RESPON PERTUMBUHAN BIBIT PANILI (Vanilla planifolia
Andrews) TERHADAP APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH
AUKSIN DAN PUPUK CAIR NPK
AULIA YUDHA HIDAYAT
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifollia Andrews) terhadap Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Pupuk Cair NPK adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Aulia Yudha Hidayat NIM A24100026
ABSTRAK
AULIA YUDHA HIDAYAT. Respon Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla
planifolia Andrews) terhadap Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Pupuk
Cair NPK. Dibimbing oleh HARIYADI.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang tepat pada zat pengatur tumbuh auksin dan pupuk cair NPK serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan setek batang panili. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Masyarakat Sindang Barang, Bogor pada bulan Maret–Juni 2014. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan dua faktor yang diulang sebanyak tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi auksin sebanyak tiga taraf, 0 ppm (R0), 1 000 ppm (R1), dan 2 000 ppm (R2) sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi pupuk cair NPK sebanyak 6 taraf, 0 ppm (P0), 250 ppm (P1), 500 ppm (P2), 750 ppm (P3), 1 000 ppm (P4), dan 1 250 ppm (P5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi auksin sebesar 2 000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya sedangkan konsentrasi pupuk cair sebesar 0 sampai 1 250
ppm tidak ada yang berpengaruh nyata pada seluruh peubah pengamatan. Kata kunci: hara, hormon auksin, setek batang
ABSTRACT
AULIA YUDHA HIDAYAT. Growth Response of Vanilla (Vanilla planifolia Andrews) Seedling against Application of Auxin Growth Hormone Regulator and NPK Liquid Fertilizer. Supervised by HARIYADI.
The experiment was conducted to determine the correct concentration of Auxin Growth Hormone Regulator and NPK liquid fertilizer along with the response toward growth of vanilla cutting. It was held at Sindang Barang Society Field, Bogor in March–June 2014. It used Randomized Completely Block Design with double factors and three replications. The first factor was auxin concentration at three level, 0 ppm (R0), 1 000 ppm (R1), dan 2 000 ppm (R2) meanwhile the second factor was concentration of NPK liquid fertilizer at six level, 0 ppm (P0), 250 ppm (P1), 500 ppm (P2), 750 ppm (P3), 1 000 ppm (P4), and 1 250 ppm (P5). The result showed that 2 000 ppm auxin concentration was able to produce seedling growth which was better than the other concentration meanwhile 0 until 1 250 ppm liquid fertilizer concentration did not affect to every observation variable used.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT PANILI (Vanilla planifolia
Andrews) TERHADAP APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH
AUKSIN DAN PUPUK CAIR NPK
AULIA YUDHA HIDAYAT
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifolia Andrews.) terhadap Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Pupuk Cair NPK
Nama : Aulia Yudha Hidayat NIM : A24100026
Disetujui oleh
Dr Ir Hariyadi, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan berkah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul, Respon Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifolia Andrews.) terhadap Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Pupuk Cair NPK ini dilaksanakan untuk menentukan konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin dan pupuk cair NPK yang tepat serta mengetahui respon pertumbuhan tanaman panili pada fase pembibitan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2014 di kebun percobaan IPB Sindang Barang, Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Hariyadi, MS yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanan penelitian berlangsung serta kepada Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Tak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua beserta seluruh keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan yang tulus baik moril maupun materil.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2 Syarat Tumbuh ... 2
Perbanyakan Vegetatif dengan Setek ... 3
Rootone-F ... 3
Pupuk Cair NPK ... 4
METODE PENELITIAN ... 4
Tempat dan Waktu ... 4
Bahan dan Alat ... 4
Metode Penelitian ... 4
Pelaksanaan Penelitian ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6
Kondisi Umum ... 6
Komponen Pertumbuhan Bibit ... 7
Persentase setek hidup ... 9
Panjang tunas ... 9
Diameter ruas ... 10
Jumlah ruas ... 11
Jumlah daun ... 13
Panjang dan jumlah akar ... 14
SIMPULAN DAN SARAN ... 15
Simpulan ... 15
Saran ... 15
DAFTAR PUSTAKA ... 15
LAMPIRAN ... 18
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan bibit panili 8 2 Persentase setek hidup bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan
pupuk caiR NPK 9
3 Panjang tunas bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair
NPK 10
4 Diameter ruas bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair
NPK 10
5 Jumlah ruas bibit panili pada ZPT auksin dan pupuk cair NPK 11 6 Jumlah daun bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair
NPK 13
7 Panjang dan jumlah akar bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan
pupuk cair NPK pada umur 6 MSP 14
DAFTAR GAMBAR
1 Gejala serangan penyakit busuk batang panili 7
2 Hama yang menyerang setek panili 7
3 Jumlah daun dan ruas setek panili 13
4 Panjang akar bibit panili umur 6 MSP 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rataan curah hujan dan kelembaban bulanan daerah Cibalagung dan
sekitarnya bulan Maret–Juni 2014 17 16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman introduksi yang berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah yang buahnya banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik karena buahnya mengandung vanillin (C8H3O3) mengeluarkan aroma khas. Panili saat ini
sudah berkembang dan dibudidayakan di daerah tropik. Di Indonesia, panili telah menyebar luas hampir di seluruh wilayah dengan sentra produksi di daerah Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera. Hal ini telah menempatkan panili sebagai komoditi ekspor yang bernilai tinggi dan berpotensi dalam penerimaan devisa negara (Udarno dan Hadipoentyanti 2009). Indonesia adalah penghasil panili terbesar kedua di dunia dengan luas areal lahan panili pada tahun 2011 mencapai 23 121 ha dengan jumlah total produksi 2 860 ton. Volume ekspor panili pada tahun 2011 mencapai 309 ton dengan nilai ekspor panili mencapai US$ 4 997 ribu (Ditjenbun 2012).
