• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Probabilitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Probabilitas"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Probabilitas

Probabilitas mempunyai banyak persamaan seperti kemungkinan, kesempatan dan kecenderungan. Probabilitas menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang bersifat acak. Suatu peristiwa disebut acak jika terjadinya peristiwa tersebut tidak diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, probabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur terjadinya peristiwa di masa yang akan datang.

Nilai probabilitas yang paling kecil adalah 0 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti tidak akan terjadi. Sedangkan nilai probabilitas yang terbesar adalah 1 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti akan terjadi. Secara lengkap, nilai probabilitas suatu peristiwa A adalah :

1 ) ( 0≤ P A

2.1.1 Definisi probabilitas

Definisi mengenai probabilitas dapat dilihat dari tiga macam pendekatan. Yaitu pendekatan klasik, pendekatan frekuensi relatif dan pendekatan subjektif.

A. Pendekatan klasik

Menurut pendekatan klasik, probabilitas didefinisikan sebagai hasil bagi banyaknya peristiwa yang dimaksud dengan seluruh peristiwa yang mungkin.

(2)

Dirumuskan : ) ( ) ( ) ( S n A n A P = ( 2.1 ) dimana : ) ( A

P = Probabilitas terjadinya peristiwa A )

( A

n = Jumlah peristiwa A )

(S

n = Jumlah peristiwa yang mungkin.

B. Pendekatan frekuensi relatif

Menurut pendekatan frekuensi relatif, probabilitas dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Proporsi waktu terjadinya suatu peristiwa dalam jangka panjang, jika kondisi stabil.

2. Frekuensi relatif dari seluruh peristiwa dalam sejumlah besar percobaan.

Probabilitas berdasarkan pendekatan ini sering disebut sebagai probabilitas Empiris. Nilai probabilitas ditentukan melalui percobaan, sehingga nilai probabilitas itu merupakan limit dari frekuensi relatif peristiwa tersebut.

Dirumuskan : n f x X P( = )=lim , untuk n→∞ dimana : ) (X x

P = = Probabilitas terjadinya terjadinya peristiwa x f = Frekuensi peristiwa X

(3)

C. Pendekatan subjektif

Menurut pendekatan subjektif, probabilitas didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan individu atau kelompok yang didasarkan pada fakta- fakta atau peristiwa masa lalu yang ada atau berupa terkaan saja. Seorang direktur akan memilih seorang karyawan dari 3 orang calon yang telah lulus ujian saringan. Ketiga calon tersebut sama pintar, sama lincah dan semuanya penuh kepercayaan. Probabilitas tertinggi ( kemungkinan diterima ) menjadi karyawan ditentukan secara subjektif oleh sang direktur.

2.1.2 Probabilitas beberapa peristiwa

A. Peristiwa saling lepas ( Mutually Exclusive )

Dua peristiwa atau lebih disebut peristiwa saling lepas apabila kedua atau lebih peristiwa tersebut tidak dapat terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk dua peristiwa A dan peristiwa B yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah sebagai berikut :

) ( ) ( ) (A B P A P B P ∪ = + .

Sedangkan untuk tiga peristiwa A, B dan C yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ) ( ) ( ) (A B C P A P B P C P ∪ ∪ = + +

Sehingga dapat disimpulkan, untuk k buah peristiwa yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( )... ( ) ( ) ( ) ... (E1 E2 E3 Ek P E1 P E2 P E3 P Ek P ∪ ∪ ∪ ∪ = + +

(4)

B. Peristiwa tidak saling lepas ( Non Mutually Exclusive )

Dua atau lebih peristiwa dikatakan peristiwa tidak saling lepas apabila kedua atau lebih peristiwa tersebut dapat terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk dua peristiwa A dan B yang tidak saling lepas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ) ( ) ( ) (A B P A P B P A B P ∪ = + − ∩

Untuk tiga peristiwa A ,B dan C yang tidak saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (A B C P A P B P C P A B P A C P B C P A B C P ∪ ∪ = + + − ∩ − ∩ − ∩ + ∩ ∩

