• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi 2.1.1. Klasifikasi

Menurut Fabricius (1798) in Manning (1969), kedudukan taksonomi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) adalah:

Filum : Crustacea Kelas : Malacostraca Sub Kelas : Hoplocarida Ordo : Stomatopoda Sub Ordo : Unipeltata Super famili : Squilloidea Famili : Harpiosquillidae Genus : Harpiosquilla

Spesies : Harpiosquilla raphidea Fabricius, 1798 (Gambar 1, Lampiran 2) Nama Umum : Mantis shrimp (Inggris)

Nama lokal : Udang ketak, ronggeng, belalang, kipas atau udang nenek

Gambar 1. Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)

(2)

5 2.1.2. Morfologi

Menurut Aziz et al. (2001), morfologi tubuh udang mantis menyerupai krustasea yang lain. Udang ini memiliki tubuh yang terbagi atas tiga bagian utama yaitu thorax, abdomen, dan telson. Namun, udang ini memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan spesies lain yaitu memiliki kaki yang dapat berubah fungsinya sebagai senjata yang terdapat pada bagian thorax udang ini (Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Sumber: Wardiatno et al. (2009)

Mata Karapas Abdominal Somites Thoracic Somites 1 2 3 4 5 6 5 6 7 8 Antenulla Antena Pereiopod Uropod Telson Maxiliped II Kepala Abdomen Ekor

(3)

6

Kepala dan dada menyatu yang disebut dengan cephalothorax. Tubuh dari udang ini bersegmen-segmen, dengan karapas yang menutupi sebagian dari cephalothorax, memiliki mandibula dan 2 pasang antenna. Selain itu, udang ini juga memiliki 8 pasang alat gerak di dada, karapasnya pendek, tidak menutupi seluruh ruas dada sehingga yang terlihat adalah segmen ke 5, 6 dan 7 dari dada terdepan. Menurut Wardiatno et al. (2009), maksiliped I berfungsi untuk menipu mangsanya. Maksiliped II atau yang dikenal dengan lengan penyerang atau lengan predator atau cakar dengan ukuran sangat besar, memiliki duri-duri tajam pada dactylus yang dapat digunakan untuk memotong atau menyobek mangsanya. Pada udang mantis terdapat 8 duri tajam pada dactylus. Maksiliped III, IV, dan V adalah kaki kecil yang berakhir dalam suatu bagian yang berbentuk oval pipih dan tajam yang disebut chelone. Pasangan pertama dari alat gerak dada adalah sub chelat. Udang mantis memiliki sepasang antena pertama atau sering disebut dengan antennulla yang tumbuh dan melekat pada labrum. Antennulla ini bercabang tiga pada ujungnya. Organ ini berfungsi sebagai organ sensori. Antena kedua atau sering disebut antenna, tidak memiliki cabang pada ujungnya, juga berfungsi sebagai organ sensori (Wardiatno et al. 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halomoan (1999), diketahui bahwa udang mantis memiliki garis hitam pada bagian belakang antara antena dan ophthalmic somite. Udang jantan memiliki alat kelamin yang terdapat di pangkal kaki jalan ketiga berupa tonjolan kecil yang disebut petasma sedangkan udang betina dapat diketahui dengan melihat bagian pangkal kaki jalan yang berbentuk datar yang disebut thelicum (Manning 1969). Stomatopoda memiliki mata yang unik dan menarik dikarenakan mata yang bertangkai dan dapat bergerak naik turun secara fleksibel serta memiliki kemampuan yang melebihi mata manusia dan hewan lainnya (Cohen 2001 in Azmarina 2007). Pada bagian ekor udang ini terdapat uropod dan telson yang berfungsi sebagai organ pelindung dan kemudi pada saat berenang. Udang ini memiliki warna tubuh yang bervariasi dan cerah mulai dari kecoklatan hingga warna terang seperti hijau, tergantung pada habitat hidupnya (Wardiatno et al. 2009).

