• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN SOSIAL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar belakang

Perjalanan proses pembangunan tak selamanya mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat desa akan menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan budaya). Selain itu masyarakat pedesaan tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.

Teknologi dan birokrasi merupakan perangkat canggih pembangunan namun dilain sisi perangkat tersebut berhadapan dengan masyarakat pedesaan yang masih tradisional dengan segala kekhasannya. Apalagi jika unsur-unsur pokok tersebut langsung diterapkan tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, agama dan lain-lain, maka jangan harap pembangunan akan berhasil. Pihak birokrasi akan sangat memerlukan usaha yang sangat ekstra jika pola kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat sasaran dan tidak berlandaskan pada kebutuhan masyarakat khususnya di pedesaan.

Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan sumberdaya alamnya dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan agrarian. Tak salah jika kemudian kurang lebih enampuluh persen penduduknya berkecimpung di dunia pertanian dan umumnya berada di pedesaan. Dengan demikian, masyarakat desa yang agraris menjadi sasaran utama introduksi tekhnologi segala kepentingan, kemajuan pertanian sangat melibatkan unsur-unsur pokok tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat agrarislah yang pertama menderita perubahan sosial.

Pelaksanaan kebijakan teknologi pertanian mempunyai jalinan yang sangat kuat dengan aspek-aspek lainnya. Jika kita perincikan dimensi-dimensi perubahan tersebut, maka akan terlihat sangat nyata terjadi perubahan dalam struktur, kultur dan interaksional. Perubahan sosial dalam tiga dimensi ini, kalau dibiarkan terus akan merusak tatanan sosial masyarakat desa. Maka dari itu sangat dibutuhkan

(2)

kajian yang sangat mendalam untuk mencegah dampak negatif dari kebijakan birokrasi dan asupan teknologi yang mengiringinya terhadap masyarakat dan aparat yang menjalaninya.

Penggunaan teknologi pertanian merupakan sebuah perkembangan dari teknologi pertanian yang ada sebelumnya. Teknologi pertanian dahulu hanya sederhana saja tidak seperti sekarang. Hal ini dapat dilihat dari dari perkembagan system pertanian natural life, natural farming, tradisional farming, kemudian bercembung menjadi LEIA (Low External Input Agriculture), dan HEIA (High External Input Agriculture). Masing-masing sistem pertanian ini memiliki teknologi pertanian yang berbeda dalam peranannya. Hingga saat ini, kita banyak menerapkan dan menggunakan teknologi tinggi agar dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dalam penggunaan teknologi tersebut tentunya memiliki dampak-dampak yang akan muncul dan mengakibatkan perubahan keadaan dari yang sebelumnya. Dampak ini akan muncul dan mengakibatkan perubahan pada manusia, keadaan lahan pertanian, serta perubahan keadaan lingkungan.

Tana Toraja, disamping terkenal sebagai kawasan wisata yang sangat terkenal, juga merupakan sentra produksi pertanian yang penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Keadaan wilayah yang berbukit, tidak menghalangi masyarakat Toraja untuk mencetak sawah berteras guna menghasilkan padi. Bangunan lumbung padi yang telah ada sejak beratus tahun yang lalu mencirikan, bahwa masyarakat agraris di Toraja telah eksis jauh sebelum daerah pertanian di sekitarnya, Pinrang dan Sidrap, berkembang pesat.

Peran teknologi pertanian dalam peningkatan produksi pertanian tidak diragukan. Tetapi pada masyarakat Toraja yang dikenal memegang teguh adat, penerapan teknologi pertanian di pertanian sawah tidak seintensif di daerah lainnya, sejak era sentralisasi dahulu. Bagaimana perubahan teknologi pertanian pada era desentralisasi pada masyarakat Toraja ingin diketahui lebih jauh pada makalah ini dengan mencoba melihat pengaruhnya secara terbatas pada keadaan sosial ekonomi masyarakat tani, dengan kasus Desa Lembang Turunan, Tana Toraja.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Pada masa sekarang ini kita dapat amati bahwa pembangunan indonesia sudah mencapai 60% sukses namun pembangunan untuk sumberdaya manusianya belum mencapai kesempurnaan ini dikarenakan teknologi tadi. Masyarakat desa menerima dan menggunakan hasil penemuan atau peniruan teknologi khususnya di bidang pertanian, yang merupakan orientasi utama pembangunan di Indonesia. Banyak faktor yang tak dapat dipungkiri yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat tersebut, misalnya datangnya perpindahan penduduk dengan berbagai ciri kebudayaan yang dibawanya, pola pendidikan, sistem ekonomi, politik pemerintahan dan banyak hal yang tak mungkin dipisahkan dari faktor-faktor individual.

