1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Fenomena institusi pendidikan tinggi menempuh berbagai cara untuk
memenuhi tuntutan global, bahwa mahasiswa harus dibekali dengan
kemampuan, pengetahuan, dan pemahaman silang budaya dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasar kerja internasional. Kecenderungan yang muncul
dalam manajemen pendidikan tinggi adalah menyusun strategi
internasionalisasi melalui kerjasama akademik untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan internasional (Doyle, et al., 2010). Bentuk kerjasama akademik,
yaitu: pendidikan internasional diwujudkan dalam bentuk mobilitas mahasiswa
(student mobility). Program mobilitas mahasiswa memungkinkan mahasiswa
untuk dapat mengenyam dan mendapatkan pengalaman pendidikan
internasional dengan berbagai bentuk, seperti: program gelar ganda,
pertukaran, perkuliahan musim panas (summer school), konferensi, pelatihan
selama satu semester atau lebih. Internasionalisasi melalui program mobilitas
dapat dilakukan dengan universitas-universitas terkemuka di Eropa, Australia,
Asia, dan Amerika Serikat.
Program mobilitas memungkinkan terbentuknya sebuah pendidikan
internasional yang mengakomodasi kebutuhan mahasiswa untuk menempuh
memutuskan untuk mengikuti studi pendidikan sarjana maupun pasca sarjana
di luar negeri dianggap sebagai mahasiswa internasional. Pengertian
mahasiswa internasional menurut Institute of International Education (IIE)
adalah mahasiswa yang menempuh sebagian atau seluruh pengalaman
pendidikan tingginya di negara yang berbeda dengan negara asal atau
mahasiswa yang menempuh perjalanan menyeberang batas negara untuk
mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda dengan negara asal (Institute of
International Education, 2014). Terbentuknya pendidikan internasional
sebagai salah satu hasil dari pengembangan kerjasama akademik tersebut
terlihat dari pengembangan kurikulum berkelanjutan yang disetarakan dengan
universitas-universitas terkemuka, dalam rangka mendorong kemajuan
pendidikan dan pengajaran.
Program mobilitas antara universitas dalam negeri dengan universitas di
luar negeri didukung oleh pemerintah, dalam hal ini dengan menyediakan dana
beasiswa pendidikan studi ke luar negeri. Dikti menyediakan 1000 beasiswa
pendidikan ke luar negeri setiap tahun, namun tidak dapat diserap sepenuhnya
(Antaranews, 2013). Departemen Pendidikan, Pekerjaan, dan Penempatan
Kerja (Department of Education, Employment and Workplace), Australia
menyalurkan 2,9 juta dolar melalui program UMAP (University Mobility in
Asia and the Pasific) untuk mengakomodasi sekitar 580 mahasiswa dalam
program mobilitas (Daly, 2011). Ketersediaan beasiswa pemerintah dan
baik di dalam maupun di luar negeri. Permasalahan tersebut perlu
diinvestigasi apakah kurangnya penyerapan beasiswa karena tidak ada
sosialisasi yang tepat sasaran atau sumber daya manusia atau mahasiswa yang
tidak memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan beasiswa ke luar
negeri.
Mendapatkan pengalaman belajar di luar negeri merupakan modal yang
diperlukan bagi mahasiswa untuk menentukan karir berikutnya setelah
menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi berperan untuk
membentuk lulusan yang mampu bersaing dalam keberagaman, mudah
beradaptasi dengan lingkungan bisnis global, memiliki pemikiran global dan
mampu menangani berbagai situasi yang kompleks ketika berbagai nilai dan
prinsip saling bertemu (Bakalis & Foiner, 2004). Strategi mencetak lulusan
yang diharapkan seperti di atas, melibatkan mahasiswa dalam proses
penentuan atau pengambilan keputusan karena pengalaman mendapatkan
pendidikan internasional di negara-negara maju tidak dapat diperoleh secara
mudah.