(4)

7 2.1.3. Distribusi dan habitat

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) adalah udang yang dapat ditemukan pada perairan dangkal dengan substrat dasar berupa lumpur (Manning 1969). Udang mantis memiliki wilayah penyebaran yang hampir sama dengan udang penaeid. Di Indonesia udang ini terdapat di perairan Selat Malaka, bagian timur dan barat Sumatera, Laut Jawa, serta bagian selatan Jawa (Dwiponggo dan Badrudin in Sumiono dan Priyono 1998). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halomoan (1999), Azmarina (2007), dan Ahyong dan Moosa (2004) diketahui bahwa udang ini juga terdapat di perairan Teluk Banten, Perairan Bagansiapiapi, dan Kepulauan Anambas, sedangkan di perairan Sulawesi Utara ditemukan spesies baru udang mantis, yaitu Lysiosquilloides mapia (Erdmann dan Boyer 2003 in Wardiatno et al. 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahyong et al. (2007), udang mantis jenis Gonodactylus juga ditemukan di daerah Sulawesi.

Selain di Indonesia, Harpiosquilla juga memiliki daerah penyebaran di sekitar perairan Indo-Pasifik Barat mulai dari Jepang, Australia sampai ke Pasifik meliputi Laut Merah, Afrika Selatan, dan Samudera Hindia. Wilayah penyebarannya meliputi Jepang (Teluk Suruga dan Teluk Tanabe), Taiwan (Tungkang), Queensland (Semenanjung Flattery dan Teluk Tin Can), New South Wales (Teluk Jerusalem, Muara Sungai Hawk), Thailand (Tachalom dan Teluk Siam), Sri Langka (Teluk Palk), Madagaskar (Teluk Ambaro), Ethiopia (Teluk Arehico), Afrika Selatan (Teluk Richards), Laut Merah, dan Teluk Oman, sedangkan di Indonesia terdapat di Laut Jawa sampai Singapura (Manning 1969).

Udang mantis yang tersebar di daerah Indo-Pasifik terdiri dari enam genera, yaitu Squilla, Pseudosquilla, Lysiosquilla, Coronida, Odontodactylus, dan Gonodactylus. Di antara keenam genera tersebut, genera Squilla atau saat ini berubah menjadi Harpiosquilla adalah yang paling banyak dijumpai di perairan Indonesia (Haswell 1982 in Sumiono dan Priyono 1998). Menurut Manning (1969), udang mantis biasa ditemukan pada perairan dengan dasar berupa pasir, batu, dan lumpur. Genus Harpiosquilla bisa hidup pada kedalaman 2 hingga 93 meter di daerah sublitoral Selat Malaka.

Udang mantis merupakan organisme yang hidup di perairan laut dan merupakan hewan karnivora yang memakan organisme yang berukuran lebih kecil

(5)

8

dan hidup pada substrat berlumpur. Menurut Caldwell (1991) in Wortham-Neal (2002) berdasarkan bentuk morfologi dan fungsi capitnya, udang mantis dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok yang hidup pada substrat keras dan memakan kerang, serta bersifat agonistik, kelompok ini dinamakan smasher. Kelompok kedua yaitu spearers, kelompok ini hidup pada substrat pasir atau tanah liat dan hidup dengan membuat liang sendiri. Kelompok ini memakan dan memangsa bagian lunak dari mangsanya dan biasanya kelompok ini bersifat kurang agresif dibandingkan kelompok smasher (Caldwell dan Dingle in Wortham-Neal 2002). Pada umumnya udang mantis betina bersifat parental care dan menjaga telurnya dengan menggunakan Maksiliped untuk membersihkan embrio yang dijaga dan untuk sirkulasi air diantara embrio yang dijaga. Di daerah Kuala Tungkal, udang mantis hidup pada habitat berlumpur dengan kedalaman lumpur mencapai 2 meter. Udang ini hidup meliang dalam lubang. Lubang yang merupakan rumah udang mantis dicirikan dengan adanya dua mulut lubang yang berfungsi sebagai lubang masuk dan keluar, dan air yang ada di atas mulut lubang berwarna jernih.

