mendukung pembuatan keputusan oleh manajer, pembeli, dan sebagainya, namun juga membantu mereka dalam mencari cara untuk meningkatkan daya saing di pasar.

3. Mendukung strategi untuk persaingan bisnis

Untuk memperoleh keunggulan kompetitif dari pesaingnya, perusahaan membutuhkan aplikasi teknologi informasi yang inovatif. Dimana, sistem informasi yang strategis dapat membantu dalam menyediakan produk dan layanan yang dapat memberikan perusahaan keunggulan kompetitif atas pesaingnya.

2.2 Sistem Informasi Akuntansi 2.2.1 Akuntansi

Akuntansi merupakan sumber informasi mengenai sebuah perusahaan. Hal tersebut dikarenakan akuntansi memiliki fungsi sebagai suatu alat untuk menyampaikan dan mengkomunikasikan informasi keuangan dari sebuah entitas usaha yang melakukan aktivitas bisnis.

Menurut Stice (2010: 8), akuntansi merupakan suatu aktivitas jasa yang fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif terutama informasi keuangan, mengenai entitas-entitas ekonomi yang diharapkan akan berguna untuk membuat keputusan yang ekonomis dalam membuat keputusan yang masuk akal di antara berbagai alternatif-alternatif tindakan yang ada.

(4)

Menurut Reeve et al. (2012: 3), akuntansi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem informasi yang menyediakan laporan ke pengguna mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi dari suatu bisnis.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan dan mencatat data ekonomi dari aktivitas bisnis perusahaan untuk diproses dengan tujuan untuk menghasilkan suatu laporan yang dapat mencerminkan keadaan keuangan perusahaan yang akan berguna di dalam proses pengambilan keputusan untuk pihak-pihak yang berkepentingan.

2.2.2 Sistem Informasi Akuntansi

Secara umum, sistem informasi merupakan seluruh kumpulan komponen yang saling berkaitan, yang secara bersama-sama bekerja untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarkan data dengan tujuan untuk perencanaan, pengendalian, koordinasi, analisa, dan pembuatan keputusan. Disisi lain, Sistem Informasi Akuntansi (SIA) merupakan seluruh komponen yang saling berkaitan, yang dibentuk dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi, data mentah atau data yang bersifat umum dan merubahnya ke dalam data keuangan dengan tujuan untuk melaporkannya kepada pihak pengambil keputusan.

Menurut Fathinah dan Baridwan (2013) di dalam jurnal Determinat Minat Individu dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Penggunaan Sistem Informasi Berbasis Teknologi di Bank Syariah, Sistem Informasi Akuntansi (SIA) merupakan suatu sistem informasi yang mencakup seluruh kegiatan perusahaan dalam penyediaan informasi bagi para penggunanya dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Soudani (2012) di dalam jurnal The Usefulness of an Accounting Information System for Effective Organizational Performance, Sistem Informasi Akuntansi merupakan peralatan dimana jika digabungkan dengan bidang sistem informasi dan teknologi, dapat digunakan untuk membantu manajemen dan mengendalikan topik-topik yang berkaitan dengan area ekonomi–keuangan dari organisasi.

Menurut Gelinas dan Dull (2010: 14), Sistem Informasi Akuntansi merupakan sub sistem yang terspesialisasi dari sistem informasi dengan tujuan untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek keuangan dalam kegiatan bisnis.

(5)

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sistem informasi yang menggunakan berbagai sumber daya dan komponen lain untuk mengumpulkan serta mentransformasi data dari berbagai transaksi perusahaan menjadi suatu sistem informasi akuntansi dan keuangan yang akan berguna bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan.

2.2.3 Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Jones dan Rama (2009: 7), kegunaaan dari sistem informasi akuntansi antara lain sebagai berikut :

1. Membuat Laporan Eksternal

Perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan laporan-laporan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para investor, kreditur, dinas pajak, badan-badan pemerintah, dan sebagainya. Laporan-laporan ini mencakup laporan keuangan, SPT Pajak, dan laporan yang diperlukan oleh badan-badan pemerintah yang mengatur perusahaan dalam industri perbankan dan utilitas.

2. Medukung Aktivitas Rutin

Para manajer memerlukan suatu sistem informasi akuntansi untuk menangani aktivitas operasi rutin sepanjang siklus operasi perusahaan. Contohnya antara lain, menerima pesanan pelanggan, mengirimkan barang dan jasa, membuat faktur penagihan pelanggan, dan menagih kas ke pelanggan.

3. Mendukung Pengambilan Keputusan

Sistem informasi akuntansi juga diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan yang tidak rutin pada semua tingkat dari suatu organisasi. Contohnya antara lain, mengetahui produk-produk yang penjualannya bagus dan pelanggan mana yang paling banyak melakukan pembelian.

4. Perencanaan dan Pengendalian

Suatu sistem informasi akuntansi juga diperlukan untuk aktivitas perencanaan dan pengendalian. Informasi mengenai anggaran dan biaya standar disimpan oleh sistem informasi dan laporan dirancang untuk membandingkan angka anggaran dengan jumlah aktual.

(6)

5. Menerapkan Pengendalian Internal

Membangun pengendalian internal yang mencakup kebijakan-kebijakan, prosedur, dan sistem informasi ke dalam suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi untuk membantu dalam melindungi aset-aset perusahaan dari kerugian atau korupsi dan untuk memelihara keakuratan dari data keuangan.

2.2.4 Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Sajady et al. (2008) di dalam jurnal Evaluation of The Effectiveness of Accounting Information Systems, efektivitas dari sistem informasi akuntansi sangat bergantung pada persepsi dari pembuat keputusan mengenai kegunaan informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam operasi bisnis, pelaporan manajerial, penganggaran, dan pengendalian di dalam organisasi. Dalam arti lain, suatu sistem informasi akuntansi dapat dikatakan efektif apabila informasi yang dihasilkan dapat memberikan pengaruh yang potensial terhadap proses pembuatan keputusan.

Efektivitas dari suatu sistem informasi akuntansi dapat dianalisa berdasarkan tiga hal, yaitu :

1. Ruang Lingkup Informasi (Information Scope)

Ruang lingkup informasi dianggap sebagai informasi finansial dan non-finansial serta informasi internal dan eksternal yang berguna untuk membantu di dalam memprediksi kejadian di masa mendatang.

2. Ketepatan Waktu (Timeliness)

Kualitas dari ketepatan waktu berkaitan dengan kemampuan dari sistem informasi akuntansi untuk memenuhi kebutuhan informasi dengan menyediakan laporan yang sistematis kepada pengguna.

3. Agregasi (Aggregation)

Agregasi dari informasi dianggap sebagai sarana untuk mengumpulkan dan meringkas informasi dalam jangka waktu yang telah diberikan.

2.2.5 Komponen Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Romney dan Steinbart (2009: 28), sistem informasi akuntansi terdiri dari enam komponen, yaitu :

(7)

2. Prosedur dan instruksi, baik manual maupun otomatis, yang terlibat di dalam mengumpulkan, memproses, dan menyimpan data mengenai aktivitas organisasi. 3. Data tentang organisasi berserta proses bisnisnya.

