• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENTLE BIRTH VOLUME 4 NO.1 JAN-JUN 2021 ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GENTLE BIRTH VOLUME 4 NO.1 JAN-JUN 2021 ISSN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KEBUN KELAPA KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2020

Factors Related To The Incidence Of Stunting In Children Under Five In The Kebun Kelapa Village, Secanggang District, Langkat District In 2020

Siti Aisyah1, Rahmawati Tarigan2, Lastiwi Laila Nur Azizah3 1 Dosen Prodi D3 Kebidanan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan 2 Dosen Prodi D3 Kebidanan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia 3 Mahasiswa Prodi D3 Kebidanam, Institut Kesehatan Helvetia, Medan Indonesia

Abstrak

Pendahuluan; Menurut data (WHO) pada tahun 2018, terdapat (21,9%) atau sekitar 149 juta balita di dunia mengalami stunting. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018, prevalensi balita pendek dan sangat pendek usia 0-59 bulan di Indonesia adalah (30,8%). Tujuan; untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Metode; Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah sampel Case sebanyak 15 orang. Perbandingan yang diberlakukan dalam penelitian ini 1:1 sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Hasil; hubungan Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting pada Balita dengan mengunakan Uji Regresi didapatkan nilai OR 26,000 (95% CI=3,689-183,418). Hubungan Riwayat Infeksi dengan Stunting pada Balita didapatkan nilai OR 28,000 (95% CI=2,821-277,961). Hubungan Frekuensi Makan dengan Stunting pada Balita didapatkan nilai OR 56,000 (95% CI=5,127-611,713). Kesimpulan; hubungan antara Kebiasaan Pengasuhan, Riwayat Infeksi dan Frekuensi Makan dengan Kejadian Stunting di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020.

Kata Kunci :Kebiasaan Pengasuhan, Riwayat Infeksi, Frekuensi Makan

Abstract

Background; According to WHO in 2018, there (21.9%) or around 149 million children under

five in the world are stunted. The prevalence of short and very short toddlers aged 0-59 months in Indonesia is (30.8%), with a prevalence of very short children under five (11.5%) and short children (19.3%). Objectives; This study aims to determine the factors associated with the incidence of stunting of children under five in the Kebun Kelapa village, Secanggang district, Langkat district in 2020 .

Method; The research design of this study was an analytical survey with a case control approach. the

sampling technique using purposive sampling. Based on the inclusion and exclusion criteria, the number of case samples was 15 people. the ratio applied in this study is 1:1 so that the total sample size is 30 people. Results; From the results of the study with a statistical test of the relationship between parenting habits and the incidence of stunting in toddlers using regression test, the OR value was 26,000 (95% CI=3,689-183,418). The relationship between history of infection and stunting in children under five, the OR value was 28,000 (95% CI=2,821-277,961). the relationship between eating frequency and stunting in children under five, the OR value is 56,000 (95% CI=5,127-611,713). Conclusion; The results showed that there was a relationship between parenting habits, infection history and frequency of eating with the incidence of stunting in the coconut garden village, Secanggang district, Langkat district in 2020.

(2)

PENDAHULUAN

Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sebagai indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam hal ini gizi memiliki pengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja sumber daya manusia. Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting).

Masalah Stunting menggambarkan adanya masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita serta masalah lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari World Health Organization (1). Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted) (2).

Stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,

kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal

(3).

Kejadian balita stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami balita di dunia saat ini. Menurut data (WHO) pada tahun 2018, terdapat (21,9%) atau sekitar 149 juta balita di dunia mengalami stunting

(4).

Saat ini Indonesia dihadapkan pada Beban Gizi Ganda atau sering disebut Double Burden, yang artinya pada saat kita masih terus bekerja keras mengatasi masalah Kekurangan Gizi seperti kurus, stunting, dan anemia, namun pada saat yang sama juga harus menghadapi masalah kelebihan gizi atau obesitas(5). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018, prevalensi balita pendek dan sangat pendek usia 0-59 bulan di Indonesia adalah (30,8%), dengan prevalensi balita sangat pendek (11,5%) dan balita pendek (19,3%) (6).