2.2. Struktur Demografi Populasi

Menurut Odum (1971) menyatakan populasi didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari spesies yang sama yang menduduki suatu ruang tertentu, selain itu kelompok ini juga memiliki ciri atau sifat yang unik. Beberapa sifat atau ciri unik itu adalah kepadatan, natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kematian), penyebaran umur, potensi biotik, dispersi dan bentuk pertumbuhan. Dalam menganalisis populasi di perairan tidak akan terlepas dari perairan itu sendiri sebagai ekosistem dengan komponen-komponennya yang membentuk ekosistem itu yang terdiri dari unit biologi dan unit benda mati di sekelilingnya. Menurut Krebs in Effendie (1997) kepadatan diberi batasan sebagai jumlah per unit area. Kepadatan populasi pada suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu imigrasi dan natalitas yang akan menambah jumlah populasi, emigrasi dan mortalitas yang akan mengurangi jumlah populasi.

Setiap populasi mempunyai struktur populasi atau penyusunan individu yang dikenal dengan pola distribusi. Di alam terdapat tiga pola distribusi individu yaitu

(6)

9

acak, seragam, dan mengelompok. Di alam penyebaran acak relatif jarang terjadi, sedangkan penyebaran seragam dapat terjadi jika terdapat persaingan yang keras diantara individu dan terdapat antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang sama (Odum 1971). Distribusi individu yang terjadi di alam merupakan hasil dari seluruh jawaban tingkah laku individu-individu di dalam populasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Suatu populasi cenderung akan mengelompok bila kondisi yang terjadi di alam fluktuatif (Effendie 1997).

Proses natalitas dan mortalitas yang terjadi pada suatu populasi di alam akan menghasilkan satu set kelompok umur, dimana antar kelompok umur akan memiliki jumlah yang berbeda. Struktur umur suatu populasi yang ada di alam dipengaruhi oleh mortalitas masing-masing kohort. Pada suatu kondisi yang stabil proporsi setiap kelompok umur pada suatu saat adalah sama dengan proporsi masing-masing yang menunjukan umur dalam kehidupan kohort (Effendie 1997).

2.3. Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan peningkatan panjang, volume, dan bobot terhadap perubahan waktu. Pertumbuhan populasi adalah penambahan jumlah individu dalam suatu populasi per satuan waktu. Krustasea merupakan hewan yang memiliki pertumbuhan yang tidak kontinyu. Hal ini dikarenakan rangka luar tubuh udang. Perubahan ukuran pada udang terjadi sangat lambat pada saat waktu antar moulting (pergantian kulit) disebabkan kulitnya yang keras. Setelah moulting pertumbuhan akan sangat cepat sampai kulit baru mengeras (Hartnoll 1982).

Bagi hewan krustasea, proses ganti cangkang merupakan satu-satunya cara untuk melakukan pertumbuhan (Passano 1960). Dalam siklus hidupnya pergantian cangkang terjadi secara periodik dan kontinyu (Lavina 1980 in Barnes 1982). Para ahli fisiologi membagi siklus ganti cangkang menjadi empat tingkatan, yaitu pra lepas cangkang (pre molt), lepas cangkang (molt), pasca lepas cangkang (pastmolt), dan antar ganti cangkang (intermolt) (Barnes 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan krustasea (Hartnoll 1982) adalah:

1. Faktor dalam, yaitu jenis kelamin, tingkat kedewasaan, dan anggota tubuh yang hilang.

(7)

10

2. Faktor luar, yaitu ketersediaan makanan, cahaya, salinitas, suhu, dan parasit. Ukuran panjang total udang ronggeng (Harpiosquilla harpax) dari perairan Teluk Banten berkisar antara dari 8,4 cm hingga 20,3 cm untuk udang mantis jantan dan 6,3 cm hingga 24,5 cm untuk udang mantis betina (Halomoan 1999). Penelitian Pak Poon in Manning (1969) di Thailand, didapatkan hasil panjang maksimum udang mantis (Harpiosquilla raphidea) 25 cm untuk udang mantis betina dan 31 cm untuk udang mantis jantan.