C. Peristiwa saling bebas

Dua peristiwa atau lebih dikatakan saling bebas apabila terjadinya peristiwa yang satu tidak mempengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa yang lainnya. Untuk dua peristiwa A dan peristiwa B yang saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : ) ( ). ( ) (A B P A P B P ∩ =

Sedangkan untuk tiga peristiwa A, B dan C yang saling bebas probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ). ( ). ( ) (A B C P A P B P C P ∩ ∩ =

D. Peristiwa tidak saling bebas( Peristiwa bergantung)

Dua peristiwa atau lebih dikatakan peristiwa tidak saling bebas apabila terjadinya peristiwa yang satu mempengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa yang

(5)

lainnya.Untuk dua peristiwa A dan B yang tidak saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ). ( ) (A B P A P BA P ∩ =

Sedangkan untuk tiga peristiwa yang saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : ) ( ( ) ( ). ( ) (A B C P A P BA P C A B P ∩ ∩ = ∩ E. Peristiwa bersyarat

Peristiwa bersyarat merupakan suatu peristiwa yang akan terjadi dengan syarat peristiwa lain telah terjadi. Jika peristiwa B bersyarat terhadap peristiwa A, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :

) ( ) ( ) ( A P A B P A B P = ∩ F. Peristiwa komplementer

Peristiwa Komplementer adalah peristiwa yang saling melengkapi. Jika peristiwa A komplementer terhadap peristiwa B, maka probabilitas peristiwa tersebut adalah :

P(A)+P(B)=1 yang juga berarti :

P(A)=1−P(B) P(B)=1−P(A)

(6)

2.2 Matriks

2.2.1 Definisi matriks

Matriks ialah suatu susunan berbentuk empat persegi dari elemen – elemen yang terdiri satu atau beberapa baris dan kolom dibatasi dengan tanda kurung. Suatu matriks M yang berukuran mxn dapat ditulis :

            = mn m m n n m m m m m m m m m M        2 1 2 22 21 1 12 11

Dapat disingkat dengan :

( )

mij

M = ; i = 1,2,3,...m j = 1,2,3,...n

Setiap m disebut elemen dari matriks sedang indeks i dan j berturut – turut ij

menyatakan baris dan kolom. Jadi elemen mijmenyatakan elemen pada baris ke i dan kolom ke j.

2.2.2 Teorema Matriks

Berikut beberapa teorema dari matriks :

a. Jika A=

( )

aij danB=

( )

bij , dan berukuran sama mxn maka A+B=(aij +bij)

b. Jika A=

( )

aij merupakan matriks berukuran mxn dan k adalah skalar, maka

( )

kaij

A k. =

c. Jika A=

( )

aij matriks berukuran mxp dan B=

( )

bij matriks berukuran pxn maka perkalian matriks AxB berlaku apabila sejumlah kolom matriks A sama dengan Jumlah baris matriks B.

(7)

d. Jika A=

( )

aij dan B=

( )

bij keduanya merupakan matriks berukuran mxn maka : A=B, jika aij =bij untuk semua nilai i dan j

A≥ ; jika B aijbij untuk semua nilai i dan j

A>B; jika aij >bij untuk semua nilai i dan j. Demikian juga halnya untuk AB dan A< B.

e. Matriks bujur sangkar adalah matriks dimana banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom.             = nn n n n n m m m m m m m m m M        2 1 2 22 21 1 12 11

f. Matriks Identitas I adalah matriks bujur sangkar dimana elemen di sepanjang n diagonal utama ( diagonal kiri atas menuju kanan bawah ) mempunyai nilai entry 1. Sedangkan elemen yang lainnya bernilai nol. Untuk n = 3, matriks identitasnya adalah :           = 1 0 0 0 1 0 0 0 1 3 I

g. Matriks Transpos adalah matriks jika baris dan kolom dari suatu matriks mxn dipertukarkan ( baris pertama dengan kolom pertama dan seterusnya), maka diperoleh suatu matriks nxm yang disebut transpos. Jika matris M adalah :

          = 32 31 22 21 12 11 m m m m m m M

Maka Transpose dari matriks dinotasikan dengan A yaitu : T

      = 32 22 12 31 21 11 m m m m m m MT

(8)

