BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Struktur Baja
2.1.1. Syarat Konstuksi Baja
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 tujuan perencanaan adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat awet dan memenuhi tujuan – tujuan yang terpenting seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.
Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan biala kemungkinana terjadi kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan.
Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan. Batas-batas lendutan harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan,serta elemen-elemen yang di dukung oleh struktur-struktur tersebut.
Tabel 2.1. Batas Lendutan Maksimum
Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor Beban tetap
Beban sementara Balok pemikul dingding atau finishing yang getas L/360 -
Balok biasa L/240 -
Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200
Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200
Keterangan :
L = Panjang bentang
h = tinggi tingkat
Beban tetap = beban hidup
Beban sementara = beban gempa/beban angin
Beban hidup = beban sementara
Dalam perencanaan struktur baja harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.
b. Analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip cara kerja program dan harus ditunjukan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran.
c. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.
d. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekuatan unsur-unsurnya.
2.1.2. Sifat mekanis matrial Baja
Sifat mekanis bangunana baja didapat dari uji tarik. Pengujian melibatkan pembebanan tarik dari contoh material baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga diperoleh grafik hubungan antara tegangan dan regangan. Ketika beban terus bertambah, reganganpun ikut bertambah dan jika beban dihilangkan akan kembali kepanjang/kondisi awal, daerah ini disebut daerah elastis. Dan apabila tegangannya tidak dapat melampaui harga diatas limit proposional maka peristiwa ini disebut limit elastis. Limit elastis dan limit proposional memiliki hargayang sangat mendekati sehingga sering dianggap sama. Dan pada kondisi dimana beban ditambah terus tapi yang berubah hanya regangan sampai titik tertentu sedangkan tegangannya konstan, hal ini disebut kondisi plastis. Naiknya tegangan dan regangan yang tidak lagi berbanding lurus melainkan berupa lengkung hingga mencapai tegangan ultimate disebut ultimate tensile strength.
Gambar. 2.1 Grafik Hubungan Tegangan – Regangan
Tabel 2.2. Sifat Mekanis Baja Struktural
Berikut ini beberapa bentuk Profil baja yang biasa dipakai untuk konstruksi, yaitu :
2.1.3. Perencanaan Kolom
Kolom akan direncanakan menggunakan profil baja IWF dengan perhitungan menggunakan metode LRFD sebagai berikut:
2.1.3.1 Analisis Elastik
Setiap komponen struktur dianggap tetap dalam keadaan elastik pada setiap kondisi beban rencana. Pengaruh dari voute atau perubahan momen inersia penampang sepanjang as komponen struktur harus diperhatikan pada perhitungan dan bila tidak dapat diabaikan harus diperhitungkan dalam penentuan kekakuan komponen struktur tersebut.
a. Amplifikasi momen untuk komponen struktur tak bergoyang
Untuk komponen struktur tak bergoyang tanpa gaya aksial atau komponen struktur tak bergoyang dengan gaya aksial tarik, momen lentur rencana terfaktor (Mu) dihitung sebagai berikut:
Mu = Mntu ………. 2.1
Mntu = Momen lentur rencana terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh
beban-beban yang tidak menimbulkan goyangan.
Untuk komponen struktur tak bergoyang dengan gaya aksial terfaktor (Nu) yang berasal dari analisis orde pertama, momen lentur rencana terfaktor (Mu) dihitung sebagai berikut: Mu = δbMntu ……….2.2 δ b= 1 1 crb u m N N C ………...………..2.3
N u = gaya aksial tekan terfaktor
N crb = beban kritis elastik untuk komponen struktur tak bergoyang faktor C m untuk struktur tak bergoyang tanpa beban transversal dihitung
Cm = 0,6-0,4βm ≤ 10
untuk komponen struktur tak bergoyang dengan beban tranversal c m = untuk komponen struktur dengan ujung-ujung sederhana c m = untuk komponen struktur dengan ujung-ujung kaku
βm = perbandingan momen terkecil dan terbesar yang bekerja diujung-ujung komponen struktur, diambil positif bila komponen struktur terlentur dengan kelengkungan yang berbalik tanda dan negatif untuk kasus sebaliknya.
b. Amplifikasi momen untuk komponen struktur bergoyang
Untuk komponen struktur bergoyang, momen lentur rencana terfaktor (Mu) dihitung Sebagai berikut :
Mu = δb x Mntu + δs x Mltu ……….2.4
Mltu = momen lentur rencana terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh
beban-beban yang dapat menimbulkan goyangan.
