• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembimbing Utama : Ir. Richard WE Lumintang MSEA Pembimbing Anggota : Ir. Sudjana Natasamita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembimbing Utama : Ir. Richard WE Lumintang MSEA Pembimbing Anggota : Ir. Sudjana Natasamita"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP

EFEKTIVITAS PENYULUHAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

(Kasus di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat)

SKRIPSI Rahma Delni

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

RAHMA DELNI. D34104004. 2008. Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Efektivitas Penyuluhan Pengembangan Peternakan Sapi Potong (Kasus di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Richard WE Lumintang MSEA Pembimbing Anggota : Ir. Sudjana Natasamita

Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah pemasok ternak sapi bagi propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan di era tahun 1960-1970 mampu mengekspor sapi potong ke Hongkong dan Singapura (Masyur dan Muzani, 2004). Permintaan sapi dari NTB, baik untuk konsumsi lokal maupun antar pulau, berupa sapi potong maupun bibit terus meningkat. Peningkatan permintaan jika tidak disertai dengan upaya peningkatan populasi dan mutu sapi akan terjadi pengurasan ternak. Untuk itulah upaya pengembangan sapi potong di daerah ini terus dilakukan oleh pemerintah dan diharapkan ke depan pihak swasta lebih banyak berperan. Sistem pemeliharaan ternak sapi potong di Kabupaten Sumbawa masih tradisional(extensif).

Peranan penyuluh sangat besar artinya bagi peternak apalagi bagi peternakan rakyat yang kekurangan sumberdaya untuk mendapatkan berbagai sumber informasi guna menambah wawasan, keterampilan dan berbagai inovasi terbaru. Peran penyuluh sangat diharapkan untuk dapat menambah wawasan, memberikan keterampilan dan mempercepat penerapan inovasi. Penyuluhan akan membuat masyarakat sadar dan mau memanfaatkan potensi yang ada dalam mengelola usahaternak yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan karakteristik peternak sapi potong di Kabupaten Sumbawa 2) mengetahui efektivitas penyuluhan di Kabupaten sumbawa dan 3) menganalisis hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa. Desain penelitian adalah pengolahan data sekunder. Data sekunder didapat dari penelitian sebelumnya yang berjudul “Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Sumbawa”. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis korelasional menggunakan uji tabulasi rank Spearman (rs) dan koefisien kontingensi dari uji chi square (χ 2).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif didapatkan hasil penelitian bahwa 1) Peternak pada umumnya berusia muda, tingkat pendidikan rendah, jumlah tanggungan keluarga kecil, rata-rata penghasilan terkategori kecil, luas lahan yang dimiliki sempit, jumlah ternak sapi yang dimiliki sedikit, jumlah ternak lain (ayam, kerbau, bebek, kuda, kambing) sedikit. 2) Efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong dinilai kurang efektif 3) Karakteristik peternak mempunyai hubungan negatif dan nyata (p<0,05) pada umur peternak dengan frekuensi mengikuti pelatihan serta mempunyai hubungan nyata dan positif pada jumlah ternak sapi terhadap frekuensi mendengarkan radio.

(3)

ABSTRACT

Correlationship Characteristic of Farmers to Effectivity of Extension Development Beef Cattle Ranch

(District of Sumbawa West South-East west Nusa) Delni.R, R.WE. Lumintang, S. Natasasmita

The objectives of study were: 1) to describe characteristic of farmers in district Sumbawa. 2) to identity effectiveness of extension at local goverment Sumbawa. 3) to analyze relationship between characteristic farmers and effectiveness of extension to development beef cattle ranch in district of Sumbawa. This research is management of secondary data. Secondary data obtained from research with title”Development Beef Cattle Ranch in district of Sumbawa. Data were analyzed by descriptive and correlation analyze using rank Spearman and contingency coefficient of chi square. The result of study are : 1) most farmers are young, education level is low, monthtly of income is low, family size are small, size of farm are narrow, beef cattle seized are small, other livestock seized are small. 2) effectiveness of extension are low. 3) there are negative significant correlation between age of farmers and training frequency and there are positive significant correlation between total of beef cattle and listening radio frequency.

(4)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP

EFEKTIVITAS PENYULUHAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

(Kasus di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat)

RAHMA DELNI D34104004

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP

EFEKTIVITAS PENYULUHAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN SAPI POTONG

(Kasus di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Oleh RAHMA DELNI

D34104004

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Juli 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Richard WE Lumintang, MSEA. Ir. Sudjana Natasasmita NIP. 130 367 101 NIP. 130 517 040

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 November 1986 di Pariaman Sumatera Barat dari pasangan Bpk. Budelman dan Ibu Nita Kaswina. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 016 Tampan Sukamaju, Pekanbaru pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP N 1 Pulau Punjung pada tahun 1998-1999 dan pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP N 1 V Koto Kamp. Dalam Sumatera Barat. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menengah tingkat atas di SMA N 3 Dharmasraya, Sumatera Barat. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan dan memilih minat Komunikasi dan Penyuluhan.

Selama pendidikan, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan baik intra ataupun ekstra kampus diantaranya penulis pernah aktif di Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) pada tahun 2004, Sekretaris Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) Periode 2005-2006 dan di Departemen Sosial Lingkungan Masyarakat (SOSLINGMAS) periode 2007-2008. Ketua Bidang Pemberdayaan Umat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Peternakan Cabang Bogor periode 2006-2007. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Lomba Cepat Tepat Fakultas Peternakan Tingkat SMU tahun 2006 dan Lomba Vollyball “Dekan Cup” Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat illahi robbi’ Allah SWT atas karunia dan kemurahannya mengijinkan penulis menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Efektivitas Penyuluhan Pengembangan Peternakan Sapi Potong” untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bidang peternakan memegang peranan penting dalam sektor penyediaan protein hewani, sumberdaya yang terlibat secara otomatis mempunyai andil penting juga dalam memajukan kesejahteraan negara. Peternakan juga merupakan salah satu sektor yang banyak menyedot tenaga kerja, sehingga dalam pengembangan dan usaha untuk memajukannya diperlukan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya diperhitungkan perkembangan komoditinya tetapi juga perkembangan personil di dalamnya. Kebijakan pemerintah daerah menjadi patokan dalam pembuatan program-program bagi para pengembang peternakan.

Segenap harapan dan cita tertuang dalam peluh, dengan diiringi do’a dan restu keluarga semua hambatan dan rintangan dapat terlewati dan menjadi guru bagi hidup penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga seluruh hasil yang tertuang dalam tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2008

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN……… i ABSTRACT ………... iii RIWAYAT HIDUP……….. iv KATA PENGANTAR………... v DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL………...……….…………... viii

DAFTAR GAMBAR………...………. x DAFTAR LAMPIRAN………. xi PENDAHULUAN………. 1 Latar Belakang……….. 1 Perumusan Masalah……….………. 2 Tujuan Penelitian……….. 3 Kegunaan Penelitian………. 3 KERANGKA PEMIKIRAN………. 4 TINJAUAN PUSTAKA……….... 6 Penyuluhan Pertanian………... 6

Makna Penyuluhan Pertanian……… 6

Penyuluhan dan Metode Penyuluhan…...………... 7

Efektivitas Penyuluhan……….………... 7

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh………..….. 8

Frekuensi Menonton Tv dan Mendengarkan Radio………….. 8

Frekuensi Mengikuti Pelatihan………….………. 8

Frekuensi Mendapat Brosur/Tulisan tentang Peternakan…….. 9

Karakteristik Peternak………..……… 9

Umur…………...………... 9

Pendidikan…………...……… 10

Jumlah Tanggungan Keluarga………. 11

Tingkat Pendapatan………. 11

Usahaternak Sapi Potong………. 11

Peternakan Rakyat………... 12

Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong………... 12

Tipelogi Usahaternak Sapi Potong……….. 13

Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Potong……….. 15

Kendala dan Peluang Pengembangan Usahaternak Sapi Potong……….. 15

(9)

