1
Pengaruh Ekuitas Merek dan Bauran Ritel terhadap
Customer Switching Behaviour dan Loyalitas melalui Kepuasan
pada Konsumen Alfamart di Kota Jember
Oleh :Kristian Suhartadi WN
(Fakultas Bisnis Manajemen Universitas Widyatama)
Abstrak
Loyalitas memegang peranan penting dalam perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan melakukan berbagai strategi untuk menjaga dan meningkatkan loyalitas konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis loyalitas konsumen dengan variabel ekuitas merek dan bauran ritel terhadap customer switching behaviour dan kepuasan konsumen. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 135 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa variabel ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen dengan nilai signifikansi sebesar 0.026. Variabel ekuitas merek berpengaruh tidak signifikan terhadap loyalitas konsumen dengan nilai signifikansi sebesar 0.932 yang lebih besar dari signifikansi yang disyaratkan yaitu 0.05. Variabel bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen dengan nilai signifikansi sebesar 0.000. Variabel bauran ritel berpengaruh tidak signifikan terhadap loyalitas konsumen dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.996 yang lebih besar dari taraf signifikansi yang disyaratkan yaitu 0.05. Variabel kepuasan konsumen berpengaruh negatif signifikan terhadap customer switching behaviour dengan nilai signifikansi sebesar 0.001. Variabel kepuasan konsumen berpengaruh tidak signifikan terhadap loyalitas konsumen dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.981 yang lebih besar dari taraf signifikansi yang disyaratkan yaitu 0.05. Variabel customer switching behaviour berpengaruh negatif signifikan terhadap loyalitas konsumen dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.004.
Kata Kunci : Ekuitas merek, bauran ritel, kepuasan konsumen, customer switching behaviour, loyalitas konsumen
1. PENDAHULUAN Latar Belakang
Dunia ritel merupakan dunia yang selalu aktif bertumbuh dan berkembang. Secara etimologis, ritel berarti memecah barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (Utami, 2010:5). Ritel dapat dilihat dari dua sisi yaitu ritel tradisional seperti toko kelontong dan usaha masyarakat yang sebagian besar tidak menggunakan manajemen secara profesional serta ritel modern yang dapat dilihat sebagai toko dengan manajemen yang profesional. Konsep pertumbuhan dan perkembangan dapat diartikan dengan semakin gencarnya ritel membuka outlet/ toko. Kondisi tersebut di sisi lain dapat dilihat sebagai masih adanya potensi pasar yang perlu di garap dan masih perlunya perusahaan membesarkan volume perusahaannya untuk mencapai kondisi ekonomis. Melihat fakta yang demikian kondisi persaingan di dunia ritel dapat dikatakan ketat serta menyasar berbagai segmen dan merubah perilaku konsumen dalam hal berbelanja di pasar modern.
Ketatnya persaingan yang muncul menjadikan perusahaan harus cermat mengatur strategi dan mengelola perusahaan supaya perusahaan mampu tetap bersaing dan bertahan. Menjaga loyalitas konsumen merupakan salah satu strategi perusahaan untuk bertahan dengan kondisi persaingan yang ada. Konsumen yang loyal dapat dipahami sebagai aset perusahaan untuk mengembangkan dan bersaing dengan perusahaan sejenis.
Fakta mengungkapkan bahwa saat ini semakin sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan keunggulan bersaing karena peniruan produk yang cepat, umur produk yang singkat serta banyaknya informasi yang ada pada konsumen dan respon negatif konsumen terhadap iklan (Kotler, 2006:62), selain itu fakta bahwa minimalnya hambatan untuk berpindah menjadikan konsumen
2 dengan mudah berpindah dari satu toko ke toko lain (Astuti, 2010). Temuan-temuan tersebut memang menjadikan perusahaan harus lebih cermat dan cerdas dalam mengelola pasar karena kemiripan produk dan layanan yang semakin tinggi serta akses informasi yang mudah sehingga strategi perusahaan harus dibangun sedemikian rupa dan salah satu cara adalah membangun merek yang lebih baik, kecakapan membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen dan kecakapan dalam keunggulan penawaran perusahaan (Kotler, 2006:63).
Konsep yang dibangun dan dikembangkan pada penelitian ini terdiri dari variabel ekuitas merek, bauran ritel, customer switching behaviour, kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen. Dasar pemikiran yang dibangun dari konsep tersebut juga didukung dengan hasil studi empirik bahwa bauran ritel dan ekuitas merek menjadi penting karena terkait dengan kepuasan, loyalitas serta perilaku konsumen yang berpindah. Berusaha memahami permasalahan di atas dari berbagai sisi variabel menjadi penting supaya masalah yang diangkat menjadi terpetakan dengan baik dan dapat diberikan alternatif solusi yang tepat bagi pengembangan perusahaan dan peningkatan volume penjualan perusahaan.
Titik kritis antara bauran ritel dan ekuitas merek terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen minimarket di atas adalah kemungkinan konsumen yang berpindah. Kemungkinan konsumen yang berpindah atau customer switching behaviour dapat disebabkan karena ketidakpuasan , keinginan mencari variasi atau memenuhi rasa ingin tahu, ketidaknyamanan baik dalam layanan, suasana toko dan produk yang ditawarkan belum sesuai dengan kebutuhan konsumen (Mohsan, et al, 2011); (Cho, 2012). Kerentanan tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri jika perusahaan tidak mampu mendiferensiasikan dan memosisikan merek secara tepat karena seakan kedua perusahaan tersebut sama sehingga konsumen sudah tidak lagi melihat merek namun melihat adanya toko dengan layanan yang baik dan harga terjangkau. Pandangan sederhana konsumen tersebut penting untuk dipahami perusahaan dengan menguatkan sisi bauran ritel dan ekuitas merek. Perilaku konsumen yang berpindah harus dilihat dari banyak sisi dan juga memperhatikan waktu, ada kalanya konsumen berpindah karena adanya penawaran menarik tertentu dalam bentuk diskon sehingga konsumen cenderung berpindah namun jika program tersebut berakhir maka konsumen tersebut akan kembali pada toko semula. Disamping itu fenomena di lapangan mengatakan bahwa konsumen sangat sensitif terhadap perubahan harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
Rumusan Masalah
1. Apakah ekuitas merek berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Alfamart ? 2. Apakah ekuitas merek berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Alfamart? 3. Apakah Bauran Ritel berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Alfamart ? 4. Apakah Bauran Ritel berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Alfamart ?