δs = faktor amplifikasi momen, ditetapkan sebagai berikut;
δs =
N HLoh u 1 1 ………..……2.5 atau δ s = crb u N N 1 1 ...2.6 dimanaΣNu = jumlah aksial tekan terfaktor akibat gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
N u = gaya aksial pada kolom N crs = ditetapkan pada butir
Δoh = simpangan antar lantai dari tingkat yang sedang ditinjau,
ΣH = jumlah gaya horizontal yang menghasilkan Δoh pada tingkat yang ditinjau,
L = tinggi tingkat.
c. Persamaan interaksi aksial momen
Dalam segala hal, salah satu dari dua persamaan interaksi aksial momen berikut ini harus dipenuhi oleh setiap komponen struktur prismatis yang simetris ganda dan tunggal, (i)Bila 0,2 n u N N maka ny uy nx ux u u M M M M N N 9 8 ... 2.7 (ii)Bila 0,2 n u N N maka ny b uy nx b ux u u M M M M N N 9 8 2 ...2.8
dimana Nu = gaya aksial terfaktor,
Nn = daya dukung nominal penampang komponen struktur untuk komponen struktur tekan dan struktur tarik seperti di bawah ini:
komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor, Nu harus memenuhi, Nu≤φ Nn
dimana φ Nn adalah gaya tarik rencana yang besarnya diambil sebagai harga terendah diantara dua perhitungan menggunakan harga-hargaφ dan Nn dibawah ini:
φ = 0,90 Nn = Ag fy dan φ = 0,75 Nn = Ac fu dimana:
Ag = luas penampang kotor,mm2 Ac = luas efektif penampang, mm2
fy = tegangan leleh yang digunakan dalm desain, MPa
fu = kekuatan (batas) tarik yang digunakan dalam desain, Mpa φ adalah faktor reduksi kekuatan,
φ = φc untuk komponen struktur tekan = 0,85 φ = φt untuk komponen struktur tarik = 0,9
φb = faktor reduksi kekuatan untuk komponen struktur lentur = 0.90 Mnx ,Mny = momen nominal penampang komponen struktur masing-masing
terhadap sumbu x dan y
M ux ,M uy = momen lentur rencana terfaktor masing-masing terhadap sumbu x dan sumbu y, sudah termasuk pengaruh orde kedua
2.1.3.2. Desain Komponen Struktur Tekan
Suatu struktur yang mengalami beban aksial tekan disebut balok kolom. Aksi ini dapat menimbulkan teknik pada kolom, dimana dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Nu = Øn x Nn ... 2.1 Keterangan :
Nu = kuat tekan perlu ( kg )
Nn = kuat tekan nominal kompunen struktur ( kg ) Øn = faktor reduksi kekuatan = 0,85
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil dari pada nilai λr pada tabel 7.5-1 ( SNI 03-1729-2002 ), daya dukung nominan komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut :
N = A fcr ...2.2 Fcr = fy ...2.3 Untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1 Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω = c 67 , 0 6 , 1 43 , 1 Untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25 λc2 Keterangan :
Ag = luas penampang bruto ( mm2 )
fcr = tegangan kritis penampang ( Mpa ) fy = tegangan leleh matrial ( Mpa )