Lokasi dan Waktu……… 17

Desain Penelitian…..……… 17

Data dan Instrumentasi………. 17

Analisis Data……… 17

DEFENISI ISTILAH…...……….. 18

GAMBARAN UMUM LOKASI ………...……….. 21

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 25

Karakteristik Peternak……….………. 25

Umur……….………..………. 26

Pendidikan………... 26

Jumlah Tanggungan Keluarga….……… 27

Rata-rata Penghasilan per Bulan………. 27

Luas Lahan………….………. 28

Jumlah Ternak Sapi Potong………... 28

Jumlah Ternak Lain………..…………... 28

Efektivitas Penyuluhan……….……… 29

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh……….. 29

Frekuensi Menonton Tv………... 30

Frekuensi Mendengarkan Radio………. 30

Frekuensi Mendapat Brosur/Tulisan tentang Peternakan...……. 31

Frekuensi Mengikuti Pelatihan……..……….. 31

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Efektivitas Penyuluhan terhadap Pengembangan Peternakan Sapi Potong………...…… 32

Umur……….………..………. 32

Pendidikan………... 33

Jumlah Tanggungan Keluarga….……… 34

Rata-rata Penghasilan per Bulan………. 34

Luas Lahan………….………. 35

Jumlah Ternak Sapi Potong 35 Jumlah Ternak Lain 35 KESIMPULAN DAN SARAN……… 37

Kesimpulan………... 37

Saran………... 38

UCAPAN TERIMA KASIH……… 39

DAFTAR PUSTAKA……… 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 1. Populasi TernakSapidiKabupatenSumbawa………... 23

2. Tabel 2. Unsur-unsur SDM Masyarakat Peternak di Kabupaten

Sumbawa………. 23

3. Tabel 3. Karakteristik Internal Peternak………... 25

4. Tabel 4.

Rataan Skor Efektivitas Penyuluhan Terhadap

Pengembangan Peternakan Sapi Potong... 29

5. Tabel 5.

Hasil Pengujian Hubungan Karakteristik Peternak dan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Pengujian Korelasional Rank Spearman... 45 2. Hasil Pengujian Korelasional Chi Square……… 46

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sub sektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian , harus dikembangkan sesuai dengan potensi ternak yang ada dan memungkinkan mampu untuk dikembangkan di daerah pengembangan. Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah pemasok ternak sapi bagi propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan di era tahun 1960-1970 mampu mengekspor sapi potong ke Hongkong dan Singapura (Masyur dan Muzani, 2004).

Permintaan sapi dari NTB, baik untuk konsumsi lokal maupun antar pulau, berupa sapi potong maupun bibit terus meningkat. Peningkatan permintaan apabila tidak disertai dengan upaya peningkatan populasi dan mutu sapi akan terjadi pengurasan ternak. Upaya pengembangan sapi potong di daerah ini terus dilakukan oleh pemerintah dan diharapkan ke depan pihak swasta lebih banyak berperan.

Berdasarkan kondisi lahan yang tersedia dan luas pemilikannya, maka sistem beternak sapi potong di NTB digolongkan menjadi dua yaitu (1) Pemeliharaan secara ekstensif tradisional yaitu dilepas di padang pengembalaan. Cara ini berkembang di Pulau Sumbawa dan (2) Pemeliharaan secara dikandangkan dengan sistem pemberian pakan “Cut and Carry”. Sistem extensif pengembangan ternak potong secara extensif/digembalakan diarahkan ke Pulau Sumbawa karena memiliki lahan pengembalaan cukup luas. Kebiasaan petani di Pulau Sumbawa melepas begitu saja ternak sapinya di hutan belukar, semak-semak, padang rumput dan padang alang-alang yang cukup luas (Masyur dan Muzani, 2004).

Upaya yang telah dilakukan ini dapat lebih dioptimalkan dengan memberdayakan semua potensi yang ada. Pengembangan ternak potong secara ekstensif diarahkan ke Pulau Sumbawa karena memiliki lahan pengembalaan cukup luas dan pengembangan secara intensif diarahkan ke Pulau Lombok. Kedua pola ini didukung oleh sumberdaya manusia yang relatif memadai yaitu petani yang berpengalaman, petugas dan teknologi tepat guna cukup tersedia yang apabila diterapkan secara benar dan massal dapat meningkatkan ketersediaan sapi sesuai permintaan pasar.

Penyuluh mempunyai peran penting bagi peternak apalagi bagi peternakan rakyat yang kekurangan sumberdaya untuk mendapatkan berbagai sumber informasi

(13)

guna menambah wawasan, keterampilan dan berbagai inovasi terbaru. Peran penyuluh diharapkan dapat menambah wawasan, memberikan keterampilan dan mempercepat penerapan inovasi.

Penyuluhan akan membuat masyarakat sadar dan mau memanfaatkan potensi yang ada dalam mengelola usahaternak yang tepat. Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa yang melihat adanya potensi untuk pengembangan ternak sapi potong telah melakukan aktivitas penyuluhan dalam mendukung hal tersebut. Efektivitas penyuluhan yang telah dilaksanakan belum banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas dari penyuluhan tersebut agar penyuluhan mendatang dapat dilakukan dengan lebih efektif dan mengena pada sasaran.

Perumusan Masalah

Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)merupakan salah satu daerah pemasok ternak sapi bagi propinsi lainnya di Indonesia. Tahun 1960-1970 mampu mengekspor sapi potong ke Hongkong dan Singapura. Permintaan sapi dari NTB, baik untuk konsumsi lokal maupun antar pulau terus meningkat. Laju permintaan yang terus meningkat diduga telah melebihi kemampuan produksi sehingga cenderung terjadi penurunan populasi ternak sapi potong. Penurunan populasi selain disebabkan oleh tingginya permintaan pasar juga disebabkan oleh sistem pemeliharaan sapi yang masih sederhana sehingga potensi biologis belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengimbangi laju permintaan yang ada (Masyur dan Muzani, 2004).

Penyuluhan adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tindakan (konatif) masyarakat petani-peternak, terjadinya pertumbuhan ekonomi dan pertanian yang berkelanjutan. Kegiatan penyuluhan pada hakikatnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, rata-rata penghasilan perbulan, luas lahan yang dimiliki, jumlah ternak sapi potong dan ternak lain yang dimiliki. Kegiatan penyuluhan yang efektif dapat diupayakan dengan penerapan metode penyuluhan yang disesuaikan dengan kondisi, sasaran dan mencari dukungan dari berbagai pihak. Peternak sebagai sasaran dituntut kesadarannya untuk secara aktif mengubah perilakunya melalui penyuluhan yang dilakukan. Perubahan perilaku ini dipengaruhi

(14)

televisi, frekuensi mendengarkan radio, frekuensi mengikuti pelatihan dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan. Keefektifan penyuluhan juga terkait erat dengan penyuluh sebagai sumber informasi yaitu kualitas dan kuantitas, sarana penunjang serta intensitas penyuluhan yang dilakukan.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik peternak sapi potong di Kabupaten Sumbawa ? 2. Bagaimana efektivitas penyuluhan di Kabupaten Sumbawa ?

3. Bagaimana hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan, maka penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan karakteristik peternak di Kabupaten Sumbawa.

2. Mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi Potong di Kabupaten Sumbawa

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan peternakan sapi potong terutama peternakan sapi potong rakyat. Secara rinci hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi :

1. Peternak di Kabupaten Sumbawa agar dapat memanfaatkan penyuluhan dengan optimal sebagai sarana untuk mencari informasi, menggali pengetahuan dan keterampilan.