Permasalahan pengambilan keputusan studi ke luar negeri menjadi penting
untuk diteliti karena adanya tuntutan kuat dari Dikti. Penunjukkan FEB UGM
sebagai bagian dari program ASEAN International Mobility for Students
(AIMS) pada tahun 2012 oleh Dikti, mewajibkan untuk mengirimkan 20
mahasiswa FEB UGM dalam program pertukaran mahasiswa ke negara-negara
memenuhi kuota tersebut (Dikti, 2014). Program Trans ASEAN Global
Agenda (TAG) yang diluncurkan oleh Dikti negara-negara ASEAN dengan Japan MEXT ( Ministry of Education, Culture, Sports, and Science and
Technology) mengalokasikan 48 juta yen per tahun untuk mengakomodasi 100
mahasiswa Indonesia dalam program pertukaran (MEXT, 2014). Kurangnya
penyerapan beasiswa dan tidak adanya ketertarikan mahasiswa untuk
mengikuti program AIMS tersebut menjadi isu yang penting diteliti untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan studi ke
luar negeri.
Mahasiswa akan terlibat dalam pengambilan keputusan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelanjutan studi di
perguruan tinggi. Apakah mengambil keputusan itu?. Mengambil keputusan
merupakan proses untuk menentukan pilihan berdasarkan alternatif dan
pertimbangan-pertimbangan. Proses penentuan pilihan tersebut melibatkan
proses menilai tantangan yang akan dilalui, mencari dan menimbang alternatif
pilihan, berunding dengan komitmen, mempertimbangkan masukan-masukan
negatif (Janis & Mann, 1977).
Mahasiswa mengambil keputusan untuk melanjutkan studi ke luar negeri
karena bermanfaat untuk karir masa depan, berupa pengetahuan silang budaya
yang tercermin dari perkuliahan yang mengusung kasus-kasus ekonomi global
menjadi bekal penting untuk masuk ke dalam pasar kerja global. Mahasiswa
memungkinkan mereka terbuka terhadap perubahan dan siap menghadapi
situasi yang kompleks (Lauermann, 2012). Selain itu, alasan mahasiswa
memutuskan melanjutkan studi di luar negeri dengan harapan mahasiswa akan
memiliki keunggulan dan kemudahan akses masuk ke dalam pasar kerja karena
memiliki kemampuan tinggi beradaptasi dengan lingkungan bisnis global
multikultur. Pengalaman belajar dalam iklim pendidikan di luar negeri
memberikan kontribusi pengetahuan kepada komunitas-komunitas bisnis
global bahwa kesadaran keterkaitan antar negara dan implikasi peristiwa lokal
dan tindakan yang diambil dalam konteks bisnis dan ekonomi akan saling
berpengaruh (SER FEB, 2013). Manfaat pengambilan keputusan melanjutkan
studi di luar negeri adalah mencantumkan pengalaman belajar di universitas
terkemuka di luar negeri di dalam resume pekerjaan, dan prestise mengikuti
pembelajaran di universitas top di luar negeri (Doyle, et al., 2010).
Doyle dan kawan-kawan (2010) melakukan penelitian yang berjudul
Investigasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Studi
ke Luar Negeri. Penelitian tersebut menginvestigasi faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa dari lima institusi pendidikan tinggi di New
Zealand dalam memilih program studi pertukaran atau gelar ganda di luar
negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah:
faktor finansial, faktor institusional, dan faktor modal individual. Gonzales
dan Mesanza (2010) membuktikan secara empiris dalam jurnal Faktor Penentu
pengambilan keputusan studi di luar negeri dalam studi kasus mobilitas
mahasiswa internasional yang mengikuti progam Erasmus dipengaruhi oleh
faktor politik, faktor finansial, dan faktor sosial. Lane-Toomey dan Lane
(2013) melakukan penelitian mahasiswa AS yang melakukan program
pertukaran ke Timur Tengah/Afrika Utara berjudul Studi Keluar Negeri
Mahasiswa AS di Timur Tengah/Afrika Utara: Faktor yang Mempengaruhi
Peningkatan Jumlah Mahasiswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam program pertukaran di Timur
Tengah/Afrika Utara dipengaruhi faktor budaya, faktor sosial, faktor ekonomi
(finansial), faktor motivasi.
Forsey, Broomhal dan Davis (2012) menginvestigasi faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa sarjana S1 di University of Western Australia
(UWA) dalam jurnal Memperluas Wawasan?. Refleksi Mahasiswa Australia
terhadap Pengalaman Belajar di Luar Negeri untuk mengikuti program
pertukaran ke luar negeri (outbound exchange). Keputusan mengikuti program
tersebut dipengaruhi oleh faktor institusional dan faktor budaya. Maringe dan
Carter (2007) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa Afrika
untuk melanjutkan studi sarjana atau master di institusi pendidikan di Inggris
di dalam jurnal Motivasi Mahasiswa Internasional untuk Mengambil
Pendidikan Tinggi di Inggris Raya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
Penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
membuktikan bahwa pengambilan keputusan untuk studi ke luar negeri dalam
bentuk program pertukaran atau gelar ganda dipengaruhi oleh faktor finansial,
budaya, sosial, modal individual, institusional, motivasi, dan politik.
