• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TAJAM PENGLIHATAN PADA PEKERJA LAS DI BEBERAPA TEMPAT LAS DI KOTA MANADO Dewina Tipagau*, Woodford B. S. Joseph*, Jootje M. L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TAJAM PENGLIHATAN PADA PEKERJA LAS DI BEBERAPA TEMPAT LAS DI KOTA MANADO Dewina Tipagau*, Woodford B. S. Joseph*, Jootje M. L."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN TAJAM PENGLIHATAN PADA PEKERJA LAS DI BEBERAPA TEMPAT LAS DI KOTA MANADO

Dewina Tipagau*, Woodford B. S. Joseph*, Jootje M. L. Umboh* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK

Ketajaman penglihatan merupakan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel las. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007) sebanyak 8 provinsi mempunyai prevalensi low vision di atas prevalensi nasional di Indonesia, salah satunya di Yogyakarta sebanyak 6,7%. Pemakaian alat pelindung mata pada saat pegawai bengkel las melakukan proses pengelasan merupakan faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan.Tujuannya untuk mengetahui proporsi tukang las yang mengalami gangguan tajam penglihatan dan mengetahui keluhan penglihatan yang di alami pekerja las.Penelitian ini merupakan observasional deskritif dengan populasi yaitu pekerja las di kota Manado, sampel yang diambil yaitu 35 pekerja las secara purposive sampling,tajam penglihatan diukur menggunakan Snellen Chart.

Terdapat sejumlah pekerja las mengalami penurunan tajam penglihatan dan keluhan penglihatan seperti mata berair :selalu 0%, sering 40,1%, jarang 57,1%, tidak pernah 2,8%. Kelopak mata merah : selalu 0%, sering 17,1%, jarang 74,2%, tidak pernah 8,5%. Penglihatan rangkap : selalu 0%, sering 1,7%, jarang 65,7%, tidak pernah 8,5%. Mata nyeri : selalu 0%, sering 14,2%, jarang 68,5%, tidak pernah 17,1%. Sukar membaca : selalu 0%, sering 5,7%, jarang 65,7%, tidak pernah 28,5%. Sakit kepala : selalu 0%, sering 14,2%, jarang 71,2%, tidak pernah 14,2%.

Terdapat 13 orang pekerja las (37,1%) mengalami ganguan tajam penglihatan dan keluhan penglihatan terbanyak pada kelompok yang jarang.

Kelompok pekerja las diharapkan mengurangi waktu paparan dengan las maksimal 6 jam dalam sehari serta selalu memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan untuk mengurangi resiko penurunan ketajamanPenglihatan.

Kata Kunci : Tajam Penglihatan,Pekerja Las,Keluhan Penglihatan. ABSTRACT

Visual Acuity is a safety and working health issue in welding workshop. According to the Basic Health Research Data (RISKESDAS 2007) there are 8 provinces have low vision prevalency upon the national prevalency in Indonesia, one of them in Yogyakarta there is 6.7%. the use of patron tools whe the workers do the welding process is one of the factor that influence the visual acuity.

This study aims to determine the workers’ proportion who havevisual acuity disorder and to determine the workers’ visual acuity grievance. This is a descriptive observational study. The population is the welding workers in Manado, there are 35 workers taken by purposive sampling, visual acuity is measured by Snellen Chart.

There are some welding workers who have visual acuity descent and visual grievance as watery eyes: always 0%, often 40,1%, rarely 57,1%, and never 2,8%. Red eyelid: always 0%, often 17,1%, rarely 74,2%, and never 8,5%.Double vision:always 0%, often 1,7%, rarely 65,7%, and never 8,5%.Eye pain: always 0%, often 14,2%, rarely 68,5%, and never 17,1%.Difficult to read: always 0%, often 5,7%, rarely 65,7%, and never 2,8%.Headache: always 0%, often 14,2%, rarely 71,2%, and never 14,2%.

There are 13 welding workers (37,1) who had visual ac uity disorderand visual grievance more than of the welding workers seldom groups.

The welding workers group is expected to reduce the exposure time with weld, maximum 6 hours a day and always wear eyes protection in every welding process to decrease the risk of visual acuity reduction.

