115
Isolasi dan penapisan aktinomiset penghasil senyawa antibakteri dari lingkungan
Nur Antriana1 1
Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor ,
ABSTRAK
Latar Belakang: : Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan sebagai agen hayati. Aktinomiset memiliki kemampuan menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai antimikrob. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang bertujuan untuk menguji kemampuan isolat aktinomiset yang berasal dari rizosper tanaman jeruk (Citrus
aurantifolia) di sekitar pekarangan FPIK IPB Dramaga.
Metode: Metode isolasi pada penelitian ini menggunakan metode cawan sebar dan uji antagonis
dengan bakteri uji yaitu EPEC (Enterophatogenic Escherichia coli) dan Staphylococcus aureus.
Hasil: Enam isolat berhasil diisolasi, keenam isolat kemudian diidentifikasi secara morfologi dan
karakteristik pertumbuhan pada media agar. Dari enam isolat dua diantaranya memiliki kemampuan dalam menghambat bakteri uji S. aureus dan EPEC. Kedua isolat tersebut yaitu isolat 3 memiliki diameter zona hambat terhadap bakteri S. Aureus sebesar 1.85 cm dan isolat 1 memiliki zona hambat terhadap EPEC sebesar 0.65 cm.
Kesimpulan: Isolat 1 dan 3 memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Kata Kunci : Aktinomiset, Agen hayati, Staphylococcus aureus, EPEC
PENDAHULUAN
Aktinomiset dikenal sebagai bakteri yang bersifat saprob dan sangat umum dijumpai di rizosfer hingga lapisan tanah dalam. Aktinomiset merupakan kelompok mikroorganisme dengan distribusi terbesar di alam khususnya pada tanah1. Tanah rizosfer adalah tanah yang menempel pada perakaran tanaman yang banyak terdapat bakteri, jamur, dan Aktinomiset dibanding tanah non rizosfer. Mikrob tanah tersebut merupakan sumber penting antibiotik2.
Aktinomiset merupakan anggota yang dominan dari populasi mikrob tanah dan mempunyai kemampuan menghasilkan antibiotik dengan spektrum luas. Bakteri aktinomiset dikelompokkan kedalam bakteri Gram positif dan dibandingkan dengan kelompok bakteri lain mempunyai perbedaan yang istimewa yaitu mengalami pembelahan morfologis yang kompleks.
Pengendalian mikrob patogen menggunakan antibiotik sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan karena penggunaan antibiotik yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan resistensi pada bakteri patogen. Oleh sebab itu pengendalian mikrob patogen dengan menggunakan agen hayati menjadi salah satu pilihan yang sangat menjanjikan, salah
satu agen hayati yang memiliki potensi yang sangat besar diantaranya adalah aktinomiset. Aktinomiset dapat berperan sebagai agen pengendali hayati dengan cara melakukan kompetisi, parasitisme, dan menghasilkan senyawa metabolit sekunder3. Aktinomiset merupakan kelompok mikrob yang paling banyak menghasilkan senyawa bioaktif antibiotik, antifungi, dan antibakteri4.
Hasil skrining Aktinomiset dari tanah pertanian di Turki oleh diperoleh 50 isolat Aktinomiset yang berbeda, 17 isolat Aktinomiset diantaranya sangat potensial sebagai antibakteri untuk bakteri Gram positif maupun Gram negatif1. Aktinomiset yang berasal dari tanah sawah bersifat sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus tetapi tidak untuk Escherichia coli5. Namun Aktinomiset yang berasal dari rizosper putri malu mampu menghambat pertumbuhan E.coli.
Banyak aktinomiset yang memiliki kemampuan untuk mensintesis metabolit sekunder seperti enzim, herbisida, pestisida, dan antibiotik lainnya6,7. Aktinomiset memiliki banyak senyawa bioaktif penting yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat merupakan mikroorganisme yang menghasilkan banyak senyawa bioaktif baru. Aktinomiset dikenal sebagai bakteri
116 penghasil antibiotik, karena lebih dari 10.000 antibiotik yang telah ditemukan, dua pertiganya dihasilkan oleh bakteri ini8. Berdasarkan uraian di atas, eksplorasi sumber penghasil antibiotik baru yang berasal dari aktinomiset yang memiliki aktivitas antimikrob perlu dilakukan.