2. Penyuluh di Kabupaten Sumbawa agar dapat meningkatkan efektivitas penyuluhan dengan materi dengan potensi yang dimiliki oleh peternak setempat.

3. Sebagai bahan studi, rujukan dan pertimbangan bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

(15)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keberhasilan pembangunan berbasis peternakan sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang berperan serta dalam usaha tersebut. Pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan menyampaikan pesan secara efektif sebaiknya dimiliki oleh seorang penyuluh dalam upaya meningkatkan kemampuan peternak pada kegiatan budidaya untuk meningkatkan produksinya. Keberhasilan dalam mengembangkan usahaternak juga tergantung dari kesadaran peternak untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memajukan usaha yang mereka kelola.

Karakteristik peternak dipengaruhi oleh : 1) usia, 2) pendidikan, 3) jumlah tanggungan keluarga, 4) rata-rata penghasilan perbulan, 5) luas lahan yang dimiliki, 6) jumlah ternak sapi potong yang dimiliki dan 7) ternak lain yang dimiliki. Efektivitas penyuluhan dilihat dari : 1) frekuensi bertemu dengan penyuluh 2) frekuensi menonton televisi, 3) frekuensi mendengarkan radio, 4) frekuensi mengikuti pelatihan dan 5) frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan.

Hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan pada peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

Peubah Bebas Peubah Terikat

Karakteristik Peternak (X): 1. Usia (X1) 2. Pendidikan (X2) 3. Jumlah Tanggungan Keluarga (X3) 4. Rata-rata Penghasilan Perbulan (X4) 5. Luas Lahan (X5)

6. Jumlah Ternak Sapi Potong yang Dimiliki (X6)

7. Jumlah Ternak Lain yang Dimiliki (X7)

Efektivitas Penyuluhan (Y):

1. Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh (Y1) 2. Frekuensi Menonton Televisi (Y2) 3. Frekuensi Mendengarkan Radio (Y3) 4. Frekuensi Mengikuti Pelatihan (Y4) 5. Frekuensi Mendapat Brosur/Tulisan Tentang peternakan (Y5)

(16)

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian adalah:

H1: Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan Pertanian Makna Penyuluhan Pertanian

Menurut Wiriaatmadja (1990) penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana peternak belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tau dan bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan, waktu maupun tempat dari sasaran.

Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Kata-kata mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan profesinya mengandung arti bahwa penyuluhan pertanian harus bertujuan membuat petani sanggup berkorban demi pembangunan nasional.

Lebih lanjut Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Penyuluhan dilakukan yang dilakukan bertujuan untuk menambah kesanggupan para petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang dapat memenuhi keinginan mereka (Wiraatmadja, 1990).

Perubahan perilaku yang diharapkan sebagai hasil penyuluhan adalah: perubahan tingkat pengetahuan yang lebih luas dan mendalam terutama mengenai ilmu-ilmu teknis pertanian dan ilmu pengolahan usahatani, perubahan dalam kecakapan atau keterampilan teknis yang lebih baik dan keterampilan dalam mengelola ushstani yang lebih efisien dan perubahan mengenai sikapnya yang lebih progresif serta motivasi tidakan yang lebih rasional (Mardikanto dan Sutarni, 1982).

(18)

Penyuluhan dan Metode Penyuluhan

Menurut Sasraatmadja (1986), penyuluhan pertanian atau peternakan merupakan pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani peternak beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkannya.

Tujuan jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan serta untuk jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup. Samsudin (1977), menyatakan bahwa sasaran penyuluhan adalah keluarga tani di pedesaan yang terdiri dari bapak tani, ibu tani dan pemuda pemudi tani.

Proses pendidikan terjadi karena adanya komunikasi yang dalam penyuluhan pertanian atau peternakan proses komunikasi berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai sumber dan keluarga sebagai sasaran dan sebaliknya. Suriatna (1988) menyatakan salah satu unsur dalam kegiatan penyuluhan adalah saluran yaitu metode penyuluhan. Metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat diartikan sebagai cara penyampaian materi penyuluhan melalui media komunikasi (media cetak) oleh penyuluh kepada petani atau peternak beserta keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru.

Menurut Suriatna (1988) metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi yaitu metode penyuluhan langsung dan tidak langsung, berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai yaitu metode berdasarkan pendekatan massal, pendekatan kelompok dan pendekatan individual, dan berdasarkan indera penerimaan sasaran yaitu melalui penglihatan, pendengaran dan melalui kombinasi beberapa macam indera penerima.

Efektivitas Penyuluhan

Menurut Haryadi (1997) yang dimaksud dengan efektivitas penyuluhan adalah tingkat pencapaian tujuan program penyuluhan. Tingkat tercapainya tujuan tersebut dapat dilihat dari tingkat penerapan unsur-unsur dalam sapta usaha peternakan yang dapat dinyatakan dengan skor yang dicapai. Efektivitas penyuluhan diketahui dari evaluasi formatif yang mengumpulkan informasi untuk pengembangan program penyuluhan.

(19)

Keefektifan suatu penyuluhan peternakan sangat ditentukan oleh adanya kesadaran dari peternak sasaran untuk secara aktif mengubah perilakunya melalui usaha belajar. Keefektifan penyuluhan peternakan tersebut antara lain dapat diukur dari keefektifan yang dicapai yaitu tingkat pencapaian tujuan penyuluhan peternakan yang dapat dilihat dari segi peternak dalam menerapkan inovasi yang dianjurkan (Slamet dan Soedijanto dalam Haryadi 1997).

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh

Menurut Wiriatmadja (1986) untuk memperoleh perubahan perilaku melalui pendidikan (penyuluhanan) maka sasaran harus diberi pengertian dan kesadaran yang mendalam sampai meyakinkan untuk itu dipergunakan metode dan pendekatan. Wiriatmadja (1986) juga menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan pendidikan non formal, dengan ini dimaksudkan bahwa dalam usaha pencapaian tujuannya penyuluh bekerja sebagai pendidik atau guru.

Frekuensi Menonton Televisi dan Mendengarkan Radio

GBHN tahun 1987 dinyatakan bahwa keefektifan pembangunan nasional tergantung pada partisipasi seluruh aturan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara negara. Peranan dan fungsi komunikasi akan semakin jelas urgensinya dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi. Beberapa kebijakan pemerintah yang telah diputuskan untuk mendukung penyebaran informasi di pedesaan adalah radio pedesaan dan TV. Masalah tingkat pendidikan peternak yang relatif rendah dan tingkatan sosial ekonomi masyarakat yang masih belum memadai diduga merupakan persoalan pokok yang menyebabkan sulitnya menentukan suatu media komunikasi yang yang mampu menjawab kebutuhan informasi peternak. Hadirnya berbagai macam komunikasi massa ke pedesaan seperti radio dan TV dapat meningkatkan intensitas komunikasi ke desa-desa, (Sasraatmadja 1993).

Frekuensi Mengikuti Pelatihan

Menurut Kartasapoetra (1991) latihan-latihan bagi para penyuluh pertanian maupun peternak dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan , kecakapan dan keterampilan para penyuluh maupun peternak, pelatihan yang dilaksanakan secara

(20)

teratur satu kali dalam dua minggu dan dilaksanakan secara berkesinambungan juga dapat menghimpun cara pemecahan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.

Frekuensi Mendapat Brosur/Tulisan Tentang Peternakan

Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang, atau

kawat), biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras. Menurut definisi UNESCO, brosur adalah terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali terbitan), memiliki paling sedikit 5 halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar perhitungan sampul. Brosur atau pamflet memuat informasi atau penjelasan tentang suatu produk, layanan, fasilitas umum, profil perusahaan, sekolah, atau dimaksudkan sebagai sarana beriklan. Informasi dalam brosur ditulis dalam bahasa yang ringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami dalam waktu singkat. Brosur juga didesain agar menarik perhatian, dan dicetak di atas kertas yang baik dalam usaha membangun citra yang baik terhadap layanan atau produk tersebut (Wikipedia 2008).