5. Apakah kepuasan konsumen berpengaruh terhadap customer switching behaviour Alfamart ? 6. Apakah kepuasan konsumen berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Alfamart ?
7. Apakah customer switching behaviour berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Alfamart ?
2. TINJAUAN PUSTAKA Ekuitas Merek
Kotler dan Keller (2009:334) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam bentuk cara seorang konsumen dalam berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Menurut Aaker (dalam Tjiptono, 2011:96) menyatakan bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah merek yang dapat mengurangi atau menambah nilai yang terkandung dalam merek tersebut. Sesuai pengertian diatas dapat dipaham bahwa ekuitas merek merupakan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk sebagai hasil investasi atau pembangunan merek pada kegiatan pemasaran sebelumnya.
3 Sejalan dengan makin pesat dan makin spesifik permasalahan, maka Keller (dalam Tjiptono 2011:98) mengembangkan sebuah pendekatan ekuitas merek berbasis konsumen atau disebut
customer based brand equity. Asumsi yang dibangun yaitu kekuatan sebuah merek terletak pada
apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengar tentang sebuah merek sebagai hasil dari pengalaman konsumen. Dalam konsepnya Keller menegaskan bahwa kesadaran atas suatu merek dan pengetahuan yang tinggi atas suatu merekakan meningkatkan menimbulkan suatu asosiasi yang kuat, positif dan unik dalam persepsi konsumen. konsep tersebut juga digunakan Yoo dan Donthu (2001) namun dengan sedikit penyesuaian yaitu Customer Based Brand Equity dibangun dari tiga variabel yang konsisten dan menunjukkan model yang baik yaitu perceived quality, brand loyalty dan brand awareness/ association.
Bauran Ritel
Bauran ritel merupakan strategi pemasaran yang mengacu pada beberapa variabel dimana peritel dapat mengkombinasikan variabel-variabel tersebut menjadi jalan alternatif dalam upaya menarik konsumen (Utami, 2010:86). Tjiptono (2011:39) juga menegaskan bahwa bauran ritel adalah seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik barang yang ditawarkan kepada konsumen. Awalnya kombinasi strategis tersebut disebut dengan bauran pemasaran yang dikembangkan oleh Mc Charty (Utami, 2010:86) namun sejalan dengan perkembangan waktu dan kebutuhan sehingga khusus untuk ritel dikembangkan sebuah bauran yang bersifat strategis dan sesuai kebutuhan usaha ritel.
Peritel mengkombinasikan unsur bauran ritel untuk menciptakan suatu metode ritel guna menarik pasar sasaran (Astuti dan Prayudhanto,2006). Perkembangan dunia pemasaran saat ini menjadikan bauran ritel juga bertransformasi sesuai dengan kebutuhan dan pencapaian tujuan perusahaan. Ritel sebagai bagian dari pelayanan kepada end user juga memodifikasi bauran ritel supaya sesuai dengan perkembangan dunia ritel dalam mencapai tujuan perusahaan. Omar dalam Semuel (2006) menyusun bauran ritel yang terdiri dari lokasi toko, karakteristik produk, pelayanan konsumen, komunikasi ritel, suasana toko, harga, desain toko dan visual merchandising. Surya dan Setiyaningrum (2009) hanya mengangkat empat variabel bauran ritel yang mengadaptasi variabel bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi dan tempat/ saluran distribusi.
Kepuasan Konsumen
Kepuasan dapat diartikan sebagai minimalisasi gap antara harapan konsumen dengan kenyataan yang ada. Logikanya adalah kepuasan terjadi jika harapan konsumen dapat terpenuhi atau mendekati aspek terpenuhi dan bahkan dapat melebihi harapan konsumen. Kotler (2009:177) mengidentifikasikan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa konsumen setelah membandingkan kinerja yang diharapkan dengan kinerja yang dirasakan. Indikator kepuasan oleh Kotler ini sangat jelas mengarah pada respon emosional yaitu perasaan senang, tidak senang, puas dan tidak puas. Pemenuhan harapan konsumen dan kebutuhan konsumen merupakan tantangan setiap lembaga atau organisasi di manapun karena konsumen diibaratkan sebagai promosi gratis bagi perusahaan (Mohsan, et al, 2011). Kartajaya (2007:25) menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan tahap pertama dari hubungan perusahaan dengan konsumen. Alasannya adalah dengan kemajuan jaman dan makin spesifik permintaan serta makin banyaknya pilihan yang dihadapi konsumen maka kepuasan dan loyalitas saja tidak cukup namun harus berada pada posisi
beyond customer satisfaction. Fakta tersebut sangat vital maka pembentukan kualitas kepuasan
konsumen akan sangat penting jika ingin menuju tahapan beyond customer satisfaction.
Kepuasan pelanggan biasa digunakan sebagai benchmark dalam pencapaian kinerja perusahaan (Slamet, 2008). Bennet dan Thiele (2004) juga menegaskan bahwa kepuasan merupakan kunci sukses perusahaan serta dapat dipandang bahwa konsumen yang puas adalah konsmen yang pasti membeli kembali. Pemahaman diatas dapat diterjemahkan bahwa langkah awal
4 perusahaan dalam mengembangkan perusahaan adalah membuat konsumen menjadi puas. Perasaan puas berbeda tiap individu atau entitas namun mempunyai pemahaman yang sama bahwa gap antara harapan dan kenyataan akan suatu layanan, produk dan jasa adalah minimal atau bahkan harapan tersebut mampu dilampaui oleh kenyataan. Logika kepuasan dapat dikatakan apabila kinerja produk dipersepsikan berada di bawah ekspektasi terhadap produk tersebut maka pelanggan akan merasa tidak puas demikian juga sebaliknya.
Alma (2011: 285) merujuk pendapat Kotler yang menyatakan bahwa kepuasan itu penting namun pengukuran kepuasan juga penting mengingat kepuasan merupakan variabel yang bersifat
unobservable maka pengukuran kepuasan yang bisa dilakukan dengan cara menggunakan sistem
kotak saran, melakukan survey kepuasan konsumen, ghost shopping dan melakukan analisis konsumen yang berpindah.
Customer Switching Behaviour
Keaveney dalam Pursetyaningsih (2008) mendefinisikan customer switching sebagai kehilangan keberlanjutan pelayanan konsumen. Berakhirnya sebuah hubungan jika dalam usaha ritel maka ketika seorang konsumen telah tidak berbelanja lagi karena suatu alasan tertentu yang dikarenakan perusahaan tidak mampu menjawab kebutuhan konsumen. Selain hal tersebut bisa dilihat bahwa seorang konsumen tidak hanya berbelanja di satu toko saja namun banyak toko lain sehingga dapat dikatakan tidak loyal. Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan konsumen berpindah yaitu masalah kepuasan dan ketidak puasan, pergeseran kebutuhan, keinginan konsumen, halangan demografi dan psikografi (Kartajaya, 2007:31); (Cho, 2012).