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
studi ke luar negeri pada penelitian sebelumnya, fokus penelitian ini adalah
faktor modal sosial (Maringe: 2007, Lane-Toomey & Lane: 2013, Gonzales &
Mezansa: 2010) dan modal individual (Doyle, et al.: 2010). Penelitian yang
memfokuskan pada kedua faktor; modal individual dan sosial diperlukan
dalam rangka menunjang pengembangan program internasional yang
dilakukan oleh FEB UGM. Penelitian ini akan membantu pengelola program
untuk memprediksikan hasil (outcome) lulusan S1 program internasional
dilihat dari modal silang budaya yang diperlukan ketika terjun di dalam pasar
kerja.
Penelitian ini akan bermanfaat untuk mengembangkan lulusan S1 FEB
UGM karena pendidikan lintas negara (cross-border education) mampu
memperkuat modal budaya, yaitu kemampuan bahasa Inggris yang terasah,
mengembangkan jejaring sosial yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan
yang bergengsi (Bodycott & Lai, 2012). Mengikuti pendidikan ke luar negeri
memberikan manfaat berupa kemampuan untuk memahami, berbicara,
membangun relasi, dan bekerja dengan orang lain yang berbeda secara politik,
FEB sebagai institusi pendidikan yang sudah mendapatkan akreditasi
internasional dari AACSB (The Association to Advance Collegiate School of
Business), harus mendorong pertumbuhan studi ke luar negeri bagi mahasiswa.
Hal ini harus dilakukan agar terekspose terhadap berbagai lingkungan,
mendapatkan kemampuan lebih untuk bersaing di pasar kerja global,
menyediakan lingkungan pendidikan akademik internasional yang memenuhi
standar AACSB (AACSB, 2014; Mills, 2010).
Kedua variabel faktor modal individual dan modal sosial akan digunakan
untuk menginvestigasi pengambilan keputusan studi pertukaran/gelar ganda ke
luar negeri pada mahasiswa program S1 FEB UGM. Kedua variabel tersebut di
atas dipilih berdasarkan pra penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
bahwa mobilitas mahasiswa program S1 FEB UGM pada program keluar
negeri dalam rangka pertukaran atau gelar ganda dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut di atas.
Pemilihan lokasi penelitian di FEB UGM karena FEB UGM secara aktif
melakukan program pertukaran atau gelar ganda. Pelaksanaan program
tersebut merupakan bagian kurikulum pembelajaran program S1. FEB UGM
merupakan salah satu pelopor di UGM yang melaksanakan program belajar ke
luar negeri (outbound) dan menerima mahasiswa asing masuk (inbound) dalam
pertukaran atau gelar ganda. Fakultas Kedokteran UGM hanya menerima
mahasiswa internasional masuk dalam program sarjana, sedangkan Fakultas
program S1 internasional, namun belum melakukan sepenuhnya program
pertukaran masuk maupun keluar. Fakultas Hukum dan Fisipol UGM memiliki
program S1 internasional dan belum secara aktif melakukan program keluar
negeri ataupun menerima mahasiswa internasional dalam program pertukaran
atau gelar ganda. Kedua fakultas tersebut menerima mahasiswa internasional
program pertukaran dari universitas mitra di luar negeri. Oleh karena itu, FEB
UGM merupakan lokasi yang tepat untuk melaksanakan penelitian ini dengan
pertimbangan bahwa kegiatan mobilitas keluar dan masuk pada program
pertukaran atau gelar ganda berjalan aktif setiap tahun. FEB UGM menjadi
lokasi penelitian yang tepat karena pihak manajemen fakultas secara jelas
mengatur kegiatan mobilitas ke luar negeri untuk program pertukaran atau
gelar ganda melalui Surat Keputusan Dekan Nomor: 4197/J01.1.12/KP/2009
tentang Kewajiban Mengikuti Program Belajar atau Kunjungan Luar Negeri
bagi Mahasiswa IUP (International Undergraduate Program) FEB UGM. Surat
keputusan tersebut menekankan bahwa mahasiswa IUP FEB UGM mulai
tahun 2010 diwajibkan mengikuti salah satu bentuk program belajar, seperti
program gelar ganda, pertukaran, summer school, kunjungan ke perusahaan di
luar negeri, atau kunjungan ke universitas luar negeri.