(2)

2 PENDAHULUAN

Perkembangan industri tidak dapat dilepsakan dari peran penting industri Pengelasan. Pengelasan adalah penyambungan setempat antara dua buah logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Penggunaan pengelasan mulai dari penyambugan pada konstruksi bagunan, perakitan otomotif dan penembagan. Pesatnya industri pengelasan mengakibatkan semakin tingginya dampak resiko pada kesehatan kerja yang dihadapai oleh tenaga kerja di Bengkel las. (Widharto, 2007 ).

Hal terpenting harus dilindungi dalam pengelasan adalah keselamatan indra penglihatan atau mata.Organ mata dilindugi dari paparan berupa sinar Ultraviolet dan Infrahmerah yang bersintensitas sangat tinggi akibat radiasi paparan akan menyebabkan retina dan selaput luar mata dapat rusak dan kering.Jika kerusakan telah demikian lanjut maka mata dapat mengalami kebutaan.Oleh karena itu perlindugan mata sewaktu pengelasan adalah mutlak.

Keluhan kelelahan pada mata, seolah-olah mata terisi pasir,penglihatan kabur dan mata terasa sakit yang dirasakan pekerja menunjukkan bahwa pada proses pengelasan terdapat sinar yang membahayakan mata.Ketidakrutinan pekerja las dalam memakai kacamata las mengakibatkan mata pekerja las terpapar secara langsung oleh

sinar tampak, sinar inframerah serta sinar ultraviolet. Akibat dari pemajanan secara langsung oleh sinar-sinar yang bersifat radiasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada ketajaman penglihatan pekerja las (Wijayanti, 2005).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2007) persentase nasional Low Vision Penduduk Umur 6 Tahun ke Atas adalah 4,8% (berdasarkan hasil pengukuran, ketajaman penglihatan kurang dari 20/60 – 3/60). Pekerja yang terkena sinar ultraviolet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pekerja akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Sebanyak 8 provinsi mempunyai prevalensi Low Vision diatas prevalensi nasional, salah satunya adalah Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 6,3%. Setelah diukur dengan menggunakan kartu snellen pegawai las yang tidak memakai alat pelindung mata tersebut memiliki ketajaman penglihatan 20/50 yang berarti ketajaman penglihatannya adalah hampir normal.

Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan. Berdasarkan hasil penelitian Wijayanti (2005) pada bengkel las di wilayah pinggir jalan D.I Panjaitan Kota Semarang terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian

(3)

3 kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las. Selain pemakaian alat pelindung mata, faktor kekuatan penerangan atau pencahayaan, waktu papar, kelainan refraksi dan umur dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Memperhatikan uraian di atas maka judul yang diambil dalam penelitian ini adalah gambaran tajam penglihatan pada pekerja las di beberapa tempat las di kota manado?

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah survei deskritif yang dilaksanakan di beberapa tempat Las di kota Manado yaitu di Malalayang, Bahu, Sario, Ranotana Weru, Teling, Tikala, Stadion Klabat, Manibang,

Teling Tingkulu, Jalan Siswapada bulan Januari- Oktober 2015. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di bengkel Las di kota Manado kemudian diambil sampel berjumlah 35 orang pada bengkel las di beberapa tempat las di kota Manado dengan teknik purposive sampling.Variabel yang diteliti adalah ketajaman penglihatan dan keluhan penglihatan yang dialami oleh para tukang las. Data diperoleh dari hasil kuesioner dan pengukuran tajam penglihatan (Visus) pada pekerja las menggunakan snellen Chart oleh petugas yang sebagai di refraksionis optisi. Data diolah secara Deskritif dengan distribusi frekuensi dan presentase melalui bantuan computer.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

Table 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik responden

Karakteristik Responden Frekuensi %

Distribusi Frekuensi Menurut Umur 21-25 26-30 31-35 36-40 22 5 8 1 62,8 14,2 22,8 2,8 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA SARJANA 7 14 14 2 20,1 40 40 5,7 Penggunaan Kacamata Ya Tidak 10 25 28,5 71,4 Lama Berkerja (Tahun)

(4)

4

>6-10 18 51,4

Berdasarkan tabel 1 jumlah umur responden yang bekerja sebagai tukang las 21-25 tahun sebanyak 22 orang (62%), umur 26-30 tahun sebanyak 5 orang (14%), umur 31-35 tahun sebanyak 8 orang (22%) dan diatas umur 36-40 tahun sebanyak 2 orang (6%).

