• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

R. Kurnia Achjadi

Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,Keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

(2)

PEMBANGUNAN PETERNAKAN dan

KESEHATAN HEWAN 2011-2014

Peningkatan bibit ternak (jumlah dan kualitas)

Peningkatan

pelayanan

kesehatan

hewan

(Siskeswanas – Pembebasan penyakit menular)

Peningkatan pakan (ketersediaan dan kualitas)

(3)

PROGRAM YANG TELAH DAN SEDANG

BERJALAN

Pengendalian pemotongan sapi

dan kerbau betina produktif

Insentif bunting (sapi potong,

sapi perah)

Peningkatan

kualitas

SDM

(Bimtekpenanggulangan

gangguan reproduksi)

Importasi ternak sapi potong,

sapi

perah

kualitas bibit

(4)

REPRODUKSI

Merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap ekonomi dan keuntungan program

breeding sapi potong, sapi perah,

Pejantan : kemampuan mengawini, anak yang lahir

Betina:

kapasitas

kebuntingan,

kelahiran,

membesarkan dan menyapih anak

Dasar perbaikan  transfer material genetik

Dipengaruhi oleh berbagai faktor: nutrisi,

(5)

REPRODUKSI SAPI BETINA

Dipengaruhi oleh genetik, nutrisi dan faktor-faktor

manajemen (seleksi, persilangan,teknologi reproduksi)

Kejadian reproduksi sapi betina, antara lain :

1. Ekspresi estrus dalam kehadiran pejantan

2. Ovulasi dan fertilisasi dari sel telur

3. Implantasi, pertumbuhan, kehidupan embrio dan fetus

4. Pemeliharaan kebuntingan

5. Kelahiran dan kehidupan anak yang dilahirkan

6. Laktasi untuk kehidupan anak yang baik hingga

penyapihan

7. Kembalinya aktivitas reproduksi setelah melahirkan

untuk kebuntingan berikutnya

(6)

Penyerentakan (Sinkronisasi) Berahi

Pada Ternak sapi perah, sapi potong dan kerbau siklus berahi dapat dilakukan pemantauan dan pengaturan dengan menggunakan obat golongan hormon. Penggunaan hormonal yang bersifat merangsang munculnya berahi yang diikuti ovulasi dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut:

a) Induksi (merangsang) berahi pada sapi dan kerbau yang sedang laktasi yang tidak memperlihatkan gejala berahi > 45 hari setelah melahirkan;

b) Menyerentakan berahi pada sapi dara untuk program inseminasi buatan menggunakan semen beku pejantan berkualitas dan tidak menimbulkan kesulitan pada saat melahirkan;

c) Pada pola pemeliharaan intensif dan semi intensif dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk deteksi berahi;

d) Fasilitasi pemanfaatan program inseminasi buatan pada kondisi sapi yang dipelihara ekstensif;

e) Penyerentakan donor dan resipien pada program embrio transfer; dan

f) Merangsang aktifitas ovarium pada induk sapi potong yang mengalami anestrus ( tidak menunjukan gejala berahi) selama periode menyusui.

(7)

SKEMA PELAKSANAAN SIKRONISASI

GBIB

PELAYANAN IB

KEBUNTINGANKELAHIRAN

(8)

Metoda Pemantauan dan Penyerentakan Berahi:

Pada ternak sapi dengan ovarium aktif, siklus berahi dapat dimanipulasi melalui 2 (dua) cara yaitu :

a. Menggunakan Prostaglandin untuk merangsang lebih awal Regresi (Lysis) dari corpus luteum;

b. Menggunakan Progestogen/PMSG yang memiliki merangsang pembentukan corpus luteum (artificial corpus luteum)

Penyerentakan berahi pada kelompok ternak yang subur atau memiliki aktivitas ovarium secara normal, atau berbeda dan tdk diketahui tahapan siklus berahi nya, penyuntikan 1X Prostaglandin dari luar tidaklah cukup. Penyuntikan ke 2 Prostaglandin pada hari ke 11-13 setelah penyuntikan pertama pada saat tersebut seluruh ternak dalam kelompok memiliki corpus luteum yang sama dan berfungsi. Pada sapi perah laktasi ditemukan banyak variabel yang mempengaruhi antara penyuntikan Prostaglandin dengan munculnya berahi.