2.2.3 Operasi matriks

a. Kesamaan matriks

Duat matriks A dan B dikatakan sama jika kedua matriks identik. Artinya kedua matriks tersebut mempunyai tingkat yang sama dan elemen – elemen yang berkesesuaian sama. Jadi Matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika

ij

ij b

a = untuk setiap i dan j.

b. Jumlah dan selisih matriks

Matriks – matriks yang mempunyai ukuran sama dapat diambil jumlah atau selisihnya. Jumlah atau selisih dari dua matriks berukuran mxn yakni matriks A dan B adalah matriks C dengan ukuran yang sama. Jadi :

C B A± =

Dimana setiap elemen dari matriks C adalah :

ij ij

ij a b

c = ±

Hal ini dapat diperluas untuk beberapa matriks yang mempunyai ukuran sama. Jadi untuk matriks A, B dan C berlaku :

A±B±C =D dimana dij =aij ±bij ±cij

c. Pergandaan matriks dengan skalar

Jika suatu matriks A digandakan dengan skalar k dimana (k ≠0)ditulis kA maka suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan setiap elemen dari A dengan skalar k. Jadi B=kA dimana bij =kaij untuk semua i dan j.

(9)

d. Sifat – sifat pokok matriks terhadap penjumlahan dan perkalian dengan skalar.

Jika A, B dan C merupakan matriks yang mempunyai dimensi sama serta k1,k2 ≠0, maka :

a. A+B= B+ A; dinamakan sifat Komutatif

b. A+(B+C)=(A+B)+C; dinamakan sifat Asosiatif c. k1(A+B)=k1A+k2B; dinamakan sifat Distributif d. (k1+k2)A=k1A+k2A

e. (k1k2)A=k1(k2A) f. A+ 0= A

g. A+(−A)= AA=0 h. 1A= Adan 0A=0

i. Terdapat matriks D sedemikian rupa sehingga A+D=B. Dan dari sifat 4 dan sifat 8 dapat diturunkan bahwa :

A A

A+ =2 , A+ A+A=3A, dan seterusnya.

e. Pergandaan dua matriks atau lebih.

Pergandaan dari dua matriks atau lebih dapat dilakukan jika banyak kolom dari matriks pengali sama dengan banyak baris matriks yang dikali.Degan kata lain hasil perkalian dari matriks A yang berukuran mxq dan matriks B yang berukuran qxn adalah matriks C yang berukuran mxn dimana elemen – elemen dari matriks C merupakan jumlah hasil ganda elemen – elemen yang bersesuaian dari matriks A baris ke i dengan kolom j dari matriks B.Jadi elemen matriks C dapat ditulis :

( )

= = = q k kj ik ij a b c C 1 dimana i = 1,2,...m dan j = 1,2,...n

(10)

f. Sifat – sifat pokok pergandaaan matriks.

Andaikan matriks A, B dan C dapat digandakan dan k (k ≠0)adalah skalar, maka dapat diturunkan sifat – sifat sebagai berikut :

1. Pada Umumnya ABBA

2. (AB)C= A(BC), dinamakan sifat Asosiatif

3. A(B+ )C = AB+AC, dinamakan sifat Distributif Kiri 4. (B+ )C A=BA+CA, dinamakan sifat Distributif Kanan 5. k(AB)=(kA)B= A(kB)

6. AB=0, tidak perlu harus A=0atau B=0

7. AB=BC, tidak perlu harus B=C 8. 0A=0 dan B0=0, 0 adalah matriks nol

2.2.4 Determinan suatu matriks

a. Definisi determinan

Andaikan suatu matriks kuadrat M =

( )

mij tingkat n yang ditulis lengkap sebagai

berikut :             = nn n n n n m m m m m m m m m M        2 1 2 22 21 1 12 11

Dan hasil ganda elemen – elemen :

n nj j jm m m ... 2 1 2 1

(11)

Dari n elemen yang dipilih demikian sehingga terdapat hanya satu elemen dari setiap baris dan sati dari setiap kolom. Untuk mudahnya faktor – faktor mijdari persamaan di atas, disusun demikian sehingga indeks pertama i mulai dari 1,2,...,n sedang indeks kedua j1, j2...jn merupakan salah satu permutasi dari n!permutasi. Selanjutnya setiap permutasi dari indeks kedua didefinisikan dengan :

1

...