METODE PENELITIAN
Sampel tanah berasal dari perakaran tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia) di sekitar pekarangan FPIK IPB Dramaga. Metode yang digunakan adalah pengenceran berderet yang dilanjutkan dengan metode cawan sebar. Sebanyak 1 gr sampel tanah dimasukkan ke dalam 9 mL H2O dihomogenkan dengan vortex selama
30 menit kemudian membuat pengenceran bertingkat dengan serial pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4 (duplo) dengan cara disebarkan dengan batang penyebar steril sampai benar-benar meresap kedalam media Humic-acid Vitamin-B agar (HV) setelah itu diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu ruang di dalam ruang tertutup. Aktinomiset hasil isolasi kemudian dimurnikan menggunakan tusuk gigi steril hingga diperoleh koloni tunggal pada media agar-agar International Streptomyces Project No.2 (ISP2) selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 7-10 hari. Aktinomiset yang telah murni kemudian diamati secara morfologi dan mikroskopis.
Potensi aktinomiset sebagai penghasil senyawa antimikrob: uji antagonis langsung aktinomiset dilakukan dengan cara sebanyak 0.1 mL biakan bakteri target dicampur ke dalam media NA lunak (8%) hangat, kemudian dihomogenkan dan dituang pada cawan yang telah diisi dengan media NA steril, media dibiarkan memadat. Beberapa koloni aktinomiset berumur 7 hari hasil pemurnian diambil menggunakan sedotan steril, inokulasi dilakukan terbalik di atas cawan media yang telah mengandung media target (1 cawan bakteri berisi 3 koloni aktinomiset) kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk. Bakteri target yang digunakan adalah EPEC (Enterophatogenic
Escherichia coli) dan S. aureus yang
berumur 14 jam dalam NA. Bakteri uji yang digunakan berasal dari koleksi IPB culture
collection Bogor.
HASIL
Hasil isolasi aktinomiset pada media HV agar diperoleh sebanyak enam isolat. Koloni tersebut kemudian dimurnikan pada media ISP2 (Gambar 1). Koloni aktinomiset yang diperoleh kemudian diamati morfologi dan pigmentasinya serta karakteristik pertumbuhan pada media agar.
Aktinomiset dapat dibedakan dari bakteri lain dengan mudah dengan melihat bentuk koloninya di medium agar. Koloni Aktinomiset nampak keras seperti tumbuh akar di dalam agar-agar (Gambar 1), Pigmentasi hasil purifikasi koloni aktinomiset disajikan pada tabel 1.
Karakteristik mikroskopis berupa hifa aerial secara jelas tampak pada isolat-isolat hasil purifikasi (Gambar 2) dimana isolat 1 memiliki morfologi mikroskopis berupa hifa retinaculum apertum (RA) dimana rantai sporanya memiliki lilitan yang terbuka, berkait dan memiliki perpanjangan spiral dengan diameter yang lebar; isolat 2 memiliki morfologi mikroskopis berupa monoverticillus gelungan terdistribusi secara vertical pada tangkai hifa tunggal berlengkung di bagian ujung, dan berfilamen lurus; isolat 3 memiliki morfologi mikroskopis berupa rectus atau lurus; isolat 4 memiliki morfologi mikroskopis berupa flexibilis atau
flexuous; isolat 5 memiliki morfologi
mikroskopis berupa spiral dimana rantai sporanya sederhana tidak ada percabangan dan spiralnya terbuka; dan Isolat 6 memiliki morfologi mikroskopis berupa biverticillus dimana rantai spora mimiliki hifa dengan percabangan kompleks dan berbentuk spiral. Sebanyak 6 isolat kemudian dilakukan uji antagonis pada dua isolat uji yaitu EPEC
dan S. aureus. Isolat-isolat tersebut
ditumbuhkan pada media yang sebelumnya telah ditambahkan dengan bakteri uji. Setelah inkubasi selama 24 jam, dilakukan pengukuran zona hambat (Tabel 2). Hasil pengukuran zona hambat menunjukkan
117
Tabel 1. Keragaman koloni isolat aktinomiset asal tanah perakaran tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
No Isolat Karakteristik Warna
Miselium aerial Miselium substrat
1 2 3 4 5 6 Putih Abu-abu Putih Perak Putih Putih Abu-abu Abu-abu Kuning Abu-abu Perak Abu-abu
Bahwa isolat e memiliki ideks zona hambat tertinggi pada bakteri uji S (Gambar 3). Sedangkan isolat 1 memiliki zona hambat tertinggi pada bakteri uji EPEC. Sementara itu isolat 3 memiliki zona hambat tertinggi pada bakteri uji S. Aureus. Isolat 2,4, 5 dan 6 menunjukkan zona hambat yang kecil pada EPEC dan S. aureus.