4. Perangkat lunak yang digunakan untuk memproses data organisasi.

5. Infrastruktur teknologi informasi, termasuk komputer beserta alat disekelilingnya, dan alat jaringan komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan mengirimkan data serta informasi. 6. Pengendalian internal dan jaminan keamanan yang membantu untuk menjaga

keamanan data dalam sistem informasi akuntansi.

2.3 Siklus Pendapatan 2.3.1 Penjualan

Bagi setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa, dagang, maupun manufaktur, penjualan merupakan suatu aktivitas yang utama. Hal ini dikarenakan dari penjualan, perusahaan akan memperoleh uang masuk (cash inflow), yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan operasi dan kelangsungan hidup perusahaan. Dari penjualan pula sebagian besar pendapatan perusahaan akan diperoleh.

Menurut Reeve et al. (2012: 256), penjualan merupakan jumlah total yang dikenakan kepada pelanggan untuk barang dagangan yang dijual, termasuk penjualan tunai dan penjualan kredit.

Menurut Mulyadi (2010: 202), penjualan adalah suatu kegiatan yang terdiri dari transaksi penjualan barang dan jasa, baik secara kredit maupun tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Sedangkan dalam transaksi penjualan tunai, barang atau jasa baru akan diserahkan oleh perusahaan kepada pelanggan jika perusahaan telah menerima kas dari pelanggan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penjualan merupakan pertukaran yang terjadi di antara penjual dan pembeli yang dapat dibayarkan secara langsung atau dalam jangka waktu tertentu.

2.3.1.1 Penjualan Tunai

Menurut Mulyadi (2010: 455), sistem penjualan tunai merupakan sistem yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga terlebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli.

(8)

2.3.1.2 Penjualan Kredit

Menurut Mulyadi (2010: 210), penjualan kredit merupakan penjualan yang dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirim barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut.

2.3.2 Piutang Usaha

Piutang usaha timbul akibat adanya penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan. Piutang usaha bagi perusahaan merupakan klaim untuk memperoleh pendapatan dari penjualan produk atau penyerahan jasa yang dilakukan oleh perusahaan dari entitas lain.

Menurut Kieso et al. (2010: 323), piutang adalah klaim yang diadakan terhadap pelanggan dan lainnya untuk uang, barang, atau jasa. Untuk tujuan laporan keuangan, perusahaan mengklasifikasikan piutang menjadi piutang jangka pendek dan piutang tidak lancar (jangka panjang).

Sedangkan Warren et al. (2009: 398) mendefinisikan piutang sebagai semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak atau organisasi lainnya. Piutang biasanya memiliki bagian yang signifikan dari total aktiva lancar perusahaan. Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang dagang atau jasa secara kredit. Piutang usaha (account receivable) sejenis ini pada umumnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan sejumlah terutang dan merupakan klaim kepada pelanggan atau pihak lain terhadap sejumlah uang atas barang yang dijual atau jasa yang telah diberikan.

2.3.3 Penerimaan Kas

Transaksi penerimaan kas adalah transaksi keuangan yang menyebabkan aset perusahaan berupa kas atau setara kas untuk bertambah. Penerimaan kas dapat berasal dari berbagai macam sumber, seperti pendapatan jasa, penagihan piutang, penerimaan bunga investasi, penjualan aktiva, pinjaman dari bank maupun dari wesel, modal baru, dan berbagai sumber lainnya.

Menurut Kieso et al. (2010: 320), kas merupakan aktiva yang paling likuid, digunakan sebagai media yang standar untuk pertukaran serta dasar untuk pengukuran dan akuntansi bagi item yang lainnya. Pada umumnya, kas

(9)

diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Kas terdiri dari koin, mata uang, dan dana deposit pada bank. Kas dan setara kas dapat diartikan bersifat jangka pendek, investasi dengan tingkat likuiditas yang tinggi, siap diubah menjadi sejumlah kas yang diketahui jumlahnya, dan sangat dekat dengan maturitas mereka yang merepresentasikan resiko tidak signifikan dari perubahan tingkat suku bunga.

Lebih lanjut lagi, menurut Romney dan Steinbart (2009: 371), penerimaan kas merupakan suatu aktivitas terakhir dalam siklus pendapatan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan kas merupakan kas yang diterima oleh perusahaan, baik yang berupa uang tunai maupun surat-surat berharga yang memiliki sifat yang dapat segera digunakan, yang berasal dari transaksi perusahaan, baik itu dari penjualan tunai, pelunasan piutang, atau transaksi lainnya yang dapat menambah kas perusahaan.

2.3.4 Siklus Pendapatan

Siklus pendapatan merupakan pusat dari kemampuan organisasi untuk menghasilkan kas, yang meliputi penjualan produk kepada pelanggan dan secepat mungkin merubah penjualan tersebut menjadi penerimaan kas.

Siklus pendapatan menurut Jones dan Rama (2009: 23) mengacu pada proses untuk menyediakan barang dan jasa kepada para pelanggan.

Sedangkan siklus pendapatan menurut Hall (2011: 146) adalah perusahaan menjual barangnya ke pelanggan melalui siklus pendapatan, yang meliputi proses penerimaan kas dari penjualan, penjualan kredit, dan penerimaan kas dari penagihan piutang. Siklus pendapatan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Prosedur Order Penjualan

Ada beberapa tahapan dalam proses order penjualan, yaitu menerima order, memeriksa kredit, mengambil barang, mengirimkan barang, dan menagih pelanggan. Pengiriman barang menandakan selesainya sebuah proses transaksi dan menjadi tahap dimana akan dilakukannya penagihan kepada pelanggan. 2. Prosedur retur penjualan

Perusahaan harus memperkirakan berapa persen dari penjualannya yang akan diretur oleh pelanggan. Kejadian ini dapat terjadi karena perusahaan salah mengirim barang ke pelanggan, barang cacat atau rusak, barang rusak ketika proses pengiriman, atau pelanggan menolak menerima barang karena prosesnya terlambat.

(10)

3. Prosedur Penerimaan Kas

Dalam prosedur order penjualan terdapat dua jenis transaksi, yaitu transaksi tunai dan transaksi kredit. Transaksi tunai menyebabkan pemasukan kas sedangkan transaksi kredit menyebabkan pembentukan piutang. Untuk transaksi kredit, pembayaran akan dilakukan dikemudian hari dengan waktu dan perjanjian yang sudah ditentukan sebelumnya. Prosedur penerimaan kas terjadi disini, mencakup menerima dan mengamankan kas, menyimpan kas di bank, mencocokkan pembayaran dengan pelanggan, dan menyesuaikan dengan akun yang benar saat pembukuan.