Implikasi positif dari surat keputusan tersebut adalah peningkatan jumlah
mahasiswa FEB UGM yang mengikuti ekspose internasional dalam bentuk
perkuliahan musim panas (summer school) ataupun ekspose akademik
mitra universitas luar negeri maupun program ekspose internasional yang
dirancang khusus bagi mahasiswa IUP oleh FEB UGM. Sebelumnya jumlah
total mahasiswa yang tidak mengambil ekspose internasional pada angkatan
2005 – 2011 adalah 166 mahasiswa, kemudian jumlah total mahasiswa yang
mengambil program ekspose internasional selain program pertukaran atau
gelar ganda (jumlah kumulatif angkatan 2005 – 2011) adalah 74 mahasiswa.
Jumlah total mahasiswa yang tidak memenuhi kewajiban ekspose internasional
adalah 92 mahasiswa. Deskripsi tersebut dapat menunjukkan perbandingan
jumlah mahasiswa IUP FEB UGM angkatan 2005 – 2011 yang telah
memenuhi kewajiban ekspose internasional dalam bentuk program program
pertukaran atau gelar ganda, perkuliahan musim panas, dan kompetisi bisnis
adalah 155 mahasiswa, sedangkan 166 mahasiswa tidak memenuhi kewajiban
ekspose internasional.
1.2 Permasalahan Penelitian
Memenuhi tuntutan global terhadap lulusan sekolah bisnis di kawasan Asia
dan sekitarnya, kesinambungan program internasionalisasi FEB UGM, dan
kesuksesan untuk memenuhi standar-standar akreditasi internasional AACSB
merupakan isu penting untuk pengembangan program, sekaligus merupakan
permasalahan yang penting untuk diselesaikan. Visi FEB UGM untuk menjadi
sekolah terdepan dan disegani di bidang pengajaran dan pengembangan ilmu
mencapai visi dan memenuhi standar akreditasi internasional AACSB, FEB
UGM harus mempersiapkan mahasiswanya untuk dapat memenuhi hal-hal
tersebut di atas. Berdasarkan paparan latar belakang di atas dapat ditarik
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Faktor modal individual tiap mahasiswa apakah berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan studi ke luar negeri?
2. Faktor modal sosial yang berada di antara mahasiswa apakah berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan studi ke luar negeri?
1.3 Tujuan Penelitian
Penyediaan pendidikan internasional sebagai syarat untuk memenuhi
standar akreditasi internasional AACSB sangat penting diupayakan dalam
rangka meningkatkan luaran lulusan S1 FEB yang mampu berkompetisi di
pasar kerja. Selain itu, visi FEB sebagai sekolah bisnis terdepan dalam bidang
pengajaran dan penelitian ekonomi dan bisnis di kawasan Asia akan terancam,
jika penelitian tentang studi ke luar negeri ini tidak dilakukan. Dengan
demikian, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengidentifikasi bahwa faktor modal individual berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan untuk melakukan studi ke luar negeri
dalam bentuk program pertukaran atau gelar ganda pada mahasiswa
2. Untuk mengidentifikasi bahwa faktor modal sosial berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan untuk melakukan studi ke luar negeri dalam bentuk
program pertukaran, gelar ganda, atau program singkat pada mahasiswa
program S1 FEB.