parameter kelangsingan kolom, λc, ditetapkan sebagai berikut :
λc = 1 r Lk Efy ...2.4 Lk = Kc x L ...2.5 Keterangan : Lk = Panjang tekuk ( m )
Fy = tegangan leleh matrial ( Mpa )
Dalam hal kc adalah faktor panjang tekuk nilai kc ditetapkan sesuai dengan butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3., ( lihat SNI 03-1729-2002 )
Perbandingan kelangsingan komponen struktur tekan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Plat sayap balok – I dan Canal dalam lentur :
λf < λp b/2tf <
fy
170 ...2.6 b. Untuk batang – batang yang direncanakan terhadap tekan :
λ=Lt/r ≤ 200 ...2.7 Tabel 2.3. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen
tertekan ( fy ) dinyatakan dalam Mpa,
Jenis Elemen Perbandingan
lebar Terhadap Tebal ( λ )
Perbandingan Maksimum Lebar Terhadap Tebal
λp (kompak)
λr (tak kompak) Plat sayap balok – I dan
Canal dalam lentur
b/t fy 170 (c) FR fy 370 (e)
Plat sayap balok – I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur
b/t fy 170 ke fr fxf )/ ( 420 (e )(f)
Plat sayap dari komponen – komponen struktur tersusun dalam tekan b/t - ( ) / 290 f ke f
Sayap bebas dari perofil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, plat sayap dari komponen struktur Canal dan aksial, tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau komponen struktur tekan
b/t -
fy
250
Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan plat copel pada penyokong, elemen yang tidak di perkaku, yaitu yang di tumpu pada salah satu
b/t -
fy
200
Sisinya
Pelat badan dari profil T d/t -
fy
335 Pelat sayap dari penampang
persegi panjang dan bujur
b/t
fy
500
fy
sangkar berongga dengan ketebalan seragam yang di bebani lentur : pelat penutup dari pelat sayap dan plat diafragma yang terletak diantara baut – baut atau las Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang ( b )
b/t - 830/ fy
Bagian – bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur ( a )
h/tw 1.680 fy(c) 2550 fy(g)
Bagian – bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur h/tw Untuk Nu/φNy<0,125(c) bny Nu fy 75 , 2 1 1680 Untuk Nu/φNy>0,125 bNy Nu fy 2,33 500 ≥ fy 665 bNy Nu fy 1 0,74 2550
Elemen – elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan
b/t h/tw
-
fy
murni ; yaitu dikekang sepanjang ke 2 sisinya
Penampang bulat berongga D/t (d) -
Pada tekan aksial - 22000/fy
Pada lentur 14800/fy 62000/fy
(a) untuk balok hibrida gunakan tegangan leleh pelat sayap fyf sebagat ganti fy.
(b) ambil luas neto pelat pada lubang terbesar (c) dianggap kapasitas rotasi inelasti sebesar 3.
Untuk struktur – struktur pasa zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
(d) untuk perencanaan plastis gunakan 9000/fy
(e) fr = tegangan tekan residual pada
pelat sayap = 70 Mpa untuk penampang dirol dan 115 Mpa untuk penampang dilas.