Stunting dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat kategori kronis bila prevalensinya sebesar ≥ 20%(13). Berdasarkan analisis data dari berbagai instansi, dapat disimpulkan bahwa Prevalensi stunting di Indonesia masih berada di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%), hal ini merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi (7).

Profil kesehatan Sumatra Utara tahun 2017, menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Sumatera Utara adalah (28,4%), yang berarti terjadi peningkatan sebesar (4%) dari keadaan tahun 2016 yaitu (24,4%)

.

Prevalensi stunting di Kabupaten Langkat mencapai (26,2%), dengan

(3)

prevalensi balita sangat pendek 10,6% dan prevalensi balita pendek (15,6%)

(8).

Permasalahan stunting ditentukan oleh faktor yang memengaruhinya. Faktor tersebut pada setiap daerah bisa berbeda satu sama lain. UNICEF (1998) mengemukakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung diantaranya adalah asupan makanan (konsumsi zat gizi makro dan mikro) dan keadaan kesehatan (penyakit infeksi), sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia, ekonomi dan organisasi melalui faktor pendidikan (Supariasa,2017).

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (7).

Pengasuhan pada dasarnya adalah suatu praktik yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, perawatan

dasar, tempat tinggal yang layak, higiene perseorangan, sanitasi lingkungan, dan kesegaran jasmani (9).

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan (10). Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang makan malam dan makan selingan(depkes 2013) (11).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kekurangan gizi adalah masalah bangsa yang amat penting, urgent dan perlu segera diselesaikan. Kekurangan gizi adalah salah satu pendorong utama terjadinya kemiskinan dalam masyarakat. Seperti faktor genetik, masalah kekurangan gizi ini dapat diperbaiki. Salah satunya adalah dengan memfokuskan masa 1000 HPK(Hari Pertama Kehidupan) (12).. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan Case Control

dimana

penelitian

dilakukan

dengan

cara

membandingkan antara dua kelompok kasus

dan kelompok kontrol

. Sampel kasus adalah balita usia 12-59 bulan dengan TB/U kurang dari -2 SD dan sampel kontrol adalah balita usia 12-59 bulan dengan TB/U lebih dari -2 SD. Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah sampel Case sebanyak

(4)

15 orang. Perbandingan yang diberlakukan dalam penelitian ini 1:1 sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 30 orang.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian stunting, sedangkan variabel bebas adalah kebiasaan pengasuhan, riwayat infeksi dan frekuensi makan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder sebagai penunjang. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada ibu balita. Status gizi stunting diperoleh melalui pengukuran tinggi badan balita menggunakan microtoise dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.

Analisis data dilakukan untuk melihat hubungan variabel dan besar risiko (OR) dengan menggunakan uji ChiSquare atau Fisher Exact apabila syarat untuk uji Chi Square tidak terpenuhi dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05%). Penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2020 di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

HASIL

Analisis Univariat: Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 30 respoden yang diteliti diketahui bahwa kebiasaan pengasuhan dengan kategori baik sebanyak 14 orang (46,7%) dengan kategori baik pada kasus sebabnyak 2 orang (6,7%) dan kategori baik pada kontrol sebanyak 12 orang (40,0%) sedangkan Kebiasaan Pengasuhan dengan kategori kurang baik sebanyak 16 orang (53,3%) dengan

kategori kurang baik pada kasus sebanyak 13 orang (43,3%) dan kategori kurang baik pada kontrol sebanyak 3 orang (10,0%).

Dapat diketahui bahwa Distribusi Frekuensi Riwayat Infeksi, dari 30 responden yang diteliti diketahui bahwa Riwayat Infeksi dengan kategori Jarang Sakit sebanyak 19 orang (63,3%) dengan kategori jarang sakit pada kasus sebanyak 5 orang (16,7%) dan kategori jarang sakit pada kontrol sebanyak 14 orang (46,7%) sedangkan Riwayat Infeksi dengan kategori sering sakit sebanyak 11 orang (36,3%) dengan kategori sering sakit pada kasus sebanyak 10 orang (33,3%) dan kategori sering sakit pada kontrol sebanyak 1 orang (3,3%)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa Distribusi Frekuensi Frekuensi Makan, dari 30 responden yang diteliti diketahui bahwa Frekuensi Makan dengan kategori Baik sebanyak 17 orang (56,7%) dengan kategori Baik pada kasus sebanyak 3 orang (10,0%) dan kategori Baik pada kontrol sebanyak 14 orang (46,7%) sedangkan Frekuensi Makan dengan kategori kurang baik sebanyak 13 orang (43,3%) dengan kategori Kurang baik pada kasus sebanyak 12 orang (40,0%) dan kategoti Kurang Baik pada kontrol sebanyak 1 orang (3,3%).