Tanaman panili (Vanilla spp.) termasuk famili Orchidaceae, genus Vanilla, pertama kali ditemukan oleh Swartz pada tahun 1970 (Purseglove 1981). Indonesia memiliki banyak jenis panili, baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh secara liar. Panili liar tumbuh di hutan–hutan, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah di seluruh kepulauan Indonesia. Indonesia yang beriklim tropis cocok sebagai tempat tumbuh panili. Jenis yang umum dibudidayakan di Indonesia yaitu Vanilla planifolia (Nuryani 1998).
Tanaman panili termasuk dalam kelas monokotil dimana akar utamanya berada pada dasar batang, bercabang, dan tersebar pada lapisan tanah yang menyebabkan sistem perakarannya dangkal (Hadipoentyanti 1982). Oleh karena itu, setek panili harus melalui fase pengakaran agar dapat tumbuh dengan baik. Zat pengatur tumbuh (ZPT) jenis auksin biasanya digunakan untuk merangsang perakaran. Salah satu merek dagang auksin yang banyak dipakai adalah RootoneF.
Komposisi yang terkandung dalam Rootone-F antara lain Indole 3-butiric
acid (IBA) (0.057%), 2-Metil 1-Naftalen asetat (0.033%), 1-Naftalenasetamida
(NAA) (0.067%), 2-Metil 1-Naftalenasetamida (0.013%), dan thiram (4%). Senyawa organik NAD, NAA, dan IBA inilah yang dapat mempercepat dan memperbanyak perakaran setek (Manurung 1987). Dalam aplikasi Rootone-F diperlukan konsentrasi yang sesuai agar didapatkan hasil yang optimal. Konsentrasi yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi tidak bagus untuk pertumbuhan setek. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), zat pengatur tumbuh tidak efektif jika konsentrasi terlalu rendah (di bawah tingkat optimum) dan atau terlalu tinggi (di atas tingkat optimum). Tujuan dari pemberian ZPT sendiri kepada setek adalah untuk meningkatkan persentase setek dalam pembentukan akar, mempercepat inisiasi akar, meningkatkan kualitas dan kuantitas akar, serta meningkatkan keseragaman tumbuhnya akar (Hartmann and Kester 2010).
Pemupukan juga berperan penting dalam pertumbuhan setek tanaman panili. Pupuk daun merupakan bahan atau unsur yang diberikan melalui daun dalam bentuk cairan dengan cara penyemprotan atau penyiraman pada daun tanaman agar langsung dapat diserap guna mencukupi kebutuhan bagi
2
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Respon pertumbuhan tanaman terhadap pupuk daun dipengaruhi oleh jenis tanaman, jenis pupuk, konsentrasi, frekuensi aplikasi, dan fase pertumbuhan tanaman pada saat aplikasi (Sutedjo 2002). Pupuk cair digunakan apabila akar tanaman sulit menyerap hara secara optimal dari dalam tanah. Efektivitas pupuk cair lebih tinggi dibandingkan pupuk padat yang diberikan melalui tanah untuk sebagian komoditas tanaman terutama pada bagian daun yang berperan vital dalam proses pertumbuhan, seperti panili, cocor bebek, sirih, dan lain-lain (Zaitun 1999). Pemberian pupuk cair diharapkan dapat menunjang pertumbuhan setek panili terutama dalam pertumbuhan tunas dan daunnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK yang tepat serta mengetahui respon pertumbuhan bibit panili terhadap aplikasi kedua perlakuan tersebut.
Hipotesis
1. Zat pengatur tumbuh auksin pada konsentrasi tertentu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan setek panili.
2. Pupuk cair NPK dengan konsentrasi tertentu dapat mempengaruhi persentase pertumbuhan tunas setek panili.
3. Terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK dalam meningkatkan persentase pertumbuhan setek panili.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Tanaman panili merupakan bagian dari famili Orchidaceae (anggrek-anggrekan). Spesies panili jumlahnya lebih dari 50 jenis tetapi yang bernilai ekonomis baru tiga jenis, yaitu Vanilla planifolia Andrews, Vanilla fragrans Ames, dan Vanilla pompon Schieda. Spesies yang paling banyak dibudidayakan, khususnya di Indonesia adalah Vanilla planifolia Andrews. Klon-klon Vanilla
planifolia Andrews yang biasa digunakan antara lain tipe anggrek, gisting,
ungaran daun tebal, dan ungaran daun tipis (Rismunandar 2007).
Keadaan iklim yang diperlukan oleh tanaman panili adalah suhu udara 25– 38 °C, kelembaban udara sekitar 80%, dan hujan berulang-ulang tetapi tidak banyak. Tingkat keasaman (pH) tanah yang dikehendaki berkisar 6–7 dengan drainase yang baik. Wilayah Indonesia dengan curah hujan antara 2 000–3 000 mm per tahun pada ketinggian 400–800 m diatas permukaan laut merupakan daerah yang cocok bagi tanaman panili untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Salim 1993).
3 Secara umum, Indonesia dikategorikan beriklim tropis basah dengan keragaman hujan yang tinggi. Oleh karena itu, hujan merupakan faktor iklim yang berpengaruh dominan terhadap produksi pertanaman di Indonesia melalui ketersediaan air bagi tanaman. Iklim tropis basah ini dicirikan oleh curah hujan yang relatif tinggi (± 2 000 mm/tahun) dengan fluktuasi suhu musiman yang relatif kecil. Tanaman panili memerlukan curah hujan agak tinggi selama 8–9 bulan per tahun yang diikuti oleh suatu periode kering untuk pembentukan bunga (Dirdjopranoto 1970). Rismunandar (2007) menyatakan bahwa curah hujan 1 500 mm/tahun yang terbagi sama rata selama 8–9 bulan sangat baik untuk pertumbuhan tanaman panili.