(9)

APLIKASI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN PADA

SAPI PERAH DARA

• Secara umum kepentingan dari penyerentakan berahi

pada kelompok tersebut disiapkan untuk program

Inseminasi buatan. Dua kali penyuntikan Prostaglandin

dengan interval 11 hari dan diikuti dengan inseminasi

buatan 72 - 96 jam setelah penyuntikan kedua

(10)

APLIKASI PENYUNTIKAN PROTAGLANDIN PADA SAPI PERAH INDUK

Kegagalan deteksi berahi pada sapi perah merupakan penyebab utama

munculnya kesuburan yang tidak optimal. Kontrol saat periode di estrus

(luteolysis) akan membantu deteksi berahi. Namun demikian pada kelompok

ini pemeriksaan alat reproduksi per rectal diperlukan untuk mengetahui

tahapan siklus berahinya. Bila penyuntikan prostaglandin dilakukan setelah

hari ke 6 (enam) dari siklus berahi, inseminasi dilakukan setelah dilakukan

deteksi estrus, 3 - 4 hari setelah penyuntikan prostaglandin, Untuk ternak

pada tahapan pro etsrus tidak ada penyuntikan prostaglandin yang dapat

dilakukan. Pada kelompok sapi di akhir phase luteal dan tidak memiliki respon

terhadap penyuntikan prostaglandin dapat dilakukan penyuntikan

prostaglandin ke dua satu minggu kemudian. Penyerentakan berahi pada

kelompok induk sapi perah menggunakan 2 kali penyuntikan prostaglandin

dengan selang 11-13 hari dapat dilakukan namun derajat penyerantakan

berahi nya bervariasi. Pelayanan Inseminasi buatan pada metoda tersebut

memerlukan deteksi berahi yang akurat dan segera dilakukan inseminasi

buatan pada waktu yang telah ditentukan.

(11)

APLIKASI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN PADA DARA SAPI POTONG

Program penyuntikan prostaglandin pada sapi perah dapat

diaplikasikan pada sapi potong yang memiliki kondisi baik

dengan berat badan 60% dari berat sapi betina dewasa dan

telah mengalami siklus berahi dengan normal. Oleh karena

anestrus (tidak munculnya berahi) merupakan problem yang

umum ditemukan pada dara sapi potong, sebelum penyuntikan

Prostaglandin

dianjurkan

terlebih

dahulu

dilakukan

pemeriksaan status ovariumnya.

(12)

APLIKASI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN PADA INDUK SAPI POTONG

Untuk memperoleh hasil yang baik dari penyerentakan berahi dengan

penyuntikan prostgalandin pada kelompok induk sapi potong, sebelum

dilakukan penyuntikan diperlukan seleksi atau pemeriksaan, dan hanya

kelompok induk sapi potong sesuai ketentuan di bawah ini yang dapat

dilakukan penyuntikan prostglandin yaitu :

• Induk sapi potong memiliki siklus berahi normal,

• 40 hari setelah melahirkan

• Memiliki nilai kondisi tubuh (Body Score Condition) >3.

• Tidak memiliki masalah saat melahirkan

(13)

APLIKASI PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN PADA

KERBAU DARA DAN INDUK

Pada kelompok ternak Kerbau Pengelolaan

penyerentakan berahi dengan menggunakan

hormon prostaglandin sama dengan pada

sapi hanya yang membedakan mengenai

pengeloaan ternaknya sesuai dengan kondisi

dilapangan.

(14)

METODE PENYERENTAKAN BERAHI (SINKRONISASI

ESTRUS) DENGAN PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN

METODE SKEMA 1.

 Hari ke nol suntikan ke 1 prostaglandin  Hari ke 11 suntikan ke 2 prostaglandin

 Inseminasi buatan dilakukan pada sapi-sapiyang memperlihatkan gejala berahi setelah penyuntikan ke 1, atau pada saat 72 -96 jam setelah penyuntikan prostaglandin ke dua (atau hari ke 12 – 15 dari penyuntikan ke 1).

Catatan:

1. Dua kali penyuntikan dilakukan pada akseptor yang sama.

2. Program tersebut merupakan satu cara penyerentakan berahi mengggunakan prostaglandin yang menimbulkan terjadinya siklus yang bersamaan di kelompok sapi selama 5 hari.

3. Program ini dilakukan pada kelompok sapi yang diduga memliki siklus berahi normal, tidak ada perkawinan baik alam maupun inseminasi buatan (tidak ada sapi yang bunting) dan dilakukan pemeriksaan status reproduksi atau tidak dilakukan pemeriksaan status reproduksi sebelum penyuntikan.

4. Untuk mencegah terjadinya abortus setelah penyuntikan sebaiknya dilakukan pemeriksan status reproduksi. SKEMA 1

(15)

METODE SKEMA 2.

• Lakukan pemeriksaan per rektal seluruh sapi yang akan di lakukan penyerentakan berahi untuk mementukan adanya corpus luteum aktif,

• Hari ke nol : ternak yang memiliki corpus luteum aktif suntik prostaglandin

• Hari ke 1 – 5 deteksi berahi, dan pelayanan inseminasi buatan pada sapi-sapi yang terlihat berahi. Apabila terdapat akseptor yang berahi tetapi karena sesuatu hal tidak terlayani IB maka pada hari ke 11 dilakukan penyuntikan ke 2 prostaglandin dan dilakukan IB pada sapi yang berahi dan pada ternak yang tidak menunjukan gejala berahi, atau IB dilaksanakan pada 72-96 jam setelah penyuntikan ke 2. • Untuk ternak dengan ovarium aktif tetapi tidak terdeteksi corpus luteum aktif

penyuntikan dilakukan pada hari ke 11 dan pelayanan IB pada 72 -96 jam setelah penyuntikan.

(16)

Catatan :

1) dua kali penyuntikan dilakukan pada akseptor yang sama

2) Ternak yang sudah di lakukan penyuntikan prostaglandin sebaiknya tidak dicampur dengan pejantan sampai dilakukan pelayanan IB.

3) IB pada kerbau dilakukan 2 kali (pagi dan sore hari)

4) Penentuan berahi harus berdasarkan tanda-tanda : perubahan perilaku (+), perubahan pada vulva bengkak, merah dan basah (++) dan ereksi uterus (+++)

(17)

PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN

Penerapan praktis dari pemeriksaan kebuntingan antara lain : a) seleksi ternak yang tidak bunting (berdasarkan umur dan program untuk afkir); b) Mengelompokkan ternak

berdasarkan umur kebuntingan; dan c) menghindari pelayanan inseminasi buatan pada sapi bunting muda umur dibawah 2 bulan, dan lain sebagainya.

Pemeriksaan kebuntingan dilakukan melalui palpasi per rektal untuk mengetahui perubahan yang terjadi di uterus atau menggunakan alat ultrasonografi serta pemeriksaan hormonal. Pemeriksaan kebuntingan melalui metoda palpasi per rektal dilakukan 2 bulan setelah pelayanan inseminasi buatan, dan dilakukan oleh Petugas Pemeriksaan Kebuntingan, atau petugas yang diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tersebut.

Untuk menghindari kesalahan diagnosa maka pemeriksaan kebuntingan dilakukan pada kandang jepit atau suatu tempat yang menjamin pemeriksa dan yang diperiksanya dalam keadaan aman.

Sapi-sapi yang sudah dinyatakan bunting dilakukan pencatatan dan pemerliharaan kesehatan untuk menjamin amannya kebuntingan hingga saat melahirkan. Ternak yang pada saat diperiksa kebuntingan ternyata tidak bunting dimasukan ke dalam kelompok ternak yang memerlukan penanganan gangguan reproduksi.

(18)

DIAGNOSA KEBUNTINGAN

Sangat diperlukan untuk Manajemen Reproduksi,

berhubungan dengan Produksi dan Ekonomi

Pemilihan Metoda : Tahap kebuntingan, biaya,

ketepatan, kecepatan

Penetapan Praktis

1. Seleksi ternak tidak bunting (umur, afkir)

2. Pengelompokkan berdasar umur bunting (jual)

3. Perencanaan dan aksi  musim dan pakan

4. Menghindari IB kembali pada hewan bunting

muda yang estrus

5. Penelitian, pengkajian aspek reproduksi

Cara-cara:

• Palpasi per rektal

• Ultrasonografi

(19)

Repeat Breeding

/kawin berulang

Gangguan pada fungsi ovarium (anestrus)

Fenomena perkawinan silang/program IB

(hampir

80% perkawinan saat ini kawin silang antara sapi

lokal, bali, PO dengan exotic breed (Simmental/

Limousine, dsb)  terjadi penurunan penampilan

reproduksi/perubahan fisiologi reproduksi (panjang

estrus, waktu ovulasi, silent heat, dsb)

Import sapi bunting

• Involusi uterus normal 45 hari  2-3 bulan

• Silent heat/berahi tenang

• Anestrus

MASALAH REPRODUKSI TERNAK

(20)

Penyakit reproduksi bersifat infeksi spesifik dan

non spesifik

Penggunaan hormon dan obat-obatan yang tidak

benar

• Penyuntikan estradiol, chloramphenicol,

oxytetracycline, obat cacing, albendazol

(inisiator teratogenic  abnormalitas dan toxic

pada embrio)

Abortus karena IB yang tidak benar

Kematian pedet (infeksi neonatus, diarre, saluran

pernafasan)

(21)

KELOMPOK SAPI PERAH KELOMPOK SAPI POTONG

300 EKOR AKSEPTOR IB 300 EKOR AKSEPTOR IB

100 ekor GANGREP DIAGNOSA

Permeriksaan per Rektal

Peradangan Saluran Reproduksi

: - Penicillin & Streptomycine - Providon 1 ‰

Kasus Aspesifik : - Vitamin ADE –Penstrep – Providon Iodin 1 ‰ Hypofungsi Ovarium : - Massage Ringan

- Vitamin ADE

An Esrus oleh CLP : - Prostaglandin F2 alpha

Kawin Berulang : - Providon Iodine 1 ‰ Penstrep, PGF 2α - Saran Perbaikan Pelayanan IB

100 ekor GANGREP

INTERPRETASI

EVALUASI (ESTRUS IBBUNTINGLAHIR REKOMENDASI TERAPI

SKEMA

KE

GIA

TAN

TEKN

IS

(L

AP

AN

GAN

)

(22)

No. Lokasi/ Kelompok

Jml. Ternak diperiksa (ekor)

Status Reproduksi (ekor) Bunting Neg.

Normal Hip.Fung.Ovari OvariHip. CLP OvariCyst. Endometritis Ket. 1. Sungai Alang 29 7 4 11 1 - - 6 Zainun, dkk

2. Padang Bintungan 24 11 8 4 - - - 1 Zulkaisman, dkk 3. Sitiung I Blok A 25 3 11 8 - 1 - 2 Niswardi N, dkk 4. Sitiung I Blok B 19 6 6 4 - - - 3 Anwar Gani, dkk 5. Sitiung II Blok A 17 6 6 3 - - - 1 Nurhariswan, dkk 6. Sungai Kacang Blok E 17 3 7 4 - - 1 3 Iswandi Sawir, dkk 7. Tanjung Harapan/Blok

C 15 2 7 2 - 2 - 2

Marsmaresdi, dkk

8. Padang Tangah 13 1 - 6 - 3 1 2 Sutrisno, dkk

JUMLAH/ % total 159 39/24,5 49/30,8 43/27,0 1/0,6 6/3,8 2/1,3 20/12,6

Resume :

- Bunting + status normal : 55,35 %

- Masalah : 44,65% (Hyp.fungsi ovari 27,0%; Endometritis 12,6%) - SDM

(23)

Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Status Reproduksi Sapi Simmental,

Brahman, PO, FH, lokal, bali di Kabupaten 50 kota Sumbar, Kota

Palembang Sumsel, Kota Bogor Jabar, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten

Lombok Barat-NTB tanggal 11 – 29 Juli 2011, kegiatan Bimtek drh

Penanggulangan Gangguan Reproduksi diikuti oleh + 80 drh, 4 orang

setiap propinsi meliputi : NAD, Sumut, Riau, Sumbar, Lampung,

Sumsel, Jambi, Kalbar, Jabar, Jateng, Jatim, Sulteng, Sultra, Gorontalo,

DI Yogyakarta, Kalsel, NTB, NTT, Bali dan Sulsel.

Diperiksa

: 318 ekor

(+) Bunting (2 – 8 bulan)

: 85 ekor

Negatif normal

: 101 ekor

Estrus

: 8 ekor

Hypofungsi ovari

: 86 ekor

Hypoplasi ovari

: 11 ekor

Endometritis

: 8 ekor

Corpus Luteum Persistent

: 19 ekor

(24)

Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Status Reproduksi Sapi Potong, Sapi Perah di

Delapan Provinsi lokasi Bimtek Dokter Hewan Penanggulangan gangguan

reproduksi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur I, Lampung, Nusa

Tenggara Barat, Kalimatan Timur, Riau, Jawa Timur II) Tahun 2013. Jumlah

Peserta 139 orang dokter hewan.

Diperiksa

: 481 ekor

(+) Bunting (2 – 8 bulan)

: 199 ekor

Tidak Bunting :

Negatif normal

: 167 ekor

Hypofungsi ovari

: 88 ekor

Hypoplasi cystic ovari

: 2 ekor

Corpus Luteum Persistent

: 7 ekor

Atrophi ovari

: 5 ekor

Involusi Utera

: 4 ekor

(Sumber : Kurnia Achjadi dan Ditkeswan Ditjenakeswan, 2013) Resume : Dari 481 ekor yang diperiksa, 366 ekor dalam kondisi normal (bunting, alat

reproduksi normal), sisanya 115 ekor dalam kondisi tak normal dan sebagian besar menderita hipofungsi ovarium (menurunnya fungsi ovarium oleh karena ketidak cukupan pakan baik jumlah maupun kualitas)

(25)

Berbagai manfaat dan kepentingan program inseminasi buatan di Indonesia antara lain: a) untuk meningkatkan produktifitas ternak; b) memperbaiki penampilan pejantan; c) mengurangi bahaya serta biaya untuk memelihara

pejantan; d) menurunkan jumlah pejantan yang tdak diinginkan; e) mengontrol penularan penyakit secara kawin alam; f) perbaikan identifikasi ternak; dan g) mengontrol kesuburan dan perkawinan silang.

Selanjutnya melalui program inseminasi buatan yang didalamnya memiliki unsur genetik, dapat dilakukan pengukuran kemampuan seekor pejantan melalui

produksi atau penampilan pedet (anak) yang dilahirkan.

Seluruh sapi-sapi yang terlihat berahi setelah penyuntikan dilakukan pelayanan inseminasi buatan sesuai dengan SOP IB dengan tetap memperhatikan : a)

Kualitas semen beku; b) waktu optimum pelayanan IB; c) deteksi berahi; d) teknik IB meliputi cara thawing, pemasukan(deposisi) semen beku pada posisi yang

(26)

KELAHIRAN

Seluruh ternak yang dilahirkan melalui pelayanan

inseminasi buatan dapat berasal dari program GBIB

dan Penanggulangan Gangguan Reproduksi. Kelahiran

dapat terjadi secara normal atau mengalami

penyimpangan antara lain distokia, prematur, abortus,

dan sebagainya. Anak sapi yang lahir dari kelahiran

normal, dilakukan pencatatan meliputi rumpun,

tanggal dilahirkan, jenis kelamin, identitas bapak

(jantan) dan induknya.

(27)

PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN

REPRODUKSI PADA PETERNAKAN RAKYAT

1. Pemeriksaan reproduksi secara rutin meliputi :

a.

Pemeriksaan kebuntingan

b.

Penanganan gangguan reproduksi

c.

Pengaturan program perkawinan IB dan kawin alam

2. Penanganan sapi induk selama periode Transisi

(Sinkronisasi estrus)

3. Mengurangi kematian pedet

(diare, Saluran pernapasan)

4. Perbaikan pencatatan/perencanaan reproduksi

(Betina produktif/Bibit)

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadiTarget luaran yang diharapkan setelah kegiatan ini dilaksanakan adalah supaya terjadi peningkatan pengetahuan guru tentang menulis artikel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 unsur pelayanan yang diteliti, terdapat satu unsur dengan kategori sangat baik yaitu prosedur pelayanan sirkulasi, sedangkan

menjelaskan struktur hidrasi kulit kedua dari ion, seperti jumlah molekul air yang terkoordinasi dan jarak interaksi antara ion dan molekul air [1], oleh sebab itu diperlukan

Kualitas adalah suatu konsep yang luas, sehingga dalam melakukan pengkajian kualitas pelayanan kesehatan perlu diperhatikan berbagai dimensi dari kualitas pelayanan

Pokja Pengadaan Barang/Jasa pada Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Aceh Barat Daya akan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit dokumen, apabila diperlukan.

Hal ini menandakan bahwa kelurahan Mijen sebagai daerah endemis DBD memiliki rumah dengan kategori sanitasi kotor terbanyak dan risiko perkembangbiakan nyamuk

Deteksi dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (DEN-3) dari Nyamuk Aedes aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR) di Kota Medan. Medan: Universitas

Informasi hasil audit dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, salah suatu manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil keputusan, melakukan