(5)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Pengasuhan, Riwayat Infeksi, Frekuensi Makan dan Kejadian Stunting di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020.

Variabel

Kasus

%

Kontrol

%

Jumlah

%

Kebiasaan Pengasuhan

Baik

2

6,7

12

40,0

14

46,7

Kurang Baik

13

43,3

3

10,0

16

53,3

Riwayat Infeksi

Jarang Sakit

5

16,7

14

46,7

19

63,3

Sering Sakit

10

33,3

1

3,3

11

36,7

Frekuensi Makan

Baik

3

10,0

14

46,7

17

56,7

Kurang Baik

12

40,0

1

3,3

13

43,3

Stunting

Terjadi

15

50,0

0

0

15

50

Tidak Terjadi

0

0

15

50,0

15

50

Analisa Bivariat; Berdasarkan tabel 2 tabulasi silang antara Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting pada balita, Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,001 <0,05, yang artinya Ada Hubungan antara Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting. Berdasarkan nilai OR diperoleh 26,000 (95% CI=3,689-183,418), menunjukkan bahwa kebiasaan pengasuhan dengan kategori kurang baik 26 kali lebih besar terjadinya stunting dibandingkan dengan kebiasaan pengasuhan yang baik.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,002 <0,05, yang artinya Ada Hubungan Antara Riwayat Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020. Berdasarkan nilai OR diperoleh 28,000 (95% CI=2,821-277,961), menunjukkan bahwa Riwayat Infeksi dengan kategori Sering Sakit atau Balita yang sering mengalami sakit 28 kali lebih besar terjadinya

stunting dibandingkan dengan Balita yang jarang sakit.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,000 <0,05, yang artinya Ada Hubungan Antara Frekuensi Makan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020. Berdasarkan nilai OR diperoleh 56,000 (95% CI=5,127-611,713), menunjukkan bahwa Frekuensi Makan dengan kategori Baik atau Balita yang Frekuensi makannya Kurang Baik Beresiko 56 kali lebih besar terjadinya stunting dibandingkan dengan Balita yang Frekuensi Makannya Baik.

(6)

Tabel 2. Tabulasi silang Kebiasaan Pengasuhan, Riwayat Infeksi, Frekuensi Makan dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020.

Variabel

Stunting

Jumlah

p-value

OR

(95%-CI)

Tidak

Terjadi

Terjadi

f

%

f

%

f

%

Kebiasaan Pengasuhan

Baik

12

40,0

2

6,7

14

46,7

0,001

26,000

(3,689-183,418)

Kasus

0

0

2

6,7

2

6,7

Kontrol

12

40,0

0

0

12

40,0

Kurang Baik

3

10,0

13

43,3

16

53,3

Kasus

0

0

13

43,3

13

43,3

Kontrol

3

10,0

0

0

3

10,0

Riwayat Infeksi

Jarang Sakit

14

46,7

5

16,7

19

63,3

0,002

28,000

(2,821-277,961)

Kasus

0

0

5

16,7

5

16,7

Kontrol

14

46,7

0

0

14

46,7

Sering Sakit

1

3,3

10

33,3

11

36,7

Kasus

0

0

10

33,3

10

33,3

Kontrol

1

3,3

0

0

1

3,3

Frekuensi Makan

Baik

14

46,7

3

10,0

17

56,7

0,000

56,000

(5,127-611,713)