Pembangunan konsep customer switching atau defeksi konsumen erat kaitannya dengan konsep kepuasan dan loyalitas konsumen. Tjiptono (2011:469) menegaskan bahwa salah satu cara menaikkan tingkat retensi konsumen adalah dengan mengurangi defeksi konsumen. Solusi yang ditawarkan banyak ahli adalah dengan menggunakan TQM atau Total Quality Manajemen, prinsipnya yaitu perlakuan ini perlu dilakukan sebagai proses yang sistematis yang secara aktif berusaha mempertahankan konsumen sebelum konsumen tersebut berpindah ke pesaing. Temuan Reichheld dan Sasser tahun 1990 dalam Tjiptono (2011:469) dalam penelitiannya di beberapa industri Amerika Serikat dilaporkan bahwa pengurangan tingkat defeksi atau customer switching sebesar 50% bisa menaikkan dua kali lipat rata-rata tingkat pertumbuhan perusahaan, selain itu jika mampu mengurangi tingkat defeksi sebesar 5% maka bisa menaikkan laba antara 25% hingga 85% melihat jenis industrinya.
Clemes, et al (2007) mengembangkan indikator yang dibangun bertujuan untuk menjelaskan motivasi dan alasan nasabah berpindah layanan dari satu bank ke bank yang lain. Indikator tersebut yaitu price, reputation, responses to service failure, service quality, customer satisfaction, service
product, customer commitment, demographic characteristic, effective advertising competition, involuntary switching. Sudhahar dan Praveen (2011) mengemukakan alasan konsumen berpindah
pada toko ritel di India yaitu melihat dari sisi keinginan pribadi, pengaruh keluarga dan pengaruh bauran ritel yang dikembangkan perusahaan. Indikator yang dibangun Sudhahar dan Praveen (2011) dalam menjelaskan customer switching behaviour yaitu store attibutes, service failure, family
factores, reference group, competitor attractive, involuntary switching, service encounter failure, ethical standart, loyalty incentives, pricing factors, convenience factors.
Loyalitas Konsumen
Loyalitas dapat dipahami sebagai tingkatan kedua setelah kepuasan konsumen, logikanya yaitu jika konsumen puas dalam mengkonsumsi barang dan jasa tertentu maka konsumen akan mempunyai komitmen tinggi terhadap barang dan jasa tersebut (Tu, et al, 2012). Komitmen yang tinggi dapat diwujudkan dengan cara selalu membeli barang dengan merek yang sama walaupun
5 pesaing menyediakan barang atau jasa yang sama, loyalitas konsumen juga dapat diwujudkan dengan selalu membicarakan hal baik secara sukarela tentang barang atau jasa yang dikonsumsi.
Secara definisi, loyalitas mempunyai pemahaman yang luas dan batasan yang berbeda satu dengan lainnya. Namun secara umum, terdapat tiga pendekatan utama untuk mengukur loyalitas (Tu, et al, 2012) yaitu ukuran perilaku/ kebiasaan, sikap dan ukuran gabungan antara kebiasaan dan sikap. Ukuran perilaku atau kebiasaan dapat dilihat dari pembelian berulang dan bersifat konsisten. Ukuran sikap dapat dilihat dari perasaan setia, adanya ikatan, sense of belonging dan komitmen, sedangkan gabungan dari perilaku dan sikap merupakan kombinasi yang bisa mencerminkan seseorang loyal terhadap barang atau jasa tertentu.
Oliver (dalam Hurriyati 2010:128) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai sebuah komitmen untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa tertentu di masa mendatang walaupun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang memungkinkan konsumen untuk berpindah. Griffin (2002:4) mengartikan loyalitas lebih kepada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang dan jasa tertentu.
Wang, dkk (2009) membangun konsep loyalitas atas beberapa indikator yaitu repeating
purchase intention, mouth to mouth recommendation, switching intention. Susanti (2009)
menjelaskan loyalitas dengan memakai empat indikator yaitu pilihan pertama konsumen, keteguhan untuk tetap memilih, keinginan untuk selalu mencoba hal baru dan merekomendasikan secara positif.
6
Kerangka Berpikir
Gambar.1 Kerangka Berpikir
Hipotesis
1. H1 yaitu ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan konsumen Alfamart di Kota Jember
2. H2 yaitu ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen Alfamart di Kota Jember
3. H3 yaitu bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen Alfamart di Kota Jember
4. H4 yaitu bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen Alfamart di Kota Jember
5. H5 yaitu kepuasan konsumen berpengaruh negatif signifikan terhadap customer switching
behaviour Alfamart di Kota Jember
6. H6 yaitu kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen Alfamart di Kota Jember H 1 H 2 H 3 H 4 H 5 H 6 H 7 X1 Ekuitas Merek X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 e e e e Y1 Kepuasan Konsumen Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 e e e e Y2 CSB Y2.1 Y2.1 2 Y2.3 Y2.4 e e e e Y2.5 e Y2.6 e Y2.7 e X2 Bauran Ritel X2.1 X2.12 X2.3 X2.4 e e e e X2.5 e X2.6 e Y3 Loyalitas Konsumen Y3.1 Y3.2 2 Y3.3 Y3.4 e e e e
7 7. H7 yaitu customer switching behaviour berpengaruh negatif signifikan terhadap loyalitas
konsumen Alfamart di Kota Jember
3. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menguji pengaruh beberapa faktor meliputi ekuitas merek dan bauran ritel sebagai variabel eksogen sedangkan variabel endogen meliputi kepuasan konsumen, customer switching behaviour dan loyalitas konsumen. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu explanatory research sekaligus confirmatory research yang merupakan penelitian untuk menguji teori berdasarkan data empirik.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh masyarakat kota Jember. Sampel dalam penelitian ini yaitu masyarakat kota Jember yang pernah melakukan pembelian di minimarket alfamart di kota Jember lebih dari satu kali dalam satu bulan terakhir (Januari 2012 sampai dengan April 2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode dan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Ferdinand (2002:51) yaitu jika ukuran sampel terlalu besar maka model menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan goodness of fit yang baik. Sesuai dengan pendapat tersebut maka jumlah minimal sampel adalah 100 responden. Selain secara jumlah, pendekatan lain yang dilakukan adalah ketepatan dalam menentukan jumlah responden. Ferdinand (2002:51) menyatakan bahwa ukuran sampel tergantung jumlah indikator yang digunakan dikalikan 5 sampai 10 sampai dirasa cukup yaitu minimal 100 untuk menjadi sampel dalam penelitian. Selain itu, aturan penentuan sampel yang ideal jika memenuhi aspek berikut : 1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 responden
2. Jika dalam suatu sampel terdapat sub sampel maka ukuran minimum 30 adalah tepat untuk setiap kategori
3. Dalam studi multivariat, ukuran sampel sebaiknya beberapa kali lebih besar dari jumlah sampel dalam studi
Sesuai dengan pendapat tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini didapatkan dari hasil perkalian indikator dengan rentang angka lima sampai dengan sepuluh. Indikator dalam penelitian ini sebanyak 26 (dua puluh enam) dikalikan dengan angka 5 (lima) menghasilkan 130. Angka 130 ditetapkan sebagai jumlah minimal responden yang digunakan dalam penelitian ini.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diambil pada penelitian ini terdiri dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan data ini yang dipakai sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Data primer diambil dengan cara membagi kuesioner kepada responden sesuai kriteria sampling yang ditetapkan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari tinjauan kepustakaan melalui literatur, jurnal, dan situs internet yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan ekuitas merek, bauran ritel, kepuasan konsumen, customer switching behaviour dan loyalitas konsumen yang sesuai dengan masalah penelitian.