2.3.5 Dokumen-Dokumen pada Siklus Pendapatan

Menurut Considine et al. (2012: 399-400), terdapat beberapa dokumen yang digunakan dalam siklus pendapatan, antara lain sebagai berikut :

1. Customer Order

Formulir yang memungkinkan pelanggan untuk melakukan pemesanan barang ke perusahaan. Formulir ini dapat berupa formulir purchase order pelanggan yang disiapkan oleh pelanggan atau formulir customer order yang disiapkan oleh penjual di unit penjualan.

2. Order Acknowledgement

Salinan dari pesanan pelanggan yang dikirim ke pelanggan, sebagai pengakuan atas pesanan pelanggan. Pengakuan pesanan pelanggan ini biasanya disiapkan oleh penjual setelah menerima formulir customer order atau formulir purchase order.

3. Credit Application

Formulir yang disiapkan untuk pelanggan baru yang ingin mengajukan kredit. Formulir ini menunjukkan posisi keuangan pelanggan dan kemampuan pelanggan untuk membayar kembali utangnya.

4. Sales Order

Dokumen formal yang disusun berdasarkan formulir customer order. Dokumen ini akan dibuat ke dalam beberapa salinan yang akan digunakan untuk mengajukan pengiriman dan menerima pembayaran dari pelanggan. Formulir Sales Order disiapkan oleh penjual di unit penjualan.

(11)

5. Goods Packing Slip

Dokumen yang dihasilkan oleh petugas pengiriman di unit logistik dan dilampirkan bersamaan dengan barang yang akan dikirimkan ke pelanggan. 6. Bill of Lading

Dokumen yang disiapkan untuk petugas pengirim atau kurir mengirimkan barang ke pelanggan. Dokumen ini disiapkan oleh petugas pengiriman di unit logistik. 7. Shipping Notice

Dokumen yang berisi informasi mengenai barang yang dibeli oleh pelanggan dan kuantitas barang yang dikirim ke pelanggan. Dokumen ini disiapkan oleh petugas pengiriman. Namun, pada beberapa perusahaan, terkadang salinan dari formulir sales order digunakan sebagai shipping notice.

8. Sales Invoice

Dokumen ini dikirimkan ke pelanggan terkait dengan barang yang telah dibeli dan berisi total dari penjualan. Dokumen ini disiapkan oleh petugas penagihan di unit keuangan.

9. Remittance Advice

Dokumen yang menunjukkan penerimaan kas dari pelanggan. Dokumen ini dibuat oleh petugas keuangan atau akuntansi dan dilampirkan sebagai faktur penjualan.

10.Customer Service Log

Dokumen yang digunakan oleh petugas layanan pelanggan di unit pemasaran untuk mencatat berbagai pertanyaan dari pelanggan dan tindakan yang perlu dilakukan (jika ada) untuk memenuhi permintaan pelanggan atau mengatasi masalah yang dihadapi oleh pelanggan.

2.4 Persediaan

Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu dan sumber daya perusahaan yang disimpan sebagai antisipasi terhadap pemenuhan permintaan. Sehingga, persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara berkelanjutan diperoleh, diproduksi, atau dijual.

Menurut Kieso et al. (2010: 382), persediaan adalah aset yang ada di perusahaan untuk dijual dalam kegiatan bisnis usaha normal perusahaan atau bahan yang akan digunakan atau dikonsumsi untuk memproduksi barang yang akan dijual.

(12)

Menurut Assauri (2008: 237), persediaan merupakan sejumlah bahan, parts yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan pelanggan setiap waktu.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan seluruh barang yang dimiliki oleh perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode operasi normal, termasuk juga bahan baku (barang yang digunakan untuk proses produksi), barang dalam proses (barang yang masih dalam proses produksi), serta produk jadi (barang yang siap untuk dijual).

2.5 Perusahaan Pengembang (Developer)

Perkembangan otonomi daerah ditandai dengan banyaknya pembangunan di suatu wilayah atau daerah, yang merupakan wujud dari kemajuan perekonomian. Perusahaan Pengembang (Developer) merupakan salah satu pihak yang melaksanakan suatu proses pembangunan, yang memiliki kemampuan dalam merancang pembangunan sebuah proyek.

Menurut Mulya dan Japarianto (2014: 2) di dalam jurnal Analisa Persepsi Pelanggan terhadap Kinerja Agen Properti dan Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan di Surabaya, Developer mengacu pada kepada pihak yang melakukan pengolahan atas sebidang tanah dan memanfaatkan tanah tersebut. Hal tersebut tidak terbatas pada permukaan tanahnya saja, tetapi juga meliputi bagian bawah dan sebagian tanah tersebut. Dimana, developer dapat dimiliki oleh perorangan, namun umumnya merupakan kerja sama atau koorporasi.

Sedangkan menurut Satria (2013: 8), developer adalah seseorang yang membuka lahan atau tanah untuk pembangunan tempat tinggal (hunian), apartemen, kondominium, hotel, mal, ruko, rukan, ataupun gedung perkantoran melalui kerja sama dengan kontraktor (pelaksana pembangunan).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perusahaan pengembang (developer) merupakan kunci dalam pengembangan proyek konstruksi pembangunan, yang memprakarsai proses pembangunan, menggunakan jasa konsultan untuk membantu dalam menentukan kelayakan proyek, menyediakan dana dan mencari sumber pembiayaan, menandatangani kontrak, mengurus perizinan, memiliki tanggung jawab akhir akan desain seluruh bangunan, serta pemilihan konstruksi, dan bahkan tentang aturan kepemilikan, penyewaan, dan pengelolaan fasilitas.

(13)

2.6 Pajak Penjualan Properti

Menurut Herutomo (2010: 102-103), terdapat beberapa pajak yang harus dibayarkan atau diketahui sebelum membeli properti, antara lain sebagai berikut : 1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak ini hanya dikenakan satu kali saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Besarnya pajak adalah 10% dari nilai transaksi. Properti yang dipungut PPN adalah properti yang bernilai di atas 36 juta. Jika membeli properti dari developer, pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Tetapi jika membeli dari perorangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi, selambat-lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya.

2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pribadi atau badan. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP), yang diperoleh dari Nilai Transaksi dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya nilai NPOPTKP berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, sesuai dengan peraturan pemerintah.

3. Bea Balik Nama (BBN)

BBN dikenakan untuk proses balik nama sertifikat properti dalam transaksi dari penjual ke pembeli. Umumnya untuk properti yang dibeli melalui developer, BBN diurus oleh developer dan pembeli tinggal membayarnya. Namun, apabila properti dibeli dari perorangan, proses balik nama akan diurus sendiri. Besarnya biaya BBN adalah 2% dari Nilai Transaksi.

2.7 Kredit

Kredit di dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan yang mendapatkan bantuan dari bank, kredit merupakan sumber dana. Bahkan kredit dapat dikatakan sebagai sumber dana pembangunan, karena kredit merupakan sumber dana bagi berbagai lapisan masyarakat, yang secara makro merupakan unsur dalam pembangunan ekonomi suatu negara.