Kasus

0

0

3

10,0

3

10,0

Kontrol

14

46,7

0

0

14

46,7

Kurang Baik

1

3,3

12

40,0

13

43,3

Kasus

0

0

12

40,0

12

40,0

Kontrol

1

3,3

0

0

1

3,3

PEMBAHASAN

Kebiasaan Pengasuhan: Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,001 <0,05, yang artinya Ada Hubungan antara Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting. Berdasarkan nilai OR diperoleh 26,000 (95% CI=3,689-183,418), menunjukkan bahwa kebiasaan pengasuhan dengan kategori kurang baik 26 kali lebih besar terjadinya stunting dibandingkan dengan kebiasaan pengasuhan yang baik. Artinya Ibu yang melakukan kebiasan pengasuhan yang kurang baik pada anaknya, lebih rentan terjadinya stunting dibandingkan dengan ibu yang melakukan kebiasaan pengasuhan yang baik pada anaknya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rena Hardianty Tahun (2019), penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terdahap kejadian stunting adalah kebiasaan pengasuhan, dengan uji statistik diperoleh hasil p=0,000 yang menjukkan p=<0,005 sehingga menunjukkan H0 ditolak dan Ha diterima dengan interpretasi “Ada Hubungan Antara Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember (13).

Kebiasaan Pengasuhan adalah perilaku yang dilakukan berulang kali meliputi interaksi kebersihan dan pengasuhan dalam merawat anak. Kebiasaan pengasuhan adalah salah satu sikap

(7)

orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orang tua memeberikan perhatian serta aturan-aturan untuk memenuhi kebutuhan, perlindungan serta mendidik anak dalam kesehariannya. Pengasuhan orang tua yang dilakukan untuk mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak. Dalam pengasuhan ini terdapat kebiasaan kebersihan dan lingkungan (13). Selain itu pola asuh orang tua berkaitan dengan praktik sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat serta perawatan kesehatan (14).

Menurut asumsi peneliti, Stunting dalam hal Kebiasaan Pengasuhan di Desa ini disebabkan oleh kesadaan ibu yang kurang akan pentingnya kebiasaan pengasuhan yang baik seperti cara orang tua memeberikan perhatian serta aturan-aturan untuk memenuhi kebutuhan, perlindungan serta mendidik anak dalam kesehariannya dan kebiasaan kebersihan dan lingkungan yang diterapkan pada anak. Dalam penelitian ini Ibu balita pada kelompok kasus (stunting), kurang memberikan perhatian kepada anaknya dan kurang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta perawatan kesehatan yang kurang baik dalam pengasuhannya. Kebersihan diri maupun lingkungan berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan berperan besar dalam pemeliharaan kesehatan yang akan mencegah penyakit-penyakit infeksi sebagai faktor penyebab turunnya status gizi anaknya.

Kebiasaan kebersihan harus sesuai dengan syarat kesehatan dalam menjaga kesehatan tubuh dengan mandi dua kali sehari, rambut, tangan, kaki dan pakaian harus bersih, menggosok

gigi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kebersihan diri yang tidak baik akan memudahkan terjadinya penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare dan cacingan. Sedangkan kebersihan lingkungan berkaitan dengan penyakit saluran pernafasan, pencernaan dan penyakit infeksi lainnya. Kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan berperan besar dalam pemeliharaan kesehatan yang akan mencegah penyakit-penyakit infeksi sebagai faktor penyebab turunnya status gizi anak. Praktek kebersihan diri anak mempengaruhi pertumbuhan linier anak melalui peningkatan kerawanan terjangkitnya penyakit infeksi. Faktor lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh pada status gizi balita. Salah satu contoh perilaku keluarga yang mempermudah infeksi ialah seperti kebiasaan pengasuhan ibu yang kurang baik

Dibandingkan ibu dengan balita yang Normal, ibu lebih memberikan perhatian yang baik pada anaknya, sehingga anak mendapatkan kasih sayang yang cukup dan hal itu dapat menjadi stimulus bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik dan juga menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta perawatan kesehatan yang baik bagi anaknya sehingga anak dapat terhindar dari penyakit infeksi yang dapat mengganggu status gizi anak. Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting bagi anak, tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan,

(8)

kebersihan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita stunting

Perilaku ibu dalam mengasuh balitanya memiliki kaitan yang erat dengan kejadian stunting pada balita. Ibu dengan pola asuh yang baik akan cenderung memiliki anak dengan status gizi yang baik pula, begitu juga sebaliknya, ibu dengan pola asuh gizi yang kurang cenderung memiliki anak dengan status gizi yang kurang pula. Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita stunting (15). Pola asuh yang baik sangat mendukung tercapainya status gizi yang optimal, melalui perawatan yang menyeluruh dari orang tua terhadap tumbuh kembangnya (16).