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan fotoperiod (panjang hari). Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor-faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan (Effendie 1997). Faktor-faktor dalam yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan adalah umur, ukuran udang serta kematangan gonad (Effendie 1997).

Menurut Effendie (1997), laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan yang merupakan tempat bagi organisme untuk hidup serta ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Berdasarkan kondisi individu, maka pola pertumbuhan individu terbagi atas dua, yaitu pola pertumbuhan isometrik yaitu pertumbuhan panjang dan bobot seimbang dan pola pertumbuhan allometrik yaitu pertumbuhan panjang dan bobot tidak seimbang.

Di dalam manajemen perikanan, mempelajari laju pertumbuhan sangat penting, karena laju pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad pertama, komposisi umur dalam suatu stok biota, dan mortalitas (Anggraini 1991). Selain itu, analisis pertumbuhan digunakan untuk meramalkan ukuran rata-rata biota di suatu populasi pada waktu tertentu, dan untuk membandingkan kondisi biota di daerah perikanan yang berbeda atau pada daerah yang sama dengan strategi manajemen yang berbeda. Dengan mempelajari pertumbuhan, maka akan dapat dilakukan studi perbandingan tentang kesuburan antar perairan serta akan mempengaruhi strategi manajemen yang diterapkan (Anggraini 1991). Pada organisme yang tidak mempunyai kerangka luar, ukuran panjang berubah secara kontinyu, tetapi pada krustesea yang memiliki kerangka luar, pertumbuhan menjadi

(8)

11

suatu proses yang diskontinyu (Gambar 3). Pada fase pertumbuhan krustasea terdapat beberapa kondisi dimana terjadi rangkaian lepas cangkang yang dipisahkan oleh rangkaian antar ganti cangkang. Cangkang akan menjadi lebih keras dan pertumbuhan udang menjadi terbatas pada fase antar ganti cangkang. Namun pertumbuhan udang akan menjadi lebih cepat dalam periode waktu yang lebih singkat pada fase lepas cangkang, pertumbuhan akan berlangsung sebelum cangkang menjadi keras kembali dengan waktu yang relatif lebih pendek (Hartnoll 1982).

Gambar 3. Pertumbuhan diskontinyu pada krustasea Carcinus maenas, dari tingkat postlarva hingga tingkat instar VII (Dimodifikasi dari Klein Breteler in Hartnoll 1982).

2.4. Distribusi Frekuensi Panjang

Pada umumnya dalam suatu perairan semua ukuran organisme tidak terdapat dalam satu tempat. Hal ini disebabkan karena organisme cenderung melakukan pergerakan, sehingga sulit untuk menentukan ukuran organisme yang terkecil dan terbesar berada pada satu tempat (Anggraeni 2001).

Pergerakan udang pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah daur hidup udang. Menurut Naamin 1984 in Anggraeni 2001, udang penaeid memiliki daur hidup yang khas, dimana udang yang dewasa hidup di perairan lepas pantai untuk memijah sedangkan larva udang bergerak ke arah pantai

0 5 10 15 20 25 0 50 100 150 200 250 Usia (hari) P e rt um bu ha n (m m )

(9)

12

dan berkembang di sana sampai menjelang dewasa dan bergerak lagi ke perairan yang lebih dalam untuk memijah. Selain itu, pergerakan udang yang terjadi di alam juga dipengaruhi oleh siklus pemijahan, tingkat kedewasaan, perubahan iklim dan densitas makanan (Racek in Suwandi 1978).

