• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI KARYAWAN DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA PERILAKU RETALIASI PNS KANTOR X DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN ROTASI KARYAWAN DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA PERILAKU RETALIASI PNS KANTOR X DI YOGYAKARTA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

15

PENGARUH KEADILAN KOMPENSASI, KEBIJAKAN

ROTASI KARYAWAN DAN KOMITMEN AFEKTIF PADA

PERILAKU RETALIASI PNS KANTOR “X”

DI YOGYAKARTA

Majang Palupi

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

ABSTRACT

This study showed that retaliation behavior is an important concept in organizational behavior domain. However organizational justice perception and affective commitment are important antecedences to explain retaliation phenomena at workplace. Based on social exhange theory, financial compensation and rotation policy are important purposes of most employees related to their reason to affiliate with an organization. This research has done in an Indonesian’s Government institution where the researcher gathered 77 subjects of full-time employees. Add up the results supported hypothesis partially. In general, the conclusion of this study explained that the distributive justice of rotation policy and affective commitment have strong prediction to employee’s retaliation in workplace. But distributive justice of financial compensation didn’t support hypotheses. The context had explained possibility why the distributive justice of financial compensation didn’t support hypotheses.

Keywords: retaliation, distributive justice of financial compensation, distributive justice of

employee’s rotation policy and affective commitment

ABSTRAK

Studi ini menunjukkan bahwa perilaku balas dendam (retaliasi) adalah konsep penting dalam domain perilaku organisasional. Persepsi keadilan adalah anteseden penting yang menjelaskan fenomena retaliasi di tempat kerja. Berbasis teori pertukaran sosial, keadilan distributif kompensasi dan kebijakan rotasi adalah tujuan penting karyawan berafiliasi dengan organisasi. Penelitian ini dilakukan di institusi pemerintah Indonesia, dengan jumlah responden 77 pegawai negeri sipil. Secara umum, penelitian ini menyimpulkan bahwa keadilan distributif rotasi dan komitmen afektif berpengaruh kuat pada perilaku retaliasi di tempat kerja. Tetapi keadilan distributif kompensasi finansial tidak mendukung hipotesis. Konteks penelitian telah menjelaskan kemungkinan mengapa keadilan distributif kompensasi finansial tidak mendukung hipotesis.

(2)

16

PENDAHULUAN

Kajian mengenai perilaku menyim-pang negatif di tempat kerja merupakan kajian perilaku organisasional yang relatif masih jarang dilakukan. Kajian dari sisi disfungsional organisasi sesungguhnya bermakna antisipatif bagi pengalaman organisasi di masa depan. Implikasi manajerial menjadi nyata terkait bagaimana upaya manajerial mengelimi-nasi fenomena disfungsional ini. Dalam sejumlah penelitian sering kali fenomena ini diistilahkan dengan retaliasi (Skarlicky dan Folger, 1987; Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)

Dari sisi teoritik, upaya organisa-sional dilakukan dengan mengelola kebijakan-kebijakan yang bersifat transa-ksional dalam organisasi. Penyelenggaraan kebijakan transaksional yang tidak berkeadilan dapat menimbulkan perasaan negatif pada diri karyawan seperti perasaan tidak nyaman, tidak berdaya, tertekan, terancam dan frustasi (Saunders, Thornhill dan Lewis, 2002). Hal tersebut didukung banyak studi bahwa pengabaian aspek keadilan sebagai pemicu perilaku menyimpang dalam organisasi. (Greenberg (1990) menjelaskan bahwa keadilan penggajian berperan negatif sebagai penyebab utama perilaku menyimpang.

Kebijakan transaksional organisasi yang seringkali menjadi rujukan karyawan adalah kompensasi finansial seperti gaji dan insentif, karena motivasi klasik seorang karyawan bergabung dengan organisasi adalah kesejahteraan. Demikian pula kebijakan organisasi terkait dengan rotasi karyawan menjadi hal yang penting terkait dengan persepsi keadilan dalam memberikan peluang karir di masa depan. Kedua kebijakan tersebut menjadi sangat penting dalam organisasi. Oleh karena itu, isu keadilan distributif kedua kebijakan tersebut menjadi tema sentral manajerial dalam mengelola organisasi.

