PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI DESA
LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
Dian Hairani*)
Dwi Novitasari S.Kep.,Ns., M.Sc**), Umi Aniroh, S.Kep.,Ns., M.Kes **) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK
Diabetes mellittus disebabkan oleh rusaknya sel betha dari pulau
Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita DM
diantaranya latihan fisik (senam). Saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, sehingga kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara quasi
eksperimen berbentuk non equivalent kontrol group design. Populasi penelitian ini penderita DM tipe 2 sebanyak 86 lansia dengan sampel 40 responden. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling dengan alat pengambilan data menggunakan glukometer. Analisis data menggunakan dependent t test dan independent t test
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam lansia terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, ditunjukkan dengan mean difference sebesar 21,35, nilai t hitung sebesar 2,051 dan nilai p-value sebesar 0,047 (α = 0,05).
Hendaknya masyarakat khususnya penderita DM tipe 2 memanfaatkan senam lansia sebagai obat pelengkap / komplementer yang murah untuk menurunkan kadar glukosa darah.
Kata Kunci : senam lansia, glukosa darah, lansia Kepustakaan : 33 (2004-2013)
PENDAHULUAN
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2012).
Prevalensi DM tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%), sedangkan prevalensi di Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93% (Dinkes Jateng, 2011).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah (hiper-glikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan
sel. Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan menimbulkan peningkatan glukosa darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto, 2011).
Glukosa merupakan unsur nurtien utama yang langsung dapat digunakan untuk metabolisme sel. Glukosa darah pada keadaan normal dipertahankan antara 70-110 mg/dl. Selama periode puasa pankreas secara terus menerus mensekresi insulin dalam jumlah sedikit, sementara hormon glukagon dilepaskan ketika kadar glukosa darah menurun dan menstimulasi hati untuk melepaskan cadangan glukosanya. Hormon insulin dan glukagon bersama-sama berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah. Setelah 8-11 jam tanpa makanan, hati memecah glikogen dari non karbohidrat termasuk asam amino menjadi glukosa, yang kemudian dimanfaatkan sel untuk metabolisme dan energi sel (Tarwoto, 2011).
Langkah pertama dalam mengelola DM yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan
langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian DM yang ditentukan belum tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikut, yaitu penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis. Umumnya pada kebanyakan kasus dapat diterapkan langkah seperti tersebut di atas. Pengelolaan farmakologis pada keadaan kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stres) dapat langsung diberikan, umumnya
berupa suntikan insulin. Tentu saja dengan tidak melupakan pengelolaan non farmakologis (Soegondo, et.,al, 2013).
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita DM
diantaranya latihan fisik atau jasmani. Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training (CRIPE). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220 dikurangi umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging (Soegondo, et.,al, 2013).
Olahraga pada penderita DM tipe 2, berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respons reseptor terhadap insulin (resistensi insulin). Adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin (insulin-like effect). Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respons ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu
olahraga harus dilakukan terus menerus dan teratur. Olahraga pada DM tipe 2 selain bermanfaat sebagai glycemic control juga bermanfaat untuk menurunkan BB dan lemak tubuh (Soegondo, et.,al, 2013).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada tanggal 3 Oktober 2013 diperoleh data jumlah lansia untuk bulan Oktober 2013 sebanyak 172 orang. Hasil seleksi terhadap 172 lansia dengan melakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa menggunakan glukometer dan beberapa pertanyaan tentang gejala diabetes terhadap lansia ketika posyandu lansia diperoleh 86 lansia yang mengalami DM tipe 2 dengan rata-rata kadar glukosa darah puasa 172,9 mg/dl.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa terhadap 5 lansia secara acak, ternyata rata-rata kadar glukosa darah puasa 238,6 mg/dl (lebih dari 126 mg/dl). Peneliti juga menanyakan keaktifan dalam kegiatan olah raga khususnya senam lansia untuk DM tipe 2 kepada 5 orang tersebut. Hasilnya dari 5 orang tersebut melakukan diet ketika mereka mendapat informasi tentang diabetes, selanjutnya mereka tidak rutin dalam melakukan senam lansia dikarenakan tidak ada yang mengkoordinir, mengatur jadwal dan instruktur.
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul, pengaruh senam lansia terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara quasi experiment. Menurut Notoatmodjo (2010), quasi experiment adalah eksperimen yang belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan.
Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk non equivalent kontrol group design. Populasi yang diteliti adalah penderita diabetes mellitus tipe II di desa Leyangan Kec. Ungaran Timur Kab. Semarang yang berjumlah 86 orang dan sampel yang digunakan sebanyak 40 orang dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 kelompok kontrol dan 20 kelompok intervensi. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, Peneliti mempunyai pertimbangan dalam memilih sampel yaitu berdasarkan kriteria-kriteria inklusi dan eksklusi. Menurut Notoatmodjo (2010), agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi. Penelitian dilakukan di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur Kab. Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 16 Februari 2014. Instrumen penelitian ini menggunakan glukotest / glukometer untuk mengukur kadar gula darah. Sebelum dilakukan senam lansia pada penderita diabetes mellitus, penderita diukur terlebih dulu kadar glukosa darahnya, alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah glukotest
atau glukometer. Analisis variabel univariat dalam penelitian ini yaitu variabel numerik dengan parameter ukuran pemusatan mean, median, dan standar deviasi.sedangkan analisis bivariatnya menggunakan uji t-test dependent karena data yang dikumpulkan berasal dari dua sampel yang saling tergantungan, artinya bahwa satu sampel mempunyai dua data yaitu pre test dan post test. Penggunaan statistik parametrik bahwa data setiap variabel penelitian yang dianalisis membentuk distribusi normal.
Uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe II antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol maka uji yang digunakan adalah uji statistik t-test independent. Sampel-sampel independent bila terdapat dua kelompok yang terpisah seperti satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2010).
Pada kelompok kontrol diberikan senam lansia setelah post test sedangkan kelompok intervensi diberikan senam lansia setelah pre test.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Tabel 5.5 Gambaran Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe 2 Sebelum Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Kelompok n Mean (mg/dl) Std. dev (mg/dl) Intervensi 20 218,95 41,218 Kontrol 20 213,30 31,069
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan kadar glukosa darah puasa pada penderita DM tipe 2 sebelum diberikan senam lansia pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang rata-rata sebesar 218,95 mg/dl dengan standar deviasi 41,218 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata sebesar 213,30 mg/dl dengan standar deviasi 31,069 mg/dl.
Tabel 5.6 Gambaran Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe 2 Sesudah Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Berdasarkan Tabel 5.6 menujukkan kadar glukosa darah puasa pada penderita DM tipe 2 sesudah senam lansia pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang rata-rata sebesar 213,00 mg/dl dengan standar deviasi 30,731 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata sebesar 191,65 mg/dl dengan standar deviasi 34,968 mg/dl.
2. Analisis Bivariat
Tabel 5.7 Perbedaan Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, dapat diketahui bahwa selisih rata-rata kadar glukosa darah responden sebelum dan sesudah diberikan senam lansia sebesar 27,30 mg/dl dengan selisih standar deviasi 15,80. Hasil uji paired t test didapatkan nilai
t hitung sebesar 7,726 dengan p-value sebesar 0,000 < α (0,05),
maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Tabel 5.8 Perbedaan Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol Perlaku an Mean differenc e (mg/dl) SD differen ce (mg/dl) t hitung p‐ valu e GD pre‐ post 27,30 15,80 7,726 0,00 0 Interve nsi Kelompok n Mean (mg/dl) Std. dev (mg/dl) Intervensi 20 213,00 30,731 Kontrol 20 191,65 34,968
Perlakuan Mean difference (mg/dl) SD differenc e (mg/dl) t hitung p‐ value GD Pre‐post kontrol 0,30 0,98 1,371 0,186
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, dapat diketahui bahwa selisih rata-rata kadar glukosa darah responden sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol sebesar 0,30 mg/dl dengan selisih standar deviasi 0,98. Hasil uji paired t test didapatkan nilai
t hitung sebesar 1,371 dengan p-value sebesar 0,186 > α (0,05),
maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Tabel 5.9 Pengaruh Senam Lansia terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM tipe 2 di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang
Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat bahwa selisih rata-rata kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 pada kelompok kontrol dan intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebesar 21,35, dengan selisih standar deviasi 10,41. Berdasarkan uji independen t-test diperoleh nilai t hitung sebesar 2,051 dan nilai p-value sebesar 0,047 (α = 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh senam lansia terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Olahraga (senam) pada DM tipe 2, berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respons reseptor terhadap insulin (resistensi insulin), karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin (insulin-like effect). Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Saat senam resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respons ini hanya terjadi setiap kali senam, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olahraga harus dilakukan terus menerus dan teratur. Olahraga pada DM tipe 2 selain bermanfaat sebagai glycemic control juga bermanfaat untuk menurunkan BB
Mean differ ence Std. Erro r diffe renc e t hitung p valu e Equal varia nces assum ed 21,35 10,4 1 2,051 0,0 47
dan lemak tubuh (Soegondo, et.,al. 2013).