Dari hasil penelitian dan teori diatas terbukti bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita yaitu salah satunya adalah kebiasaan pengasuhan, karena kebiasaan pengasuhan keluarga atau perilaku pengasuhan keluarga yang kurang baik dapat mempermudah terjadinya infeksi yang berpengaruh terhadap status gizi balita.

Riwayat Infeksi: Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,002 <0,05, yang artinya Ada Hubungan Antara

Riwayat Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020. Berdasarkan nilai OR diperoleh 28,000 (95% CI=2,821-277,961), menunjukkan bahwa Riwayat Infeksi dengan kategori Sering Sakit atau Balita yang sering mengalami sakit mempunyai peluang 28 kali untuk mengalami stunting dibandingkan dengan Balita yang jarang sakit. Artinya balita yang mengalami riwayat infeksi seperti sering sakit akan lebih rentan terjadi stunting dibandingkan dengan balita yang jarang sakit.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Veronika Sekunda tahun (2018), Penelitian ini menunjukkan ada Hubungan antara Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Stunting pada Balita dengan nilai p value 0,001 dimana (p value < 0,05) yang berarti Ho ditolak atau Ha diterima. Dengan koefisien korelasi (rs) sebesar 0,855 yang artinya tingkat hubungannya sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada balita dengan arah korelasi positif, yang artinya semakin sering anak mengalami penyakit infeksi maka semakin tinggi kejadian stunting pada balita di wilayah Puskesmas Wae Nakeng tahun 2018

(17).

Stunting merupakan suatu bentuk klinik dari gangguan pertumbuhan akibat mekanisme adaptasi yang terjadi selama infeksi. Anak dikatakan memiliki riwayat infeksi yang beresiko stunting apabila infeksi terjadi berulang minimal satu bulan sekali dan berlangsung minimal tiga hari per periode sakit. Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein

(9)

dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan (18).

Kejadian infeksi dalam

sebulan yang lalu tampak bahwa rata-rata

balita menderita sakit 3-4 hari dalam sebulan

yang lalu merupakan salah satu faktor yang

membuat gizi mereka terkuras, sehingga

pertumbuhan menjadi lamban dan prevalensi

pendek bertambah (19).

Menurut asumsi peneliti balita di desa ini yang mengalami stunting rata-rata memiliki riwayat sakit yang berulang, setelah peneliti membagikan kuesioner, rata-rata balita stunting pada setiap bulannya mengalami sakit terhitung 6 bulan terakhir dengan durasi sakit selama 3 hari , hal itu membuat gizinya terkuras dan pertumbuhannya menjadi lambat, karena terjadi infeksi dalam jangka waktu yang lama. Menurut peneliti hal ini disebabkan oleh kesadaan orang tua yang kurang akan pentingnya hyegiene dan sanitasi lingkungan sehingga anak mudah terinfeksi dan perilaku keluarga yang kurang baik. Balita masih sangatlah bergantung kepada kepada ibu dan keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Terdapat hubungan timbal balik antara asupan makanan dengan infeksi, Pengurangan status gizi terjadi karena asupan gizi yang kurang dan sering terjadinya infeksi. Jadi faktor lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh pada status gizi balita. Anak dikatakan memiliki riwayat infeksi yang beresiko stunting apabila infeksi terjadi berulang minimal satu bulan sekali dan berlangsung minimal tiga hari per periode sakit. Penyakit infeksi yang menyerang anak ini yang menyababkan gizi anak

menjadi buruk. Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Dengan turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang dialaminya, sehingga masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih banyak terutama untuk menggantikan jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit penyakit. Hal itu merupakan salah satu faktor balita tersebut mengalami stunting. Infeksi dan asupan nutrisi merupakan sebuah lingkaran yang saling berhubungan timbal balik. Rendahnya asupan makanan dapat menurunkan imunitas dalam tubuh sehingga tubuh mudah mengalami infeksi yang menyebabkan gizi kurang atau sebaliknya tubuh yang mengalami infeksi akan mengganggu penyerapan zat gizi oleh sehingga tubuh akan mengalami kurang gizi.