Berbagai jenis tanah dapat digunakan untuk tanaman panili, seperti latosol, podsolik, andosol, dan sebagainya, asalkan memiliki sifat fisik yang baik. Kesuburan kimia tanah merupakan faktor kedua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman panili. Secara umum, tanaman panili menghendaki daerah yang agak berlereng dengan tanah agak remah, mudah melalukan air, dan kaya bahan organik (Purseglove 1981).
Perbanyakan Vegetatif dengan Setek
Setek adalah salah satu teknik pembiakan vegetatif dengan cara memisahkan bagian batang, akar, atau daun dari pohon induknya. Apabila setek ditanam pada kondisi yang menguntungkan maka akan terbentuk individu yang sama dengan induknya (Hartmann dan Kester 2010).
Tanaman panili dapat diperbanyak melalui setek. Setek yang baik berasal dari tanaman induk yang subur, sehat, berdaun lebar, ruas-ruas batangnya rapat, lingkar batang besar, dan belum pernah berbuah atau berbunga. Tanaman panili yang sudah pernah berbuah atau berbunga tidak baik untuk dijadikan setek karena energi atau daya tumbuhnya sudah terkuras untuk produksi buah (Rismunandar 2007).
Rootone-F
Masalah pokok dalam perkembangbiakan dengan setek adalah pembentukan akar, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut perlu dicarikan alternatif, yaitu dengan memberikan perlakuan zat perangsang tumbuh akar, yaitu dengan Rootone-F. Zat pengatur tumbuh Rootone-F merupakan salah satu auksin sintetik yang dapat merangsang pertumbuhan akar (Napitupulu 2006).
Zat pengatur tumbuh Rootone-Fadalah formulasi dari Naphtalene Acitic
Acid (NAA), Indole Acitic Acid (IAA), dan Indole Butiric Acid (IBA) yang
berbentuk tepung berwarna putih kecoklatan dan sukar larut dalam air. Komposisi bahan aktif Rootone-F adalah Naphtalene acetamida (NAD) 0.067%; 3-metil
1-Naphtalene acetamida (MNAD) 0.013%; metil 1-Naftalen asetat 0.033%;
2-metil 1-Naftalenasetamida (0.013%), 3 Indole Butiric Acid (IBA) 0.057%, dan Thiram (Tetramithiuramdisulfat) 4.00% (Soemomarto 1975). NAD, NAA, dan IBA merupakan senyawa organik yang dapat mempercepat serta memperbanyak perakaran setek sedangkan thiram merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai fungisida (Goenawan 2006).
4
Pupuk Cair NPK
Berdasarkan bentuknya, ada dua jenis pupuk yang beredar di pasaran, yaitu pupuk padat dan cair. Pupuk padat merupakan pupuk berbentuk padatan yang lazim digunakan petani sedangkan pupuk cair merupakan pupuk dalam bentuk cairan (liquid) dan pada umumnya dilarutkan dengan pelarut seperti air (Ismawati 2003). Tiga cara utama pemberian pupuk cair menurut Zaitun (1999) antara lain: a) pemberian langsung pada tanah, b) pemberian melalui irigasi, dan c) penyemprotan pada bagian tanaman.
Pupuk NPK (Nitrogen-Phosphate-Kalium) merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Kadar NPK yang banyak beredar adalah 15-15-15, 16-16-16, dan 8-20-15. Tipe pupuk NPK tersebut juga sangat popular karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Marsono dan Sigit 2002).
METODE PENELITIAN
Tempat dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2014 di Kebun Masyarakat Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah setek batang panili satu ruas berdaun tunggal dari pohon induk berumur 2 tahun yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Varietas yang digunakan adalah varietas Pania. Bahan lain yang digunakan adalah ZPT auksin merek Rootone-F, pupuk cair NPK Trubus®, fungisida DithaneM-45, plastik mika, dan paranet dengan kerapatan sebesar 75%.
Peralatan yang digunakan antara lain adalah wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm × 20 cm, gunting setek, ajir bambu, meteran kain, timbangan analitik, jangka sorong, form pengamatan, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi auksin sebanyak tiga taraf, 0 ppm (R0), 1 000 ppm (R1), dan 2 000 ppm (R2) sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi pupuk cair NPK sebanyak 6 taraf, 0 ppm (P0), 250 ppm (P1), 500 ppm (P2), 750 ppm (P3), 1 000 ppm (P4), dan 1 250 ppm (P5). Terdapat 18 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 5 tanaman contoh sehingga terdapat 270 unit percobaan. Metode aditif linier yang menggambarkan percobaan tersebut adalah:
5
Keterangan:
Yijk = respon pada pengaruh konsentrasi ZPT auksinke-i, pupuk cair NPK ke-j
dan kelompok ke-k µ= rataan umum
αi = pengaruh konsentrasi ZPT auksinke-i
βj = pengaruh konsentrasi pupuk cair NPK ke-j
pk = pengaruh kelompok ke-k
(αβ)ij = interaksi dari konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK
εijk = galat percobaan konsentrasi ZPT auksin ke-i, konsentrasi pupuk cair NPK
ke-j, dan pengaruh kelompok ke-k
Data pada setiap taraf perlakuan yang diperoleh diuji melalui uji F menggunakan aplikasi Statistical Analysis Sistem (SAS). Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan nyata pada taraf kepercayaan sebesar 95%, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan lahan dan bahan tanam
Metode pelaksanaan percobaan dimulai dengan persiapan lahan dan media tanam. Lahan dibersihkan dari gulma dan dibuat serata mungkin serta dibuat menjadi tiga petakan dengan ukuran 3 m × 1.5 m. Kemudian di atas lahan dipasang naungan dengan ukuran 10 m × 5 m × 2 m dengan tingkat kerapatan naungan sebesar 75%. Pembuatan naungan dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata. Wadah plastik (polybag) disiapkan sebanyak 300 buah dan diisikan tanah top soil yang telah dijemur selama 1–2 jam di bawah sinar matahari. Setelah terisi tanah, wadah plastik (polybag) diletakkan di masing-masing petakan sebanyak 90 buah per petak, sisa 30 buah diletakkan di pinggir petakan sebagai bahan sulaman.