Keadilan distributif adalah persepsi keadilan karyawan mengenai kebijakan yang dilakukan manajemen berkaitan erat dengan distribusi hasil (Adams; Deutsch; Homann; Leventhal dalam Colquitt, 2001; Tyler dan Blader, 2003) dan telah menjadi pertimbangan fundamental dalam teori keadilan selama puluhan tahun terakhir ini (Colquitt et al. 2001). Dalam studi eksperimen dan survei sejumlah karyawan di Indonesia yang dilakukan Heru Kurnianto Tjahjono (2008a; 2010 dan 2011) menunjukkan bahwa keadilan distributif mempunyai dampak penting bagi perilaku karyawan.

Adanya persepsi ketidakadilan atau ketidakwajaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan keadilan distributif akan mempengaruhi emosi karyawan. Persepsi karyawan mengenai ketidakadilan tersebut akan mendorong mereka untuk melakukan balas dendam terhadap organisasi tempat mereka bekerja ( Hollinger dan Clark, 1983 dalam Skarlicky dan Folger, 1997). Salah satu bentuk perlawanan karyawan atas ketidakadilan manajerial adalah pencurian dalam jumlah kecil, penundaan pekerjaan untuk menghambat prestasi organisasi, menyebabkan rekan kerja juga menunda pekerjaan, terlambat datang rapat dan berkerja tidak sungguh-sungguh (Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)

Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku retaliasi pada salah satu karyawan PNS di Yogyakarta. Penelitian ini merupa-kan pengembangan model penelitian Skarlicky dan Folger (1997) dan Heru Kurnianto Tjahjono (2008b). Isu penelitian adalah pengembangan model dengan memasukkan komitmen afektif, karena komitmen ini berkaitan dengan sejauh mana karyawan mengidentifikasi dirinya dengan organisasi. Hal ini dapat berperan menjelaskan perilaku retaliasi dalam organisasi.

Selanjutnya isu fenomena menjadi perhatian penelitian ini, yaitu fenomena karyawan PNS (pegawai negeri sipil).

(3)

17 Banyak opini dan isu yang menjelaskan

bahwa kinerja PNS di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan sektor lainnya di Indonesia. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih jauh perilaku PNS dari sisi disfungsional.

KAJIAN LITERATUR DAN HIPOTESIS

Keadilan Distributif dan Komitmen Afektif

Fokus kajian keadilan distributif adalah berekaitan dengan persepsi keadilan keputusan terhadap hasil-hasil dan telah menjadi pertimbangan mendasar dalam kajian keadilan organisasional (Colquitt et

al. 2001). Terdapat tiga prinsip penting

dan mendasar dalam menilai outcomes (dalam Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b). Pertama adalah prinsip proporsi yang diajukan Adams (1965 dalam Carrel dan Dittrich, 1978), keadilan distributif dapat dicapai ketika penerimaan dan masukan (inputs) dan hasil-hasil sebanding dengan yang diperoleh rekan kerja. Jika perbandingan atau proporsinya lebih besar atau lebih kecil, maka karyawan menilai hal tersebut tidak adil. Namun, apabila proporsi yang diterima karyawan tersebut lebih besar, ada kemungkinan hal tersebut dapat ditoleransi atau tidak dikatakan tidak adil dibandingkan jika proporsi yang diperoleh karyawan tersebut lebih kecil dari yang seharusnya. Berbagai literatur menjelaskan bahwa referensi pembanding bersifat subjektif dan menjadi hal penting dalam prinsip proporsi. Dengan demikian seorang karyawan akan membandingkan dirinya dengan orang yang setara untuk diperbandingkan.