Dibandingkan dengan balita yang jarang sakit, mereka memiliki nafsu makan yang baik sehingga mereka memiliki ketahanan tubuh yang kuat, dan asupan gizi mereka tercukupi karena tidak ada faktor yang mengganggu nafsu makan anak dan tidak ada penyakit yang menghabiskan protein dan kalori anak, karena jika anak terinfeksi penyakit, maka penyakit itu dapat menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan akibat penyakit yg dideritanya, dan juga dengan nafsu makannya yang baik maka daya tahan tubuh anak akan kuat dan mampu menyerang penyakit yang masuk dalam tubuh anak.

Antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi terdapat hubungan sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Gizi yang buruk menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena

(10)

daya tahan tubuh menurun. Sebaliknya, penyakit infeksi yang sering menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan nafsu makan biasanya menurun jika terjadi penyakit infeksi, dapat mengakibatkan anak yang gizinya baik akan menderita gangguan gizi (20).

Dari hasil penelitian dan teori diatas terbukti bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita yaitu salah satunya adalah riwayat infeksi yang membuat gizi mereka terkuras, sehingga pertumbuhan menjadi lamban dan terjadilah stunting.

Frekuensi Makan: Berdasarkan hasil uji statistik chi-square di peroleh hasil p-value 0,000 <0,05, yang artinya Ada Hubungan Antara Frekuensi Makan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020. Berdasarkan nilai OR diperoleh 56,000 (95% CI=5,127-611,713), menunjukkan bahwa Frekuensi Makan dengan kategori Baik atau Balita yang Frekuensi makannya Kurang Baik 56 kali lebih besar terjadinya stunting dibandingkan dengan Balita yang Frekuensi Makannya Baik. Artinya balita yang frekuensi makannya kurang baik akan lebih rentan terjadinya stunting dibandingkan dengan balita yang frekuensi makannya baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irene Fajar Wati Zai, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian stunting, dengan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value =(0,004) yang menunjukkan p<(0,005) artinya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Pola Makan dengan status gizi TB/U pada balita

di Desa Silimabanua Kecamatan Tuhemberua Kabupaten Nias Utara tahun 2018(52) (21).

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang makan malam dan makan selingan(depkes 2013). Sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan merupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, siang dan malam

(22).

Pada balita secara umum, jadwal pemberian makan sebanyak 3 kali makanan utama dan 2 kali makanan selingan. Jika kebutuhan gizi pada usia ini tidak terpenuhi dengan baik, akan mengakibatkan pola tumbuh-kembang yang kurang optimal (23).

Peran orang tua sangat menentukan status gizi balita, pada umumnya orang tua memberikan makanan yang kurang teratur dan kadang memaksakan suatu makanan kepada anak. Selain itu tidak ada usaha dari orang tua agar anak mau makan dan membiarkan anak jajan sembarangan. Semakin bertambahnya umur anak, maka akan semakin jauh dari pertumbuhan linear normal. Keadaan ini karena semakin tinggi usia anak maka kebutuhan energi semakin meningkat. Pertumbuhan anak akan semakin menyimpang dari normal jika umur terus bertambah dan penyediaan makanan tidak memadai, misalnya dengan makan yang tidak teratur. Tingginya kejadian stunting yang diakibatkan oleh kurangnya asupan energi, karena balita yang makan tidak teratur.

Berdasarkan hasil penelitian Triwnawati, dkk (2016) menunjukkan asupan energi pada balita sebagian besar kurang. Terdapat banyak balita dengan kategori asupan kurang dikarenakan

(11)

balita makan secara tidak teratur, terutama untuk konsumsi nasi. Berdasarkan hasil observasi dimana balita merupakan masa sulit dalam pemberian makan anak, karena anak sudah mulai aktif dan pemantauan orang tua juga sudah mulai berkurang (24).