Karakteristik Peternak

Hasil penelitian Yanti (1997) menemukan bahwa karakteristik peternak dapat menggambarkan keadaan peternak yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam mengelola usahaternak. Karakteristik peternak bisa mempengaruhi dalam hal mengadopsi suatu inovasi.

Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor-faktor ini akan mempengaruhi respon peternak terhadap inovasi yang diperkenalkan (Sumarwan 2004). Simamora (2002) juga mengatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasi informasi tersebut.

Umur

Klausmeir dan Goodwin (1966) dalam Haryadi (1997) berpendapat bahwa umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kapasitas belajar seseorang tidak merata,

(21)

tetapi menurut perkembangan umurnya. Kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

Dahama dan Bhatnagar (1980) dalam Haryadi (1997) juga menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus menaik sejak anak mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada awal dewasa yaitu umur 25 tahun sampai 28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.

Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelolah usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin, 2003).

Pendidikan

Menurut Wiraatmadja (1977) pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, lebih lanjut Slamet dalam penelitian Haryadi (1977) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajarinya.

Muhibinsyah (1995) dalam Kasup (1998) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena melalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dapat dilakukan.

Suhardiyono (1995) dalam Kasup (1998), juga menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu: (1) pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang panjang yang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan di dalam masyarakat; (2) pendidikan formal, yaitu struktur dari sistem pendidikan/pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai

(22)

diorganisir dari luar pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus seperti penyuluhan pertanian.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Menurut Syafrudin (2003) Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usahaternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.

Tingkat Pendapatan

Tohir (1983), menyatakan bahwa pendapatan adalah penghasilan petani yang diperoleh dari upah keluarga, keuntungan usaha dan biaya harta sendiri. Pendapatan seseorang merupakan keseluruhan dari apa yang is peroleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah dan modal lainnya. Pendapatan juga merupakan sebuah indikator daya, status dan pengaruhnya.

Usahaternak Sapi Potong

Ternak sapi sebagai salah satu ternak besar khususnya di Indonesia telah lama diusahakan oleh petani karena memiliki banyak manfaat. Menurut Reksodiprodjo (1984) di daerah tropika umumnya sapi penting sebagai sumber penghasil susu, daging dan tenaga kerja serta hasil- hasil lain, sebagai simbol status keluarga untuk kepentingan upacara dan lain- lain.

Menurut Sugeng (2000), ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging produktivitasnya masih sangat memprihatinkan di Indonesia karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya populasi rendah, produksi rendah dan kualitas bibit yang kurang bagus. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakkan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya karena sapi mempunyai multi manfaat. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis dan penting artinya dalm kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging disamping hasil ikutan lain seperti kulit, pupuk dan tulang.

Mengingat keadaan negara Indonesia yang merupakan negara agraris maka sektor pertanian tidak dapat terlepas dari berbagai sektor lain diantaranya sub sektor

(23)

peternakan. Faktor pertanian dan penyebaran penduduk di Indonesia ini menentukan penyebaran usaha ternak sapi. Masyarakat peternak yang bermata pencaharian bertani tidak bisa lepas dari usaha ternak sapi, baik untuk tenaga kerja maupun pupuk sehingga maju mundurnya usaha ternak sapi sangat tergantung pada usaha tani. Usaha tani maju berarti menunjang pengadaan pakan berupa hijauan, hasil ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat (Sugeng,2000).

Peternakan Rakyat

Definisi peternakan dalam undang-undang No. 6/1967 disebutkan bahwa peternakan adalah pengusahan ternak. Menurut UU No. 6/1997 usaha peternakan terdiri dari usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat menurut UU No. 6/1997 adalah peternakan yang dilakukan oleh rakyat, antara lain petani disamping usaha pertanianya. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 362/90 menetapkan skala usaha budidaya sapi potong adalah : 1) peternakan rakyat dengan skala maksimum 100 ekor campuran, 2) perusahaan peternakan dinas peternakan 100 ekor campuran (100-500 ekor izin gubernur dan lebih 500 ekor izin ditjen Peternakan). Peternakan rakyat tidak memerlukan izin tetapi cukup surat tanda daftar oleh Dinas Peternakan Daerah Tingkat II. Berdasarkan sensus pertanian 1993 batas minimal dan usaha peternakan besar khususnya sapi potong, secara berurutan adalah 2 ekor dan 99 ekor. Usahanya bersifat padat karya dan berbasis organisasi kekeluargaan.

Pembangunan peternakan nasional, peternakan rakyat ternyata masih memegang peranan sebagai aset terbesar, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh skala usaha kecil, teknologi sederhana dan produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993) peternakan rakyat memiliki ciri-ciri: 1) skala usahanya relatif kecil, 2) usaha rumah tangga, 3) usaha sampingan, 4) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitas rendah dan mutu produk tidak seragam.

Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong

Sistem pemeliharaan dapat dibagi dua yaitu pemeliharaan ekstensif dan pemeliharaan intensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan

(24)

digolongkan ke dalam sistem ekstensif primitif atau tradisional. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakkasi 1999).

Pemilihan bibit sapi potong biasanya menyangkut tentang (1) asal usul atau silsilah ternak termasuk bangsa ternak, (2) kapasitas produksi (umur, pertambahan berat badan, produksi dan lemak), (3) kapasitas reproduksi (kesuburan ternak, jumlah anak yang lahir dan hidup normal, umur pertama kawin, siklus birahi, lama bunting, keadaan waktu melahirkan dan kemampuan membesarkan anak) dan (4) tingkat kesejahteraan ternak (Rahardi et al., 2001).

Secara tradisional, sapi potong hanya diberi hijauan sebagai pakan. Namun untuk program penggemukan yang berorientasi pada keuntungan finansial perlu dipertimbangkan penggunaaan pakan berupa konsentrat sehingga dicapai efisiensi waktu yang akan meningkatkan keuntungan (Abidin 2002).

Tipelogi Usahaternak Sapi Potong

Menurut Saragih (2000) tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

1. Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%

2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu)

3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan dengan tingkat pendapatan usaha ternaknya 70-99,9%

4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialiazed farming) dengan tingkat pendapatan 100%

Menurut Murtidjo (1992) pemeliharaan sapi potong pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) usaha pemeliharaan sapi potong yang bertujuan untuk pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah keturunannya. 2) usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi

(25)

potong dewasa untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukan.

Ternak sapi dalam jangka waktu yang cukup panjang akan mempunyai peranan penting bagi sektor pertanian Indonesia. Ternak ini sangat sesuai untuk berbagai segi kehidupan usaha tani di Indonesia yang kegunaannya antara lain : a) sebagai sumber tenaga kerja; b) sebagai pengubah hasil limbah pertanian dan rumput alam; c) sebagai tabungan dan cadangan uang tunai dan d) sebagai sumber pupuk organik (Natasamita dan Mudikdjo, 1979).

Mashudie (1994) menyatakan bahwa arti ekonomi ternak sapi potong adalah: 1) Ternak sapi potong dapat memanfaatkan bahan makanan yang rendah kualitasnya menjadi produksi daging. 2) Ternak sapi potong sanggup menyesuaikan diri pada lokasi atau tanah yang kurang produktif untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan. 3) Ternak sapi potong membutuhkan tenaga kerja dan peralatan lebih murah daripada usaha ternak lain misalnya sapi perah. 4) Usaha ternak sapi potong bisa dikembangkan secara bertahap sebagai usaha komersial sesuai dengan tingkat keterampilan, kemampuan dan modal petani peternak. 5) Limbah ternak sapi potong bermanfaat untuk pupuk kandang tanaman pertanian dan perkebunannya, selain sanggup memperbaiki struktur tanah tandus. 6) Angka kematian ternak sapi potong relatif rendah, karena untuk usaha ternak yang dikelola secara sederhana rata- rata angka kematian hanya 2 persen di Indonesia. 7) Ternak sapi potong dapat dimanfaatkan tenaganya untuk pekerjaan pengangkutan dan pertanian.

Menurut Williamson dan Payne (1993) ada tiga tipe peternakan sapi di daerah tropis yaitu peternak rakyat atau subsisten, peternak spesialis dan produsen skala besar.

Berdasarkan tingkat produksi, macam teknologi yang digunakan dan banyaknya hasil yang dipasarkan maka usaha peternakan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yaitu :

1. Usaha yang bersifat tradisional, yang diwakili oleh petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak baik ruminansia besar, ruminansia kecil bahkan ayam kampung

(26)

2. Usaha backyard yang diwakili peternak ayam ras dan sapi perah yang telah memakai teknologi seperti kandang, manajemen, pakan komersial, bibit unggul; dan lain-lain

3. Usaha komersil adalah usaha yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara lain untuk tujuan keuntungan maksimum. (Prawirokusumo, 1990).

Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Potong

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 diacu dalam Rangkuti,1997). Sedangkan perencanaan strategis adalah proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi- strategi untuk mengatasi ancaman merebut peluang yang ada (Rangkuti, 1997).

Gunardi (1998) menyatakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan pengembangan sapi potong dapat dilaksanakan denga tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan teknis dengan peningkatan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak;(2) pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan”, serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi terkait;(3) pendekatan agribisnis denga tujuan mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia.

Kendala dan Peluang Pengembangan Usahaternak Sapi Potong

Pengembangan sapi potong di suatu wilayah, secara umum harus memperhatikan tiga faktor yaitu pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi. Pertimbangan teknis mengarah pada kesesuaiaan pada sistem produksi yang berkesinambungan, ditunjang oleh kemampuan manusia dan kondisi agroekologis. Pertimbangan sosial mempunyai arti bahwa eksistensi ternak di suatu daerah dapat diterima oleh sistem sosial masyarakat dalam arti tidak menimbulkan konflik sosial. Pertimbangan ekonomi mengandung arti bahwa ternak yang dipelihara harus menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian daerah serta bagi pemeliharaannya sendiri (Santosa 1996).

(27)

Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan sapi potong, diantaranya adalah : (1) penyempitan lahan pengangonan, (2) kualitas sumberdaya rendah, (3) produktivitas ternak rendah, (4) akses ke pemodal sulit, (5) penggunaan teknologi masih rendah. Pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia adalah: (1) permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2)ketersediaan tenaga cukup besar, (3) kebijakan pemerintah mendukung, (4) hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut (Wiyatna, 2002).

(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian menggunakan data sekunder dari penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya yang berjudul “Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Sumbawa” pada bulan Agustus - Oktober 2007. Responden terdiri dari 29 orang yang tersebar di tiga Desa yaitu 10 orang dari Desa Dompu, 7 orang dari Desa Moyomekar dan 12 orang dari Desa Sepakat.

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pengolahan data sekunder merupakan penelitian studi kasus yang dengan jenis penelitian deskriptif. Melalui metode ini dapat diketahui karakteristik peternak yang mempengaruhi efektifitas penyuluhan peternakan sapi potong, sehingga dapat diketahui efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa.

Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Data sekunder utama, didapat dari hasil penelitian sebelumnya yang berjudul”Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Sumbawa” yang dilakukan oleh Departemen Pertanian bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor.

2. Data sekunder penunjang dari lembaga-lembaga atau intansi-instansi terkait yang berhubungan dengan pembinaan ternak sapi potong, seperti Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa dan profil Kabupaten Sumbawa.

Analisis Data

Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan prosedur-prosedur sebagai berikut:

1. Analisis statistik deskriptif, dengan menggunakan frekuensi, rataan, persentase, rataan skor dan total rataan skor.

2. Analisis korelasional menggunakan rank Spearman (rs) dan chi square (χ2), untuk melihat hubungan antara karakteristik peternak dengan variabel efektivitas penyuluhan. Derajat hubungan di antara peubah-peubah menggunakan koefisien

(29)

kontingensi (KK) dari chi square (χ2), untuk menyatakan arah/bentuk hubungan yang terjadi.

(30)

DEFINISI ISTILAH

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang perlu didefinikan yaitu : 1. Karakteristik Peternak, adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

peternak yang mempengaruhi peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi potong. Karakteristik peternak dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan,jumlah tanggungan keluarga, rata-rata penghasilan per bulan, luas lahan, jumlah ternak sapi potong yang dimiliki dan ternak lain yang dimiliki. a. Usia, merupakan jumlah tahun kehidupan peternak yang dihitung dalam

satuan tahun. Usia dapat menggambarkan pengalaman pada diri seseorang sehingga terdapat keragaman sifat berdasarkan usia yang dimilikinya

b. Pendidikan, yaitu tingkatan proses pembelajaran yang ditempuh peternak secara formal sampai tingkatan terakhir. Proses pembelajaran dalam penelitian ini dibagi dalam 4 kategori berdasarkan jenjang pendidikan formal yang diikuti yaitu, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

c. Besarnya tanggungan keluarga, yaitu jumlah sumberdaya yang dimiliki peternak yang terdapat pada keluarga peternak yang sekaligus juga menjadi beban peternak.

d. Rata-rata penghasilan perbulan, jumlah rupiah yang didapat oleh rumah tangga peternak rata-rata perbulannya yang didapat dari usaha pokok beternak sapi potong dan usaha sambilan lainnya.

e. Luas lahan, yaitu kepemilikan padang pengembalaan sapi yang dimilki peternak dihitung dalam satuan hektare (Ha).

f. Jumlah ternak sapi potong, yaitu ternak utama yang diusahakan peternak sebagai mata pencaharian utama oleh peternak, dihitung dalam satuan ternak (ST).

g. Jumlah ternak lain, yaitu peliharaan lain yang diusahakan peternak sebagai usaha sampingan selain ternak utama yang dimiliki peternak.

2. Efektivitas Penyuluhan, adalah tingkat keberhasilan pencapaian tujuan program penyuluhan yang telah dilaksanakan. Efektivitas program penyuluhan dilihat dari frekuensi bertemu dengan penyuluh, frekuensi mendengarkan radio, frekuensi menonton televisi, frekuensi mengikuti pelatihan dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan.

(31)

a. Frekuensi bertemu dengan penyuluh, yaitu intensitas hubungan yang dilakukan peternak secara formal maupun secara informal dengan penyuluh, sehingga terjadi kontak antara peternak sapi dengan petugas penyuluhan peternakan.

b. Frekuensi mendengarkan radio, yaitu intensitas jumlah waktu (jam) peternak yang digunakan peternak untuk mendengarkan program peternakan malalui radio.

c. Frekuensi menonton televisi, yaitu intensitas jumlah waktu (jam) peternak yang digunakan peternak untuk menyaksikan program peternakan melalui tekevisi.

d. Frekuensi mengikuti pelatihan, yaitu intensitas waktu (minggu/bulan) peternak yang digunakan peternak untuk mengikuti pelatihan peternakan untuk meningkatkan pengetahuannya aka informasi yang berhubungan dengan pengembangan peternakan sapi potong.

e. Frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan, yaitu intensitas waktu peternak (minggu/bulan) menerima brosur/tulisan-tulisan yang berisikan informasi-informasi peternakan.

(32)

GAMBARAN UMUM LOKASI

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan letaknya pada garis lintang dan garis bujur, NTB berada pada posisi titik koordinat 115°4- 119°Bujur Timur dan 8-9 Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa dan Laut Flores Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Selat Lombok / Provinsi Bali Sebelah Timur : Selat Sape / Provinsi NTT

Pulau Sumbawa yang terdiri 3 wilayah Kabupaten, yaitu Sumbawa, Dompu dan Bima mempunyai luas wilayah daratan Pulau, selain pulau-pulau kecil lk.1.573.982 ha (NTB Dalam Angka, 2002). Seperti halnya pulau-pulau di kawasan Nusa Tenggara, Wilayah ini mempunyai iklim kering, fluktuasi musim kemarau dan penghujan sangat tajam dengan variasi curah hujan di beberapa bagian pulau yang sangat besar.

Tana Samawa yang disebut Kabupaten Sumbawa, kelahirannya tidak lepas dari kelahiran Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang merupakan landasan Konstitusional dalam rangka penyelenggaraaan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen). Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Selanjutnya pemerintah di Tana Samawa menjadi Swapraja Sumbawa yang bernaung dibawah Propinsi Sunda Kecil, sejak saat itu pemerintahan terus mengalami perubahan mencari bentuk yang sesuai dengan perkembangan yang ada sampai dilikuidasinya daerah pulau Sumbawa pada tangal 22 Januari 1959.

Kelahiran Kabupaten Sumbawa juga tidak terlepas dari pembentukan Propinsi Nusa Tenggara Barat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 yang merupakan tonggak

(33)

sejarah terbentuknya Daswati I Nusa Tenggara Barat dan Daswati II di dalam Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari :

1. Daswati II Lombok Barat 2. Daswati II Lombok Tengah 3. Daswati II Lombok Timur 4. Daswati II Sumbawa 5. Daswati II Dompu 6. Daswati II Bima

Sesuai dengan ketentuan pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 PS Kepala Daerah Swantantra Tingkat I NTB menetapkan likuidasi daerah Pulau Sumbawa pada tanggal 22 Januari 1959 dilanjutkan dengan pengangkatan dan pelantikan PS Kepala Daerah Swantantra Tingkat II Sumbawa Muhammad Kaharuddin III sebagai Kepala Daerah Swantantra Tingkat II Sumbawa. Oleh karena itu tanggal 22 Januari 1959 dijadikan hari lahirnya Kabupaten Sumbawa yang ditetapkan dengan Keputusan DPRD Kabupaten Sumbawa Nomor 06/KPTS/DPRD tanggal 29 Mei 1990 dengan jumlah kecamatan 14.

Dalam perkembangannya Kabupaten Sumbawa mempunyai visi”Terwujudnya Samawa Mampis Rungan, yaitu terwujudnya Kabupaten Sumbawa yang menebar kabar baik,suritauladan dan contoh bagi daerah -daerah lain Indonesia melalui program pembangunan "MAMPIS" ( Makmur, Aman, Mandiri, Partisipatif, Inovatif, dan Sehat)dengan bersendikan semangat RUNGAN (Religius,Ulet-unggul, Gotong royong, Akuntabel dan ranspara” dan misi “mewujudkan kemakmuran bagi segenap lapisan masyarakat, mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum, mewujukan kemandirian daerah melalui pengelolaan keuangan, aset dan usaha daerah yang efisien, efektif dan ekonomis, mewujudkan partisipasi publik yang sesungguhnya serta mewujudkan masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani”.

Wilayah Nusa Tenggara Barat secara umum beriklim tropis, musim hujan jatuh antara bulan November sampai dengan bulan April tahun berikutnya, dan musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Curah hujan setiap tahunnya berkisar antara 1.000-2.000 mm dengan jumlah hari hujan

(34)

bagian selatan dan Pulau Sumbawa bagian timur, kadang-kadang hujan mulai turun pada bulan Januari dengan curah hujan maksimum 1.500 mm per tahun dan jumlah hari hujan selama 32 hari per tahun.

Daerah Nusa Tenggara Barat mempunyai rata-rata kelembaban yang relatif tinggi yaitu antara 48-95 %. Struktur tanah dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok yaitu Aluvial, Regosol, Grumasol, Mediteran dan tanah komplek dengan tingkat kemiringan tanah antara 0-40%.

Karakteristik lahan di Kabupaten Sumbawa pada umunya adalah lahan kering yang cocok untuk pengembangan ternak. Luas lahan kering 80% dari luas wilayah Kabupaten Sumbawa. Dari luas lahan kering, potensi hijauan dan limbah pertanian sebenarnya kapasitas tampung ternak besar dapt mencapai 300.000 UT. Bahkan jika pengelolaannya optimal maka pengembangan peternakannya masih dapat ditingkatkan lagi sekaligus dipertahankan sebagai usaha yang berkesinambungan.

Sistem pemeliharaan ternak di Kabupaten Sumbawa dikenal dengan sistem LAR (Padang Pengembalaan Umum). LAR merupakan padang pengembalaan umum yang dimanfaatkan secara bersama-sama dan merupakan wahana milik bersama masyarakat sekitar. Sistem pengembangan ternak di Sumbawa umunya masih bersifat tradisional (ekstensif), dan bertumpu pada sistem LAR. Selain sudah menjadi tradisi sistem LAR juga merupakan kearifan lokal yang tidak terdapat di daerah lain, dengan pola ini pula membrikan ruang gerak kepada peternak untuk mengerjakan usaha tani lainnya. Sehingga bagi peternak kecil memelihara di LAR adalah pilihan terbaik dan efisien. Luas LAR di Kabupaten Sumbawa lebih kurang 26.776 Ha yang tersebar di 59 lokasi.

Peternakan sapi potong sekitar 57 % diusahakan secara intensif oleh masyarakat di Kabupaten Sumbawa, sedangkan populasi kerbau sekitar 83 % dikembangkan oleh masyarakat di Pulau Sumbawa. Komoditi peternakan komersial lainnya yang dikembangkan adalah kambing, kuda, ayam potong, itik, ayam buras, domba, babi dan produk olahan asal ternak.

Sapi yang dikembangkan adalah jenis Sapi Bali. Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia dan oleh Pemerintah Pusat telah ditetapkan Pulau Sumbawa sebagai lokasi pemurnian sapi bali. Jenis ini adalah salah satu komoditi unggulan yang memiliki pasar domestik yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi dan

(35)

Papua serta pasar ekspor yaitu: Hongkong, Singapura, Malaysia, Timor Leste dan negara-negara ASEAN lainnya. Adapun kenggulan sapi bali yakni daya reproduksi yang cukup tinggi, dengan calving interval lebih pendek serta kemampuan adaptasi terhadap lingkungan sangat baik jika dibandingkan dengan jenis sapi lainnya.

Pemerintah Provinsi NTB telah merintis pengembangan kawasan agribisnis berbasis Sapi potong di setiap kabupaten. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan Sapi bibit berkualitas ekspor secara kontinyu antara 1.500-2.000 ekor pertahun per lokasi kawasan. Data perkembangan populasi ternak di Kabupaten Sumbawa tersaji pada tabel berikut:

Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Sumbawa

Tahun Populasi (ekor) 2001 68.445 2002 74.032 2003 80.055 2004 67.748 2005 74.664

Sumber: Dinas peternakan Kabupaten Sumbawa 2006

Pengembangan peternakan yang ada di Kabupaten Sumbawa tidak terlepas dari pengembangan unsur-unsur Sumber Daya Manusia (SDM), baik dalam hal kemampuan maupun keterampilannya. Adapun keragaan unsur-unsur SDM masyarakat peternak di Kabupaten Sumbawa sebagai berikut:

Peternak : 44.591 KK Pengusaha : 47 orang

(36)

Tabel 2. Unsur-unsur Dinas Peternakan di Kabupaten Sumbawa

Pendidikan Jumlah

(orang) Pasca Sarjana

Magister Manajemen Agribisnis 1

Sarjana Peternakan 26 Kedokteran Hewan 11 Ekonomi 1 Administasi Publik 1 Sarjana Muda Peternakan 2 Penyuluh Muda 1 Ekonomi 1 Diploma D4 Penyuluh Peternakan 1 SLTA/SMK SPP Snakma 7 SMU 7

Sekolah Menengah Ekonomi 2

SLTP 1

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa 2006

Jumlah penduduk NTB pada tahun 2006 tercatat sebanyak 4.257.306 jiwa. Penduduk asli daerah NTB terdiri dari 3 (tiga) suku yaitu Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok dan di Pulau Sumbawa terdiri dari Suku Mbojo dan Suku Sumbawa. Diantara penduduk asli setempat terdapat juga Suku Jawa, Bali, makasar dan Bugis.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Peternak

Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik peternak yang tersaji pada Tabel 3 yang meliputi umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, rata-rata penghasilan/bulan, luas lahan, jumlah ternak sapi potong dan jumlah ternak lain yang dimiliki.

Umur

Sebanyak 75,86% peternak berada di usia antara 25-45 tahun dan peternak dengan usia di antara 46-65 tahun memiliki persentase 24,14% dari seluruh responden yang diambil. Hal ini memperlihatkan bahwa pekerjaan beternak banyak dilakukan oleh peternak–peternak yang berusia muda , kondisi tubuh yang masih kuat memudahkan responden untuk melakukan aktivitas-aktivitas beternak sapi potong seperti mengambil pakan rumput, merawat dan menjaga kebutuhan harian ternak. Berdasarkan Data Statistik Indonesia yang mengkategorikan bahwa usia kerja atau produktif adalah usia 15-64 tahun, maka dapat dilihat bahwa usaha beternak di wilayah Kabupaten Sumbawa menyerap sebagian besar tenaga kerja di usia produktif yaitu pekerja dengan usia antara 25-45 tahun.

Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha untuk merubah kelakuan manusia. Atau sebagai keseluruhan pengalaman seseorang. Proses pendidikan seseorang harus belajar dan berusaha mencari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain, merupakan proses belajar (Samsudin 1977).

Pendidikan peternak pada penelitian ini dibagi kedalam empat kategori jenjang pendidikan formal yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi, peternak yang menempuh pendidikan SD sebanyak 10 orang (34,48%), SLTP sebanyak 11 orang atau sekitar 37,93% dan 2 orang dari keseluruhan peternak menempuh pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Rata-rata peternak memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

(38)

Tabel 3. Karakteristik Internal Peternak Karakteristik Peternak Jumlah Persentase (orang) (%) Umur Muda (25-45 tahun) 22 75,86 Tua (46-65 tahun) 7 24,14 Pendidikan SD/Sederajat 10 34,48 SLTP/Sederajat 11 37,93 SLTA/Sederajat 6 20,69 Perguruan Tinggi 2 6,90

Jumlah Tanggungan Keluarga

Kecil (1-4 jiwa) 19 65,51 Besar (5-8 jiwa) 10 34,49 Rata-rata Penghasilan/bulan Kecil (Rp.100.000-Rp.400.000) 18 62,07 Sedang (Rp.500.000-Rp.800.000) 8 27,59 Besar (Rp.900.000-1.200.000) 3 10,34

Luas Lahan (Ha)

Sempit (1-10 Ha) 27 93,10

Luas (11-20 Ha) 2 6,90

Jumlah Ternak Sapi Potong (ST)

Sedikit (1-13,75 ST) 27 93,10

Banyak (14-27,5 ST) 2 6,90

Jumlah Ternak Lain (ekor) Ayam Sedikit (1-6 ekor) 23 79,31 Banyak (7-12 ekor) 6 20,69 Kerbau Sedikit (1-138 ekor) 28 96,55 Banyak (139-275 ekor) 1 3,45 Bebek Sedikit (1-5 ekor) 28 96,55 Banyak (6-10 ekor) 1 3,45 Kuda Sedikit (1-8 ekor) 27 93,10 Banyak (9-16 ekor) 2 6,90 Kambing Sedikit (1-5 ekor) 28 96,55 Banyak (6-10 ekor) 1 34,55

(39)

Rendahnya tingkat pendidikan peternak merupakan permasalahan besar bagi para penyuluh dalam menanamkan suatu inovasi baru, karena dengan pendidikan yang rendah akan mempengaruhi kecepatan dalam menerima materi yang disuluhkan (Mosher, 1977 dalam Winaryanto, 1990). Keadaan tersebut juga erat kaitannya dengan keberhasilan penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong. Walaupun keadaan pendidikan peternak masih rendah, tetapi bagi usaha pengembangan ternak sapi potong sudah merupakan syarat yang dapat dipenuhi, karena orang yang berpendidikan rendah pada umumnya tidak terlalu memilih-milih suatu pekerjaan dan mau melakukan pekerjaan kasar.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga peternak termasuk di dalamnya istri, anak kandung atau saudara lainnya yang yang biaya hidupnya masih menjadi tanggungjawab peternak. Sebanyak 65,52% peternak memiliki jumlah tanggungan keluarga yang relatif sedikit yaitu berkisar antara 0-4 jiwa dan 34,48% responden peternak mempunyai jumlah tanggungan keluarga antara antara 5-8 jiwa. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata peternak mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang sedikit. Jumlah anggota keluarga yang sedikit berpengaruh terhadap pengeluaran keluarga peternak, karena dengan jumlah tanggungan keluarga yang sedikit maka pengeluaran peternak juga sedikit sehingga peternak dapat mengalokasikan pendapatan yang diterima tiap bulannya untuk keperluan usahaternak sapi potong. Anggota keluarga yang sedikit juga juga menyebabkan peternak mempunyai waktu luang yang lebih sedikit untuk mengerjakan usaha sampingan selain usahaternak sapi potong sebagai usaha pokoknya.

Rata-rata Penghasilan per Bulan

Rata-rata penghasilan yang dihitung adalah rata-rata penghasilan peternak setiap bulannya yang tidak hanya dari usaha pokok yaitu usahaternak sapi potong. Penghasilan ini juga dihitung dari pendapatan dari sektor pertanian seperti padi, sayuran dan tanaman tahunan dan juga pendapatan dari sektor non pertanian seperti kerajinan dan industri rumah tangga. Tingkat pendapatan peternak dari hasil

(40)

Rp.100.000-Rp.400.000/bulan yaitu sebanyak 18 orang (62,07%) dan 3 orang (10,34) dari total peternak memiliki rata-rata penghasilan per bulan antara Rp.900.000-1.200.000/bulan.

Luas Lahan

Luas lahan yang dimiliki peternak sangat berpengaruh terhadap pengembangan usahaternak sapi potong yang mereka lakukan. Dengan pengelolaan yang optimal mereka dapat meningkatkan pengembangan peternakanya. Sebanyak 27 orang peternak mempunyai luas lahan yang relatif sempit yaitu antara 0-10 Ha (93,10%) dan sebanyak 6,90% memiliki luas lahan antara 11-20 Ha. Rata-rata peternak memiliki luas lahan yang relatif sempit karena sebagian besar peternak kecil di Sumbawa biasanya menggembalakan ternaknya di LAR (Padang Pengembalaan Umum). LAR merupakan padang penggembalaan umum yang dimanfaatkan secara bersama-sama dan merupakan wahana milik bersama masyarakat sekitar. Selain efisien penggembalaan sistem LAR ini juga akan memberikan ruang gerak kepada peternak untuk mengerjakan usahatani yang lain.

Jumlah Ternak Sapi Potong

Jumlah ternak sapi potong yang dimiliki peternak dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan Satuan ternak (ST). Ternak sapi jantan dewasa dihitung dengan jumlah 1 ST, induk bunting 1 ST, sapi dara 0,5 ST dan pedet 0,25 ST. Berdasarkan hasil pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak memiliki jumlah ternak sapi dengan kategori sedikit. Sebanyak 27 orang atau 93,10% dari keseluruhan peternak (29) orang peternak memiliki ternak sebanyak 0-13,75 ST dan sebanyak 6,90% peternak memiliki ternak sebanyak 14,5-27,5 ST.

Jumlah Ternak Lain

Ternak lain selain sapi potong yang dimiliki peternak di Kabupaten Sumbawa diantaranya adalah ayam, kerbau, bebek, kuda dan kambing. Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa masing-masing sebanyak 23 orang peternak memiliki ternak ayam antara 0-6 ekor, 28 orang peternak memiliki ternak kerbau antara 0-138 ekor, 28 orang peternak memilki ternak bebek antara 0-5 ekor, 27 orang peternak memiliki ternak kuda antara 0-8 ekor dan 28 orang peternak memiliki ternak kambing antara 0-5 ekor. Dari data juga terlihat bahwa rata-rata dari keseluruhan peternak (29

(41)

bahwa jumlah kepemilikan ternak yang semakin banyak akan menyebabkan seorang peternak menyediakan waktunya lebih banyak untuk mengelola usahanya, sehingga lebih banyak pula kesempatan baginya untuk memperhatikan perkembangan ataupun kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam usaha peternakannya.

Efektivitas Penyuluhan

Efektivitas penyuluhan berkaitan dengan penerapan materi penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh dan partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan, karena efektivitas penyuluhan akan menunjukkan tingkat pencapaian dari program penyuluhan yang dilaksanakan. Masalah tingkat pendidikan yang relatif rendah dan tingkatan sosial ekonomi masyarakat desa yang masih belum memadai diduga merupakan permasalahan pokok yang menyebabkabkan sulitnya menentukan suatu media komunikasi yang akan mampu menjawab “felt need” dan “interest para petani akan tetapi dengan hadirnya berbagai macam komunikasi massa ke pedesaan seperti radio, TV dan surat kabar maka masalah komunikasi ke desa khususnya dalam rangka menaburkan inovasi dan meningkatkan intensitas informasi ke desa-desa dapat teratasi (Sasraatmadja, 1993).

Tingkat pencapaian tujuan penyuluhan pada penelitian ini diukur melalui 5 aspek yang tersaji pada tabel 4 di bawah meliputi frekuensi bertemu dengan penyuluh, frekuensi mendengarkan radio, frekuensi menonton TV, frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan dan frekuensi mengikuti pelatihan.

Tabel 4. Rataan Skor Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengembangan Peternakan Sapi Potong

Efektivitas Penyuluhan Rataan Skor*

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh 2,03

Frekuensi Mendengarkan Radio 1,21

Frekuensi Menonton TV 1,10

Ferkuensi Mendapat Brosur/Tulisan Tentang

Peternakan 1,41

Frekuensi Mengikuti Pelatihan 1,72

Total Rataan Skor 1,49

Keterangan: *1,00-1,67 = sangat jarang, 1,68-2,35 = jarang, 2,36-3,00 = sering

(42)

dengan penyuluh untuk membicarakan masalah peternakan sapi potong mereka, rataan skor yang didapat adalah 2,03 yang termasuk dalam kategori jarang. Menurut Kartasapoetra (1991), sehubungan dengan perananya, maka seorang penyuluh harus berjiwa sebagai pendidik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pengetahuan, kecakapan, sikap dan keterampilan pada petani yang disuluhnya. Banyaknya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk bertemu dengan penyuluh diharapkan dapat memberikan perubahan perilaku dan menambah pengetahuan peternak dalam mengembangkan usaha peternakannya. Banyaknya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk bertemu dengan penyuluh peternak dapat mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan peternakan sapi potongnya sehingga peternak mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan bisa mengembangkan usaha peternakannya dengan lebih baik.

Frekuensi Menonton Tv

Televisi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mempermudah penyuluh dalam penyampaian meteri penyuluhan. Berbeda dengan radio yang hanya dapat ditangkap melalui indera pendengaran saja. Televisi (TV) selain bisa ditangkap oleh indera pendengaran televisi juga melibatkan indera penglihatan. Kelebihan televisi adalah pesan atau objek yang disampaikan dapat ditampilkan dalam bentuk audio dan visual. Proses komunikasi yang melibatkan indera penglihatan dan pendengaran lebih memudahkan peternak dalam mencerna informasi atau yang disampaikan oleh penyuluh. Frekuensi menonton TV dalam penelitian ini adalah intensitas waktu (jam) yang digunakan oleh peternak untuk menyaksikan siaran-siaran tentang peternakan melalui televisi. Faktor frekuensi menonoton TV dalam penelitian ini mendapat skor 1,10 dengan kategori sangat jarang. Sama halnya dengan frekuensi mendengarkan radio, jarangnya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk menonton TV di Kabupaten Sumbawa ini juga dikarenakan oleh tidak semua peternak memiliki TV.

Frekuensi Mendengarkan Radio

Untuk mempermudah pencapaian tujuan program penyuluhan diperlukan radio sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan di lingkungan peternak. Penggunaan radio sebagai media penyuluhan diharapkan juga dapat mempermudah peternak dalam menerima materi-materi penyuluhan yang disampaikan oleh

Gambar

Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Sumbawa
Tabel 2. Unsur-unsur Dinas Peternakan di Kabupaten Sumbawa
Tabel 3. Karakteristik Internal Peternak  Karakteristik Peternak  Jumlah  Persentase (orang) (%)  Umur  Muda (25-45 tahun)   22  75,86  Tua (46-65 tahun)  7  24,14  Pendidikan  SD/Sederajat  10  34,48  SLTP/Sederajat  11  37,93  SLTA/Sederajat  6  20,69  P
Tabel  5.  Hasil  Analisis  Hubungan  Antara  Karakteristik  Peternak  dan  Efektivitas Penyuluhan  Efektivitas Penyuluhan  Karakteristik  Uji  Korelasi  Frekuensi Bertemu  dengan  Penyuluh  Frekuensi  Mendegarkan Radio  Frekuensi  Menonton TV  Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa revolusi peranan kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas keamanan dan ketertiban dalam negeri tidak terlepas dari intervensi pemerintah,

Työn tarkoituksena on tehdä tutkimus siitä, kuinka paljon raaka-ainetta on taloudellisinta pitää varastossa ja käsitellä tuotantolaitoksella niin, että pääoman

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir dengan judul “STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALUR KERETA API ANTARA YOGYAKARTA – BOROBUDUR” adalah untuk melengkapi syarat untuk

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa alternatif rekomendasi yang dirumuskan untuk dimensi lingkungan dan sosial budaya dapat memberikan dampak yang lebih baik sedangkan

Karena pada daerah lasan/ weld metal terjadi perubahan bentuk struktur mikro terlihat pada Gambar 15 yang disebabkan oleh pengaruh heat treatment yang terjadi pada

Gumelem menjadi permukiman yang layak huni dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan warganya. Warga terdampak kegiatan adalah penataan komponen bangunan hunian yang berada

Operator PK NIP Nama Pangkat/Gol User Name Pasword Identitas PK Nomer Polisi Nama Pemilik Alamat Pemilik Merek Kendaraan Tipe Kendaraan Berat Kosong Tahun Pembuatan Jumlah Sumbu