Bahan tanam yang digunakan berasal dari setek batang panili yang dipotong setiap 2 buku dengan gunting setek hingga menyisakan daun tunggal pada salah satu bukunya. Setek yang sudah dipotong dihamparkan pada karung dan disemprot menggunakan fungisida dengan takaran 2 g l-1 . Setek dibiarkan selama satu hari agar bagian yang terluka akibat dipotong mengering
Penanaman
Setek yang sudah dibiarkan selama satu hari kemudian dipindahkan untuk ditanam ke dalam media yang sudah disiapkan. Sebelum ditanam media ditugal seukuran batang setek dengan kayu atau bambu terlebih dahulu agar mudah memasukkan setek ke dalam media. Setelah itu, setek dicelup ke dalam larutan zat pengatur tumbuh auksin sesuai dengan masing-masing perlakuan. Wadah plastik (polybag) kemudian diatur sesuai denah percobaan (Lampiran 2).
6
Penyulaman
Tanaman yang mati akibat terserang penyakit disulam menggunakan bibit dengan umur yang sama. Bibit yang digunakan untuk menyulam berasal dari persemaian yang dilebihkan jumlahnya sebanyak 10% dari total populasi sebagai cadangan apabila ada tanaman yang mati atau layu. Penyulaman dilakukan setiap 3–7 hari sekali hingga mencapai waktu pemupukan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan bila daun tunas pada setek telah terbuka secara sempurna. Pupuk cair yang digunakan dicampur dengan air sesuai konsentrasi dan disemprotkan ke tunas tersebut dengan dosis 10 ml tanaman-1
. Aplikasi dilakukan setiap 1 minggu sekali.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali sejak tunas muncul hingga 6 minggu setelah perlakuan (MSP). Adapun peubah yang diamati meliputi: 1. Persentase setek hidup, dihitung dari jumlah setek yang hidup terhadap total jumlah setek yang ditanam. Ciri setek yang hidup adalah batang dan daun masih segar serta tidak busuk.
Persentase setek hidup (%) =
2. Panjang tunas, diukur dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh tunas. 3. Diameter ruas, diukur pada bagian batang ruas yang sama. Batang yang diukur
berada di antara ruas ke-2 dan ke-3.
4. Jumlah ruas tunas, dihitung jumlah ruas yang muncul dari ketiak daun.
5. Jumlah daun tunas, dihitung jumlah daun yang telah berkembang sempurna pada ketiak daun dari setiap setek.
6. Panjang akar, diukur akar terpanjang pada setiap setek, dari pangkal sampai ujung akar. Peubah ini diamati pada akhir percobaan.
7. Jumlah akar, dihitung jumlah akar yang tumbuh dari pangkal setek. Peubah ini diamati pada akhir percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kondisi pertanaman di sekitar pembibitan cenderung lembap dengan curah hujan sebesar 391–453 mm dari bulan Maret hingga Mei 2014 serta kelembaban mencapai 85% (BMKG 2014). Hal ini yang menyebabkan banyak bibit panili yang mati akibat terserang penyakit busuk batang (PBB). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporium yang menyebabkan bagian batang yang terserang akan mengerut dan berubah warna menjadi coklat lalu menghitam di sekelilingnya. Gejala lainnya adalah bagian perpotongan atau setiap titik ruas batang serta daunnya menjadi layu dan berwarna kekuningan (Gambar 1). Sukamto et al. (1997), menyebutkan bahwa ada korelasi antara populasi F.
7 hama yang menyerang bibit panili seperti siput dan ulat bulu (Gambar 2). Siput memakan daun bibit sehingga menyebabkan daun bolong begitu pula dengan ulat bulu yang menyerang bagian daun bibit.
Gambar 1 Penyakit dan hama yang menyerang bibit panili; a) busuk batang, b) daun layu , c) siput, d) ulat bulu
Komponen Pertumbuhan Bibit
Hasil rekapitulasi sidik ragam komponen pertumbuhan bibit panili dapat dilihat pada Tabel 1. Persentase setek hidup umur 2–6 MSP, panjang tunas mulai 3–5 MSP serta panjang akar dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan ZPT auksin sedangkan peubah pengamatan lainnya tidak dipengaruhi secara nyata baik oleh perlakuan ZPT auksin maupun perlakuan pupuk cair NPK. Selain itu, tidak terdapat pula interaksi yang nyata antara kedua perlakuan tersebut. Koefisien keragaman (KK) adalah koefisien yang menunjukkan tingkat keragaman dari suatu kelompok data (Usman dan Akbar 2011). KK paling tinggi ditunjukkan oleh peubah panjang tunas umur 6 MSP sebesar 30.41% sedangkan KK paling rendah ditunjukkan oleh peubah persentase setek hidup umur 0 MSP sebesar 1.98%. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa nilai KK untuk percobaan laboratorium maksimal 20% dan untuk percobaan lapangan maksimal 40%.