PEMBAHASAN
Hasil isolasi pada media HV setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang menghasilkan beberapa koloni aktinomiset. Media HV agar merupakan media yang digunakan untuk mengisolasi aktinomiset. Media ini biasanya disuplementasi dengan berbagai macam antibiotik seperti asam nalidiksat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif
dan sikloheksamida untuk menekan pertumbuhan cendawan.
Keberadaan aktinomiset di dalam tanah diduga mampu meregulasi komunitas mikrob akibat berbagai senyawa aktif yang dihasilkannya, selain pengaruh suhu, pH, oksigen, dan air. Aktinomiset mewakili 20% bakteri tanah yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder9. Aktinomiset adalah salah satu kelas dari filum bacteria, ordo Actinomycetales dan genusnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan ciri morfologi dan kandungan kimiawi dalam dinding selnya yaitu Streptomyces dan Non-Streptomyces10,11
Aktinomiset secara umum hampir menyerupai cendawan karena mempunyai ciri: a) miselium aktinomiset mempunyai karakter percabangan yang luas; b) seperti Gambar 2. Pengamatan mikroskopis pada koloni isolat aktinomiset perbesaran 40x
118 .
Tabel 2.Indeks zona hambat isolat-isolat aktinomiset terhadap bakteri uji
umumnya cendawan, aktinomiset membentuk miselium udara dan konidia; c) pertumbuhan aktinomiset pada kultur cair jarang menghasilkan kekeruhan seperti umumnya bakteri uniseluler, tetapi membentuk pelet-pelet seperti cendawan, berbeda dengan bakteri lain yang koloninya lunak di atas agar-agar.
Dari hasil penelitian diperoleh enam isolat aktinomiset. Keenam isolat tersebut kemudian dimurnikan, setelah dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis diperoleh bahwa isolat tersebut merupakan genus Streptomyces.
Genus Streptomyces memiliki ciri-ciri diantaranya adalah berfilamen dengan diameter 0.5–1 μm, aerob, bakteri Gram positif dan berproduksi seksual dengan spora yang dihasilkan miselium aerial10. Miselium vegetatif merupakan kumpulan hifa yang tumbuh di dalam substrat. Miselium aerial merupakan kumpulan hifa yang tumbuh secara vertikal menembus substrat dan secara permanen berhubungan dengan udara. Selain itu, identifikasi koloni aktinomiset pada genus Streptomyces dapat
dilakukan dengan mengamati morfologi rantai sporanya secara mikroskopis12.
Aktinomiset memiliki kemampuan untuk mensintesis banyak senyawa metabolit sekunder yang berbeda seperti antibiotik dan enzim13. Aktinomiset menghasilkan 60% dari total antibiotik dan Streptomyces mencakup sekitar 80% dari aktinomicet14. Penggunaan isolat aktinomiset berumur 7 hari bertujuan untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder dari bakteri Aktinomiset. Metabolit sekunder dihasilkan pada saat bakteri menjelang fase stasioner.