KESIMPULAN
1. Kadar glukosa darah puasa pada penderita DM tipe 2 kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum diberikan senam lansia rata-rata sebesar 218,95 mg/dl dengan standar deviasi 41,218 mg/dl, sedangkan setelah diberikan senam lansia rata-rata sebesar 191,65 mg/dl dengan standar deviasi 34,958 mg/dl.
2. Kadar glukosa darah puasa pada penderita DM tipe 2 kelompok kontrol di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum penelitian rata-rata sebesar 213,30 mg/dl dengan standar deviasi 31,068 mg/dl, sedangkan setelah penelitian rata-rata sebesar 213,00 mg/dl dengan standar deviasi 30,731 mg/dl. 3. Ada perbedaan yang bermakna
kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 7,726 dan p-value (0,000) < α (0,05).
4. Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 1,371 dan p-value sebesar 0,186 > α (0,05).
5. Ada pengaruh senam lansia terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,051 dan nilai p-value sebesar 0,047 (α = 0,05).
SARAN
Mengingat masih adanya keterbatasan dari penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan penelitian lebih lanjut dapat melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap faktor yang menentukan dan membantu pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus misalnya mengontrol pola makan, olahraga. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2008. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Atun. 2010. Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah dan Merawat Penderita. Bantul : Kreasi Wacana Offset
Dahlan. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam. Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika
Diah. 2012. Perencanaan Menu Untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Swadaya
Dinkes Jateng. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2011. Semarang
Ellard, T. & Smith, K.S. 2006. Social support, sense of control, and coping among patients with breast,lung or colorectal cancer. Journal of Psychosocial Oncology, 7. http://web.ebscohost.com, diperoleh
tanggal 7 Agustus 2013
Friedman, M. Bowden, V.R.Jones, E. G., 2003. Family Nursing Research, Theory And Practice, New Jersey : Prentice Hall
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus pada Orang Dewasa dan Anak-Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Penerbit Salemba Medika
Ignatavicus & Workman. (2006). Medical Surgical Nurshing Critical Thingking For Ollaborative Care. Vol. 2. Elsevier Sauders : Ohia
Mahendra., Krisnaturi, D., Tobing, A., Alting. Z. B. 2009. Care Your Self Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Plus
Nabyl. 2012. Panduan Hidup Sehat : Mencegah dan Mengobati Diabetes Militus. Yogyakarta : Aulia publising.
Niven, N. 2004. Psikologi Kesehatan : Pengentar untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain. Jakrta : EGC
Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, W. 2012. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Olatunbosun,S.T.2011. Insulin Resistance Overview.Available From : http :// Emedicine. Medscape. Com/ article/ 122501-overview#a0104
(Accesed 2 May 2011)
Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. PB PERKENI
Pramudiarja, Uyung. 2011. Ukuran Tubuh Manusia 100 Tahun Mendatang Bakal Menyusut. Http://www.detikhealth.com Rachmawati. 2009. Pengaruh Indeks
Masa Tubuh Terhadap Kejadian Hiperglikemia Pada Orang Dewasa Berusia > 40 Tahun. Depok : Pascasarjana FKMUI
Riwidigdo. 2009. Statistik Kesehatan, Yogyakarta : Mitra Cendika Press
Rochman A., Riyanto S. 2005. Daya Antioksi Dan Ekstrak Etanol Daun Kemuning (Murraya Paniculata (L)Jack) Secara In Vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 16:136-40
Salawati T, Sugiyarti, Meikawati, W. 2011. Hubungan ketaatan diet dan kebiasaan olahraga dengan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus yang berobat di Puskesmas Ngembal Kulon
Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 7 No.1 tahun 2011. Unimus
Santoso,M.(2006).Senam Diabetes Seri 3. Jakarta : Yayasan Diabetes Indonesia
Setyawan dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha
Medika.
Sinaga, E dan Wirawanni, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Wanita Prediabetes. Artikel Penelitian. Semarang : UNDIP Soegondo, S., Soewondo, P.,
Subekti, I. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta
Sumintarsih. 2006. Kebugaran jasmani untuk Lanjut usia. Yogyakarta : Majora Volume 12 Agustus 2006 TH XII No 2 Tarwoto., Wartonah., Taufiq, I.,
Mulyati, L. 2011. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : TIM Widianti dan Proverawati. 2010.
Senam Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Wijayakusuma, H. 2004. Bebas Diabetes Mellitus ala Hembing. Jakarta : Puspa Swara.