Prinsip-prinsip penting lainnya adalah prinsip pemerataan dan prinsip yang mengutamakan kebutuhan (needs). Prinsip pemerataan menekankan pada penilaian alokasi hasil-hasil kepada semua

karyawan atau pihak yang terlibat. Bila prinsip ini digunakan, maka variasi peneri-maan antar karyawan dengan lainnya relatif kecil. Prinsip ketiga adalah prinsip mengutamakan kebutuhan sebagai pertim-bangan untuk distribusi. Intepretasinya, bahwa seorang karyawan akan memper-oleh bagian sesuai dengan kebutuhannya. Semakin banyak kebutuhannya maka upah yang diterimanya akan semakin besar. Penelitian mengenai keadilan distributif menunjukkan bahwa persepsi individual mengenai keadilan terhadap distribusi yang diperolehnya mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.

Dalam kajian keadilan distributif, beberapa prinsip-prinsip di dalam teori– teori keadilan distributif kadang tidak harmoni satu prinsip dengan prinsip lainnya. Sebagai contoh prinsip proporsi tidak sejalan dengan prinsip pemerataan. Prinsip proporsi didorong oleh semangat kepentingan pribadi, sedangkan prinsip pemerataan dan prinsip mengutamakan kebutuhan didorong oleh semangat kebersamaan. Aspek situasi yang bersifat kontinjensi dapat menjadi pertimbangan keefektifan aplikasi dari masing-masing prinsip tersebut. Sebagai contoh prinsip proporsi cocok untuk situasi kompetitif yang mendorong produktifitas, karena prinsip tersebut dapat menumbuhkan motivasi pada individu untuk memberikan kontribusi yang besar dengan meng-harapkan mendapatkan imbalan yang besar. Namun dari sisi lain, pendekatan tersebut dinilai terlalu menekankan pada aspek ekonomi dibandingkan aspek sosial sehingga mengabaikan solidaritas kelom-pok. Hal lainnya, prinsip proporsi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan dan kembali bertentangan dengan prinsip pemerataan. Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut harus didasarkan pada pertimbangan yang hati-hati. Pertimbangan-pertimbangan tersebut setidaknya mencakup konteks dan karakteristik dalam diri individu yang

(4)

18

menilai keadilan distributif tersebut, serta tujuan organisasi . (Heru Kurnianto Tjahjono, 2008b)

Pada awalnya studi komitmen terkait dengan bantuk keterikatan karyawan secara umum dengan organisasinya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa komitmen menyebabkan perilaku tertentu dalam organisasi. (Luthans, 1990). Komitmen tersebut merujuk pada konsep tunggal atau unidimensional. Selanjutnya Meyer et al (1993) menjelaskan bahwa komitmen organisasional bersifat multi-dimensional dibedakan menjadi tiga dimensi yang berbeda satu dengan lainnya, meliputi komitmen normatif, komitmen

continuance dan komitmen afektif. Dalam

studi ini komitmen afektif lebih relevan dalam mempengaruhi perilaku. Allen dan Meyer, (1990) menjelaskan bahwa komitmen afektif adalah bentuk keterikatan emosional karyawan dengan organisasinya. Karyawan merasa begitu nyaman dengan organisasi tempat kerja mereka dan hal ini memprediksi perilaku karyawan,

Hipotesis Peran Keadilan Distributif Kompensasi Finansial dan Kebijakan Rotasi Serta Komitmen Afektif Karya-wan Sebagai Prediktor Retaliasi

Keadilan distributif merupakan prediktor fundamental penyebab retaliasi (Grenberg, 1990 dan Skarlicky dan Folger, 1997, Heru Kurnianto Tjahjono, 2008a; 2008b, 2010 dan 2011). Apabila keputusan organisasi dipersepsikan tidak adil atau tidak wajar baik dari sisi distributifnya dapat menyebabkan emosi karyawan

berupa rasa sakit hati dan kemarahan. Mereka akan bertindak melawan organisasi ketika mereka merasa telah dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh organisasi (Hollinger dan Clark, 1983 dalam Skarlicky dan Folger, 1997)

Kebijakan manajemen terkait dengan kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan adalah aspek penting yang menjadi motivasi karyawan dalam bekerja termasuk karyawan PNS di Yogyakarta. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah”