Menurut asumsi peneliti, pada kelompok case (stunting) rata-rata balita tersebut memiliki frekuensi makan yang kurang baik, dimana balita tersebut setiap harinya tidak makan 3 kali dalam sehari dan 2 kali makan selingan dikarenakan balita tidak nafsu makan, yang juga pada masa balita ini adalah masa dimana balita susah untuk makan dikarenakan sudah mulai aktif dalam bermain sehingga lupa untuk makan dan kurangnya usaha dari orang tua agar anak mau makan, . Hal tersebut membuat asupan makanan pada balita tidak tercukupi dan akibatnya tubuh mengalami kurang gizi. Gizi yang buruk dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Ada hubungan timbal balik antara konsumsi dan infeksi dalam memengaruhi status gizi. Konsumsi yang tidak adekuat menyebabkan tubuh kekurangan berat badan, menurunnya imunitas, dan gangguan pada status gizi. Dalam kondisi ini, tubuh akan mudah sekali terserang infeksi, berkurangnya nafsu makan, dan gangguan metabolisme. Pada saat infeksi, konsumsi yang masuk semakin tidak adekuat sehingga status gizi semakin berkurang. Keduanya merupakan lingkaran yang bersinergi dan memberikan prognosa yang lebih buruk terhadap status gizi apabila bekerja bersama-sama. Dibandingkan dengan balita yang memiliki frekuensi makan yang baik yaitu makan 3 kali sehari dan 2 kali makan makanan selingan, cenderung memiliki status gizi yang baik, dimana

asupan makanan mereka sudah tercukupi setiap harinya, sehingga imun tubuhnya baik dan juga terhindar dari penyakit infeksi yang dapat menyebabkan terganggunya status gizi balita, dengan begitu sangat kecil bisa terjadinya Stunting.

Dari hasil penelitian dan teori diatas terbukti bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita yaitu salah satunya adalah frekuensi makan, hal tersebut membuat asupan makanan pada balita tidak tercukupi dan akibatnya tubuh mengalami kurang gizi. Frekuensi makan yang kurang baik juga dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena daya tahan tubuh menurun, sehingga menyebabkan balita menjadi stunting.

KESIMPULAN

Ada Hubungan Antara Kebiasaan Pengasuhan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, Ada Hubungan Antara Riwayat Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, Ada Hubungan Antara Frekuensi Makan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

SARAN

Disarankan kepada Pelayanan Kesehatan Desa Kebun Kelapa untuk lebih meningkatkan pemberian Edukasi tentang pentingnya gizi bagi anak untuk menciptakan generasi yang sehat dan cerdas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

(12)

memerlukan informasi tentang stunting pada balita

DAFTAR PUSTAKA

1. Uliyanti, Tamtomo D., Anantanyu S. faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan Uliyanti1. J Vokasi Kesehat. 2017;3(2):1– 11

2. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). 2017;.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;301(5):1163–78.

4. Unicef/ WHO/The World Bank. Levels and Trends in Child malnutrition - Unicef WHO The World Bank Joint Child Malnutrition Estimates, key findings pf the 2019 edition. Unicef. 2019;4.

5. Kemenkes RI. Warta Kesmas - Cegah Stunting Itu Penting. War Kermas. 2018;1–27.

6. Kes M, Hardhana B, Siswanti T, Sibuea F, Widiantini W, Susanti MI, et al. Data dan informasi Profil Kesehatan Indinesia 2018. In 2018.

7. Mebus G. InfoDatin Pusat data informasi kementrian kesehatan RI, Situasi Balita Pendek. ACM SIGAPL APL Quote Quad. 2016;29(2):63–76.

8. Utara DKPS. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017. profil sumatra utara. 2017;

9. Dyah Umiyarni Purnamasari, S.K.M. MS. Panduan Gizi & Kesehatan Anak Sekolah. pertama. Erang Risanto, editor. Yogyakarta: ANDI; 2018. 221 p.