a
b
8
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan bibit panilia Peubah pengamatan Umur (MSP) Auksin Pupuk AxP KK
(%)
Persentase setek hidup 0 tn tn tn 1.98
1 tn tn tn 4.75 2 * tn tn 7.25 3 * tn tn 8.03 4 * tn tn 10.07 5 * tn tn 10.07 6 * tn tn 10.99 Panjang tunas 0 tn tn tn 14.20 1 tn tn tn 19.54 2 tn tn tn 20.10 3 * tn tn 22.68 4 * tn tn 22.33 5 * tn tn 24.49 6 tn tn tn 30.41 a) Diameter ruas 0 tn tn tn 13.99 1 tn tn tn 18.39 2 tn tn tn 20.90 3 tn tn tn 23.71 4 tn tn tn 18.72 5 tn tn tn 19.46 6 tn tn tn 26.88 Jumlah ruas 0 tn tn tn 15.83 1 tn tn tn 19.51 2 tn tn tn 21.55 3 tn tn tn 27.69 4 tn tn tn 19.67 a) 5 tn tn tn 21.79 6 tn tn tn 21.85 Jumlah daun 0 tn tn tn 11.73 1 tn tn tn 11.71 2 tn tn tn 19.51 3 tn tn tn 23.22 4 tn tn tn 27.33 5 tn tn tn 26.82 6 tn tn tn 24.41 a) Panjang akar 6 * tn tn 19.11 a) Jumlah akar 6 tn tn tn 14.48 a) a
MSP: minggu setelah perlakuan, A: konsentrasi ZPT auksin, P: konsentrasi pupuk cair NPK; *: berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95%; a)transformasi data dengan √ .
9 Persentase setek hidup
Perlakuan ZPT auksin berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup pada umur 2–6 MSP sedangkan perlakuan pupuk cair tidak berpengaruh nyata dari awal hingga akhir tanam. Konsentrasi 2 000 ppm mampu mempertahankan persentase setek hidup hingga 56.67% pada umur 6 MSP (Tabel 2). Adanya kandungan thiram pada ZPT auksin yang digunakan berfungsi sebagai fungisida yang dapat mencegah serangan patogen cendawan menyerang setek sehingga dapat mengurangi jumlah kematian setek (Harjadi 2009). Menurut Kusumawardana (2008), konsentrasi ZPT auksin 9 g l-1
atau sama dengan 9 000 ppm menghasilkan persentase setek hidup panili sebesar 100.00%.
Tabel 2 Persentase setek hidup bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa
Perlakuan Umur (MSP)
0 1 2 3 4 5 6
Persentase setek hidup (%) ZPT auksin (ppm)
0 96.67 87.78 74.44b 58.89b 45.56b 45.56b 36.67b 1 000 98.89 92.22 80.00ab 63.33ab 51.11ab 51.11ab 43.33ab 2 000 98.89 96.67 92.22a 72.22a 62.22a 62.22a 56.67a
Pr 0.45 0.12 0.019 0.015 0.017 0.04 0.04 Notasi tn tn * * * * * Pupuk cair NPK (ppm) 0 97.78 93.33 88.89 60.00 48.89 48.89 42.22 250 97.78 93.33 73.33 64.44 46.67 46.67 42.22 500 100.00 93.33 75.56 60.00 48.89 48.89 40.00 750 97.78 88.89 86.67 66.67 53.33 53.33 48.89 1 000 97.78 93.33 84.44 68.89 57.78 57.78 46.67 1 250 97.78 91.11 88.89 68.89 62.22 62.22 53.33 Pr 0.96 0.98 0.22 0.61 0.79 0.56 0.52 Notasi tn tn tn tn tn tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
Panjang tunas
Panjang tunas diukur saat tunas mulai tumbuh sekitar 7–8 minggu setelah tanam (MST). Berdasarkan Tabel 3, konsentrasi ZPT auksin 2 000 ppm berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm pada umur 3–5 MSP. Konsentrasi 2 000 ppm mampu menghasilkan tunas dengan panjang mencapai 15.80 cm pada umur 6 MSP. Konsentrasi pupuk cair NPK yang digunakan pada percobaan ini diduga masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bibit panili sehingga tidak mempengaruhi pertambahan panjang tunas. Penelitian Nugrahini (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair (POC) dengan konsentrasi 3 ml l-1 (3 000 ppm) menghasilkan tunas yang lebih
10
panjang hingga mencapai 27.41 cm pada umur 90 hari setelah tanam (HST) dan menghasilkan pertumbuhan setek panili yang paling baik.
Tabel 3 Panjang tunas bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa Perlakuan Umur (MSP) 0 1 2 3 4 5 6 Panjang tunas (cm) ZPT auksin (ppm) 0 3.88 3.92 4.52 4.63b 6.36c 7.47c 9.00 1 000 3.79 4.79 5.56 6.83ab 9.42b 10.75b 12.17 2 000 3.57 5.85 7.25 8.93a 12.36a 16.18a 15.80
Pr 0.95 0.15 0.26 0.013 0.03 0.02 0.76 Notasi tn tn tn * * * tn Pupuk cair NPK (ppm) 0 5.07 5.00 5.90 11.50 12.50 13.00 13.75 250 3.89 5.25 6.00 8.38 10.63 11.82 13.92 500 2.29 3.64 3.75 5.00 6.50 6.75 7.50 750 3.40 4.06 4.94 6.50 10.17 13.17 12.00 1 000 5.75 5.30 6.64 8.75 10.75 12.13 13.69 1 250 3.53 4.42 4.90 7.22 7.38 10.17 14.00 Pr 0.17 0.69 0.49 0.07 0.06 0.06 0.97 Notasi tn tn tn tn tn tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
Diameter ruas
Hasil pengukuran dan pengolahan data diameter ruas bibit panili tercantum pada Tabel 4. Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK yang digunakan tidak berpengaruh nyata pada semua minggu pengamatan.
Pertumbuhan yang terjadi pada bibit panili disebabkan oleh pertumbuhan jaringan meristem sekunder yang mengakibatkan diameter ruas bertambah besar. Namun hal ini tidak terjadi pada percobaan karena konsentrasi yang digunakan masih belum cukup untuk meningkatkan diameter ruas bibit panili. Selain itu, intensitas cahaya diduga sebagai penyebab terhambatnya pertumbuhan batang bibit. Menurut Treeshow (1970), Intensitas cahaya matahari yang tinggi dapat menghambat pemanjangan sel dan membatasi pertumbuhan tanaman kebanyakan. Batang akan menjadi tebal dengan pertambahan yang baik dari xylem dan menyebabkan internode menjadi lebih pendek daripada tanaman naungan. Seharusnya bibit panili yang berada di bawah naungan mempunyai batang yang lebih tebal dibandingkan dengan yang tidak berada dalam naungan namun hal ini tidak terjadi pada percobaan. Tanaman yang tumbuh di bawah naungan mempunyai daun lebih tipis, palisade kurang, ruang interselular, dan jumlah stomata lebih banyak.