H1: Keadilan distributif kompensasi

finansial berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta

H2: Keadilan distributif kebijakan rotasi

karyawan berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta

Peneliti berpandangan bahwa pers-pektif subjektif karyawan menjadi aspek penting dalam studi retaliasi. Peneliti berpendapat bahwa komitmen afektif sebagai prediktor penting perilaku retaliasi. Hal ini sejalan dengan paparan Allen dan Mayer, 1990) bahwa komitmen afektif adalah bentuk keterikatan emosional karyawan dengan organisasinya. Karyawan merasa begitu nyaman dengan organisasi tempat kerja mereka dan hal ini memprediksi perilaku karyawan, baik perilaku positif maupun perilaku negatif. H3: Komitmen afektif karyawan PNS

berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi karyawan PNS di Yogyakarta

(5)

19 METODA PENELITIAN

Survei dilakukan pada salah satu kantor pemerintah di Yogyakarta. Total karyawan tetap sebanyak 82 orang sehing-ga seluruh populasi digunakan sebasehing-gai responden. Total kuesioner yang dikem-balikan responden adalah 77 buah. Dengan demikian tingkat pengembalian kuesioner (response rate) adalah 93,9 %. Penelitian ini berbasis pada data perseptual yang merupakan jawaban responden atas sejum-lah item-item pertanyaan dalam kuesioner.

Perilaku Retaliasi adalah reaksi negatif yang dilakukan karyawan berkaitan dengan persepsi ketidakadilan atau keti-dakwajaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan kebijakan tertentu. Perilaku retaliasi diukur dengan 9 item-item pertanyaan yang direpikasi dari Skarlicky dan Folger (1997) dan dikembangkan Heru Kurnianto Tjahjono (2008b). Skala pengukuran yang diguna-kan adalah skala antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.

Keadilan distributif menggambar-kan persepsi karyawan mengenai keadilan manajerial berkaitan dengan kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan di dalam organisasi tersebut. Pengukuran menggunakan 4 item-item pertanyaan yang digunakan Colquitt (2001) dengan skala Likert antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.

Komitmen Afektif menggambarkan kondisi psikologis karyawan mengenai keterikatan emosional mereka dengan organisasi. Pengukuran menggunakan 6 item-item pertanyaan yang digunakan Allen dan Meyer (1990) dengan skala Likert antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.

Variabel Kontrol merupakan varia-bel yang diduga berpotensi mengganggu prediksi variabel-variabel independen yang dikonstruksi menjadi penyebab perubahan pada variabel dependen, dalam hal ini adalah perilaku retaliasi. Variabel-variabel kontrol yang diduga berpotensi menjadi variabel yang dapat berperan menjelaskan perilaku retaliasi adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pengujian data dilakukan dengan CFA (confirmatory factor análisis) dalam melihat bahwa masing-masing ítem mengukur variabelnya. Tujuan pengujian untuk mengetahui apakan item-item tiap-tiap variabel yang digunakan (perilaku retaliasi, keadilan distributif dan keadilan prosedural) mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Secara empiris hasil menunjukkan bahwa keseluruhan instrumen-instrumen dalam model intensi berperilaku retaliasi valid dengan meng-Keadilan Distributif Kompensasi Finansial Keadilan Distributif Kebiajakan Rotasi Karyawan Komitmen Afektif Karyawan Perilaku Retaliasi Karyawan

(6)

20

gunakan rujukan bahwa loading factor di atas 0,5. (Hair et al., 1998).

Pengujian dilakukan dengan meng-gunakan Cronbach alpha. Rule of thumb adalah lebih tinggi dari 0.60 (Sekaran, 2000). Pengujian ini bertujuan untuk melihat derajat konsistensi alat ukur yang

digunakan. Konsistensi tersebut menunjuk-kan bagaimana masing-masing item ber-interrelasi satu dengan lainnya dalam me-ngukur suatu konsep atau variabel. Hasil empiris di dalam tabel 1. menunjukkan keseluruhan item reliabel atau konsisten sebagai alat ukur.