8
Definisi Operasional Variabel
1. Ekuitas Merek (X1)
Ekuitas merek merupakan nilai tambah suatu merek yang ditangkap oleh konsumen serta merupakan hasil kerja investasi pemasaran sebelumnya. Indikator yang dipakai mengadaptasi penelitian Yoo dan Donthu (2007) yaitu :
a. Loyalitas merek (X1.1)
b. Perceived quality (X1.2)
c. Brand awareness dan brand associations (X1.3)
d. Overall Brand Equity (X1.4)
2. Bauran Ritel (X2)
Merupakan kombinasi alat-alat pemasaran yang dirancang sedemikian rupa serta digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Indikator yang digunakan mengadaptasi dari Astuti dan Prayudhanto (2007) dan Utami (2010:86) yaitu :
a. Produk (X2.1)
b. harga (X2.2)
c. lokasi toko (X2.3)
d. promosi (X2.4)
e. atmosfer dalam gerai (X2.5)
f. pelayanan (X2.6)
3. Kepuasan konsumen (Y1)
Kepuasan konsumen adalah sebuah kondisi dimana harapan konsumen mendekati kenyataan serta menimbulkan efek positif terhadap jasa yang dikonsumsi. Indikator kepuasan konsumen dalam penelitian ini mengadaptasi penelitian Tjiptono (2011 : 453), Aryotedjo (2005) dan Wang,
et al (2009) yaitu :
a. Tingkat kepuasan secara keseluruhan (Y1.1)
b. Perasaan senang terhadap pelayanan toko (Y1.2)
c. Kesadaran konsumen atas pemilihan toko (Y1.3)
d. Memiliki perbedaan dengan toko lain yang sejenis (Y1.4)
e. Barang yang dijual berkualitas (Y1.5)
4. Customer Switching Behaviour (Y2)
Merupakan sebuah kondisi dimana konsumen berpindah / bergeser ke penyedia jasa lain dalam satu jenis jasa yang sama. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi penelitian yang pernah dilakukan oleh Clemes, et al (2007), Sudhahar dan Praveen (2011) serta Wahyuningtyas (2007) yaitu :
a. Loyalty incentives (Y2.1)
b. Service encounter failure (Y2.2)
c. Competitor attractiveness (Y2.3)
d. Pengaruh kelompok (Y2.4)
e. Reputasi perusahaan (Y2.5)
f. Kesulitan mencari merek (Y2.6)
g. Rasa ingin tahu (Y2.7).
5. Loyalitas Konsumen (Y3)
Loyalitas didefinisikan sebagai komitmen kuat konsumen sehingga tetap memilih dan memprioritaskan suatu jasa yang telah dikonsumsi sebelumnya. Indikator yang dipakai untuk menjelaskan variabel loyalitas yaitu :
a. Melakukan pembelian secara teratur (Y3.1)
b. Merekomendasikan secara positif (Y3.1)
c. Cognitive behaviour (Y3.1)
9
4. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dijadikan bahan penelitian yaitu usia responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan responden perbulan, rata-rata pengeluaran tiap belanja, alasan berbelanja, alternatif tempat berbelanja, kepemilikan kartu member, intensitas penggunaan kartu member.
Analisis SEM
Model persamaan struktural merupakan metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini. SEM (Structural Equation Model) merupakan suatu teknik statistika untuk menguji dan mengestimasi hubungan kausal dengan mengintegrasikan analisis faktor dan analisis jalur (Wright dalam Jogiyanto dan Willy,2009:2). Dua kelompok analisis dilakukan secara bertahap dalam penelitian ini yaitu model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural
model). Analisis data menggunakan SEM dari paket software statistik AMOS 19.0 dalam model
pengkajian hipotesis.
Uji Validitas dan Reliabilitas Data Penelitian
Valid tidaknya suatu data dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dapat dilihat jika loading faktor dari indikator variabel bernilai diatas 0,50 maka dapat dikatakan bahwa item pertanyaan sebagai penyusun unobserved variable dalam path analysis adalah valid (Ghozali, 2011: 70).
Reliabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan composite (construct)
reliability dengan cut off value minimal sebesar 0,7 (Ghozali,2011:69) sehingga dengan acuan nilai
tersebut sebuah data dapat dikatakan reliabel.