(14)

Menurut Supramono (2009: 152), kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang artinya “percaya”. Dengan kata lain, kredit dapat diartikan sebagai kepercayaan yang diberikan oleh debitur (orang yang meminjam uang) kepada kreditur (orang yang memberikan pinjaman uang) untuk memberikan sejumlah pinjaman uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengenai jumlah dan waktu pengembalian utang pada waktu yang telah ditentukan.

Menurut Kasmir (2008: 92), kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, seperti bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian, adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan penyediaan uang berdasarkan ketentuan atau perjanjian tertentu yang telah disepakati oleh pihak yang memberikan pinjaman (kreditur) dengan pihak yang meminjam (debitur), yang mewajibkan pihak peminjam untuk membayar utangnya pada jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2.7.1 Unsur-unsur Kredit

Unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2008: 94-95) adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang, atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu pada masa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh pemberi kredit, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan mengenai penerima kredit, baik secara interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan mengenai kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

2. Kesepakatan

Kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, dimana jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka

(15)

waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

4. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet dalam pemberian kredit. Semakin panjangnya jangka waktu suatu kredit maka akan semakin besar resikonya dan demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan dari pemberi kredit, baik resiko yang disengaja oleh penerima kredit yang lalai, maupun oleh resiko yang tidak disengaja.

5. Balas Jasa

Keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa yang dikenal dengan bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan dari pemberi kredit.

2.7.2 Tujuan dan Fungsi Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut Kasmir (2008: 95-98), tujuan dari pemberian kredit antara lain :

1. Mencari Keuntungan

Untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh pemberi kredit sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada penerima kredit.

2. Membantu Usaha Nasabah

Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik itu dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak pemohon kredit akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu Pemerintah

Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak pemberi kredit, maka akan semakin baik, karena hal tersebut berarti adanya peningkatan terhadap pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan tersebut antara lain : a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh penerima dan pemberi

kredit.

b. Membuka kesempatan kerja. Dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat mempekerjakan tenaga kerja yang masih pengangguran.

(16)

c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.

d. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang jelas akan dapat menghemat devisa negara.

e. Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor.

Kemudian, disamping tujuan diatas, menurut Kasmir (2008: 97), suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, maksudnya adalah jika uang hanya disimpan saja, maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut, maka akan menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini, uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna atau bermanfaat.

4. Untuk meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit juga dapat meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Pemberian kredit dapat meningkatkan stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan, maka akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian, kredit juga dapat membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

(17)

6. Untuk meningkatkan kegairahan dalam berusaha

Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan dalam berusaha, karena dengan adanya penerimaan kredit maka penerima kredit dapat meningkatkan usahanya, meningkatkan produktivitas, dan pada akhirnya akan meningkatkan laba.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal peningkatan pendapatan. Jika suatu kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dengan adanya pinjaman internasional, dapat meningkatkan hubungan saling membutuhkan antara penerima kredit dengan pemberi kredit. Dimana, pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.

2.7.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka kreditur harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut akan diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan.

Menurut Kasmir (2008: 104-105), pemberian kredit kepada individu atau perusahaan harus mempertimbangkan beberapa kriteria penilaian yang dilakukan melalui analisis 5C. Adapun penjelasan untuk analisis pemberian kredit dengan 5C adalah sebagai berikut :

1. Character

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang calon debitur, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi, dan status sosial. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” untuk membayar.

2. Capacity

Untuk melihat calon debitur dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami mengenai ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini.

(18)

Pada akhirnya, akan terlihat “kemampuan” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Capital

Untuk melihat apakah penggunaan modal sudah efektif, maka dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan pengukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari mana saja sumber modal yang ada saat ini.

4. Collateral

Jaminan yang diberikan oleh calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Selain itu, jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah maka jaminan yang dititipkan dapat dipergunakan secepat mungkin.

5. Condition

Dalam menilai kredit, hendaknya juga menilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai dengan sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah akan relatif kecil.

2.7.4 Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan produk pembiayaan yang diberikan kepada pembeli rumah dengan skema pembiayaan sampai dengan 90% dari harga rumah. Hingga saat ini, KPR di Indonesia masih disediakan oleh perbankan, meskipun sudah terdapat beberapa perusahaan pembiayaan (leasing) yang juga menyalurkan pembiayaan dari lembaga sekunder pembiayaan perumahan atau fasilitas yang diberikan pihak bank agar seseorang bisa memiliki rumah atau kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan berupa rumah.

Menurut Amir (2012: 30), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah yang akan membeli atau merenovasi rumah.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan salah satu bentuk fasilitas kredit yang ditujukan langsung kepada konsumen yang memerlukan kebutuhan di bidang papan, baik untuk kepentingan pribadi maupun keluarga atau rumah tangga, akan tetapi tidak ditujukan untuk yang

(19)

bersifat komersial serta tidak memiliki pertambahan nilai barang dan jasa di masyarakat.

2.7.5 Tipe-tipe Kredit Pemilikan Rumah

Menurut Amir (2012: 30), terdapat dua jenis Kredit Pemilikan Rumah di Indonesia, antara lain :

1. Kredit Pemilikan Rumah Subsidi

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi adalah suatu kredit yang diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan atau perbaikan rumah yang akan dimiliki atau telah ditempati. Bentuk subsidi yang diberikan berupa subsidi meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan atau perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh pemerintah, sehingga tidak setiap masyarakat yang mengajukan kredit dapat diberikan fasilitas ini. Secara umum, batasan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memberikan subsidi adalah penghasilan pemohon dan maksimum kredit yang diberikan.

2. Kredit Pemilikan Rumah Nonsubsidi

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Nonsubsidi adalah suatu kredit yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR ini ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan.

2.7.6 Syarat Permohonan Kredit Pemilikan Rumah

Menurut Sutanto (2013: 46), terdapat beberapa syarat-syarat yang perlu disiapkan untuk pengajuan KPR, antara lain:

1. Mengisi formulir KPR dengan lengkap. 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP). 3. Fotokopi Kartu Keluarga (KK).

4. Jika sudah menikah menyertakan Surat Nikah atau jika cerai menyertakan Surat Cerai.

5. Menyertakan surat keterangan Warga Negara Indonesia (WNI) bagi pemohon keturunan.

6. Rekening tabungan atau catatan rekening bank untuk tiga bulan terakhir. 7. Slip gaji asli tiga bulan terakhir.

(20)

8. Surat keterangan bekerja dari perusahaan.

9. Surat-surat atau dokumen kepemilikan agunan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangunan (HGB), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

10.Untuk kredit lebih dari 100 juta, menyertakan Nomor Wajib Pajak Pribadi (NPWP) atau SPT PPh 21.

2.7.7 Mekanisme Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah

Menurut Sutanto (2013: 47), langkah-langkah pengajuan KPR adalah sebagai berikut :

1. Langkah pertama adalah menentukan rumah yang akan dibeli. Setelah yakin dengan rumah tersebut, maka selanjutnya mencari bank dengan reputasi yang baik dan mencari informasi mengenai pengajuan KPR pada bank tersebut.