Tabel 1

Hasil Pengujian Reliabilitas

No Variabel Cronbach’s alpha

1. Keadilan Distributif Kompensasi finansial 0,919 2. Keadilan Distributif kebijakan rotasi karyawan 0,913

3. Komitmen Afektif 0,922

4. Perilaku Retaliasi 0,933

Hasil pengujian reliabilitas menun-jukkan bahwa instrument variabel keadilan distributive kompensasi finansial, keadilan distributif kebijakan rotasi karyawan,

komitmen afektif dan perilaku retaliasi menunjukkan di atas yang disyaratkan melampaui 0,6. Dengan demikian keempat variabel tersebut di atas dinilai reliabel. Tabel 2

Hasil Statistik Deskriptif

No Variabel Mean SD

1. Keadilan Distributif Kompensasi 15,14/4= 4,785 2,946 2. Keadilan Distributif kebijakan rotasi karyawan 14,42/4=3,605 4,720

3. Komitmen Afektif 24,26/6=4,043 2,546

4. Perilaku Retaliasi 20,46/9=2,273 6,708

Hasil statistik deskriptif menunjuk-kan rata-rata hitung (mean) untuk penilaian keadilan distributif dalam persepsi karya-wan PNS, bahwa kebijakan kompensasi secara umum dinilai lebih adil daripada kebijakan rotasi karyawan. Mean keadilan distributif kompensasi (4,785) > mean keadilan distributif kebijakan rotasi karyawan (3,605).

Sedangkan secara umum komitmen afektif karyawan PNS teresbut cukup tinggi, artinya mereka memiliki keterikatan emosional yang sangat kuat antara dirinya dan organisasi tempat bekerja (mean=4,043). Hal tersebut selaras dengan data deskriptif yang menunjukkan bahwa perilaku retaliasi atau perilaku

menyim-pang negatif yang dilakukan karyawan PNS relatif rendah, yaitu sebesar (2,273). Namun demikian standar deviasi yang ditunjukkan hasil deskriptif yang relatif tidak kecil menunjukkan bahwa sebaran data cukup bervariasi. Nampaknya bagi manajemen perilaku retaliasi sebesar (2,273) tetap menjadi perhatian penting, karena berpotensi untuk menjadi lebih besar apabila kebijakan-kebijakan organi-sasi mengabaikan nilai-nilai keadilan.

Analisis dalam penelitian ini dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan analisis regresi berganda hirarkikal. Pengujian dilakukan dalam dua step, yaitu step pertama memasukkan variabel kontrol meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan

(7)

21 lama bekerja. Hasil menunjukkan bahwa

keempat variabel kontrol tersebut tidak memiliki efek yang signifikan di dalam model penelitian.

Step kedua memasukan variabel-variabel prediktor yaitu keadilan distributif kompensasi, keadilan distributif kebijakan rotasi dan perilaku retaliasi.

Setelah melakukan pengendalian terhadap beberapa variabel yang diduga

berpotensi mempengaruhi model (variabel kontrol), maka persamaan statistik model penelitian utama adalah sbb:

Y = β1 + β2 + β3 Y = Perilaku Retaliasi

β1 = Keadilan Distributif Kompensasi Finansial Karyawan

β2 = Keadilan Distributif Kebijakan Rotasi Karyawan

β3 = Komitmen Afektif Karyawan Tabel 3

Efek Interaksi Keadilan Distributif Kompensasi, Kebijakan Rotasi Karyawan dan Komitmen Afektif Pada Perilaku Retaliasi

Variabel Independen Perilaku Retaliasi

β (ΛR2

) Sig

Step 1: Variabel Kontrol

(Jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama kerja)

(ΛR2 )

0.,029

ns

Step 2 Efek-Efek Variabel Prediktor Keadilan Distributif Kompensasi Keadilan Distributif Kebijakan Rotasi Komitmen Afektif (ΛR2 ) -0,128 -0,466 -0,295 0.593 0,350 0,000 0,022