Tabel.1 Uji Validitas
Variabel Indikator Estimate Ket
Ekuitas Merek (X1)
Loyalitas Merek (X1.1) 0,775 Valid
Perceived Quality (X1.2) 0,588 Valid
Brand Awareness dan Brand
Association (X1.3) 0,585 Valid Overall Brand Equity (X1.4) 0,817 Valid
Bauran Ritel (X2)
Produk (X2.1) 0,651 Valid
Harga (X2.2) 0,574 Valid
Lokasi Toko (X2.3) 0,593 Valid Promosi (X2.4) 0,506 Valid Atmosfer dalam gerai (X2.5) 0,625 Valid Pelayanan (X2.6) 0,513 Valid
Kepuasan Konsumen (Y1)
Tingkat Kepuasan secara
Keseluruhan (Y1.1) 0,772 Valid Perasaan senang terhadap
pelayanan toko (Y1.2) 0,609 Valid Kesadaran konsumen memilih
toko (Y1.3) 0,571 Valid
Memiliki perbedaan dengan
toko sejenis (Y1.4) 0,706 Valid Barang yang dijual berkualitas
(Y1.5) 0,662 Valid
Loyalty Incentives (Y2.1) 0,697 Valid
10
Customer Switching Bahaviour (Y2)
Competitor attractiveness
(Y2.3) 0,594 Valid
Pengaruh kelompok (Y2.4) 0,543 Valid Reputasi perusahaan (Y2.5) 0,697 Valid Kesulitan mencari merek (Y2.6) 0,692 Valid Rasa ingin tahu (Y2.7) 0,532 Valid
Loyalitas Konsumen (Y3)
Melakukan pembelian secara
teratur (Y3.1) 0,582 Valid Merekomendasikan secara
positif (Y3.2) 0,562 Valid
Cognitive Behaviour (Y3.3) 0,768 Valid Keteguhan Konsumen (Y3.4) 0,662 Valid
Tabel.2 Uji Reliabilitas Variabel Indikator Loading
λ 1 – λ 2 CR (l) X1 X1.1 0,775 0,601 0,399 0,789 X1.2 0,588 0,346 0,654 X1.3 0,585 0,342 0,658 X1.4 0,817 0,667 0,333 Jumlah 2,765 2,044 X2 X2.1 0,651 0,424 0,576 0,750 X2.2 0,574 0,329 0,671 X2.3 0,593 0,352 0,648 X2.4 0,506 0,256 0,744 X2.5 0,625 0,391 0,609 X2.6 0,513 0,263 0,737 Jumlah 3,462 3,985 Y1 Y11 0,772 0,596 0,404 0,799 Y12 0,609 0,371 0,629 Y13 0,571 0,326 0,674 Y14 0,706 0,498 0,502 Y15 0,662 0,438 0,562 Jumlah 3,320 2,770 Y2 Y21 0,697 0,486 0,514 0,840 Y22 0,812 0,659 0,341 Y23 0,594 0,353 0,647 Y24 0,543 0,295 0,705 Y25 0,697 0,486 0,514 Y26 0,692 0,479 0,521 Y27 0,532 0,283 0,717 Jumlah 4,567 3,959 Y3 Y31 0,582 0,339 0,661 0,741
11
Y32 0,562 0,316 0,684
Y33 0,768 0,590 0,410
Y34 0,662 0,438 0,562
Jumlah 2,574 2,317 Uji Asumsi SEM
Estimasi dengan Maximum Likelihood menghendaki variabel observed harus memenuhi asumsi normalitas multivariate. Jika digunakan taraf signifikansi 1% maka nilai CR yang berada di antara -2,58 sampai dengan 2,58 (-2,58 ≤ CR ≤ 2,58) dikatakan data berdistribusi normal (Ghozali,2011:84). Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa nilai CR untuk multivariate adalah 2.295 yang berada di bawah 2.58, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat bukti bahwa distribusi data variabel observed tidak normal.
Tabel.3 Pengujian Normalitas Data
Variabel Indikator min max skew c.r. kurtosis c.r.
Ekuitas Merek (X1) X1.1 1.000 5.000 .261 1.236 -.851 -2.018 X1.2 1.000 5.000 -.429 -2.034 -.421 -.997 X1.3 1.000 5.000 -.667 -3.162 .078 .185 X1.4 1.000 5.000 .225 1.066 -.679 -1.611 Bauran Ritel (X2) X2.1 1.000 5.000 -.161 -.763 -1.072 -2.542 X2.2 1.000 5.000 -.071 -.339 -.968 -2.295 X2.3 2.000 5.000 -.736 -1.493 -.072 -.172 X2.4 1.000 5.000 -.453 -2.147 .000 .000 X2.5 2.000 5.000 -.599 -2.243 .643 1.525 X2.6 2.000 5.000 -.682 -1.234 1.602 1.799 Kepuasan Konsumen (Y1) Y1.1 2.000 5.000 -.191 -.905 -.443 -1.050 Y1.2 1.000 5.000 -.928 -1.404 .721 1.709 Y1.3 1.000 5.000 -.834 -1.957 .928 2.200 Y1.4 1.000 5.000 -.116 -.551 -.336 -.796 Y1.5 1.000 5.000 -.391 -1.856 -.444 -1.053 Customer Switching Behaviour (Y2) Y2.1 1.000 5.000 -.140 -.664 -1.089 -2.383 Y2.2 1.000 5.000 -.578 -2.144 -.342 -.812 Y2.3 1.000 5.000 -.620 - .148 .350
12 2.043 Y2.4 1.000 5.000 -.074 -.350 -.673 -1.596 Y2.5 1.000 5.000 -.679 -2.221 .100 .238 Y2.6 1.000 5.000 -1.026 -1.865 1.603 1.803 Y2.7 2.000 5.000 -.408 -1.937 -.604 -1.433 Loyalitas Konsumen (Y3) Y3.1 1.000 5.000 .181 .861 -.841 -1.995 Y3.2 1.000 5.000 -.478 -2.265 -.154 -.366 Y3.3 1.000 5.000 -.043 -.205 -1.091 -2.488 Y3.4 1.000 5.000 .025 .117 -.909 -2.155 Multivariate 67.622 2.295 Uji Outliers
Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi-Squares pada derajat kebebasan
(degree of freedom) 26 yaitu jumlah variabel indikator pada penelitian ini pada signifikansi p <
0,001 (Ghozali, 2011:227). Nilai mahalanobis distance (26,0.001) = 54,052. Hal ini berarti dalam penelitian ini, semua kasus yang mempunyai mahalanobis distance lebih besar dari 54,052 adalah
multivariate outliers. Hasil uji outliers dalam penelitian ini menunjukkan besarnya nilai mahalanobis d-squared tidak lebih besar dari 49.675 (≤ 54,052) berarti tidak mengalami outliers atau dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara data dengan kelompok data.
Multikolinearitas
Hasil pengujian multikolinieritas memberikan nilai determinant of sample covariance
matrix sebesar 54.244. Hasil determinant of sample covariance matrix yang jauh di atas angka nol
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dan singularitas pada data yang dianalisis.