(f) ke =
tw h
4 tapi, 0,35<ke<0,763
(g) fy adalah teganggan leleh minimum
Gambar 2.3 Nilai kc untuk kolom degan ujung-ujung yang ideal 2.1.4. Perencanaan Balok
2.1.4.1. Desain Komponen Struktur Lentur dan Geser
Balok merupakan salah satu elemen struktur yang memikul beban tegak lurus dengan sumbu logitudinal sehingga balok menalami lentur. Apa bila balok bertumpuan sederhana mengalami beban terpusat, maksimum balok tersebut akan melentur seperti di tunjukan pada diagram sebagai berikut :
Gambar 2.4. Diagram Gaya Dalam Balok Akibat Beban Terpusat
Gambar 2.6. Diagram Gaya Dalam Balok Akibat Beban Terbagi Momen Syarat Momen Lentur Rencana :
Mu ≤ φ Mn ...2.8 Keterangan :
Mu adalah momen lentur rencana / perlu (kgm) Mn adalah kuat lentur nominal penampang (kgm)
φ adalah faktor reduksi kekuatan = 0,9
kelangsingan penampang baloklentur dapat ditentukan sebagai berikut ; a. Pelat bedan berpenampang kompak :
λf < λp fy tw
h 1680 ...2.9
λf < λp fy tw
h 1680 ...2.10
Untuk balok berpenampang kompak syarat kuat lentur nominal :
Mn = Mp dimana Mp = fy x Z ...2.11
Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tidak terkekang secara lateral (Lb), sebagai berikut : a. Bentang pendek (L ≤ Lp) Mn = Mp ...2.12 Bentang menengah ( Lp ≤ L ≤ Lr ) Mn = Mp Lp Lr L Lr Mr Mp Mr cb ) ( ) ( ) ( ...2.13
Dimana untuk Profil I dan Canal ganda :
Mcr = IyIw L E ElyGJ L cbx 2 Fy E ry Lp1.76 ...2.14 ry = A Iy ...2.15 Profil kotak pejal atau berongga :
Mcr = 2 Cb E ry
LIA ...2.16
2.1.4.2. Beban – Beban Yang Digunakan
Struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini : 1,4D...(6.2-1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)...(6.2-2)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W)………...(6.2-3)
1,2D + 1,3 W +γLL + 0,5 (La atau H)... (6.2-4)
1,2D ± 1,0E +γLL...(6.2-5) 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)...(6.2-6) Keterangan :
D = beban mati yang diakibatkan oleh berat kontruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L = beban hidup yang ditibulkan oleh pengguna gedung, termasuk kejut, tapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan dan material atau selama pengguna biasa oleh orang dan benda bergerak.
H = beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air. W = beban angin.
E = beban gempa.
a. Beban mati adalah beban kerja akibat gravitasi yang tetap posisinya dan bekerja terus-menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Barat struktur dianggap beban mati dan juga perlengkapan-perlengkapan yang tetap posisinya selama struktur berdiri seperti pipa listrik, pipa air, plafon, lampu dan lain-lain.
b. Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat beroindah-pindah beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Yang termasuk beban hidup adalah manusia, perabot,kendaraan, dan material yang dapat diganti selama umur gedung tersebut.
c. Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dan tekanan udara. Beban angin di tentukan dengan menganggap adanya tekanan positif da tekanan negatif (hisap) yang tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnyakedua tekanan tersebut ditentukan dengan cara mengalihkan tekanan tiup yang ditentukan untuk berbagai kondisi dan koefesien-koefesien angin yang di tentukan.
d. Beban gempa
Gempa bumi menimbulkan pergerakan kearah vertikal dan horizontal dengan besar gerak vertikal umumnya jauh lebih kecil. Karena pergerakan horizontal mengakibatkan pengaruh paling besar maka pengaruh gerak ini di pandang sebagai beban gempa. Berdasarkan SNI-03-1726-2002 untuk struktur gedung tidak berpengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis dinamis.
Syarat Gaya geser untuk analisis dinamis yaitu :
V ≥ 0,8 VI ...2.18 VI = Wt R xI c1 ...2.19 V = KCW ...2.20 Keterangan :
V = gaya geser dasar nominal
VI = gaya geser dasar nominal sebagai renspon pertama C = koefisien gempa = 03.05
T
K = koefesien ysng berkisar antara 0,67 sampai 3,0 yang menunjukan kemampuan batang untuk menyerap deformasi plastis
C1 = faktor respon gempa I = faktor keutamaan struktur R = faktorreduksi gempa
W/Wt = berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai Beban lateral total di disrtribusikan menurut rumus :
Fn =
WhWnxhn V ...2.21 Keterangan :
Fn = gaya lateral di lantai tingkat ke n Wn = berat lantai tingkat ke n
∑Wh = jumlah total dari Wh untuk semua lantai
Jika waktu getar alami T tidak dapat ditentukan secara rasional dari data teknis, T bisa dianggap sebagai berikut :
T = D H 05 . 0 ...2.22
H = tinggi bangunan diatasnya
D = dimensi bangunan dalam arah sejajar gaya yang diberikan 2.1.5 Perencanaan Sambungan
Berdasarkan SNI-03-1726-2002 sambungan terdiri dari komponen sambungan (plat pengisi, plat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu. Tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang
disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan kegaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagianyang disambungkan.
Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan
2. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan defermasi sambungan
3. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja kepadanya
a. Sambungan baut
Tegangan rata ≤ 0,75 x Teg ijin Teg rata – rata =
FnN ...2.23
Keterangan :
N = gaya normal pada batang (kg) Fn = luas penampang bersih terkecil Fn dapat dihitung dengan bersamaan :
Fn = F – nsd + ∑- ...lihat potongan 1-2-3...2.24 Fn = F – nsd ...lihat potongn 1-3...2.25 Keterangan :
F = luas penampang utuh S = tebal penampang d = diameter tulang
t = jarak lubang ke lubang padaarah sejajar sumbu batang u = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang
n = banyaknya lubang dalam garis potong yang ditinjau Cek kekuatan baut :
1. Cek terhadap geser pada baut :
σ geser = 0,6 x σ ijin ...2.26 N = A baut x σ geser ...2.27 σ tarik = 0,7 x σ ijin ...2.28 cek kombinasi beban :
σ = tarik2 geser2 ijin ...2.29
2. Cek terhadap akibat lubang profil :
σ tumpu = 1,2 x σ ijin ...2.30 N = d x t x σ tumpu ...2.31 d = diameter lubang = dia meter baut ( + 2 mm jika d ≤
22mm, + 3mm jika d ≥ 22mm )
Jumlah baut = gaya batang / N ...2.32
Gambar 2.7. Jarak antar baut sejajar S = 2,5d ≤ S ≤ 7d/14t
U = 2,5d ≤ S ≤ 7d/14t Keterangan :
d = diameter baut (mm)
t = tebal plat sambungan dan tebal profil (ambil yang terkecil)
3. Geser Eksenttis
Geser eksentris adalah apabila gaya p bekerja pada garis kerja yang tidak melewati titik berat komponen baut, maka akan timbul efek akibat gaya eksentris tersebut. Beban p yang mempunyai eksentrisitas sebesar e, adalah ekuivalen statis dengan momen p dikali e ditambah dengan gaya konsenteris p yang bekerja pada sambungan. Karena baik momen maupun beban konsentris tersebut memberi efek geser pada kelompok baut.
Dalam mendisain sambungan seperti ini, dapat dilakukan dua macam pendekatan yaitu :
1. Analisa elastik, yang mengasumsikan tak ada gesekan antara pelat yang kaku dan alat pengencang yang elastik.
Gambar 2.8 Contoh sambungan Geser Eksentris
1. Analisa Elastik
Prosedur analisa ini disarkan pada konsep mekanika bahan sederhana, dan digunakan sebagai prosedur konservatuf. Untuk menurunkan permasalahan yang digunakan dalam analisa ini, perhatikan sambungan yang menerima beban momen M dalam Gambar2.8.a. Abaikan gesekan antara pelat, momen sama dengan jumlah gaya dalam Gambar 2.8.b dikalikan jarak ke titik berat kelompok baut.
M = R1.d1 + R2.d2 + .... + R6.d6 = Σ R.d ...2.33
Gambar 2.10. Sambungan dengan beban momen
Jika tiap baut dianggap elastik dan mempunyai luas yang sama, maka gaya R dari tiap baut juga proporsional terhadap jarak ke titik berat kolompok baut tersebut.