2

1j jn =+

j

e , jika permutasi genap = - 1 , jika permutasi ganjil.

Akhirnya dibentuk hasil ganda :

n n j j nj j j j m m m e12... 11 2 2...

Determinan suatu matriks M =

( )

mij yang disingkat dengan det(M) atau M adalah jumlah semua hasil ganda dari yang dibentuk dari matriks M. Jadi :

n n j j nj j j j n m m m e M ... ... ! 2 1 2 1 1 2

=

Dimana perjumlahan ialah j1,j2...jndari bilangan bulat 1,2,...n.

b. Mencari Nilai Determinan Suatu Matriks.

Ada beberapa cara yang diperkenalkan dalam mencari nilai suatu matriks. Untuk matriks yang bertingkat 2 atau tiga, cara cramer merupakan cara yang sering digunakan. Dalam cara Cramer untuk matriks M yang berderajat dua :

      = 22 21 12 11 m m m m M

Nilai determinannya adalah :

21 12 22 11m m m m M = − .

(12)

Dan untuk matriks M yang berderajat tiga:           = 33 32 31 23 22 21 13 12 11 m m m m m m m m m M

Nilai determinannya adalah :

) (

)

(m11m22m33 m12m23m31 m13m21m32 m13m22m31 m11m23m32 m12m21m33

M = + + − + +

2.2.5 Invers suatu matriks

a. Definisi invers suatu matriks

Misalkan A matriks berukuran nxn yang nonsingular, jika terdapat matriks B dan berlaku :

n

I BA AB= =

Maka matriks B disebut invers dari matriks A. Jika tidak terdapat matriks B, maka matriks A disebut matriks singu lar.

b. Mencari invers suatu matriks.

Ada beberapa cara mencari invers suatu matriks, salah satunya adalah dengan cara Adjoin Matriks. Pandang suatu matriks kuadrat tingkat n yakni M =

( )

mij dan misalkan K adalah kofaktor elemen – elemen ij m maka Adjoin suatu matriks M ij disingkat adj M adalah :

Adj M T nn n n n n K K K K K K K K K             =        2 1 2 22 21 1 12 11

(13)

Sedangkan untuk matriks M yang berderajad 2 :       = 22 21 12 11 m m m m M

Adjoin matriks M adalah :

Adj M       − − = 11 21 12 22 m m m m Dari M(Adj M ) = M In M−1M( Adj M ) =M−1M In I ( Adj M ) n =M−1 M In Sehingga didapatkan : T nn n n n n K K K K K K K K K M M             = −       2 1 2 22 21 1 12 11 1 1

2.3 Nilai dan Vektor Eigen

2.3.1 Definisi dan notasi

Awalan eigen dalam bahasa Jerman dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang pribadi atau ciri. Dalam kasus matrik, nilai eigen merupakan nilai Karakteristik dari dari matriks tersebut sehingga dari nilai eigen dapat memberikan gambaran tentang matriks itu sendiri. Nilai eigen dinotasikan dengan λ.

(14)

Jika diberikan matriks M berukuran nxn , dapat dicari nilai λ dan vektor tak nol x di R sehingga berlaku : n

x x M

Sehingga vektor tak nol yang dinotasikan dengan x disebut vektor eigen.

2.3.2 Persamaan karakteristik

Permasalahan mencari nilai eigen dapat dipecahkan melalui persamaan karakteristik. Berdasarkan definisi, vektor tak nol xmerupakan vektor eigen jika :

x x M

Dengan I merupakan suatu matriks identitas, persamaan di atas dapat kita tulis : MxIx O x I M − ) = ( λ

Untuk nilai x ≠0, hal ini terjadi jika dan hanya jika :

0 = − = − I M I M λ ) λ det(

Persamaan ini merupakan polinom dalam λ dan disebut Persamaan Karakteristik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bilangan real λ merupakan nilai eigen dari matriks M jika dan hanya jika λ memenuhi persamaan karakteristik M − Iλ =0.