Uji Kesesuaian Model
Tabel.4 Hasil Pengujian Kelayakan Model Kriteria Nilai Cut-Off Hasil
Perhitungan
Keterangan Chi-Square Diharapkan kecil 351.327 Baik
Significance Probability ≥ 0.05 0.102 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.086 Marginal GFI ≥ 0.90 0.929 Baik AGFI ≥ 0.90 0.893 Marginal CMIN/DF ≤ 2.00 1.211 Baik TLI ≥ 0.90 0.934 Baik CFI ≥ 0.95 0.966 Baik
Hasil pengujian kelayakan model pada Tabel 3 menunjukkan bahwa 6 (enam) kriteria memenuhi standar dan 2 (dua) kriteria pada posisi marginal.
13
Pengujian Hipotesis
Tabel.5 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian No Hubungan
Variabel
Koefisien
Jalur S.E. C.R. Probabilitas Keterangan
1. Pengaruh Ekuitas Merek (X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y1)
Y1 X1 0.367 0.140 2.232 0.026 Signifikan
2. Pengaruh Ekuitas Merek (X1) terhadap Loyalitas Konsumen (Y3) Y3 X1 0.228 2.007 0.086 0.932 Tidak
Signifikan
3. Pengaruh Bauran Ritel (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y1) Y1 X2 0.686 0.260 3.760 *** Signifikan
4. Pengaruh Bauran Ritel (X2) terhadap Loyalitas Konsumen (Y3) Y3 X2 0.026 6.471 0.005 0.996 Tidak
Signifikan
5. Pengaruh Kepuasan Konsumen (Y1) terhadap CSB (Y2) Y2 Y1 - 0.330 0.119 -3.209 0.001 Signifikan
6. Pengaruh Kepuasan Konsumen (Y1) terhadap Loyalitas Konsumen (Y3)
Y3 Y1 0.178 6.510 0.024 0.981 Tidak
Signifikan
7. Pengaruh CSB (Y2) terhadap Loyalitas Konsumen (Y3) Y3 Y2 - 0.349 0.093 -2.874 0.004 Signifikan
Hipotesis 1 : Koefisien jalur sebesar 0,367 dengan C.R. sebesar 2,232 telah menunjukkan bukti bahwa ekuitas merek berpengaruh terhadap kepuasan konsumen diterima hingga taraf signifikansi 0,05 Hipotesa pertama diterima.
Hipotesis 2 : Koefisien jalur sebesar 0,228 dengan C.R. sebesar 0,086 dan signifikansi sebesar 0.932 telah menunjukkan bukti bahwa ekuitas merek tidak berpengaruh terhadap loyalitas sehingga hipotesis kedua ditolak
Hipotesis 3 : Koefisien jalur sebesar 0,686 dengan C.R. sebesar 3,760 telah menunjukkan bukti bahwa bauran ritel berpengaruh terhadap kepuasan konsumen diterima hingga taraf signifikansi 0,05 Hipotesa ketiga diterima.
Hipotesis 4 : Koefisien jalur sebesar 0,026 dengan C.R. sebesar 0,005 telah menunjukkan bukti bahwa bauran ritel tidak berpengaruh terhadap loyalitas konsumen sehingga hipotesis keempat ditolak
Hipotesis 5 : Koefisien jalur sebesar – 0,330 dengan C.R sebesar -3,209 telah menunjukkan bukti bahwa kepuasan konsumen berpengaruh terhadap customer switching behaviour sehingga hipotesis kelima diterima
Hipotesis 6 : Koefisien jalur sebesar – 0,349 dengan C.R sebesar -2,874 membuktikan bahwa customer switching behaviour berpengaruh terhadap loyalitas konsumen sehingga hipotesis keenam diterima.
5. PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menerima hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ekuitas berpengaruh sigifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa ekuitas merek yang berkinerja baik akan mampu meningkatkan kepuasan konsumen dan sebaliknya jika ekuitas merek rendah maka akan berimplikasi pada kepuasan konsumen yang rendah pula. Kinerja ekuitas merek dapat dipahami bahwa perusahaan mampu mengkomunikasikan nama “Alfamart” kepada
14 masyarakat sebagai tempat berbelanja yang nyaman, mudah dan terjangkau. Keberhasilan perusahaan membangun merek ditanggapi konsumen dengan baik yang dinyatakan bahwa elemen ekuitas merek berkontribusi dalam membangun kepuasan konsumen. Ekuitas merek yang terdiri dari loyalitas merek, kesan kualitas atau perceived quality, brand awareness dan brand association serta overall brand equity berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Kombinasi yang tepat dalam membangun ekuitas merek membawa dampak positif bagi Alfamart. Hasil rekapitulasi penilaian responden pada masing-masing indikator juga perlu dicermati karena penilaian tersebut sebagai acuan perusahaan dalam mengembangkan usahanya.
Secara umum, ekuitas merek berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara signifikan. Selain itu, pengembangan indikator-indikator dalam variabel ekuitas merek oleh Yoo dan Donthu (2001) berhasil dibuktikan mampu menjelaskan variabel ekuitas merek dimana brand loyalty, brand
awareness dan perceived quality lebih mampu menjelaskan variabel brand equity secara valid,
reliable, meyakinkan dan bersifat umum. Temuan dalam penelitian ini mempunyai arti bahwa ekuitas merek sudah dibangun oleh Alfamart dengan baik sehingga konsumen merasa puas.
Hipotesis kedua menunjukkan bahwa Ekuitas merek tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hasil ini menolak hipotesis yang diajukan yaitu ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ekuitas merek sudah terbangun baik namun tidak serta merta mampu membangun loyalitas konsumen. Loyalitas tidak serta merta terbangun walaupun ekuitas merek sudah baik, kuncinya dalam membangun loyalitas membutuhkan waktu, pengalaman dan intensitas berhubungan antara perusahaan dengan konsumen yang tepat. Ekuitas merek Alfamart dalam penelitian ini baik karena memenuhi asumsi-asumsi yang disyaratkan namun hasil menunjukkan ekuitas merek secara langsung tidak mampu memengaruhi loyalitas konsumen secara signifikan. Loyalitas dapat dilihat sebagai ukuran perilaku/ kebiasaan, sikap dan ukuran gabungan antara kebiasaan dan sikap. Ukuran perilaku atau kebiasaan dapat dilihat dari pembelian berulang dan bersifat konsisten. Ukuran sikap dapat dilihat dari perasaan setia, adanya ikatan, sense of belonging dan komitmen, sedangkan gabungan dari perilaku dan sikap merupakan kombinasi yang bisa mencerminkan seseorang loyal untuk berbelanja di Alfamart.
Merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Griffin dalam Hurriyati (2010:140) yang membagi tahapan loyalitas konsumen dengan sebutan Profit Generator System maka perusahaan perlu melakukan strategi segmentasi, targeting dan positioning secara tepat supaya konsumen tidak sekedar berstatus suspect saja namun berpeluang untuk menjadi advocates. Cara kerja Profit
Generator System yaitu memasukkan semua suspect kedalam sistem pemasaran dan kemudian
tersaring menjadi prospect yaitu orang-orang yang memiliki kebutuhan akan batang atau jasa tertentu disertai kemampuan untuk membeli namun mereka ini masih belum melakukan pembelian walaupun dukungan info sudah ada. Tugas pemasar dalam hal ini Alfamart adalah mampu menemukan dan memetakan prospect yang menjadi qualified prospect yang nantinya akan berperan sebagai first time buyer.
Kelemahan yang ada pada Alfamart jika dilihat dari hubungan model antara ekuitas merek dan loyalitas yang tidak signifikan dapat dipahami dari sisi teori ini yaitu dari first time buyer, konsumen mampu berubah menjadi repeat customer dan client namun belum mampu secara keseluruhan menjadi advocate. Secara jangka pendek, posisi first time buyer, repeat customer dan
client menguntungkan namun secara jangka panjang perlu diwaspadai karena keberadaan konsumen
tersebut sewaktu-waktu bisa hilang karena beberapa alasan dan kehilangan konsumen tersebut berarti kerugian bagi Alfamart.Temuan ini menunjukkan bahwa ekuitas merek yang baik belum mampu meningkatkan loyalitas konsumen.
Hipotesis ketiga menunjukkan Bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menerima hipotesis yang menyatakan bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Bauran ritel yang terdiri dari produk, harga, lokasi toko, promosi, atmosfer dalam gerai dan pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Pengaturan dan
15 perlakuan yang tepat tepat dalam membangun bauran ritel membawa dampak positif bagi Alfamart. Bauran ritel merupakan salah satu strategi dalam mengembangkan perusahaan karena Bauran Ritel berhubungan langsung dengan konsumen khususnya dalam usaha ritel berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Temuan ini menunjukkan bahwa bauran ritel yang dikombinasikan secara tepat mampu berkontribusi terhadap kepuasan konsumen.
Bauran ritel tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini menolak hipotesis keempat yaitu bauran ritel berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Temuan ini dapat dipahami sebagai berikut yaitu loyalitas tidak serta merta terbentuk walaupun kinerja Bauran Ritel menunjukkan hasil yang positif. Loyalitas konsumen berbeda antara satu konsumen dengan konsumen lainnya. Perbedaan terjadi karena tingkat kebutuhan, kepekaan, toleransi dan indeks kepuasan masing-masing konsumen yeng berbeda. Terkadang untuk memenuhi indikator konsumen loyal memerlukan waktu yang lama sampai konsumen tidak hanya menjadi
repeat customer namun juga menjadi advocate (Hurriyati, 2010:143). Hambatan dan gangguan
seseorang menjadi loyal semakin berat karena sebagai perusahaan yang mempunyai kondisi persaingan yang tinggi maka potensi kesamaan dalam berbagai hal dapat muncul selain itu pilihan yang dihadapi konsumen juga semakin banyak sehingga tidak sekedar memperbaiki kinerja bauran ritel tetapi membutuhkan taktik dan strategi yang tepat untuk menjadikan konsumen menjadi loyal.
Hipotesis kelima menunjukkan kepuasan konsumen berpengaruh negatif signifikan terhadap
customer switching behaviour. Hasil penelitian ini menerima hipotesis kelima yaitu kepuasan
konsumen berpengaruh negatif signifikan terhadap customer switching behaviour. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen yang puas akan menurunkan kemungkinan untuk berpindah dan sebaliknya konsumen yang tidak puas meningkatkan kemungkinan konsumen untuk berpindah. Aspek kepuasan konsumen perlu melihat tingkat kepuasan secara keseluran untuk melihat sejauh mana konsumen puas atas segala sesuatu saat berbelanja di Alfamart. Selain itu, perasaan puas tersebut juga ditunjang dengan aspek lain yaitu perasaan senang dengan pelayanan toko. Salah satu keberhasilan Alfamart yaitu menciptakan karyawan yang mampu melayani konsumen dengan baik. Aspek pelayanan oleh karyawan dapat dimasukkan dalam sisi people dalam teori bauran ritel.
People dalam hal ini karyawan yang bertugas di toko yaitu kepala toko, merchandiser dan kasir
juga harus mampu bertindak sebagai humas dan kepanjangan tangan perusahaan dalam hal citra dan profesionalitas. Sebagian besar responden dalam penelitian ini melihat bahwa pelayanan yang dilakukan oleh karyawan memuaskan. Alfamart dalam konteks penelitian ini mampu menciptakan kepuasan konsumen sehingga kemungkinan konsumen berpindah dapat diminimalisasi.
Hipotesis keenam menunjukkan kepuasan konsumen tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini menolak hipotesis keenam yaitu kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa tidak selamanya dan tidak selalu kepuasan konsumen langsung menciptakan konsumen yang loyal. Konsumen yang sudah merasa puas merupakan modal awal perusahaan untuk berkembang. Jika konsumen dikelola dengan baik maka konsumen juga akan merespon secara positif. Ross (1999) menegaskan bahwa sering ditemukan bahwa konsumen yang puas namun tidak loyal karena level kepuasan yang mengindikasikan tersampaikannya pesan dari perusahaan berbeda tiap konsumennya. Kartajaya (2007) juga menyatakan bahwa kepuasan tidak selamanya menghasilkan loyalitas karena konstruksi kepuasan konsumen mengalami banyak perubahan serta konsumen mempunyai tuntutan akan pemenuhan sisi kepuasan sehingga untuk mencapai loyalitas dibutuhkan usaha, daya dan strategi yang tepat sehingga era asumsi kepuasan pasti menghasilkan loyalitas sudah ditinggalkan menjadi kepuasan menjadi kunci untuk meningkatkan loyalitas dengan strategi yang tepat dan berkesinambungan. Selain itu, Tjiptono (2011:480) merujuk pendapat Schnaars menyatakan bahwa fenomena konsumen yang puas namun tidak loyal dapat dilihat sebagai
16 Temuan ini menegaskan bahwa konsumen yang puas tidak serta merta loyal terhadap penyedia jasa yang dalam konteks penelitian ini yaitu Alfamart.