6 6 2 2 1 1 ... d R d R d R ...2.34
Atau Rp R2 ... R6 dapat ditulis dalam bentuk :
Substitusikan 2.34 ke persamaab 2.35 : M = 2 6 6 6 2 2 1 1 2 1 1 1. . ... .d d R d d R d d R M =
2 1 1 2 6 2 2 2 1 1 1 ... d d R d d d d R ...2.36Sehingga gaya pada baut 1 :
R1 =
12 . d d M ...2.37Dengan cara yang sama, maka gaya pada baut-baut yang lain adalah :
R2 =
22 3 23 6 26 . ;...; . ; . d d M R d d M R d d M ...2.38Atau secara umum ditulis :
R =
2 . d d M ...2.39Apabila gaya R, diuraikan dalam arah x dan y seperti dalam gambar 2.5, maka dapat dituliskan komponen gaya dalam arah x dan y.
R d y Rx . R d x Ry . ...2.40 Substitusikan 2.39 ke 2.38
Karena a2 = x2 + y2, maka persamaan 2.40 secara umum dapat dituliskan lagi : Rx =
2
2 . y x y M R y =
2
2 . y x y M ...2.41Dengan hukum penjumlahan vektor, maka gaya R didapatkan dari :
R = 2 2
y
x R
R ...2.42 Untuk menghitung gaya total akibat beban eksentris seperti Gambar 2.8.a, maka pengaruh gaya Rv memberikan konstribusi gaya tiap baut sebesar :
Rv =
P N ...2.43Dengan N adalah jumlah baut. Dan total resultan gaya pada setiap baut yang mengalami gaya eksentris adalah :
R= 2 ( )2
v y
x R R
R ...2.44 Tabel 2.4. Tipe-tipe baut
Tipe Baut Diameter (mm) Proof Stress (Mpa) Kuat Tarik Min (Mpa) A307 6.35 – 104 - 60 A325 12.7 – 25.4 585 825 28.6 – 38.1 510 725 A490 12.7 – 38.1 825 1035
Sumber : Perencanaan Struktur baja metode LRFD, 2008 b. Sambungan Las
1. Las sudut : Ini tidak membutuhkan pekerjaan pendahuluan las ini terdiri dari :
a. Las sudut pipih/datar (paling banyak digunakan
Gambar 2.12. Las sudut pipih/datar b. Las sudut cekung
Gambar 2.13 Las sudut cekung
c. Las sudut cembung
Gambar 2.14. Las sudut cembung
2. Las tumpul : bentuknya tergantung ppada tebal bagian yang akan disambung.
Cek kekuatan las : P = 2 2 cos sin ijinxA ...2.45 Keterangan :
α = sudut yang dibentuk antara arah gaya dengan bidang geser las A= luas penampang las (Ln x a) (mm2)
Ln = panjang bersih las = Lbr-3a ( mm) Lbr = panjang kotor rigi - rigi las (mm) a = tebal rigi-rigi las ≤
2
2 (mm) T = tebal profil (mm)
Syarat panjang bersih las = 10a≤Ln≤40a
Tabel 2.5. Ukuran minimum las sudut
Tebal plat (t,mm) paling tebal Ukuran minimum las sudut (a,mm)
t ≤ 7 4
7 < t ≤ 10 3
10 < t ≤ 15 5
15 < t 6
Sumber : perencanaan struktur baja metode LRFD,2008
Gaya yang dapat dipikul las berdasarkan sudut bidang geser las : 1. Jika α = 90˚
2. Jika α = 0˚
Gambar 2.16. Bidang geser las α = 0˚ 3. Jika α = 45˚
Gambar 2.17. Bidang geser las α = 45˚ 2.1.6 perencanaan perkakuan (bracing)
stabil portal di dapat dengan memberikan pengaku,portal yang diberi pengaku dapat di idialisasi dengan asumsi :
kolom tidak ikut menahan goyang
pengaku bekerja secara bebas sebagai pegas pada puncak kolom
a. Bracing tipe X
jika ada dua pengaku saling silang maka pengakun yang satu akan tertekuk dan yang satu nya akan tertarik. Kekakuan yang didapat dari adanya brecing dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
rangka digunakan pada setiap lanatai yang disusun menurut pola selang-seling pada suatu lantai dengan lantai lainnya. Prinsip membuat rangka berselang-seling sangat efesien apabila diterapkan untuk menahan beban vertikal dan horizontal.