10. Hasdianah, Siyoto S, perityowati yuly. pemanfaatan gizi, diet dan obesitas. I. haikhi, editor. Yogyakarta: Nuha Medika; 2019. 222 p.

11. hikmah nurul. faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita di wilayah kerja uptd puskesmas kebong kabupaten sintang. 2018;

12. paramashanti astria bunga. gizi bagi ibu & anak untuk mahasiswa kesehatan dan kalangan umum. I. Rachmawati D, editor. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru; 2019. 214 p

13. Hardianty R. Hubungan Pola Asuh Ibu

engan Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. 2019;

14. Mutiara S, Asri P, Studi P, Ilmu M, Masyarakat K, Masyarakat FK, et al. Pengaruh pola asuh orang tua dari keluarga kurang mampu terhadap kejadian stunting pada bali di kota semarang (studi di wilayah kerja puskesmas kagok kota semarang). 2018;

15. Nurmalasari Y, Septiyani DF. pola asuh ibu dengan angka kejadian stuning balita usia 6-59 bulan. 2019;5(4):381–8.

16. Dyah Umiyarni Purnamasari, S.K.M. MS. Panduan Gizi & Kesehatan Anak Sekolah. pertama. Erang Risanto, editor. Yogyakarta: ANDI; 2018. 221 p.

17. Sekunda V, Tandang Y, Adianta IKA, Nuryanto IK. Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Puskesmas Wae Nakeng Tahun 2018. 2018;128–33. 18. Hasdianah, Siyoto S, perityowati yuly.

pemanfaatan gizi, diet dan obesitas. I. haikhi, editor. Yogyakarta: Nuha Medika; 2019. 222 p

19. Trihono, Atmarita, Tjandraini DH, Irawati A, Utami NH, Tejayanti T, et al. pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Sudomo M, editor. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes; 2015. 214 p.

20. Moehyi S. dasar-dasar ilmu gizi 1. I. purba audi, editor. jakarta: Pustaka Kemang; 2017. 129 p.

21. Fajar I. Faktor yang berhubungan dengan stunting pada balita di desa silimabanua kecamatan tuhemberua kabupaten nias utara tahun 2018.

22. hikmah nurul. faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita di wilayah kerja uptd puskesmas kebong kabupaten sintang. 2018;

23. Hardinsyah, Nyoman D. ilmu gizi, teori & aplikasi. Hardinsyah, Nyoman D, editors. Buku Kedokteran EGC; 2017.

24. Yati DY. Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Stunting Pada Balita Usia 36- 59 Bulan Di Desa Mulo Dan nan D, Mitra S, Karanganyar H. Faktor internal yang mempengaruhi berat badan lahir bayi di kabupaten karang

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan madrasah ini menjadi pelita tanah air di tengah gelapnya akses pendidikan bagi kaum pribumi pada masa pemerintahan kolonial. Misbahul Wathan merupakan wujud

1) Character, merupakan keadaan watak/sifat, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Ini dapat dilihat dengan meneliti riwayat hidup nasabah, reputasi

Munawir (2002:391), anggaran atau budget adalah perencanaan keuangan (perencanaan yang dinyatakan dalam satuan uang) secara menyeluruh untuk periode mendatang (biasanya

Maksimalnya haid 15 hari Dan jika lebih maka kembali Pada suci dan haid yang terakhir Samakan jamnya suci yang akhir Darah tak sampai dua puluh empat Jikalau bersih wajiblah

Supriharti (2007) menjelaskan bahwa ada dua gambaran kromosom set dari suatu spesies yaitu: (a) Karyogram, merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran tunggal

 Perilaku Manajemen yang semakin profesional Pemilihan tools HIRARC (Hazard Identification Risk Assesment and Risk Control) digunakan untuk mengidentifikasi risiko

SMA Negeri 01 Kudus sebagai upaya untuk mendukung proses manajemen pembelajaran yang telah dijalankan pada Program Sistem Kredit Semester (SKS) mata pelajaran Pendidikan

Laccato Opaco Seta perla M06 (per basi, pensili e colonne) Impiallacciato Materico Rovere cinigia K02 (per basi isola) Laccato Lucido Spazzolato piombo N20 (per basi zona