Hipotesis ketujuh menunjukkan customer switching behaviour berpengaruh negatif signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini menerima hipotesis ketujuh yaitu
customer switching behaviour berpengaruh negatif signifikan terhadap loyalitas konsumen. Customer switching behaviour terdiri dari beberapa indikator yaitu loyalty incentives, service encounter failure, competitor attractiveness, pengaruh kelompok, reputasi perusahaan, kesulitan
mencari merek dan rasa ingin tahu. Customer switching behaviour dalam penelitian ini dipengaruhi oleh kepuasan konsumen dan memengaruhi loyalitas konsumen. Temuan ini mengindikasikan bahwa kemungkinan konsumen yang berpindah dalam variabel customer switching behaviour negatif maka akan dapat meningkatkan loyalitas konsumen. Hubungan yang negatif ini sekaligus menjadi rantai bahwa kepuasan konsumen akan berubah menjadi loyalitas konsumen jika melewati variabel customer switching behaviour. Alasannya selain hipotesis tersebut diterima dalam penelitian ini juga menjadi sebuah pengalaman bagi konsumen terhadap perilaku berpindahnya yaitu semakin kuat nasabah untuk tidak berpindah maka akan semakin loyal.
6. SARAN
1. Penelitian ini terbatas pada wilayah kota Jember saja mengingat kemampuan dan sumber daya peneliti yang terbatas sehingga saran untuk penelitian selanjutnya yaitu memperluas wilayah penelitian
2. Mengingat masih adanya indikator GFI yang marginal maka perlu ada perbaikan kedepannya
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2011. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta.
Aryotedjo.2005. Pengaruh Kualitas Jasa, Kepuasan dan Komitmen Pelanggan terhadap Loyalitas Konsumen pada Bisnis Retail. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol 5. No 2.pp 22-232.
Astuti, Rif’ah Dwi. 2010. Studi tentang Perilaku Perpindahan Merek (Brand Switching).Orbith. Vol 6 no 1. pp. 121-129
Astuti, Sri Rahayu Tri dan Agustinus Prayudhanto. 2006. Analisis Pengaruh Retail Marketing Mix terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus pada Konsumen Toko Grosir X di Semarang). Jurnal
Studi Manajemen dan Organisasi. Vol 3 No 2.pp 171-193
Bennet, R., & Rundle-Thiele, S. (2004). Customer satisfaction should not be the only goal. Journal
of Service Marketing, 18(7), 514–523
Cho, Yoon C. 2012. The Effects Of Customer Dissatisfaction On Switching Behavior In The Service Sector. Journal of Business & Economics Research. Vol 10. Num 10
Clemes, Michael, Christopher Gan dan Li Yan Zheng. 2007. Customer Switching Behaviour in the New Zealand Banking Industry. Banks and Bank System. Vol. 2. No 2. Pp 50-65
Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Edisi ke 2. Semarang : BP Undip.
17 Griffin, Jill.2002. Customer Loyalty How to earn It, How to keep It. Kentucky : Mc Graw Hill. Hurriyati, Ratih. 2010. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung : Alfabeta.
Jogiyanto dan Willy Abdulah.2009.Konsep dan Aplikasi PLS untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta : BPFE.
Kartajaya, Hermawan. 2007. Boosting Loyalty Marketing Performance. Jakarta : Markplus. Kartajaya, Hermawan.2007. Seri 9 Elemen marketing on Brand. Jakarta : Markplus.
Kotler, Philip dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Jakarta : Indeks Kotler. Philip.2006. According to Kotler. Jakarta : Buana Ilmu Populer
Mohsan, et al. 2011. Impact of Customer Satisfaction on Customer Loyalty and Intentions to Switch : Evidence from Banking Sector of Pakistan. International Journal of Business and
Social Science. Vol 2 num 16.
Pursetyaningsih. 2008. Pengaruh Harga, Reputasi, Kualitas Jasa, Promosi, Keterpaksaan Berpindah dan Rekomendasi pada Perilaku Nasabah Berpindah Bank. Jurnal Manajemen Teori dan
Terapan. Tahun 1 num 3,pp 287-309.
Ross, Inger. 1999. Switching Processes in Customer Relationship. Journal of Service Research. Vol 2 no 1.pp 68-85.
Semuel, Hatane. 2006. Ekspektasi Pelanggan dan Aplikasi Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Toko Moderen dengan Kepuasan Pelanggan sebagai Intervening (Studi Kasus pada Hypermarket Carrefour di Surabaya). Jurnal Manajemen Pemasaran Vol 1. No 2. pp 53-64
Slamet, Franky. 2008.Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan. Jurnal Manajemen. Vol 12 No 2.
Sudhahar, Clemet dan Kodimela Praveen. 2011. Customer Switching Behaviour in Organized Retail Stores : An Empirical Analysis. Research Journal of Social Science and Management. Vol 1 no 6.pp 12-24
Surya, Aristo dan Ari Setiyaningrum. 2009. Analisis Persepsi Konsumen pada Aplikasi Bauran Pemasaran serta Hubungannya terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus pada Hypermart Cabang Kelapa Gading). Journal of Business Strategy and Execution.Vol 2 pp 13-39
Susanti, Christina Esti. 2009. The Influence of Image and Customers’ Satisfaction Towards Consumers’ Loyalty to Traditional Foods In Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran. Vol 4. No 1.pp 1-10.
Tjiptono, Fandi. 2011. Pemasaran Jasa. Yogyakarta : Bayumedia
Tjiptono, Fandi. 2011. Manajemen dan Strategi Merek. Seri Manajemen Merek 01. Yogyakarta : Penerbit ANDI
18 Tu, et al. 2012. Corporate Brand Image and Customer Satisfaction on Loyalty: An Empirical Study of Starbucks Coffee in Taiwan. Journal of Social and Development Sciences. Vol. 3, No. 1, pp. 24-32.
Utami, Christina Whidya. 2008. Manajemen Barang Dagangan dalam Bisnis Ritel. Malang : Bayumedia.
Utami, Christina Whidya. 2010. Manajemen Ritel Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis
Ritel Modern di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Wang, Wen Cheng, et al. 2009. A Study Of Customer Loyalty Management in Chinese Retail Supermarket. International Journal of Business and Management. Vol 4. No 11.pp 95
Wahyuningtyas, Widayani. 2007. Analisis Faktor-Faktor Perilaku Konsumen Berpindah Merek pada Produk Toilettries. Jurnal Manajemen Mutu. Vol 6 No 2.pp 87-92
Yoo, Boonghee dan Naveen Donthu. 2001. Developing and Validating a Multidimensional Consumer-based Brand Equity Scale. Journal of Business Research. Vol 52, pp 1- 14.