Matriks (M −λI)dapat dijabarkan sebagai :

                − − − − = − λ λ λ λ λ nn n n n n n n m m m m m m m m m m m m m m m I M          3 2 1 3 33 32 31 2 22 21 1 13 12 11 ) (

(15)

Determinan dari suatu matriks merupakan perkalian n suku dari matriksnya, sehingga pangkat tertinggi yang mungkin dari λ adalah n yakni yang diperoleh dari perkalian suku dari diagonal matriks. Oleh karna itu, persamaan karakteristik dari suatu matriks yang berukuran nxn adalah :

n n n n n m m m m f λ =λ + λ − + λ − + + 1λ+ 2 2 1 1 ... ) (

Nilai eigen merupakan akar – akar dari polynomial karakteristik dari matriks M.Jika kita berikan λ=0pada M −λIn yang juga berlaku untuk persamaan di atas, maka akan didapatkan M =mn dan memberikan bentuk umum :

M mn =( 1)

2.3.3 Proses diagonalisasi matriks

a. Syarat suatu matriks dapat didiagonalkan

Suatu matriks berukuran nxn dapat didiagonalkan jika dan hanya jika matriks tersebut mempunyai n buah vektor eigen yang bebas linear. Himpunan vektor – vektor

n

m R

x x x

x1, 2, 3,... ∈ dikatakan bergantung linier jika ada skalar ki,(i=1,2,3,...m)yang tidak semuanya nol sehingga berlaku:

0 ... 2 2 1 1x +k x + kmxm = k

(16)

b. Pendiagonalan matriks

Misalkan M matriks berukuran nxn dan mempunyai n buah vektor eigen yang bebas linier. Kita tulis vektor eigen tersebut sebagai kolom dari matriks V yang juga berukuran nxn tersebut sebagai berikut :

(

x x xn

)

V = 1 2

Matriks V di atas tak singular karena mempunyai n vektor kolom di R yang bebas n linier.

(

x x xn

)

M MV = 1 2 

(

Mx Mx Mxn

)

MV = 1 2

Karena Mxiixi denganλ merupakan nilai eigen yang berkaitan dengan vektor i eigen x .Dengan catatan bahwa mungkin terjadi beberapa vektor eigen yang berbeda i mempunyai nilai eigen yang sama. Maka :

(

x x nxn

)

MV = λ1 1 λ2 2  λ

Misalkan D merupakan matriks diagonal yang berisi nilai eigenλ yang i

berkaitan dengan x , diasumsikan bahwa V dan D merupakan matriks yang memiliki i

ukuran yang sama, maka :

(

)

            = n n x x x VD λ λ λ         0 0 0 0 0 0 2 1 2 1

(

x x nxn

)

VD= λ1 1 λ2 2  λ

Sehingga dapat disimpulkan bahwa : VD

(17)

Kemudian karena matriks V mempunyai invers, persamaan di atas dapat dikalikan dengan V−1 dari kanan sehingga diperoleh :

1 1 − − = VDV MVV 1 − = VDV MI 1 − = VDV M

Selanjutnya, dapat dicari :

1 − =VD V

Mn n ( 2.2 )

2.4 Rantai Markov

Rantai Markov sebenarnya merupakan bentuk khusus dari model probabilitas yang lebih umum dan dikenal sebagai proses Stokastik.

2.4.1 Definisi rantai Markov

Rantai Markov merupakan proses Stokastik dari variabel-variabel acak

{

Xn;n=0,1,2,3...

}

yang membentuk suatu deret yang memenuhi sifat Markov.

2.4.2 Sifat Markov

Dalam sifat Markov, jika diberikan kejadian - kejadian yang telah berlalu ( past states) 1

2 1

0,X ,X ,...,Xn

X dan kejadian yang sedang berlangsung ( present state ) X , maka n kejadian yang akan datang ( future state )Xn+1 bersifat bebas ( independen ) dari kejadian-kejadian yang telah berlalu ( past state ) X0,X1,X2,...,Xn1 . Artinya

(18)

kejadian yang akan datang ( future state ) Xn+1 hanya bergantung pada kejadian yang sedang berlangsung ( present state) X . n

Untuk suatu pengamatan yang prosesnya sampai untuk waktu ke n, maka distribusi nilai proses dari waktu ke n+1 hanya bergantung pada nilai dari proses pada waktu n.