Berdasarkan pendidikan terakhir SD sebanyak 7 orang (20%), SMP sebanyak 14 orang (40%), SMA sebanyak 14 orang

(40%), dan sarjana 2 orang (5%).

Berdasarkan penggunaan kacamata las yang menggunakan ada sebanyak 10 orang(28,5%)dan yang tidak sebanyak 25 orang (71,4%). Berdasarkan lama bekerja < 1-5 tahun sebanyak 17 orang (48%) dan yang bekerja < 6-10 tahun sebanyak 18 orang (51,4%).

2. Tajam Penglihtan Responden

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tajam Penglihatan Responden

Tajam Penglihatan Frekuensi %

Normal Menurun 22 13 62,8 37,1 Total 35 100

Responden yang matanya normal adalah 22 responden (62,8%), untuk responden yang mengalami tajam penglihatan menurun adalah 13 responden (37,1%) dari jumlah keseluruhan 35.

Tidak semua orang mempunyai ketajaman penglihatan yang sama. Ketajaman penglihatan ini dalam istilah kedokteran disebut visus.Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata.Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata.Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui

sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan optotype snellen, kartu cincin las Sheridan/gardiner.Tajam penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalm tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut : a. Penglihatan normal, pada keadaan ini

penglihatan mata adalah normal dan sehat b. Penglihatan hampir normal, tidak

menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki

(5)

5 c. Low vision sedang, dengan kacamata kuat

atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.

d. Low vision berat, masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan

melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat

e. Low vision nyata

3. Keluhan Responden

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Keluhan Responden Keluhan

Responden

Distribusi Frekuensi Total

Selalu Sering Jarang Tidak Pernah

n % n % n % n % n % Mata Berair 0 0 14 40,1 20 57,1 1 2,8 35 100 Kelopak Mata Merah 0 0 6 17,1 26 74,2 3 8,5 35 100 Penglihatan Rangkap 0 0 2 5,7 23 65,7 10 28,5 35 100 Mata Nyeri 0 0 5 14,2 24 68,5 6 17,1 35 100 Sukar Membaca 0 0 2 5,7 23 65,7 10 28,5 35 100 Sakit Kepala 0 0 6 17,1 24 68,5 5 14,2 35 100

Responden yang selalu Keluhan mata berair saat bekerja tidak ada, dan responden yang sering mengeluh mata berair dalam bekerja sebanyak 14 responden (40%) dan responden yang jarang mengeluh saat bekerja sebanyak 20 responden (57%),dan responden yang tidak pernah mengeluh saat bekerja sebanyak 1 responden (2%) dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 35 responden.Banyak responden yang bekerja sebagai pekerja las mengalami keluhan mata berair akibat dari tidak rutin memekai APD atau kurangnya pengetahuan dari pekerja las demi melindungi mata dari debu,sinar ultraviolet,dan pasir ketika bekerja.

Responden yang sering bermata merah dalam bekerja sebanyak 6 responden (17%),yang jarang bermata merah dalam bekerja sebanyak 26 responden (74%) dan yang tidak pernah bermata merah dalam bekerja sebanyak 3 responden (8%) dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 35 responden.Kebanyakan pekerja las atau 26 orang jarang bermata merah karena pekerja las yang bekerja sebagai pekerja las tidak tetap sebagai tukang las mereka memiliki pekerja lain selain bekerja di bengkel pengelasan dan responden yang bermata merah adalah mereka yang bekerja tetap

(6)

6 sebagai tukang las dan bekerja 24 jam sehingga mengalami keluhan-keluhan mata. Responden yang sering penglihatan rangkap dalam bekerja sebanyak 2 responden (5%), untuk responden yang jarang penglihatan rangkap 23 responden (65%), untuk responden yang tidak pernah peglihatan rangkap 10 responden (28%) dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 35 responden.