Beberapa jenis udang terdapat bersama-sama di dalam suatu daerah dari semua ukuran dan kelas umur kecuali pada musim pemijahan. Termasuk dalam golongan ini adalah Penaeus plebejus dan P. esculentus. Racek in Suwandi (1978) memasukkan udang jenis ini ke dalam golongan konsisten, yang penyebarannya mulai dari muara sungai sampai daerah laut terbuka (outtherlitoral). Golongan konsisten sangat dipengaruhi oleh keadaan ekologi dan perubahan iklim, dan mempunyai sifat mengelompok yang kuat, Penaeus merguensis dan Metapenaeus macleayi juga termasuk ke dalam golongan ini. Berbeda dengan golongan konsisten, golongan tidak konsisten selalu bergerak dan ada perbedaan kelas umur. Kelompok yang besar bisa ditemukan di suatu perairan dalam waktu tertentu dan mungkin pada musim berikutnya tidak ditemukan lagi pada daerah yang sama.

2.5. Hubungan Panjang dan Bobot Total

Maksud dari hasil perhitungan hubungan panjang dan bobot adalah untuk memberikan pernyataan yang sistematis mengenai hubungan panjang dan bobot. Hal ini berfungsi untuk memudahkan dalam pengkonversian dari panjang ke bobot atau sebaliknya serta petunjuk mengenai indeks kemontokan dan tingkat perkembangan gonadnya. Analisis hubungan panjang karapas dan bobot individu udang untuk setiap spesies menggunakan teknik hubungan eksponensial dan hubungan linear (Pauly 1983 in Kartini 1998).

Menurut Kartini (1998), perbedaan hubungan panjang bobot yang diperoleh dari berbagai perairan tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan dan kisaran panjang udang yang dianalisis. Menurut Hartnoll (1982), dalam manajemen perikanan terkadang dibutuhkan usaha pengkonversian antara panjang total (L) terhadap bobot tubuh (B). Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan allometrik, sehingga nilai b jarang sekali proposional terhadap pangkat tiga dari panjang total (L3).Krustasea biasanya mengalami perubahan bentuk tubuh selama tumbuh, yang mana hal tersebut dikatakan sebagai pertumbuhan relatif atau

(10)

13

allometrik. Pada dasarnya, pertumbuhan relatif tidak hanya merupakan karakteristik dari hewan krustasea namun cangkang krustasea yang relatif keras, memudahkan dilakukannya ketepatan dalam pengukuran. Selain itu, terdapat perbedaan pertumbuhan antara udang jantan dan udang betina serta udang dewasa dan udang kecil. Hal ini merupakan salah satu faktor menarik dalam pengamatan studi allometrik. Hasil dari kajian morfometrik dapat digunakan sebagai salah satu perangkat manajemen sumberdaya biota di alam, menjadikan kajian morfometrik ini cukup banyak dipelajari oleh para ahli perikanan (Anggraini 1991).

Gambar

Gambar 1. Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)
Gambar 2. Morfologi Udang Mantis (Harpiosquilla  raphidea)  Sumber: Wardiatno et al. (2009)

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab fluor albus pada wanita usia subur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurang menjaga personal hygienenya seperti, tidak membasuh daerah vagina dengan

terbanyak, begitupula distribusi kasus rubella yang mulai bermunculan. Hal ini dikarenakan kegiatan CBMS pada tahun sebelumnya belum berjalan optimal. Perhitungan angka

Kerentanan DAS Kali Bekasi berdasarkan pada aspek sosial (parameter kepadatan penduduk dan nilai tradisional) termasuk dalam kategori sangat tinggi, sedangkan

Bagi tenaga kerja diharapkan tenaga kerja dapat meningkatkan dan menjaga motivasi kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan tugas dan pekerjaannya, misalnya bekerja

a) Kontek variabel yang dapat mendukung atau menambah kejelasan tentang isi dari sejumlah elemen unit kompetensi pada satu unit kompetensi tertentu, dan kondisi lainnya

Max Weber adalah orang yang turut berjasa besar dalam perkembangan teori interaksi simbolik, beliau mendefinisikan tindakan sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat

Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penyebab kelelahan operator dengan skala prioritas berdasarkan tingkat pengaruhnya dengan uji analisis varians yang pertama

Seluruh model pengujian dengan menggunakan variabel moderasi menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel pemoderasi hutang, dividen, share repurchase