Pada step pertama hasil analisis menunjukkan bahwa variabel-variabel kontrol yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja tidak memiliki peran yang signifikan dalam model penelitian ini. Dengan demikian variabel-variabel jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja yang semula diperkirakan berpotensi menjelaskan efek-efek tertentu pada model dapat terkendali dengan baik. Uji t menunjukkan bahwa kemampuan variasi keempat variabel tersebut di atas dalam menjelaskan variasi variabel perilaku retaliasi sebesar 0,029 (lihat ΛR2)

Pada step kedua, hasil empiris menunjukkan bahwa keadilan distributif kebijakan rotasi serta komitmen afektif pada perilaku retalisasi menunjukkan hasil yang negatif signifikan. Uji t menunjukkan

bahwa β2 sebesar -0,466 signifikan negatif yang bermakna pengaruh keadilan kebijakan rotasi signifikan pada perilaku retaliasi. Dengan demikian makna negatif berarti semakin tinggi keadilan suatu kebijakan rotasi berdampak pada semakin menurunnya intensi berperilaku negatif dan sebaliknya semakin rendah keadilan kebijakan rotasi berpotensi meningkatkan perilaku retaliasi karyawan PNS di kantor “X”.

Hasil empirik sejalan dengan hipotesis 2 yang diajukan dalam model penelitian ini. Uji t juga menunjukkan bahwa β3 signifikan negatif yang bermakna bahwa komitmen afektif berpengaruh negatif signifikan pada intensi karyawan PNS “X” berperilaku retaliasi. Dengan demikian semakin tinggi komitmen afektif karyawan PNS maka semakin rendah

(8)

22

intensi mereka melakukan perilaku retaliasi. Sebaliknya, semakin rendah komitmen afektif karyawan PNS “X” berpotensi menurunkan intensi karyawan PNS “X” melakukan perilaku retaliasi. Hasil penelitian empirik juga sejalan dengan hipotesis 3 yang diajukan dalam model penelitian ini.

Namun demikian penelitian ini secara empirik tidak mendukung hipotesis 1 yang diajukan bahwa keadilan distributif kompensasi finansial tidak berpengaruh negatif pada perilaku retaliasi. Hasil empirik ini tentunya menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa kompensasi finansial yang menjadi alasan seorang karyawan berafiliasi dengan organisasi menjadi tidak signifikan dipertimbangkan terkait dengan keadilan alokasi dari kompensasi tersebut. Hasil tersebut dimungkinkan terkait dengan asumsi para karyawan PNS bahwa kebijakan kompen-sasi finansial merupakan kebijakan yang tersentralisasi atau berasal dari pusat sehingga mereka tidak berdaya mempe-ngaruhi kebijakan tersebut. Dengan demikian adil ataupun tidak adil bukan menjadi hal yang dipertimbangkan mereka dalam berperilaku retaliasi, karena mereka tidak berperan mengendalikan kebijakan yang bersifat sudah apa adanya “taken for

granted”. Dengan demikian mereka cenderung mengabaikan kebijakan yang demikian. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan rotasi karyawan di mana kebijakan tersebut tidak semata-mata dari pemerintah pusat, namun peran pemerintah daerah cukup signifikan.

SIMPULAN, IMPLIKASI,

KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan

Temuan dalam penelitian menunjuk-kan bahwa perilaku retaliasi di dalam organisasi merupakan fenomena penting dalam kajian organisasi. Persepsi keadilan

distributif dalam konteks ini kebijakan rotasi karyawan PNS berperan negatif signifikan secara empiris menjelaskan perilaku retaliasi. Apabila karyawan-karyawan PNS mempersepsikan kebijakan manajerial atau organisasi khususnya kebijakan rotasi karyawan tidak adil maka akan menimbulkan emosi negatif seperti sakit hati kemarahan dan sangat berpotensi mendorong pada perilaku melawan atau membalas ketidakadilan tersebut. Demikian pula sebaliknya, apabila kebija-kan rotasi karyawan dinilai adil akebija-kan berdampak menurunkan kemungkinan perilaku retaliasi terhadap organisasi.