11 Tabel 4 Diameter ruas bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa
Perlakuan Umur (MSP) 0 1 2 3 4 5 6 Diameter ruas (mm) ZPT auksin (ppm) 0 3.84 3.61 3.46 3.21 3.47 3.68 3.75 1 000 3.97 3.55 3.75 3.73 3.05 3.87 3.94 2 000 3.08 3.62 3.91 3.39 4.07 4.28 4.08 Pr 0.41 0.74 0.63 0.93 0.82 0.89 0.98 Notasi tn tn tn tn tn tn tn Pupuk cair NPK (ppm) 0 3.36 3.11 3.19 3.66 3.06 4.29 3.77 250 3.58 3.51 3.48 3.53 3.11 3.29 3.49 500 3.44 3.63 2.59 2.69 3.03 3.50 3.67 750 3.89 3.91 5.40 2.91 4.00 4.07 4.23 1 000 3.93 3.50 3.68 3.86 4.04 4.31 4.45 2 000 3.16 3.88 3.70 3.84 3.89 4.06 3.90 Pr 0.43 0.12 0.82 0.92 0.99 0.99 0.92 Notasi tn tn tn tn tn tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
Jumlah ruas
Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK tidak menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata pada seluruh minggu pengamatan (Tabel 5). Hal ini diduga akibat tanaman panili yang memiliki respon yang lambat seperti halnya anggrek. Pendapat ini didukung juga oleh hasil penelitian Koay dan Chua (1979) terhadap tanaman anggrek Oncidium Golden Shower yang baru menampakkan hasil 2 tahun kemudian. Anggrek mempunyai kecepatan tumbuh yang lambat dan berbeda-beda setiap jenisnya (Arthurs 1980).
Penelitian Sukarman dan Melati (2009) menunjukkan bahwa persentase tumbuh tunas yang berasal dari ruas pertama cukup rendah yang diduga erat kaitannya dengan tingkat kematangan batang. Menurut Hartman dan Kester (2010), bahan setek yang baik dapat ditentukan oleh tingkat kekerasan batang. Setek yang masih muda mengandung cadangan karbohidrat relatif rendah, sedangkan setek yang tua mengandung karbohidrat tinggisehingga nampak keras dan kaku. Kandungan karbohidrat yang lebih tinggi akan menghasilkan cadangan makanannya juga lebih tinggi, sehingga waktu terjadi proses metabolisme karbohidrat akan menghasilkan energi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya menghasilkan pertumbuhan yang cepat yang diperlihatkan oleh jumlah ruas yang lebih tinggi.
12
Tabel 5 Jumlah ruas bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa
Perlakuan Umur (MSP)
0 1 2 3 4 5 6
Jumlah ruas (ruas) ZPT auksin (ppm) 0 3.44 3.42 3.64 3.75 4.13 4.63 4.75 1 000 3.24 3.68 4.15 4.45 4.78 5.25 5.82 2 000 3.50 4.08 4.53 4.50 5.20 5.70 6.00 Pr 0.87 0.56 0.92 0.58 0.71 0.92 0.46 Notasi tn tn tn tn tn tn tn Pupuk cair NPK (ppm) 0 3.56 3.57 3.60 4.00 4.25 4.25 4.25 250 3.81 4.06 3.50 3.75 4.25 5.25 5.27 500 3.06 3.50 4.00 4.00 4.33 4.67 5.00 750 3.38 3.61 4.00 4.25 4.75 5.50 6.25 1 000 3.57 4.09 4.64 5.00 5.38 6.00 6.50 2 000 3.25 3.63 4.08 4.21 4.60 5.00 5.25 Pr 0.24 0.77 0.59 0.53 0.43 0.94 0.46 Notasi tn tn tn tn tn tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
Gambar 3 Jumlah daun dan ruas setek panili; a) umur 4 MSP, b) umur 6 MSP. Gambar 3 menunjukkan pertambahan jumlah ruas dan daun setiap minggunya. Jumlah ruas dan daun bibit bertambah dari 4 buah menjadi 6 buah pada umur 6 MSP. Jumlah ruas menjadi salah satu tolak ukur kapan bibit panili siap dipindahkan ke lapangan. Bibit panili dapat ditanam di lahan setelah berumur 3 bulan atau telah mempunyai 5 sampai 7 ruas (Hadipoentyanti et al. 2007). Sukarman dan Melati (2009) juga menambahkan bahwa diduga pada ruas ketiga mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan ruas pertama atau kedua. Semakin banyak jumlah ruas ketika bibit dipindahkan ke lapangan maka akan semakin banyak pula energi yang dihasilkan sebagai cadangan makanan.
13 Jumlah daun
Hasil pengamatan terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 6. Konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK tidak ada yang berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit hingga akhir masa tanam di pembibitan. Lingga dan Marsono (2004) mennyatakan bahwa penyemprotan pupuk daun dengan dosis yang terlalu rendah tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Yin-tung (2007) menyatakan bahwa perlakuan 100 ppm nitrogen menghasilkan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan perlakuan 390 ppm fosfor dan 506 ppm kalium pada anggrek bulan
Salah satu hormon yang dikandung Rootone-F adalah IBA. Penggunaan hormon tumbuh IBA mempunyai beberapa keunggulan karena zat tumbuh IBA yang diberikan dapat berfungsi dengan baik hingga memungkinkan terbentuknya klorofil pada daun. Fungsi utama daun bagi tanaman adalah sebagai organ fotosintesis. Jika dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya yang berwarna hijau dan juga melaksanakan proses fotosintesis, daun memiliki kemampuan yang lebih besar untuk aktivitas ini. Oleh karena itu, daun berperan langsung dalam menyediakan cadangan energi yang berfungsi dalam menunjang pertumbuhan tanaman panili (Latifah 2005).