Keenam isolat kemudian dilakukan pengujian sifat antagonis dengan bakteri uji yaitu EPEC dan S. aureus. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa isolat 3 memiliki indeks zona hambat tertinggi pada bakteri uji
S. aureus dan isolat 1 memiliki zona hambat
tertinggi pada bakteri uji EPEC. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang melaporkan bahwa aktinomiset mampu menghambat pertumbuhan patogen pada manusia diantaranya E. coli dan S. aureus15.
Lestari (2006) juga melaporkan bahwa isolat
Bakteri Uji Diameter zona hambat (cm)
1 2 3 4 5 6 S. aureus EPEC 0 0.65 1.00 0 1.85 0 0.10 0.22 0.22 0.33 0 0.22
119
Streptomyces spp. yang diisolasi dari tanah
di daerah Sukabumi, Kepulauan Seribu, Cipanas, dan Kalimantan Timur mampu menghasilkan senyawa antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus subtilis, dan
Xanthomonas axonopodis7. Kemampuan
aktinomiset dalam menghasilkan senyawa antibiotik sangat ditentukan oleh sumber nutrisi yang tersedia16.
KESIMPULAN
Sebanyak 6 isolat aktinomiset berhasil diisolasi dari tanah asal perakaran tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia) di sekitar pekarangan FPIK IPB Dramaga. Hasil uji antagonis terhadap bakteri patogen, isolat 3 menghasilkan zona bening tertinggi terhadap bakteri uji S. aureus sedangkan isolat 1 menghasilkan zona bening tertinggi terhadap E. coli.
DAFTAR PUSTAKA
1. Oskay M, et al. Antibacterial activity of some actinomycetes isolated from farming soils of turkey. African J
Biotechnol. 2004; 3(9): 441-446.
2. Puryatiningsih RA. Isolasi streptomyces dari rizosfer familia poaceae yang berpotensi menghasilkan antibiotik terhadap Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.
3. Barreto TR, et al. Population densities and genetic diversity of actinomycetes associated to the rhizosphere of theobroma cacao. Brazil J Microbiol. 2008; 39(3):464–470.
4. Atlas R. 1998. Principle of microbiology. USA: Brown Publisher.
5. Ambarwati, Gama A. Isolasi actinomycetes dari tanah sawah sebagai penghasil antibiotik. J Penelitian Sains
dan Teknol. 2009; 10 (2):110-111.
6. Cross T. Actinomycetes: A Continuing Sources of New Metabolites. Inggris: Invitation ONR Lecture. Postgraduate School of Studies in Biological Science, University of Bradford; 1998.
7. Lestari Y. Identification of indigenous
streptomyces spp. Producing
antibacterial compounds. Journal Mikrobiology Indonesia. 2006; 11(2):
99-101.
8. Miyadoh S, Misa. Workshop on isolation methods and classification of actinomycetes. Bogor: Biotechnology Center, Indonesian Institute of Sciences; 2004.
9. Schmidt A, et al. Heavy metal resistance mechanisms in actinobacteria for survival in amd contaminated soils.
Chemie der Erde Geochemistry. 2005;
65: 131–144.
10. Holt JG, et al. Bergey’s manual of determinative bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: Williams and Wilkins Company; 1994.
11. Madigan MT, et al. Brock, biology of microorganism. Ed ke-9. New Jersey: Prentice-Hall; 2000.
12. Shirling EB, Gottlieb D. Methods for characterization of streptomyces species. International Journal of Systematic Bacteriology. 1996; 16(3):
313-340.
13. Moncheva P, et al. Characteristics of soil actinomycetes from Antarctica. J Culture
Collections. 2002; 3: 3-14.
14. Arifuzzaman., et al. Isolation and screening of actinomycetes from sundarbans soil for antibacterial activity.
African J Biotechnol. 2010; 9(29):
4615-4619.
15. Rakshanya U, et al. Antagonistic activity of actinomycetes isolates against human pathogen. J Microbiol Biotechnol Research. 2011; (2): 74-79.
16. Gesheva V. Rhizosphere microflora of some citrus as a source of antagonistic actinomycetes. European J Soil Biol. 2005; 38:85-88.