Secara umum dapat dituliskan:

) Pr( ) , ,..., , Pr(Xn+1 =iX0 = j0 X1 = j1 Xn−1 = jn−1 Xn = jn = Xn+1 =iXn = j .

2.4.3 Asumsi – asumsi dasar rantai Markov

Penggunaan rantai Markov terhadap suatu masalah memerlukan pemahaman tentang tiga keadaan yaitu keadaan awal, keadaan transisi dan keadaan setimbangnya. Dari tiga keadaan di atas, keadaan transisi merupakan yang terpenting. Oleh karena itulah asumsi – asumsi dalam rantai Markov hanya berhubungan dengan keadaan transisi.

Asumsi – asumsi dalam rantai Markov adalah sebagai berikut : a. Jumlah probabilitas transisi keadaan adalah 1

b. Probabilitas transisi tidak berubah selamanya.

c. Probabilitas transisi hanya tergantung pada status sekarang, bukan pada periode sebelumnya.

2.4.4 Keadan awal rantai Markov

Keadaan pada rantai Markov ditulis dalam bentuk vektor yang dinamakan vektor keadaan. Vektor keadaan untuk suatu pengamatan rantai Markov dengan i keadaan adalah vektor kolom X dimana komponennya yang ke i yakninya x adalah i

(19)

probabilitas bahwa sistemnya berada dalam keadaan ke i pada waktu itu. Dapat dituliskan :             = n x x x X  2 1

Untuk keadaan awal, vektor pada rantai Markov adalah keadaan ataupun probabilitas yang terjadi pada waktu yang sedang berlangsung. Vektor keadaan awal dinotasikan dengan X .. 0

2.4.5 Keadaan transisi dan probabilitasnya

Keadaan transisi adalah perubahan dari suatu keadaan ( status ) ke keadaan ( status ) lainnya pada periode berikutnya. Keadaan transisi ini merupakan suatu proses acak dan dinyatakan dalam bentuk probabilitas dan dinotasikan dengan X . Probabilitas n ini dikenal sebagai probabilitas transisi. Probabilitas ini dapat digunakan untuk menentukan probabilitas keadaan atau periode berikutnya.

Keadaan transisi didapatkan setelah keadaan awal X diberikan perubahan 0 melalui suatu matriks yang disebut Matriks Probabilitas Transisi sebagai berikut:

1 −

= n

n MX

X

Matriks Probabilitas Transisi dari suatu rantai Markov adalah suatu matriks berderajat n dimana n tergantung kepada jumlah kejadian atau state pada rantai Markov tersebut. Elemen pada Matriks Probabilitas Transisi adalah probabilitas perubahan suatu keadaan berada pada kejadian i jika pada masa sebelumnya berada pada keadaan j.

(20)

Untuk Rantai Markov dengan tiga keadaan, matriks peralihannya mempunyai bentuk : Keadaan awal 1 2 3 3 2 1 33 32 31 33 22 21 13 12 11           = m m m m m m m m m M Keadaan Baru Dan berlalu m11+m21+m31 =1

2.4.6 Keadaan setimbang dan probabilitasnya.

Keadaan setimbang adalah keadaan dimana proses setelah beberapa periode telah mencapai suatu keadaan yang tidak berubah – ubah lagi dan dinotasikan X . Jika keadaan setimbang telah tercapai, maka probabilitas status periode ke i akan sama dengan probabilitas pada status berikutnya ( i+1).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit di perdesaan kabupaten Asahan khususnya kecamatan Bandar Pasir

(2) Memberikan arahan dalam perencanaan instalasi sterilisasi sentral dengan memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan agar bangunan instalasi sterilisasi sentral

pada esensi dirinya dan juga pada diri orang lain, serta juga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Radio Bass FM sebagai media tambahan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan masyarakat, dan dalam hal ini Radio Bass FM telah

Metode aktif yaitu metode geolistrik dimana sumber arus listrik yang digunakan dialirkan ke dalam tanah atau batuan di bawah permukaan bumi, kemudian efek

Persaingan surat kabar dan berbagai media cetak lainnya dengan media elektronik seperti televisi, menuntut media cetak yang satu ini memiliki nilai lebih dalam penyajian

i Perubahan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2015 ini, disusun sebagai