Tabel 6 Jumlah daun bibit panili pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa
Perlakuan Umur (MSP)
0 1 2 3 4 5 6
Jumlah daun (helai) ZPT auksin (ppm) 0 2.44 2.50 2.69 3.70 2.88 3.50 4.50 1 000 2.56 2.93 2.97 3.67 3.70 4.20 4.80 2 000 2.37 2.81 3.15 3.40 3.67 4.19 4.92 Pr 0.69 0.29 0.57 0.28 0.86 0.95 0.66 Notasi tn tn tn tn tn tn tn Pupuk cair NPK (ppm) 0 1.94 2.57 2.40 2.75 2.75 2.75 3.25 250 2.94 2.88 2.83 3.25 3.25 4.00 4.17 500 2.22 2.57 2.50 3.00 3.33 3.67 4.00 750 2.50 2.58 3.17 3.33 3.75 4.50 6.75 1 000 2.59 2.69 3.20 3.50 4.13 4.88 5.50 1 250 2.63 3.13 3.14 3.17 3.10 3.75 4.25 Pr 0.04 0.58 0.45 0.85 0.69 0.53 0.81 Notasi tn tn tn tn tn tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
14
Panjang dan jumlah akar
Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan konsentrasi ZPT auksin terhadap peubah panjang akar pada umur 6 MSP (Tabel 7).
Tabel 7 Panjang dan jumlah akar bibit panili umur 6 MSP pada perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPKa
Perlakuan Panjang akar (cm) Jumlah akar (buah) ZPT auksin (ppm) 0 7.77b 1.32 1000 12.79a 1.02 2000 13.11a 1.41 Pr 0.0118 0.2452 Notasi * tn Pupuk cair NPK (ppm) 0 13.71 1.50 250 10.48 1.14 500 10.73 1.19 750 8.06 1.31 1000 13.20 1.37 1250 13.03 1.04 Pr 0.26 0.79 Notasi tn tn
aAngka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan
uji selang berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%; MSP: minggu setelah perlakuan, Pr: probabilitas, tn: tidak nyata.
Perlakuan ZPT pada setek bertujuan meningkatkan persentase setek yang berakar, meningkatkan jumlah dan kualitas produksi akar setek, mempercepat pertumbuhan akar, serta meningkatkan keseragaman perakaran (Hartmann dan Kester 2010). Proses inisiasi akar sangat penting untuk memulai pertumbuhan setek karena terdapat suatu periode kritis dalam penyemaian setek. Periode kritis dari penyemaian setek adalah ketika setek belum berakar. Setek panili yang berhasil bertunas disebabkan oleh adanya dukungan akar yang sudah tumbuh dan berkembang dengan baik (Somantri dan Evizal 1987).
Bibit yang tidak diberi perlakuan ZPT auksin (0 ppm) memiliki panjang akar yang paling pendek dibandingkan bibit yang diberikan perlakuan ZPT auksin dengan konsentrasi 1 000 dan 2 000 ppm (Gambar 4). Hal ini disebabkan oleh perlakuan ZPT auksin yang berfungsi dalam inisiasi dan pemanjangan akar sehingga bibit yang tidak mendapat perlakuan auksin cenderung lebih kecil pertambahan panjang akarnya (Harjadi 2009).
15
Gambar 4 Panjang akar bibit panili umur 6 MSP; a) konsentrasi auksin 0 ppm, b) konsentrasi auksin 1 000 ppm, c) konsentrasi auksin 2 000 ppm.
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanKonsentrasi ZPT auksin sebesar 2 000 ppm merupakan konsentrasi terbaik dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 1 000 ppm karena karena mampu menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik. Pemberian ZPT auksin dengan konsentrasi tersebut mampu menghasilkan pertambahan panjang tunas dan panjang akar yang berbeda nyata serta mempertahankan persentase hidup setek hingga 56.67%. Konsentrasi pupuk cair NPK sebanyak 6 taraf yang digunakan pada percobaan tidak mempengaruhi pertumbuhan bibit panili secara umum. Selain itu, tidak ada interaksi yang nyata antara perlakuan ZPT auksin dan pupuk cair NPK yang digunakan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap konsentrasi ZPT auksin dan pupuk cair NPK yang digunakan sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih optimal. Konsentrasi yang digunakan sebaiknya di atas 2 000 ppm untuk ZPT auksin dan di atas 1 000 ppm untuk pupuk cair NPK serta diperbanyak taraf perlakuan ZPT auksinnya agar bisa diuji lanjut dengan menggunakan uji lanjut kontras polinomial. Selain itu, waktu penanaman disesuaikan pada akhir musim penghujan atau awal musim kemarau sehingga kondisi pembibitan tidak terlalu lembap.
DAFTAR PUSTAKA
Arthurs KL. 1980. How to Grow Orchids Secondedition. California (US): Lane Publishing Co.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia
2011–2013. Jakarta (ID): Ditjenbun.
16
Dirdjopranoto S. 1970. Panili, Penyakit Busuk Batang dan Pencegahannya. Sumatra Utara (ID): Komisi Teknis Perkebunan II.
Goenawan CCR. 2006. Pengaruh induksi suhu dan metode aplikasi zat pengatur tumbuh Rootone-F terhadap induksi akar dan tunas setek dadap merah (Erytrina
crystagalli) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hadipoentyanti E, Udarno L 1982. Botani Panili dalam Monograf Panili. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Hadipoentyanti E, Ruhnayat A, Udarno L. 2007. Teknologi Unggulan Panili. Bogor (ID): Puslitbangbun.