Responden yang sering merasakan mata nyeri dalam bekerja sebanyak 5 orang (14%), untuk responden yang jarang merasakan mata nyeri dalam bekerja 24 responden (68%) dan responden yang tidak pernah merasakan mata nyeri dalam bekerja sebanyak 6 responden (17%) dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 35 orang. Dapat dilihat responden yang sering mengelu sukar membaca sebanyak 2 responden (5%),yang jarang terdapat 23 responden (65%) dan tidak pernah 10 responden (28%) dari jumlah keseluruhan responden 35 orang. Dari hasil Penelitian sebanyak 24 responden (68%) tidak pernah sakit kepala dikarenakan pekerja las tidak tetap mungkin saja berpindah-pindah tempat. Para pekerja las yang menderita sakit kepala saat bekerja hanya 6 responden (17%) dan sakit kepala dipengaruhi dari api sinar ultraviolet,stress dan pengaruh tidak rutin memakai APD,untuk melindungi kepala,telingga mata

dan yang tidak pernah sakit kepala 5 responden (14%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh yaitu sebagai berikut :

1. Terdapat 13 orang pekerja las (37,1%) mengalami ganguan tajam penglihatan 2. Keluhan Penglihatan pada tukang las

terbanyak pada kategori jarang dan tidak ada pada kategori yang selalu.

Saran yang dpat disampaikan yaitu :

1. Bagi Kelompok Kerja Lashendaknya lebih sering memperingkatkan dan menegur para pegawai bengkel las yang tidak memakai alat pelindung mata, mengurangi waktu paparan dengan las maksimal 6 jam dalam sehari serta selalu memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan untuk mengurangi resiko penurunan ketajaman penglihatan, perlu meningkatkan kesadaran pekerja las agar memeriksakan matanya secara periodic serta tempat pengelasan menyediakan alat pelindung diri berupa kacamata las yang sesuai standar.

2. Bagi petugas instansi kesehatan diKota Manado diupayakan untuk selalu memperhatikan home industry mengenai program keselamatan dan kesehatan kerja, memberikan sosialisasi pentingnya

(7)

7 pemakaian alat pelindung mata dalam kegiatan pengelasan dan potensi bahaya

dalam industri pengelasan.

3. Bagi peneliti lain dapat melanjutkan penelitian mengenai penurunan tajam penglihatan di industri pengelasan dengan meningkatkan kedisiplinan pemakaian APD las sebagai upaya pencegahan penurunan tajam pemglihatan

DAFTAR PUSTAKA

Riskesdes,2007Pengaruh pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las di wilayah terminal bus wisata ngabean kota Yogyakarta

Widiarto. 2007.Hubungan Tingkat KedisiplinanPemakaian Kacamata Las

Dengan Penurunan Tajam

Penglihatan pada Pekerja Pengelasan Di Kecamatan Slohohimo Kabupaten Wonogiri

Wijayati. 2005. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir Jalan D. I. Panjaitan Kota Semarang. Skripsi Universita Negeri Semarang.

Wahab. 2002. Analisa Paparan Radiasi

Sinar Ultraviolet Pekerja Las di

PT. Bukaka Teknik Utama

Kabupaten Bogor.Tesis Program

Studi Magister Keselamatan dan

Kesehatan

Kerja

Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia

Direktorat bina peran serta masyarakat.

1990. Upaya kesehatan kerja

sektor informal di Indonesia.

Departemen kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan

Niaga. 2002. Buku Panduan

Keselamatan, Kesehatan Kerja

dan

Lingkungan

Kerja.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam penelitian untuk tugas akhir ini akan dianalisa kekuatan dari Tower pada Catwalk dan Chain Conveyor dengan tinggi 33 m tersebut.. Salah satu

Untuk mengetahui pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) sebagai variabel intervening antara Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan Return On Assets (ROA) pada Bank

Dimana fluida yang mengalir dalam tube adalah air dan energi panas hasil pembakaran di transfer dari luar ruang dapur ke air Boilera. Menurut sistem peredaran Air

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur dan perangkat yang dibutuhkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan model pembelajaran metode

Dimensi literasi sains yang banyak muncul pada buku teks pelajaran IPA yang dianalisis adalah sains sebagai batang tubuh pengetahuan, diikuti sains sebagai

So, kalo ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali, sebenarnya bukan sedang jatuh cinta tuh, tapi sedang tertarik satu sama lain dengan ketertarikan yang amat

Pasal tersebut mengatur tentang pidana denda dalam hukum materil yang dijatuhkan kepada terpidana anak haruslah diganti dengan pidana pelatihan kerja, karena anak

Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku konsumen TV Home Shopping (THS) dengan mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam