475
PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN PADA MODEL KOLAM RESAPAN BERVEGETASI UNTUK MEREDUKSI LIMPASAN PERMUKAAN
Abd.Rakhim1* dan Nurnawaty2
1,2Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Makassar Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar, Sulawesi Selatan
*1Email: [email protected], [email protected]
Abstract
Surface runoff is a part of the rainfall (rainfall minus evapotranspiration and other air losses) flowing in the river from the surface or from the sub-surface. Deposit interception is the first droplet of rainfall captured by the leaves and vegetation cover.If the function of the catchment area changed as a means that can accommodate the excess water during the rainfall requires a way to reduce the volume of runoff, among others by modeling the ponds with vegetation absorption variations in rainfall intensity of the region and how the effectiveness of trees as vegetation in improving the function of absorption. This research was conducted experimentally in laboratory with physical model to observe ponds with root vegetation on runoff volumes on soil surface due to variation in rainfall intensity (I) and time duration (t). The results of this study show I5 = 246.841 mm / hr, I10 = 290.335 mm / hr, and I25 = 344,900 mm / hr with a variant of pond model without tree cover and with one tree cover (Model 1), three trees (Model 2), and six tree (Model 3). Results showed that the relation of runoff and variation of the vegetated pond model showed the greatest runoff occurred when the soil without vegetation cover and decreased with increasing of vegetation density
Keyword: Rainfall Infiltration, Tree Rotts, , Vegetated Pond, Volume runoff
1. PENDAHULUAN
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah (infiltrasi) sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah kalau hujan berlangsung terus sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi runoff. Proses runoff akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi aktual, tetapi runoff segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga kurang dari laju infiltrasi actual. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian atau limpasan dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah. Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam studi penelitian ini dilakukan pengkajian tentang hubungan intensitas hujan dan runoff dengan cara memodelkan kolam resapan bervegetasi dengan variasi kerapatan akar pohon untuk mengurangi limpasan permukaan.
2. METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan secara eksperimental di laboratorium dengan rancangan penelitian (gambar 1) sebagai berikut:
2.1 Model Fisik Alat
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian
potensi pengurangan limpasan pada model kolam bervegetasi dengan variasi intensitas curah hujan wilayah ini adalah Rainfall Simulator pada gambar 2476
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
477
Alat rainfall simulator ini terdiri atas : bak percobaan utama, bejana pengukuran drain sisi kiri dan kanan (masing2 6 buah), penampungan air dan penyaring air buangan dari bejana pengukuran keluaran bak percobaan, panel kendali, Reservoir (penampungan air sumber hujan), penampung air buangan untuk seluruh bejana pengukuran drain dari seluruh drain, panel kendali katup untuk operasional sistem Basic Hydrology Study System, saluran pembuangan bejana pengukuran dari drai, manometer Bank (ada 23 titik untuk dua sumbu berbeda), bejana sebagai masukan sumber air untuk mensimulasikan aliran sungai pada bak percobaan serta nozzle hujan pada
gantry (dudukkan menggantung). 2.2.Tahapan running test
a. Running test ke-1. Pengukuran infiltrasi dan limpasan pada tanah tanpa vegetasi. b. Running test ke-2. Pengukuran infiltrasi dan limpasan dengan model kerapatan vegetasi.
Pada tahapan ini dilakukan dengan 3 variasi model kolam bervegetasi, yaitu running dengan formasi 1 akar, 3 akar dan 6 akar
2.3. Data dan Variabel Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan dengan model fisik laboratorium dengan kajian literature yang berkaitan dengan infiltrasi dan aliran permukaan (runoff). Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui pengaruh akar terhadap laju infiltrasi pada permukan tanah akibat dengan variasi intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).
Adapun data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang diolah menjadi bahan analisa adalah;
(1) data intensitas curah hujan rencana (I), (2) waktu durasi hujan (t) menit,
(3) volume infiltrasi V (ml) atau liter.
2.4. Model Kolam Bervegetasi
Model fisik kolam bervegetasi dengan menyesuaikan bak penampungan pada alat rainfall dilaksanakan sesuai pada Gambar 3, vegetasi yang digunakan adalah pohon pucuk merah (Oleina
Syzygium) dengan kolam tanpa vegetasi dan kolam dengan 3 variasi kerapatan pohon, 1 pohon
(model 1), 3 pohon (model 2) dan 6 pohon (model 3)
(a) Model kolam tanpa vegetasi (b) Model kolam dengan 1 pohon
(c ) Model kolam dengan 3 pohon (c) Model kolam dengan 6 pohon
478
3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan waktu. Dalam perhitungan limpasan menggunakan t satuan waktu 1 jam, intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam (I) merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat, demikian pula sebaliknya atau dapat disajikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977):
𝐼 =𝑅
𝑡 (1)
dimana : I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R = curah hujan selama t jam (mm)
t = lamanya hujan (jam)
Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda tergantung pada lamanya curah hujan dan frekuensi kejdiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dengan hal-hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimentil. Satu diantaranya digunakan di Jepang yang lebih dikenal dengan rumus Mononobe dan merupakan rumus intensitas curah hujan untuk curah hujan jangka pendek (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) adalah sebagai berikut:
𝐼 =𝑅24 24( 24 𝑡) 2 3 ⁄ (2) dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam) t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Intensitas hujan sangat menentukan didalam perhitungan limpasan permukaan, yang besarnya dapat diperoleh dari pengamatan di lapangan. Besarnya intensitas hujan akan tergantung pada lebat dan lamanya hujan serta frekuensi hujan dengan membandingkan antara tinggi hujan dengan lamanya hujan dalam satuan mm/jam atau dengan persamaan.
Tabel 1 adalah keadaan hujan dan intensitas hujan, menurut Triatmodjo, (2008). Tabel tersebut menunjukan bahwa curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika durasi waktu lebih lama, penambahan curah hujan adalah lebih kecil dibanding dengan penambahan waktu, karena hujan tersebut bisa berkurang atau berhenti
Tabel 1. Klasifikasi intensitas hujan
Keadaan Hujan
Intensitas Hujan (mm) 1 Jam 24 Jam Hujan sangat ringan <1 <5
Hujan ringan 1-5 5-20
Hujan normal 5-10 20-50
Hujan lebat 10-20 50-100
Hujan sangat lebat >20 >100 Sumber: Triatmodjo, 2008.
3.2. Limpasan Permukaan (Runoff)
Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah yakni curah hujan yang dikurangi sebagian infiltrasi, besarnya air yang tertahan dan besarnya genangan Menurut Sosrodarsono (1978) mengemukakan bahwa limpasan permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan atau depresi pada permukaan tanah. Setelah pengisian selesai maka air akan mengalir dengan bebas dipermukaan tanah. Faktor – faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorology dan elemen sifat fisik daerah pengaliran.
479
Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi, airnya berasal dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran (river discharge) dan volume runoff
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan langsung dengan kejadian dan volume runoff yakni: tipe tanah, vegetasi, kemiringan dan ukuran daerah tangkapan,
Debit limpasan adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus di alirkan melalui saluran drainase. Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa bagian dari air hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara 0-1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin padat penduduknya maka koefisien Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula. Besarnya debit limpasan dapat dihitung dengan rumus:
Q = 0,278 C I A (3) keterangan:
Qr = Debit Limpasan (m3/detik) C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas Hujan (mm/jam) A = Luas daerah pengaliran (km2)
Di wilayah perkotaan, luas daerah pengeringan pada umumnya terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing sub area nilainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan.
Koefisien pengaliran adalah koefisien yang besarnya tergantung pada kondisi permukaan tanah, kemiringan medan, jenis tanah, dan lamanya hujan di daerah pengaliran. Besarnya angka koefisien pengaliran pada suatu daerah dapat dilihat pada Tabel 2
3.3. Karakteristik Tanah Permukaan
Menurut surendro, (2015). Tanah adalah kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian daratan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat makhluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu. Istilah tubuh alam bebas adalah hasil pelapukan batuan yang menduduki sebagian besar daratan permukaan bumi memiliki kemampuan untuk menumbuhkan tanaman dan menjadi tempat makhluk hidup lainnya dalam melangsungkan hidupnya. Air tanah permukaan (freatik), merupakan air tanah yang terdapat di atas lapisan tanah batuan yang tidak dapat ditembus oleh air (impermeable).
3.4. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Vegetasi yang rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu, perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meresap dalam tanah atau menguap.
Air merupakan komponen penting pada sistem kehidupan. Pada sel tanaman yang sedang tumbuh 80-90% nya adalah air. Air yang dibutuhkan tumbuhan untuk proses fotosintesis diperoleh dari dalam tanah. Absorbsi air di dalam tanah dilakukan oleh organ akar. Air yang diabsorbsi oleh akar disalurkan melalui pembuluh xilem ke organ daun. Di daun hanya sebagian kecil air yang dimanfaatkan untuk proses metabolisme sedangkan sebagian besar lainnya dikeluarkan ke atmosfer oleh daun melalui proses transpirasi. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk merah (Oleina Syzygium) Gambar 4
480
Gambar 4. Pohon Pucuk merah (Oleina Syzygium)
Tabel 2. Koefisien Pengaliran
No. Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran (C)
1. Jalan beton dan jalan aspal 0.70-0.95 2. Jalan kerikil dan Jalan tanah 0.40-0.70 3. Bahu jalan
- Tanah berbutir halus - Tanah berbutir kasar - Batuan masif keras - Batuan masif lunak
0.40-0.65 0.10-0.20 0.70-0.85 0.60-0.75
4. Daerah perkotaan 0.70-0.95
5. Daerah pinggir kota 0.60-0.70
6. Daerah industri 0.60-0.90
7. Pemukiman padat 0.40-0.60
8. Pemukiman tidak padat 0.40-0.60
9. Taman dan kebun 0.20-0.40
10. Persawahan 0.45-060
11. Perbukitan 0.70-0.80
12. Pegunungan 0.75-0.90
Sumber : http://engineersipil.blogspot.com/2013/01/debit-limpasan.html
(Diposting 21st February 2013 oleh Adnyana Putra) 3.5. Kolam Bervegetasi
Model fisik kolam bervegetasi penelitian didesain oleh peneliti berdasarkan kajian-kajian literatur dari hasil-hasil penelitian dengan menggunakan bak pada alat rainfall simulator dengan variasi julah akar dari vegetasi yang digunakan untuk dalam penelitian. Ukuran model fisik tersebut adalah : Ukuran bak media sampel (p x l x t) : (100 x 120 x 50) cm
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa intensitas hujan
Analisa intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe karena data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian. Rumus Mononobe dengan data curah hujan rencana periode ulang lima, sepuluh dan dua puluh lima tahun. yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut: 246,841 mm, 290,335 mm dan 344,900 mm. Rekap hitungan pada Tabel 3 dan Gambar 5
481
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 No Waktu I5 I10 I25
(menit) mm/jam mm/jam mm/jam
25 84,418 99,293 117,954 30 74,757 87,929 104,454 15 118,669 139,578 165,811 20 97,959 115,219 136,874 5 246,841 290,335 344,900 10 155,500 182,899 217,273 55 49,906 58,700 69,732 60 47,094 55,392 65,802 45 57,050 67,102 79,713 50 53,180 62,551 74,306 35 67,456 79,341 94,253 40 61,710 72,584 86,225
Sumber : Hasil Perhitungan
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 In te n si ta s C u r a h H u ja n ( m m /ja m ) t ( menit ) I5 I10 I25
Gambar 5. Hubungan antara Intensitas Curah Hujan dan Waktu A. Perhitungan Laju Infiltrasi dengan Tutupan Akar Pohon
Hasil perhitungan besarnya laju resapan (infiltrasi) untuk setiap variasi tutupan akar dan intensitas curah hujan dengan kepadatan berbeda setiap intensitas curah hujan. Dapat dilihat pada contoh perhitungan di bawah ini :
Contoh perhitungan laju infitrasi pada intensitas curah hujan I5 (246,335 mm/jam).
Perhitungan laju infiltrasi : Volume hujan = I x t x A
I : intensitas hujan = 246,335 mm/jam t : waktu = 5 menit
A : luas permukaan tanah = 12000000 mm3 = 12000 cm2 Volume hujan tiap 5 menit :
V = 246,841
60 𝑥 5 𝑥 12000 = 246841 ml
Vol infiltrasi = vol.intensitas hujan – vol limpasan – vol. tampungan drain = 246841 – 0 – 0 = 246841 ml
Laju infiltrasi = vol infiltrasi x (t/60)
= 246841 x (5/60)
= 20570,1 ml/jam
= 20570,1
12000 = 1,7142 cm/jam = 17,14 mm/jam
482
Tabel 3. Laju Infiltrasi pada Intensitas I5 untuk tiga variasi model tutupan pohon
Sumber : Hasil Perhitungan
B. Volume Limpasan
Pengamatan volume limpasan pada sampel tanah dengan kepadatan berbeda untuk setiap intensitas menggunakan tiga variasi intensitas yaitu : I5 = 246,841 mm/jam, I10 = 290,335 mm/jam,
dan I25 = 344,900 mm/jam pada model kolam tanpa vegetasi dan 3 model variasi kerapatan pohon
yakni : satu pohon (Model 1), tiga pohon (Model 2), dan enam pohon (Model 3). Grafik hubungan volume limpasan dan waktu seperti Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8 untuk tigavariasi intensitas curah hujan .
Gambar 6. Grafik volume Limpasan pada I5, Tanpa
vegetasi Model 1 Model 2 Model 3
Jam ml ml ml ml 0.00 0.0 0.0 0.0 0.0 0.08 1500.0 700.0 1820.8 2300.0 0.17 13008.5 5460.5 3720.8 3300.0 0.25 15808.5 6660.5 3920.8 5282.0 0.33 16408.5 7760.5 6220.8 8482.0 0.42 16908.5 8360.5 9320.8 9782.0 0.50 17108.5 9960.5 12820.8 10782.0 0.58 17308.5 11260.5 13720.8 12482.0 0.67 17008.5 13160.5 14320.8 13282.0 0.75 17708.5 13760.5 14820.8 13282.0 0.83 18008.5 15060.5 14820.8 13282.0 0.92 18508.5 15260.5 14820.8 0.0 1.00 19208.5 16960.5 0.0 0.0 1.08 21208.5 16960.5 0.0 0.0 1.17 21208.5 16960.5 0.0 0.0 1.25 21208.5 0.0 0.0 0.0 Jumlah 252119 158286.5 110328.8 92256 Waktu Volume Limpasan I5
483
Gambar 7.. Grafik volume limpasan pada I10
Gambar 8. Grafik volume limpasan pada I25 C. Peningkatan Laju Infiltrasi
Kenaikan laju infiltrasi pada kolam bervegetasi untuk setiap intensitas dengan tiga variasi model tutupan akar vegetasi yang berbeda yaitu : satu tutupan akar (Model 1), tiga tutupan akar (Model 2), dan enam tutupan akar (Model 3). Hasil hitungan peningkatan laju infitrasi pada model kolam bervegetasi dapat dilihat pada Tabel 4 dan grafik hubungan peningkatan laju infiltrasi dan waktu seperti Gambar 9
Sumber: hasil perhitungan Waktu t
(jam) Model 1 Model 2 Model 3rata2Model 1 Model 2 Model 3rata2Model 1 Model 2 Model 3rata2
0 0.00 0.00 0.00 ## 0.00 0.00 0.00 ### 0.00 0.00 0.00## 0.08 53.33 21.39 53.33 ## 16.55 93.03 15.00 ### 90.00 67.70 64.88 ## 0.17 58.02 71.40 74.63 ## 66.18 77.74 80.22 ### 88.90 77.14 61.56 ## 0.25 57.87 75.20 66.59 ## 66.76 71.32 77.31 ### 66.88 78.73 55.34 ## 0.33 52.70 62.09 48.31 ## 56.30 61.05 75.45 ### 67.91 78.17 58.92 ## 0.42 50.55 44.88 42.15 ## 34.80 58.19 64.28 ### 57.87 65.69 51.49 ## 0.5 41.78 25.06 36.98 ## 24.60 49.08 55.55 ### 36.89 45.35 40.32 ## 0.58 34.94 20.73 27.89 ## 24.40 38.63 42.21 ### 19.81 25.61 34.96 ## 0.67 22.62 15.80 21.91 ## 17.05 34.80 40.07 ### 13.68 26.91 31.19 ## 0.75 22.29 16.31 25.00 ## 18.37 31.86 38.24 ### 14.20 27.98 32.15 ## 0.83 16.37 17.70 26.25 ## 19.96 26.17 34.76 ### 15.64 26.60 34.30 ## 0.92 17.55 19.92 ## 26.17 30.08 ### 17.04 25.40 36.05 ## 1 11.70 ## 26.17 30.08 ### 26.85 36.65 ## 1.08 20.03 ## 30.08 26.85 37.30 1.17 20.03 ## 1.25 ## 1.33 1.42
484 (a)
(b)
(c)
Gambar 9. Perubahan Volume Limpasan, pada Intensitas I5 (a), Intensitas I10 (b) dan Intensitas I25 (c) untuk kolam bervegetasi dengan 3 variasi Model
5. KESIMPULAN
Untuk hubungan limpasan di semua intensitas I5 (246,841 mm/jam), I10 (290,335 mm/jam)
dan I25 (344,900 mm/jam) mengalami penurunan yang cukup signifikan dimana kolam tanpa vegetasi
limpasan terbesar terjadi dan mengalami penurunan sesuai dengan variasi tutupan vegetasi dengan bertambahnya variasi kerapatan pohon. Untuk tingkat volume limpasan tanah tertinggi terdapat pada intensitas curah hujan I5 tanpa menggunakan vegetasi dan mengalami penurunan pada intensitas I10
dan I25. Hal ini terjadi karena tingkat kepadatan tanah sebelum hujan dan setelah hujan yang
mengakibatkan adanya pemampatan oleh hujan. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 0 1 P er uba ha n V ol L im pa sa n (% ) Jam ke
Laju Infiltrasi Kolam Bervegetasi
pada I5
Model 1 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0 1 P e rub V ol Li m pa sa n( % ) Jamt keLaju Infiltrasi Kolam Bervegetasi pada
I10
Model1 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Peru baha n V o l L im pan ( % ) Jam keLaju Infiltrasi Kolam Bervegetasi
pada I25
Model 1 Model 2 Model 3
485
DAFTARPUSTAKA
Arfan, H. 2011. Pengujian Karakteristik Resapan dengan Variasi Intensitas Curah Hujan, Tingkat Kepadatan, dan Gradasi Tanah Daerah Pesisir. Prosiding PIT XXVII HATHI, Ambon Arfan, H. Experimental Model of Infiltration Behaviour In Organic Soil. Proceedings of the
International Symposium on Lowland Technology, Bali, Indonesia, 294 – 300 (2012)
Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada, University Press, Edisi keempat.
Bartens, J., Day, S. D., Harris, J. R., Wynn, T. M., and J. E. Dove. 2009. Transpiration and root development of urban trees in structural soil storm water reservoirs. Environmental
Management. 44:646–657.
Eliasson Sonja & Larsson Martin. 2006. The Influence of Land-Use Change, Root Abundance and Macropores on Saturated Infiltration Rate (A Field Study on Western Java, Indonesia).
Report of Minor Field Studies (MFS) Scholarship Programme, by the Swedish International
Development Cooperation Agency (SIDA).
Gonzalez-Sosa, E., I. Braud, J. Dehotin, L. Lassabatère, R. Angulo-Jaramillo, M. Lagouy, F. Branger, C. Jacqueminet, S. Kermadi and K. Michel. 2010. Impact of Land Use on the Hydraulic Properties of the Topsoil in a Small French Catchment. Hydrological
Processes. 24(17): 2382–2399.
Hatt, Belinda E. Tim D. Fletcher, Ana Deletic. 2009. Hydrologic and pollutant removal performance of storm water bio filtration systems at the field scale. Journal of Hydrology.365 (3–4):310–321.
Lange, B., P. Luscher, P.F. Germann. 2009. Significance of Tree Root For Preferential Infiltration In Stagnic Soil. Hydrol. Earth Syst. Sci., 13, 1809-1821.
Mao Lili, Bralts V F, Pan Yinghua, Liu Han, Lei Tingwu. Methods For Measuring Soil Infiltration: State of The Art. Int Agric and Biol Eng, 1 (1): 22-30 (2008).
Munir, A. Syamsuddin, C. Suhardi, and M. Achmad. Simulation of Ground Water Contour at Coastal Area South Sulawesi. Proceedings of the International Symposium on Lowland Technology, Bali, Indonesia, 440 – 444 (2012)
Soewarno. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 1. Nova, Bandung (1995). Sosrodarsono, S., dan Takeda, K (editor). Hidrologi untuk Pengairan. Pradyna Paramita, Jakarta
(1977).
Suripin. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta (2004). Triatmodjo, B. Hidrologi Terapan. Beta Offset, Yogyakarta (2008).
Zadeh, Kazemi.M., and A.R. Sepaskah. 2016. Effect of Tree Roots on Water Infiltration Rate Into The Soil. Iran Agricultural Research, 35(1) 13-20.