Hanafiah KA. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif: Aplikasi Kondisional Bidang
Pertanaman, Peternakan, Perikanan, Industri, dan Hayati. Jakarta (ID): PT Raja
Grafindo Persada.
Harjadi SS. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hartman HT, Kester DE. 2010. Plant Propagation: Principles and Practices.
Eightedition. New Jersey (US): Prentice Hall.
Ismawati EM. 2003. Pupuk Organik, Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Kusumawardana A. 2008. Pengaruh konsentrasi Rootone-F dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan setek panili (Vanilla planifolia Andrews) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Latifah I. 2005. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan natrium terhadap viabilitas optimal pada setek vanili (Vanilla planifolia Andrews) [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Lingga P, Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Manurung SO. 1987. Status dan potensi zat pengatur tumbuh serta penggunaan Rootone-F dalam perbanyakan tanaman. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan.
Marsono dan Sigit P. 2002. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Mariska I, Darwati I, Moko H. 1987. Perbanyakan setek panili (Vanilla planifolia Andrews) dengan zat pengatur tumbuh pada berbagai media tumbuh. Ed Khusus
Littro. 3(2):89-94.
Nugrahini T. 2013. Respon pertumbuhan setek tanaman panili (Vanilla planifolia) terhadap pemberian pupuk kandang ayam dan pupuk organik cair NASA. Media
Sains. 5(1): 30-36.
Nuryani Y. 1998. Plasma Nutfah Panili dalam Monograf Panili. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Napitupulu RM. 2006. Pengaruh bahan setek dan dosis zat pengatur tumbuh
Rootone-F terhadap keberhasilan setek Euphorbia milii. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor..
Purseglove JW. 1972. Tropical Crops Monocotyledons 2. New Yok (US): Longman. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices. New York (US):
Longman.
Rochiman K, Harjadi SS. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salim F. 1993. Usahatani Panili. Bogor (ID): Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
17 Soemomarto S. 1975. Penanaman Stump Karet dengan Hormon Akar. Salatiga (ID):
Risalah Penelitian Research Centre.
Somantri T, Evizal L. 1987. Pengaruh zat tumbuh terhadap pertumbuhan setek pendek panili. Ed Khusus Littro. 3(2):7-12.
Sukarman, Melati. 2009. Pengaruh umur fisiologis sulur dan posisi ruas terhadap pertumbuhan bibit vanili klon 1 dan 2 di rumah kaca. Bul Littro. 20(2):106 - 112. Sutedjo MM. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Treshow. 1970. Environment and plant respon. Publication in Agricultural sciences. Mc Graw-Hill.
Udarno L, Hadipoentyanti E. 2009. Panili budidaya dan kerabat liarnya.
Pengembangan tanaman industri. 15(1):27-28.
Usman H, Akbar PS. 2011. Pengantar Statistika edisi Kedua. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Yin-Tung W. 2007. Potassium nutrition affects Phalaenopsis growth and flowering.
Hort Science. 42(7):1563-1567.
Zaitun. 1999. Efektifitas limbah industri tapioka sebagai pupuk cair [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rataan curah hujan dan kelembaban bulanan daerah Cibalagung dan sekitarnya bulan Maret–Juni 2014
Bulan Curah hujan
rata-rata (mm) Kelembaban rata-rata (%) Maret 391.00 87.00 April 453.00 85.00 Mei 452.00 85.00 Juni 278.00 83.00
19 Lampiran 2 Rancangan Denah Percobaan
U
U1 U3 U2
Keterangan:
- R0 (Perlakuan tanpa ZPT auksin/ kontrol)
- R1 (Perlakuan ZPT auksin 1000 ppm)
- R2 (Perlakuan ZPT auksin 2000 ppm)
- P0 (Perlakuan tanpa pupuk/ kontrol)
- P1 (Perlakuan pupuk cair NPK 250 ppm)
- P2 (Perlakuan pupuk cair NPK 500 ppm)
- P3 (Perlakuan pupuk cair NPK 750 ppm)
- P4 (Perlakuan pupuk cair NPK 1000 ppm)
- P3 (Perlakuan pupuk cair NPK 2000 ppm) - U1 = Ulangan 1 - U2 = Ulangan 2 - U3 = Ulangan 3
R0P0
R0P1
R0P2
R0P3
R0P4
R0P5
R1P0
R1P1
R2P5
R1P2
R2P0
R1P2
R2P1
R2P2
R2P3
R2P4
R2P5
R1P0
R1P1
R1P3
R1P0
R1P1
R1P2
R1P3
R1P4
R1P5
R0P1
R0P0
R0P2
R0P3
R1P3
R1P4
R2P5
R2P0
R2P1
R2P2
R2P3
R2P4
R1P4
R1P5
R0P0
R0P1
R0P2
R0P3
R0P4
R0P5
R0P5
R2P0
R2P1
R2P2
R2P3
R2P4
R2P5
R0P4
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Aulia Yudha Hidayat dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 1991 dari pasangan ayah Agus Suherman dan ibu Hartini Karnawati (almh). Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak Aulia Wahyudhi Aprilianto, SPi dan adik Aulia Febrilianti. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Cirebon tahun 2010 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Penulis memperoleh beasiswa studi dari Yayasan Bakti Barito mulai dari semester 5 hingga semester 8.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi sekretaris umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tarung Drajat tahun 2010/2011, staff departemen eksternal Himpunan Mahasiswa Agronomi pada tahun 2012/2013, Ketua umum Ikatan Kekeluargaan Cirebon tahun 2012/2013. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Manajemen Air dan Hara Tanaman tahun 2014. Prestasi yang telah diraih oleh penulis yaitu menjadi juara 1 Lomba Esai dalam kegiatan Masa Perkenalan Fakultas Pertanian dengan tema Sinergisitas empat pilar Fakultas Pertanian demi mewujudkan Pertanian yang Terpadu.