2. Selanjutnya, pihak bank akan mengadakan wawancara mengenai latar belakang memilih KPR dan kemampuan pemohon dalam memenuhi cicilan pembayaran setelah persyaratan tersebut dipenuhi oleh pemohon.

3. Setelah lolos dari proses tersebut, selanjutnya adalah menemui notaris untuk menandatangani akad kredit dan mengurus sertifikat.

4. Langkah terakhir adalah penyelesaian dengan pihak bank yang melibatkan penyerahan rumah atau kunci, dimana sertifikat rumah tersebut akan disimpan oleh pihak bank hingga kredit dilunasi.

2.8 Sistem Pengendalian Internal 2.8.1 Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan suatu bagian yang penting dari struktur tata kelola perusahaan. Dimana, pengendalian internal berfungsi untuk menempatkan sistem dan prosedur yang diperlukan untuk dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sistem pengendalian internal merupakan suatu bagian dari tata kelola karena memiliki peran utama untuk mengelola beragam resiko yang dihadapi oleh perusahaan dan bekerja menuju pencapaian tujuan perusahaan.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Considine et al. (2012: 305), yang menyatakan bahwa pengendalian internal merupakan suatu pengukuran yang digunakan oleh perusahaan untuk membantu di dalam mencapai tujuan adanya

(21)

operasi yang efisien, pelaporan yang dapat diandalkan, dan ketaatan dengan hukum yang berlaku.

Pengendalian internal menurut Jones dan Rama (2009: 132), adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personel lainnya, yang dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan terkait dengan pencapaian sasaran kategori berikut : efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu aktivitas tata kelola perusahaan yang digunakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya untuk membantu di dalam mencapai tujuan perusahaan, yaitu adanya efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap hukum yang berlaku.

2.8.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Menurut Romney dan Steinbart (2009: 227), berdasarkan Committee of Sponsoring Organizations (COSO), tujuan dari sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Strategis, yaitu tujuan yang selaras dan mendukung misi perusahaan. 2. Tujuan Operasi, yaitu tujuan yang menghasilkan efektivitas dan efisiensi dari

operasi perusahaan.

3. Tujuan Laporan, yaitu tujuan yang membantu perusahaan dalam memberikan laporan internal dan eksternal perusahaan yang akurat, lengkap dan nyata, baik itu finansial maupun non-finansial.

4. Tujuan Pemenuhan, yaitu tujuan yang memenuhi hukum dan peraturan yang telah ditetapkan.

2.8.3 Komponen Sistem Pengendalian Internal

Komponen pengendalian internal menurut Jones dan Rama (2009: 134) dijelaskan bahwa COSO mengidentifikasi lima komponen pengendalian internal yang saling berkaitan :

1. Lingkungan Pengendalian mengacu pada faktor-faktor umum yang menetapkan sifat organisasi dan mempengaruhi kesadaran karyawannya terhadap pengendalian yang meliputi bagaimana cara manajemen memberikan wewenang dan tanggung jawab.

(22)

2. Penentuan Risiko adalah identifikasi dan analisis risiko yang mengganggu pencapaian sasaran pengendalian internal.

3. Aktivitas Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk menghadapi risiko, meliputi analisis kinerja, pemisahan tugas, pengendalian aplikasi, dan pengendalian umum.

4. Informasi dan Komunikasi. Sistem informasi merupakan kumpulan prosedur yang digunakan untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian pada proses entitas. Komunikasi meliputi penyediaan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab individu.

5. Pengawasan. Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa organisasi berfungsi sebagaimana dimaksudkan.

2.9 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek

Dalam suatu pengembangan sistem diperlukan panduan dalam mengembangkan sistem dengan memerlukan metode tertentu, dimana metode pengembangan sistem tersebut menurut Satzinger et al. (2005: 47) merupakan suatu acuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, diantaranya termasuk models, tools, dan teknik-teknik tertentu lainnya. Definisi models dalam hal ini adalah perumpamaan dari suatu aspek yang ada di dalam dunia nyata, sedangkan tools merupakan perangkat lunak pendukung dalam pembuatan model atau komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu proyek.

2.9.1 Unified Modelling Language (UML)

Menurut Satzinger et al. (2005: 48), UML adalah seperangkat set standar pembuatan model dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan yang menggunakan konsep berorientasi objek. Model yang dicakup di dalam metode pengembangan sistem adalah representasi dari input, output, proses, data, objek, interaksi antar objek, lokasi, jaringan, dan peralatan.

2.9.2 Unified Process (UP)

Salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan sistem adalah Unified Process (UP). Menurut Satzinger et al. (2005: 50), Unified Process (UP) merupakan sebuah metodologi pengembangan sistem yang berorientasi objek, yang

(23)

awalnya dikembangkan oleh Grady Booch, James Rumbaugh, dan Ivar Jacobson. Saat ini, metode ini menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk pengembangan sistem berorientasi objek.

Gambar 2. 1 UP Discipline Sumber: Satzinger et al. (2005: 264)

2.9.3 Object-Oriented Analysis (OOA)

Menurut Satzinger et al. (2005: 60), Object-Oriented Analysis mendefinisikan semua jenis objek yang diperlukan oleh pengguna untuk melakukan suatu pekerjaan dalam suatu sistem dan menunjukkan interaksi pengguna yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Gambar 2. 2 Activities of the Requirement Discipline Sumber : Satzinger et al. (2005: 127)

Menurut Satzinger et al. (2005: 127), proses atau aktivitas pada Object-Oriented Analysis adalah sebagai berikut :

1. Gather Detail Information

Analis perlu untuk berkomunikasi dengan user yang akan menggunakan sistem yang baru atau yang sudah menggunakan sistem yang sama, dan kemudian analis

(24)

harus membaca semua informasi yang tersedia mengenai sistem yang sudah ada. Selain itu, analis juga harus mengumpulkan informasi teknis, dimana mereka harus memahami sistem yang sudah ada dengan mengidentifikasi dan memahami aktivitas dari pengguna yang ada, mengidentifikasi lokasi pekerjaan saat ini dan di masa mendatang, dan mengidentifikasi semua antarmuka sistem dengan sistem yang lain, baik itu dari dalam maupun luar perusahaan. Disamping itu, analis harus mengidentifikasi paket perangkat lunak yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sistem.

2. Define Requirements

Ketika semua informasi yang dibutuhkan telah dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mendokumentasikannya. Sebagian besar dari informasi tersebut menjelaskan mengenai kebutuhan fungsional, yaitu mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh sistem. Sebagian informasi lainnya menjelaskan mengenai kebutuhan non-fungsional – seperti fakta mengenai kinerja sistem yang diperlukan atau jumlah transaksi yang diharapkan. Untuk dapat mendefinisikan kebutuhan fungsional dari sistem, melibatkan pembuatan beragam jenis models yang berbeda untuk dapat membantu mendokumentasikan dan mengkomunikasikan mengenai kebutuhan sistem.

3. Prioritize Requirements

Apabila semua kebutuhan sistem telah dipahami dengan jelas dan model yang detail mengenai kebutuhan sistem telah selesai dikembangkan, maka sangat penting untuk menetapkan kebutuhan fungsional dan non-fungsional yang sangat penting untuk sistem. Terkadang, user cenderung meminta fungsi tambahan yang sebenarnya tidak penting untuk sistem, dimana permintaan tersebut dapat terhambat karenanya adanya kelangkaan dalam sumber daya. Oleh karena itu, analis harus mengetahui kebutuhan sistem yang benar-benar diperlukan dengan membuat prioritas yang akan berfungsi sebagai penawar untuk scope creep. Scope creep merupakan kecenderungan dari daftar fungsi untuk terus tumbuh. 4. Develop User Interface Dialogs

Terkadang, user cenderung memiliki ketidakpastian terhadap beragam aspek dari kebutuhan sistem. Models seperti use case, activity diagram, dan interaction diagrams dapat dikembangkan berdasarkan input dari user, namun sering kali sangat sulit bagi user untuk menafsirkan dan memvalidasi models yang abstrak tersebut. Sebaliknya, validasi user interface sangat lebih sederhana dan dipercaya

(25)

karena memungkinkan user untuk dapat melihat dan merasakan sistem secara langsung. Oleh karena itu, pengembangan user interface dialog merupakan suatu metode yang baik untuk memunculkan dan mendokumentasikan kebutuhan.

5. Evaluate Requirements With User

Analis biasanya menggunakan proses iteratif, dimana mereka memperoleh input dari user, lalu bekerja dengan model requirements, kembali ke user untuk mengidentifikasi apakah ada input atau validasi tambahan, dan kemudian memasukkan input baru tersebut dan memperbaiki model.

2.9.4 Object-Oriented Design (OOD)

Menurut Satzinger et al. (2005: 60), Object-Oriented Design mendefinisikan semua jenis objek tambahan yang diperlukan untuk menjadi penghubung antara manusia dengan perangkat dalam sistem, yang menunjukkan bagaimana objek tersebut berinteraksi untuk menyelesaikan tugas dan menyempurnakan definisi dari setiap jenis objek sehingga dapat diimplementasikan dengan suatu bahasa atau lingkungan yang spesifik.

Gambar 2. 3 Activities in the Design Discipline Sumber : Satzinger et al (2005: 264)

Menurut Satzinger et al. (2005: 264), proses atau aktivitas pada Object-Oriented Design adalah sebagai berikut :

1. Design the Software Architecture

Software Architecture mengacu pada “gambaran besar” aspek struktural dari sistem informasi. Dua hal yang paling penting dari aspek tersebut adalah pembagian perangkat lunak ke dalam classes dan distribusi classes tersebut pada lokasi pemrosesan dan komputer yang spesifik. Aktivitas pendefinisian

(26)

kebutuhan akan menghasilkan domain model class diagram yang mendeskripsikan semua data dan objek yang dimanipulasi oleh perangkat lunak. Selanjutnya, architectural design akan memperluas class diagram tersebut untuk menghasilkan suatu desain class diagram yang menambahkan detail-detail desain seperti visibility dari atribut data dan metode yang dibutuhkan. Ketika mendesain software architecture, analis akan menentukan dimana classes dan objek akan di eksekusi, apakah mereka akan didistribusikan pada lokasi yang berbeda-beda, bagaimana cara mereka akan berkomunikasi, dan bahasa pemograman apa yang akan digunakan.

2. Design Use case Realizations

Use case realizations didefinisikan sebagai desain perangkat lunak yang mengimplementasikan setiap use case. Desain dari use case realizations berbeda dengan architectural design dalam beberapa cara, meliputi tingkat dari detail, jumlah iterations, dan fokus terhadap interaksi user interface dengan objek. Ketika mendesain use case realizations, analis akan fokus terhadap interaksi antar class yang dibutuhkan untuk mendukung suatu use case tertentu dan interaksi antar perangkat lunak, user, dan sistem eksternal. Detail interkasi yang mungkin telah diabaikan pada architectural design harus dispesifikasikan dengan jelas pada use case realizations.

3. Design the Database

Model fisik database dibuat berdasarkan class diagram, dimana biasanya model fisik tersebut menggambarkan suatu relational database yang terdiri dari puluhan bahkan ratusan tabel. Analis harus mempertimbangkan beragam isu-isu teknis ketika mendesain database. Sebagian besar dari kebutuhan teknis tersebut merupakan kebutuhan terhadap kinerja (seperti waktu respon). Dimana, pekerjaan desain akan melibatkan penyesuaian terhadap kinerja untuk memastikan bahwa sistem bekerja dengan cepat. Salah satu aspek utama lainnya dalam mendesain database adalah memastikan bahwa database yang baru akan terintegrasi dengan baik dengan database yang sudah ada.

4. Design the System and User Interfaces

Dalam mendesain sistem, sistem harus dapat berinteraksi dengan user internal maupun user eksternal. Bagi sebagian besar user, interface merupakan suatu graphical user interface (GUI) dengan windows, kotak dialog, dan interaksi mouse, serta dapat dilengkapi dengan suara, video, dan perintah suara.

(27)

Kemampuan dan kebutuhan dari user sangat beragam, dimana setiap user berinteraksi dengan sistem dalam cara yang berbeda-beda. Selain itu, pendekatan yang berbeda terhadap interface juga mungkin diperlukan untuk bagian yang berbeda-beda pada sistem. Oleh karena itu, analis perlu untuk mempertimbangkan berbagai interface yang beragam untuk user. Dikarenakan sistem informasi menjadi semakin interaktif dan mudah untuk di akses, maka user interface menjadi suatu bagian besar pada sistem yang harus dipertimbangkan selama proses pengembangan.

5. Design the System Security and Controls

Suatu aktivitas untuk memastikan bahwa sistem memiliki keamanan yang memadai untuk melindungi data dari pengaksesan yang tidak sah serta kerugian.

2.9.5 Analisis Sistem Informasi 2.9.5.1 Activity Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 144), Activity Diagram merupakan diagram alur yang digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan user, pihak yang melakukan setiap kegiatan, dan aliran yang berurutan dari aktivitas tersebut.

Gambar 2. 4 Contoh Activity Diagram Sumber : Satzinger et al. (2005: 145)

2.9.5.2 Event Table

Menurut Satzinger et al. (2005: 174), Event Table merupakan katalog use case yang mengurutkan event dalam bentuk baris dan bagian kunci dari informasi

(28)

mengenai event tersebut dalam kolom. Event table mendeskripsikan kegiatan dari proses bisnis berjalan dalam bentuk tabel.

Gambar 2. 5 Informasi tentang masing-masing event dan menghasilkan use case dari Event Table Sumber : Satzinger et al. (2005: 175)

2.9.5.3 Use Case Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 52), Use Case Diagram merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sistem, yang pada umumnya merupakan tanggapan terhadap permintaan user. Setiap use case akan didefinisikan dengan detail untuk dapat menentukan kebutuhan fungsional dari sistem.

Gambar 2. 6 A Simple Use Case with an Actor Sumber : Satzinger et al. (2005: 215)

2.9.5.4 Use Case Description

Menurut Satzinger et al. (2005: 220-223), Use Case Description digunakan untuk menjelaskan secara lebih detail mengenai proses dari suatu use case. Dimana, use case description mempunyai tiga level detail, antara lain :

(29)

1. Brief Description

Suatu brief description dapat digunakan untuk use case yang sederhana, terutama ketika sistem yang dikembangkan berskala kecil. Suatu use case yang sederhana pada umumnya hanya memiliki satu skenario dan sedikit kondisi pengecualian. Suatu brief description yang digabungkan dengan activity diagram akan menggambarkan suatu use case yang sederhana.

Gambar 2. 7 Brief Description of Create New Order Use Case Sumber : Satzinger et al. (2005: 221)

2. Intermediate Description

Perluasan dari brief description dengan menambahkan internal flow dari semua aktivitas untuk use case. Jika terdapat beberapa skenario, maka setiap arus dari kegiatan akan dideskripsikan secara individual. Kondisi pengecualian juga dapat didokumentasikan jika dibutuhkan.

Gambar 2. 8 Intermediate Description of Telephone Order Scenario for Create New Order Use Case Sumber : Satzinger et al. (2005: 221)

(30)

3. Fully Developed Description

Perluasan dari intermediate description, merupakan metode yang paling formal untuk mendokumentasikan suatu use case dan digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih rinci. Dengan membuat suatu fully developed use case description, maka dapat meningkatkan kemungkinan pemahaman mengenai proses bisnis dan bagaimana sistem harus mendukungnya.

Gambar 2. 9 Fully Developed Description of Telephone Order Scenario for Create New Order Scenario

Sumber : Satzinger et al. (2005: 222)

2.9.5.5 Domain Model Class Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 184), Domain Model Class Diagram merupakan suatu UML Class Diagram yang menunjukkan hal-hal penting yang berkaitan dengan pekerjaan user, yaitu mengenai problem domain classes, hubungannya, dan atributnya. Domain Model Class Diagram memiliki beberapa bagian, yaitu :

1. Object merupakan nama atau entitas dari setiap class yang ada.

2. Attribute merupakan semua object yang ada di dalam class yang mempunyai nilai pada setiap class tersebut.

(31)

3. Methods/Behavior merupakan segala kegiatan yang dilakukan oleh object.

Gambar 2. 10 Objects Encapsulate Attributes and Methods Sumber : Satzinger et al. (2005: 184)

4. Kunci Class Diagram

a. General Class Symbol : bentu persegi yang terdiri dari tiga bagian, yaitu name, attribute, dan behavior.

b. Methods/Behavior tidak ditampilkan di domain model class diagram.

c. Garis yang menghubungkan empat persegi panjang menunjukkan association.

d. Multiplicity tercermin di atas garis yang menghubungkan. 5. Notasi Class Diagram

a. Association

Association merupakan hubungan antara entity/class, berlaku dua arah.

Gambar 2. 11 An Expanded Domain Model Class Diagram Showing Attributes Sumber : Satzinger et al. (2005: 187)

(32)

b. Generalization

Generalization merupakan hubungan class yang menyatakan turunan dari class induknya.

Gambar 2. 12 A Generalization/Specialization Hierarchy Notation for Motor Vehicles Sumber : Satzinger et al. (2005: 190)

c. Aggregation

Aggregation merupakan hubungan yang menyatakan bagian (“terdiri atas”).

Gambar 2. 13 Whole-part (Aggregation) Associations Between A Computer and Its Parts Sumber : Satzinger et al. (2005: 192)

(33)

2.9.5.6 Statechart Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 237), Statechart Diagram merupakan suatu diagram yang menggambarkan alur kehidupan sebuah object dalam kondisi tertentu atau saat transisi.

Gambar 2. 14 Simple Statechart for a Printer Sumber : Satzinger et al. (2005: 237)

2.9.5.7 System Sequence Diagram

System Sequence Diagram menurut Satzinger et al. (2005: 213) adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan pesan antara aktor eksternal dengan sistem dari suatu use case atau skenario.

Gambar 2. 15 Contoh SSD Sumber : Satzinger et al. (2005: 233)

(34)

2.9.6 Perancangan Sistem Informasi 2.9.6.1 Deployment Environment

Menurut Satzinger et al. (2005: 270), Deployment Environment terdiri dari hardware, software, dan network environment. Dimana, Deployment Environment terbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Single Computer Architecture, menggunakan sistem komputer tunggal yang menjalankan seluruh software yang berkaitan dengan aplikasi. Single Computer Architecture seringkali mengharuskan semua user dari sistem untuk berada di dekat komputer. Salah satu keuntungan dari sistem ini adalah kesederhanaannya karena hanya menggunakan satu komputer saja sehingga lebih mudah untuk dirancang, dibangun, dioperasikan, dan dikelola.

2. Multitier Computer Architecture, menggunakan beberapa sistem komputer yang terhubung ke dalam satu jaringan dengan suatu cara yang kooperatif untuk memenuhi kebutuhan informasi. Multitier computer architecture dapat dibagi atas dua jenis, yaitu :

a. Clustered Architecture, merupakan jenis arsitektur yang menggunakan sekelompok komputer dengan model dan spesifikasi yang sama, yang saling berbagi beban pengolahan (processing load) dan bertindak sebagai suatu sistem komputer tunggal yang besar.

b. Multicomputer Architecture, merupakan jenis arsitektur yang menggunakan sekelompok komputer dengan spesifikasi yang berbeda-beda, yang saling berbagi beban pengolahan (processing load) melalui spesialisasi fungsi.

3. Centralized Architecture, merupakan arsitektur yang menempatkan semua

sumber daya komputasi pada satu lokasi pusat.

4. Distributed Architecture, merupakan arsitektur yang menyebarkan sumber daya komputasi di beberapa lokasi yang terhubung oleh suatu jaringan komputer.

2.9.6.2 Software Architecture

Menurut Satzinger et al. (2005: 277), Software Architecture untuk distributed dan multitier deployment environments dibagi menjadi :

1. Client/Server Architecture

Client/Server Architecture adalah suatu model umum dari pengorganisasian dan perilaku software yang dapat diimplementasikan dengan menggunakan berbagai cara. Dimana, client/server architecture membagi software ke dalam dua jenis,

(35)

yaitu client dan server. Client merupakan suatu proses, model, objek, atau komputer yang meminta layanan dari satu atau lebih server. Sedangkan server merupakan suatu proses, modul, objek, atau komputer yang menyediakan layanan tersebut melalui suatu jaringan.

2. Three-layer Client/Server Architecture

Suatu client/server architecture yang membagi aplikasi ke dalam tiga layer, yaitu :

a. Data Layer, merupakan layer untuk mengatur dan mengelola data yang disimpan pada satu atau lebih database.

b. Business Logic Layer, merupakan layer yang mengimplementasikan aturan dan prosedur dari proses bisnis.

c. View Layer, merupakan layer yang menerima input dari user, kemudian memformatnya, dan menampilkan hasil dari pemrosesan.

3. Middleware

Software komputer yang mengimplementasikan communication protocol pada jaringan dan membantu sistem yang berbeda untuk saling berkomunikasi.

4. Internet and Web-Based Software Architecture

Suatu arsitektur yang mempaketkan aplikasi software ke server software, yang dapat dikelola dan diakses melalui web server.

2.9.6.3 First-Cut Design Model Class Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 309), First-Cut Design Class Diagram dikembangkan dengan memperluas domain model class diagram. Membutuhkan dua langkah, yaitu :

1. Mengelaborasi atribut dengan informasi jenis dan nilai awal

Mengelaborasi atribut cukup mudah. Jenis informasi ditentukan oleh designer berdasarkan keahliannya. Pada akhirnya, dalam kebanyakan kasus, semua atribut akan disimpan secara invisible atau private.

2. Menambahkan navigation visibility arrows

Navigation visibility sedikit lebih sulit untuk di desain. Karena merancang first-cut class diagram, maka mungkin perlu untuk menambahkan atau menghapus navigation arrows saat proses perancangan berlangsung. Pertanyaan dasar yang harus ditanyakan pada saat membangun navigation visibility adalah class mana

(36)

yang harus memiliki referensi atau dapat diakses oleh class yang lain. Berikut ini beberapa petunjuk dalam membuat navigation visibility arrows, yaitu :

a. One-to-many Relationship, yang menunjukkan hubungan

superior/subordinate yang biasanya dinavigasikan dari superior ke subordinate.

b. Mandatory Relationships, yaitu dimana object dalam satu class tidak bisa ada tanpa object dari class lain. Biasanya dinavigasikan dari class yang lebih independen ke class yang dependen. Sebagai contoh, dari Customer ke Order.

Gambar 2. 16 Contoh Mandatory Relationships Sumber : Satzinger et al. (2005: 309)

c. Ketika suatu object memerlukan informasi dari object lain, maka navigation arrows mungkin diperlukan, menunjuk pada object itu sendiri atau kepada parent di dalam suatu hirarki.

d. Navigation arrows juga dapat berlaku dua arah.

2.9.6.4 Multilayer Design System Sequence Diagram

1. First-Cut System Sequence Diagram

Tahapan dalam membuat First-Cut Sequence Diagram menurut Satzinger et al. (2005: 316) adalah :

a. Menentukan object lain yang mungkin perlu terlibat untuk melaksanakan use case.

b. Mengganti :System object dengan use case controller object. Kemudian, tambahkan object lainnya yang harus dimasukkan ke dalam use case. c. Menentukan message lain yang akan dikirim serta tentukan object mana

yang akan menjadi source dan destination untuk setiap message untuk mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan.

(37)

d. Gunakan activation lifelines untuk menunjukkan ketika suatu object mengeksekusi metode.

Gambar 2. 17 First-Cut Sequence Diagram untuk Look Up Item Availability Use case Sumber : Satzinger et al. (2005: 318)

2. View Layer

Menurut Satzinger et al. (2005: 280), View Layer merupakan bagian dari three-layer architecture yang berisi user interface dan berfungsi untuk menerima input user, memformatnya, serta kemudian menampilkan hasil proses.

Tahapan dalam membuat View Layer menurut Satzinger et al. (2005: 320) adalah :

a. Desain user interface untuk setiap use case.

b. Mengembangkan desain dialog untuk use case, yang pada umumnya mendefinisikan satu atau lebih window forms atau web forms yang akan digunakan oleh user untuk berinteraksi dengan sistem.

c. Tambahkan class window/boundary yang akan berfungsi sebagai view layer.

(38)

Gambar 2. 18 Look Up Item Availability Use case dengan View Layer dan User Interface Sumber : Satzinger et al. (2005: 321)

3. Data Access Layer

Menurut Satzinger et al. (2005: 280), Data Layer merupakan bagian dari three-layer architecture yang berinteraksi dengan database, yaitu mengelola data yang disimpan pada satu atau lebih database.

Tahapan dalam membuat Data Access Layer menurut Satzinger et al. (2005: 322) adalah :

a. Inisialisasi domain objects dengan data yang diperlukan dari database. b. Query database dan mengirim referensi object.

(39)

Gambar 2. 19 Telephone Order Sequence Diagram for The Final Message Sumber : Satzinger et al. (2005: 333)

2.9.6.5 Updated Design Class Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 337), Updated Design Class Diagram merupakan suatu Design Class Diagram yang dapat dikembangkan untuk setiap layer-nya. Pada View Layer dan Data Access Layer, beberapa class baru harus ditentukan. Domain Layer juga memiliki beberapa tambahan class baru untuk setiap use case controller.

(40)

Gambar 2. 20 Updated Design Class Diagram for the Domain Layer Sumber : Satzinger et al. (2005: 340)

2.9.6.6 Package Diagram

Menurut Satzinger et al. (2005: 339), Package Diagram merupakan suatu diagram high-level yang memungkinkan designer untuk menghubungkan class-class dari group yang berkaitan.

Gambar 2. 21 Contoh Package Diagram Sumber : Satzinger et al. (2005: 341)

(41)

2.9.6.7 User Interface

Menurut Satzinger et al. (2005: 442), User Interface merupakan bagian dari suatu sistem informasi yang membutuhkan interaksi dengan user untuk membuat input dan output.

Gambar 2. 22 RMO Product Detail Form Sumber : Satzinger et al. (2005: 467)

Gambar

Gambar 2. 2 Activities of the Requirement Discipline  Sumber : Satzinger et al. (2005: 127)
Gambar 2. 3 Activities in the Design Discipline  Sumber : Satzinger et al (2005: 264)
Gambar 2. 4 Contoh Activity Diagram Sumber : Satzinger et al. (2005: 145)
Gambar 2. 5 Informasi tentang masing-masing event dan menghasilkan use case dari Event Table Sumber : Satzinger et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat diambil suatu simpulan yaitu (1) ada hubungan yang signifikan antara pemanfaatan sumber belajar dengan kemampuan

Studi Komparasi Efektifitas Metode Sarrus, Ekspansi Kofaktor, dan Reduksi Baris dalam Pencarian Nilai Determinan Matriks Berordo 3X3 (Studi Eksperimen pada

Analisa sensitivitas digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar perhitungan

Hasil daya terima oleh anak balita yang dilihat dari indikator porsi yang dimakan 90%, bagian yang dimakan 90%, ekspresi ketertarikan terhadap makanan 70% dan lama

Dari gambar dapat terlihat bahwa mi jagung instan dengan waktu pengeringan 65 menit menghasilkan persen elongasi rendam yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengeringan 70

Setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan

Peserta yang tidak ada atau tidak mendampingi kendaraannya tanpa melapor kepada penyelenggara setelah 2 (dua) kali kunjungan oleh tim juri akan didiskualifikasi. Peserta