1.4 Keaslian penelitian
Penelitian yang terkait dengan pengambilan keputusan studi di luar negeri
pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Para peneliti sebelumnya
menyoroti beberapa faktor yang mempengaruhi mahasiswa untuk mengambil
studi ke luar negeri. Doyle dan kawan-kawan (2010) melakukan penelitian
yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Studi ke Luar Negeri. Penelitian tersebut menginvestigasi faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa dari lima institusi pendidikan tinggi di New
Zealand dalam memilih program pertukaran atau gelar ganda di luar negeri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan studi di luar negeri adalah: (1) faktor finansial, bahwa
faktor tersebut menentukan apakah mobilitas mahasiswa keluar melalui
program pertukaran mendapatkan bantuan biaya pendidikan (beasiswa), baik
dari universitas tujuan maupun dari universitas asal, atau mengambil pekerjaan
paruh waktu selama masa belajar, (2) faktor institusional, hasil penelitian
membuktikan bahwa universitas asal tidak memberikan bantuan konseling atau
mahasiswa harus mencari informasi sendiri, (3) faktor modal individual, yaitu
mahasiswa memutuskan studi ke luar negeri karena manfaat program
pertukaran atau gelar ganda penting untuk kemajuan akademik, pengembangan
karir di masa depan, mendapatkan akses kualitas pendidikan yang jauh lebih
baik daripada kualitas pendidikan di New Zealand, dan mengembangkan
jejaring internasional.
Gonzales dan Mesanza (2010) membuktikan secara empiris dalam jurnal
Faktor Penentu Alur Mobilitas Mahasiswa Internasional: Studi Kasus Program
Erasmus bahwa pengambilan keputusan studi ke luar negeri dalam studi kasus mobilitas mahasiswa internasional yang mengikuti program Erasmus
dipengaruhi oleh (1) faktor politik, mobilitas mahasiswa untuk mengikuti
program ke luar negeri bertujuan untuk mendapatkan kesempatan migrasi ke
negara tujuan demi kesempatan hidup dan pekerjaan lebih baik daripada di
negara asal, (2) faktor finansial, penelitian membuktikan bahwa latar belakang
keuangan orang tua mahasiswa yang kuat akan mempengaruhi kelanjutan studi
ke luar negeri, karena mahasiswa menyimpulkan bahwa program mobilitas
akan tercapai dengan dukungan finansial yang kuat, (3) Faktor sosial,
pengambilan keputusan seorang mahasiswa untuk mengikuti program Erasmus
adalah pengaruh dari teman dekat, teman sebaya yang pernah tinggal atau
mengikuti pendidikan serupa di negara tujuan, mahasiswa akan memutuskan
mengikuti program pertukaran atau gelar ganda dalam program Erasmus
Lane-Toomey dan Lane (2013) melakukan penelitian mahasiswa AS yang
melakukan program pertukaran ke Timur Tengah/Afrika Utara berjudul Studi
Keluar Negeri Mahasiswa AS di Timur Tengah/Afrika Utara: Faktor yang
Mempengaruhi Peningkatan Jumlah Mahasiswa. Hasil penelitian mengungkap
bahwa mahasiswa AS mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam
program pertukaran di Timur Tengah/Afrika Utara dipengaruhi oleh (1) faktor
budaya, yaitu mahasiswa memutuskan untuk mengikuti program pertukaran
karena mereka sebelumnya telah melakukan perjalanan ke negara Timur
Tengah/Afrika Utara, dan mengambil kursus bahasa asing, (2) faktor sosial,
mahasiswa memutuskan mengikuti program tersebut sebagai hasil diskusi
dengan para dosen/profesor di universitas asal tentang isu-isu internasional
yang bermanfaat setelah lulus, (3) faktor ekonomi (finansial), pemerintah
negara asal memberikan beasiswa karena biaya akomodasi dan hidup yang
lebih rendah dibandingkan negara asal, (4) faktor motivasi, mahasiswa
memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan karir pekerjaan yang lebih baik di
negara-negara Timur Tengah/Afrika Utara, keamanan dan kemudahan proses
keimigrasian merupakan alasan belajar di negara tersebut.
Forsey, Broomhal dan Davis (2012) menginvestigasi faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa sarjana S1 di UWA untuk mengikuti program
outbound exchange dalam jurnal Memperluas Wawasan?. Refleksi Mahasiswa
Australia terhadap Pengalaman Belajar di Luar Negeri. Hasil riset
pertukaran keluar negeri mahasiswa UWA dalam pengambilan keputusan studi
di luar negeri melalui laman universitas dan program pembekalan (in-support
preparation), (2) faktor budaya, mahasiswa tertarik dengan program pertukaran
karena adanya kesadaran silang budaya didapatkan setelah program selesai,
kesempatan untuk bersenang-senang di negara tujuan (having fun),
mendapatkan petualangan (adventure), dan merasakan tradisi yang berbeda,
independen, merasakan iklim belajar, menjalani kehidupan dalam budaya yang
berbeda.
Maringe (2007) dalam jurnal Motivasi Mahasiswa Internasional untuk
menempuh pendidikan tinggi di Inggris Raya meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa Afrika untuk melanjutkan studi sarjana atau master
di institusi pendidikan di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
faktor politik sangat berperan dalam pengambilan keputusan studi di Inggris
karena situasi negara asal yang tidak mendukung, (2) faktor finansial,
pengambilan keputusan dipengaruhi adanya beasiswa studi lanjut di Inggris,
mahasiswa akan mendapatkan jabatan strategis di negara asal ketika
mendapatkan ijazah dari institusi pendidikan di Inggris, (3) faktor sosial,
reputasi dan kualitas pendidikan di Inggris yang terbukti baik, sehingga belajar
di Inggris menjadi investasi dan kesempatan yang tidak dapat dilewatkan
seumur hidup.
McCarthy, Sen, dan Garrity (2012) menginvestigasi secara empiris
berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi Mahasiswa Kanada memilih
institusi pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan studi ke luar negeri menggunakan
pengujian kerangka konsep pendorong (push) dan penarik (pull) yang
dikembangkan oleh Mazzarol dan Soutar (1998) bahwa mahasiswa yang
berasal dari Kanada bermigrasi dalam rangka belajar. Fenomena ini
dipengaruhi oleh faktor pendorong (push factor), yaitu syarat masuk ke
universitas yang sangat kompetitif di Kanada, memperluas pengalaman diri
(personal experience), ketidaksesuaian program studi seperti yang diinginkan
oleh mahasiswa di negara asal. Sedangkan, faktor penarik (pull factor) yang
mempengaruhi pengambilan keputusan belajar ke luar negara asal Kanada
adalah pengakuan internasional terhadap institusi pendidikan tinggi di AS,
kedekatan geografis, biaya pendidikan yang terjangkau, jejaring sosial,
lingkungan, dan rekomendasi dari keluarga dan teman.
Bodycott (2009) meneliti motivasi mahasiswa China untuk studi ke luar
negeri dalam jurnal berjudul Memilih pendidikan tinggi di luar negeri: Apa
yang Dinilai Penting oleh Orangtua dan Mahasiswa China. Hasil investigasi
secara empiris menunjukkan bahwa mahasiswa China memutuskan studi ke
luar negeri karena dipengaruhi oleh faktor pendorong berupa faktor sosial,
yaitu keadaan sosial dan politik negara asal yang tidak menguntungkan untuk
lulusan universitas dalam negeri. Oleh karena itu, mereka terdorong untuk
negeri karena pengaruh dari kebijakan negara ‘satu keluarga satu anak’
sehingga mempengaruhi orang tua untuk mengirim anaknya untuk
mendapatkan pendidikan terbaik. Sedangkan, faktor penarik berupa faktor
sosial ketika mahasiswa memutuskan studi di luar negeri akibat pengaruh
keluarga dan teman dekat yang berdomisili atau belajar di negara tujuan.
Selain itu, mahasiswa memutuskan studi ke luar negeri karena lingkungan di
negara tujuan mendukung iklim belajar dan prospek bekerja setelah lulus.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh untuk pengambilan keputusan sangat
bervariasi mulai dari dorongan faktor modal individual, politik,
ekonomi/finansial, sosial, budaya, institusional, namun penelitian ini akan
memfokuskan pada faktor modal individual dan modal sosial. Kedua variabel
independen tersebut dipilih untuk diteliti di dalam penelitian ini.
1.5 Manfaat penelitian
Penelitian tersebut diharapkan memberikan kontribusi baik secara empiris
maupun kebijakan. Manfaat penelitian tersebut dibagi menjadi dua:
1.5.1. Kontribusi Praktis
Penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan pengembangan program
berupa pengembangan lulusan program S1 FEB UGM untuk dapat bersaing di
dalam pasar kerja global multikultur. Pengembangan lulusan S1 yang
hasil penelitian ini. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai
masukan terhadap kebijakan kewajiban mahasiswa IUP FEB UGM untuk
melakukan ekspose internasional.
1.5.2. Kontribusi Empiris
Memperkaya penelitian empiris dengan menganalisis faktor-faktor
modal individual kompetensi silang budaya dan modal sosial dalam
mengambil keputusan studi ke luar negeri dalam bentuk program pertukaran