Temuan juga menunjukkan bahwa komitmen afektif berperan negatif signifikan dalam menjelaskan perilaku retaliasi. Semakin tinggi level komitmen afektifnya berdampak pada semakin rendah perilaku retaliasi karyawan PNS tersebut. Sebaliknya semakin rendah level komitmen afektif karyawan mendorong perilaku retaliasi terhadap organisasi yang lebih tinggi.

Namun demikian hal yang menarik adalah bahwa keadilan distributif kompen-sasi finansial yang dipersepsikan karyawan PNS tidak berdampak negatif signifikan pada perilaku retaliasi. Hal ini dimungkin-kan bahwa kebijadimungkin-kan kompensasi finansial bukanlah wewenang yang bersifat regional, namun kantor badan pemerintah ini merujuk pada kebijakan pemerintah pusat. Hal ini berbeda dengan keputusan alokatif dalam hal kebijakan rotasi karyawan PNS di kantor tersebut yang banyak diputuskan oleh keputusan yang bersifat regional saja. Dengan demikian sangat dimungkinkan karyawan tidak mempedulikan kebijakan yang

Implikasi Teoritik dan Praktik

Secara teoritis, temuan ini memberi-kan pemahaman pentingnya situasi tertentu dalam menjelaskan pengaruh keadilan distributif baik terkait dengan kompensasi

(9)

23 finansial dan kebijakan rotasi karyawan

pada perilaku retaliasi di dalam organisasi. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa teori tersebut tidak bersifat universal lintas populasi.

Berdasarkan studi komitmen afektif merupakan prediktor kuat dalam menjelas-kan perilaku retaliasi. Upaya peningkatan komitmen afektif karyawan PNS penting dilakukan dalam rangka mengeliminasi perilaku retaliasi di tempat kerja di lingkungan PNS.

Berkaitan dengan dunia praktek, manajemen seharusnya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan yang bersifat strategis bagi para karyawannya. Keputu-san tersebut akan mempengaruhi perilaku para karyawan di dalam organisasi tersebut apabila dinilai strategis bagi kepentingan mereka. Persepsi keadilan karyawan seharusnya menjadi perhatian manajemen dalam mengambil kebijakan-kebijakan terhadap PNS tersebut.

Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian ini hanya mengkonstruksi hubungan kebijakan transaksional yang bersifat alokatif dalam hal ini kajian keadilan distributif termasuk di dalamnya kompensasi finansial dan kebijakan rotasi karyawan. Penelitian ini tidak mengeksplorasi kebijakan transaksional organisasi yang bersifat strategis dalam menjelaskan perilaku karyawan. Penelitian ke depan penting mempertimbangkan kebijakan-kebijakan strategis dalam persepsi karyawan.

Penelitian ini mengabaikan aspek keadilan lainnya seperti keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan interaksional. Dalam konteks dan cara pandang penelitian yang berbeda dimungkinkan mengakomodasi ketiga jenis keadilan tersebut.

Komitmen afektif dalam penelitian ini berperan signifikan. Dengan demikian penting melihat perbedaan reaksi yang

bersifat kategorisasi antara karyawan dengan komitmen afektif tinggi dan rendah. Penelitian ke depan penting mempertimbangkan konfigurasi keadilan dan komitmen afektif. Penelitian eksperimen menjadi salah satu alternatif dalam pengujian yang bersifat konfiguratif.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross

sectional dengan menggunakan responden

yang sama dalam menjawab pertanyaan terkait variabel independen dan variabel dependen berpotensi terjadinya common

method variance. Penting upaya sistematik

mengendalikan potensi-potensi tersebut.

DAFTAR REFERENSI

Allen, N.J. and Mayer, J.P. 1990. The measurement and antecedents of affective continuance and normative commitment to the

organization. Journal of

Organizational Psychology, 63:

1-18.

Baron, R.M. and Kenny, D.A. 1986. The

moderator-mediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal

of Personality and Social Psychology, 51 (6): 1173-1182.