b. Brecing tipe V
Portal yang menggunakan brecing tipe V harus memenihi persyaratan sebagai berikut :
1. Kuat rencana brecing minimal 1,5 x beban terfaktor
2. Balok yang bersilang dengan batang brecing harus menerus dari kolom-ke kolom
3. Balok yang bersilang dengan batang brecing harus direncanakan untuk memikul pengaruh semua beban mati dan hidup, dengan menganggap bahwa batang brecing tidak ada 4. Sayap-sayap atas dan bawah balok pada titik persilangan dan
batang brecing harus direncanakan mampu memikulgaya lateral yang besarnya 2 % kuat nominal sayap balok
c. Bresing tipe K
Bresing tipe ini biasanya dipakai pada bangunan-bangunan dua tingkat atau kurang dan struktur atap
2.1.7 Beban Tumbukan
Tumbukan adalah untuk memahami konsep momentum linier dan membuktikan hukum kekekalan momentum pada peristiwa tumbukan.
Momentum sebuah benda didefinisikan sebagai hasil kali massa benda kecepatnya. Berdasarkan definisi tersebut momentum merupakan besaran vektor. Dalam hal ini berarti momentum memiliki besar dan arah (Zemansky, 1994).
Benda-benda yang massanya besar dan bergerak, memiliki momentum yang besar sebagai contoh kapal laut berkecepatan rendah, tetapi karena memiliki
massa yang sangat besar, kapal laut memiliki momentum yang besar. Secara matematis persamaan momentum sebuah benda dapat dituliskan :
P = m.v ...2.46 Dengan m = massa benda (kg) V = kecepatan benda (m/s) P = momentum benda (kg m/s) (Halliday,1991)
Hukum kekekalan momentum adalah jika suatu sistem tidak mendapat gaya dari luar, momentuk sistem selalu tetap. Hukum ini merupakan salah satu hukum yang penting dalam fisika. Kekekalan momentum berguna dalam pembahasan tentang tumbukan. ( Corner, 1974).
Tumbukan adalah dua benda bermassa m1 dan m2 bergerak berlawanan arah dan masing-masing dengan kecepatan v1 dan v2 saling bertumbukan. Oleh karena itu didapatkan rumus :
m1 . v1 + m2 . v2 = (m1 + m2)v1 ...2.47
Jika gaya anatara benda-benda lebih besar dari setiap gaya luar, seperti pada kebanayakan kaum tumbukan. Kita dapat mengabaikan gaya luar dan memeperlakukan bola sebagai sistem empunyai harga yang sama baik sebelum dan sesudah tumbukan. ( Young, 2002)
Jika gaya antara gaya-gaya kekal, maka tidak ada energi mekanikk yang hilang atau bertambah p-ada tumbukan. Energi kinetik total; dari sistem sesudah tumbukan, sama dengan sebelumnya. Tumbukan seperti ini dinamakan tumbukan elastis ( Buence, 2006 )
Ditinjau dari hukum kekekalan energi yang dimiliki oleh kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan maka tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Tumbukan lenting sempurna
Pada tumbukan ini, jumlah energi kinetik kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama. Dapat menggunakan rumus
e v v v v 2 1 2 1' ' ...2.48
2. Tumbukan lenting sebagian
Pada tumbukan ini jumlah energi kinetik setelah tumbukan berkurang disebabkan oleh adanya energi yang berubah menjadi bentuk energi lain. Dapat menggunakan rumus :
3 4 2 3 1 2 h h h h h h e ...2.49
3. Tumbukan tidak lenting sama sekali
Pada tumbukan ini telah terjadi tumbukan kedua benda menjadi satu sehingga keduanya memiliki kecepatan yang sama. Rumus yang dapat digunakan adalah