Carrel, M.R. and Dittrich, J.E. 1978. Equity theory: the recent literature, methodological considerations, and new directions. Academy of Management Review, 202-208.

Colquitt, J.A. 2001. On the dimensionality of organizational justice: a construct validation of measure.

Journal of Applied Psychology,

(10)

24

Colquitt, J.A., Conlon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C. and Ng, K.Y. 2001. Justice at the millennium: a meta-analytic review of 25 years of organizational justice research.

Journal of Applied Psychology,

86(3); 425-445.

Greenberg, J. 1990. Organizational justice: yesterday, today and tomorrow.

Journal of Management, 16(2):

399-432.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L.

and Black, W.C. 1998.

Multivariate Data Analysis. New

Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Luthan, S. 1995. Organizational Behavior. 7th Edition. McGraw Hill.

Meyer, J.P., Allen, N.J., and Smith, C.A., 1993. Commitment to organiza-tions and accupaorganiza-tions: extension and test of a three-component conceptualization. Journal of Applied Psychology, 78: 538-551.

Saunders, M.N.K., Thornhill, A. and Lewis, P. 2002. Understanding employees’ reactions to the manag-ement of change: an exploration through an organizational justice framework. Irish Journal of Management, 23(1): 85-101.

Sekaran, U. 2000. Research Methods For

Business. 3rd Edition. John Wiley & Sons Inc.

Skarlicky, D.P. and Folger, R. 1997. Retaliation in the work place: the role of distributive, procedural and interactional justice. Journal of

Applied Psychology, 82(3):

434-443.

Tjahjono, H. K. 2008a. Studi literature pengaruh keadilan distributif dan keadilan prosedural pada konsekuensinya dengan menggunakan teknik meta analisis.

Jurnal Psikologi UGM, 35 (1):

21-40.

Tjahjono, H. K. 2008b. Pengaruh keadilan organisasional pada perilaku retaliasi di tempat kerja. Buletin Ekonomi Jurnal Manaje-men, AKuntansi dan Ekonomi Pembangunan, 6 (1)

Tjahjono, H. K. 2010. The extension of two-factor model of justice: hierarchical regression test and sample split. China-USA Business

Review, 9. 39-54.

Tjahjono, H. K. 2011. The configuration among social capital, distributive and procedural justice and its consequences to individual satisfaction. International Journal

of Information and Management Sciences, 22 (1): 87-103.

Tyler, T.R. and Blader, S.L. 2003. The group engagement model: procedural justice, social identity, and cooperative behavior.

Personality and Social Psychology Review, 7(4):349-361.

Referensi

Dokumen terkait

Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya diperoleh dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan Islam. Islam mengatur kepemilikan

Hasil isolasi menunjukkan bahwa populasi bakteri bervariasi pada masing- masing sampel tanah yang diamati (Tabel 1.). Hasil isolasi bakteri dari 5 titik sampling

Dengan sistem Microbial Fuels Cells (MFCs), sampah sayur pasar yang berbentuk slurry dengan dilakukan penambahan EM4 dapat menhasilkan energy listrik pada 2 reaktor utama

IV transport diacak dengan metode diatas dengan bilangan kunci s IV transport tidak dikirimkan karena penerima juga mengacak dengan metode yang sama. ddetransformasipesan dengan

mengevaluasi kinerja pertumbuhan klon-klon jati pada plot uji klon sehingga dapat diketahui variasi pertumbuhan klon dan estimasi nilai parameter genetik yang ada

Jadi yang namanya minyak bumi atau sering juga disebut crude oil adalah merupakan campuran dari ratusan jenis hidrokarbon dari rentang yang paling kecil, seperti metan, yang

Pada sistem usulan yang diajukan penulis disini, terlihat dari sistem dan prosedurnya tidak banyak mengalami perubahan, hanya merupakan komputerisasi dari sistem

siswa yang tidak ikut mengomentari hasil dari temannya. Selain dua aspek tersebut semua sudah dilakukan dengan sangat baik oleh semua siswa dikarenakan siswa juga sudah