Era desentralisasi di Indonesia secara legalistik dimulai sejak Tahun 1999 dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Meski substansi desentralisasi lebih ditujukan kepada sistem pemerintahan di daerah, tetapi memberikan implikasi yang sangat luas pada banyak aspek kehidupan masyarakat, termasuk masyarakat tani.

Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan teknologi pertanian pada era desentralisasi dan melihat pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat tani di Tana Toraja.

(4)

II. KERANGKA TEORITIS

2.1. Pola Perubahan Sosial

Perubahan Sosial mengacu pada statika masyarakat yang dapat terus berubah-ubah melalui mobilitas social. Institusi social dapat berberubah-ubah karena adanya perubahan pada institusi lain dan karena terjadinya gerakan sosial. Pola Perubahan Sosial dalam sosiologi klasik yang dijelaskan oleh Etzioni Halevy-Etzioni (1973: 3-8) dibagi menjadi 3, yakni:

a. Pola Linear merupakan pandangan bahwa suatu perubahan social akan terjadi sesuai dengan pola yang sudah pasti, sama dan tidak terelakkan. Comte mengemukakan contoh kepastian karyanya dalam “hukum tiga tahap”, yakni yang pertama hukum “teologis dan militer”, yang artinya masyarakat memiliki naluri untuk menundukkan masyarakat lainya. Sistemnya mengunggulkan imajinasi dibandingkan penelitian empiric. Lalu yang kedua disebut dengan “metafisik dan yuridis”, yaitu cabang dari pola yang menjembatani antara masyarakat teologis dan industry. Masih terpaku pada imajinasi, namun mampu merubah diri menjadi dasar-dasar penelitian dengan lambat laun. Yang terakhir disebut dengan istilah “ilmu pengetahuan dan industry” karena pada tahap ini industry telah menggeser dan mendominasi masyarakat. Imajinasi pun telah digesr oleh pengamatan-pengamatan teoritik positif.

b. Pola Siklus merupakan pandangan bahwa suatu perubahan social terjadi dalam suatu siklus yang sama, layaknya roda kehidupan. Suatu kalangan yang pernah berkuasa akan kembali berkuasa sesuai dengan siklusnya. Menurut Pareto, masyarakat dibagi menjadi 2 lapisan yakni elit dan nonelit. Elit pun masih dibagi menjadi 2 yakni elit berkuasa (aristokrat) dan tidak berkuasa. Sejarah mencatat Aristokrat hanya akan ada sementara waktu saja, kemudian luntur dan digantikan oleh masyarakat nonelit. Demikianlah siklus yang terjadi dalam pola aristokrasi.

(5)

c. Pola Gabungan, contohnya teori konflik Marx suatu masyarakat yang akan mendominasi kelas lain menurutnya suatu siklus akan terjadi di sana, yang merupakan refleksi masyarakat komunisme. Digabungkan dengan pemikiran kapitalisme yang berkembang pesat akan memicu konflik merupakan pola linear yang pasti, tak terelakan dan sama.

2.2. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Perubahan Sosial

Margono Slamet yang lebih berorientasi pada adanya suatu kekuatan dari dalam dan dari luar yang mendorong seseorang untuk berubah yang disebut dengan motivational forces, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendorong perubahan-perubahan dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.

a. Sistem Pendidikan yang Maju

Dengan adanya sistem pendidikan yang maju, membuat seseorang memiliki wacana ilmu pengetahuan yang baru, yang dapat mengubah pola pikir seseorang untuk selalu menciptakan hal yang baru, tentunya yang dapat memajukan suatu kehidupan sosial dalam masyarakat.

b. Sikap Menghargai Hasil Karya Seseorang dan Keinginan untuk Maju Menghargai hasil karya orang lain merupakan suatu sikap yang patut dikembangkan dalam kehidupan sosial di masyarakat. Dengan sikap tersebut, setidaknya ada semacam penghargaan terhadap etos kerja seseorang untuk kemudian memacu jiwa seseorang untuk berpikiran maju dan menuju ke arah perkembangan.

c. Toleransi terhadap Perbuatan-Perbuatan yang Menyimpang

Tidak setiap penyimpangan itu negatif. Penyimpangan juga ada yang memang diharapkan terjadi, karena adanya sistem yang memang harus dibenahi. Sebab jika tidak disimpangkan, justru upaya untuk mempertahankan sistem yang sudah rusak tersebut akan lebih berbahaya.

(6)

d. Sistem Pelapisan Sosial yang Terbuka

Sistem pelapisan sosial yang terbuka akan lebih mempermudah terjadinya mobilitas sosial yang memungkinkan anggota masyarakat untuk pindah dari satu lapisan ke lapisan lainnya. Dengan melakukan usaha-usaha tertentu, anggota masyarakat dapat pindah dari lapisan rendah ke lapisan yang lebih tinggi, sehingga akan terjadi perubahan dalam status atau kedudukan. Dengan demikian kita ketahui bahwa dengan adanya mobilitas sosial, maka akan lebih mempercepat terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat.

e. Penduduk yang Heterogen

Heterogenitas dalam kependudukan akan menimbulkan keragaman dalam hal pemikiran dan juga kematangan dalam pengetahuan. Jika hal itu dianggap sebagai sebuah hal yang positif, perbedaan tersebut justru akan mendorong ke arah kemajuan. Namun sebaliknya, jika dilihat dari sisi negatif, hal itu dapat membawa ke arah keruntuhan dan perpecahan.

f. Ketidakpuasan Masyarakat terhadap Bidang-Bidang Kehidupan Tertentu

Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas terhadap apa yang telah dimilikinya. Rasa tidak puas tersebut mendorong manusia untuk melakukan perubahan-perubahan pada bidangbidang kehidupan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya ketidakpuasan manusia terhadap mesin ketik karena tidak bisa digunakan untuk menyimpan data-data, mendorongnya melakukan perubahan, yaitu dengan menciptakan komputer.

g. Orientasi ke Masa Depan

Setiap manusia dan masyarakat pasti menginginkan suatu kemajuan dalam hidupnya. Oleh karena itu diperlukan adanya sikap yang berorientasi ke masa depan. Pandangan yang jauh ke depan merupakan suatu sikap yang memang diharapkan dapat mendorong perubahan sosial. Hal ini terutama harus dimiliki oleh generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa

(7)

yang dapat dilakukan dengan belajar giat agar dapat mencapai prestasi yang bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara. h. Sikap Mudah Menerima Hal-Hal Baru

Hal-hal yang baru seperti ilmu pengetahuan, penemuanpenemuan baru akan membawa pola pikir seseorang untuk selalu baru juga. Setiap orang yang memiliki sikap seperti itu akan mudah sekali terdorong untuk melakukan perubahan.

Ada beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan di dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut :

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain menyebabkan suatu masyarakat tidak mengetahui perkembangan yang dapat memperkaya kebudayaan masyarakat tersebut.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat di sebabkan oleh kehidupan masyarakat tertutup.

c. Sikap masyarakat yang masih mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.

d. Adanya kepentingan yang sudah tertanam kuat ( vested interest ). Orang selalu mengidentifikasi diri dengan usaha dan jasa-jasanya.

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan. Masyarakat khawatir ada unsur-unsur luar yang dapat menggoyahkan integrasi dan menimbulkan perubahan pada aspek-aspek tertentu di dalam masyarakat.

f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup, terutama yang datang dari barat. Pengalaman menimbulkan sikap penuh curiga dan khawatir terhadap datangnya unsur-unsur baru

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha perubahan pada unsure-unsur budaya rohaniah, biasanya diartikan dengan usaha yang berlawanan dengan ideology masyarakat yang sudah menjadi dasar kehidupan masyarakat tersebut.

(8)

2.3. Bentuk Perubahan Sosial

2.3.1. Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi

Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi.

a. Perubahan evolusi

Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.

b. Perubahan revolusi

Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan. Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat.

(9)

2.3.2. Perubahan dikehendaki (direncanakan) dan tidak dikehendaki (tidak direncanakan)

a. Perubahan yang dikehendaki (direncanakan)

Perubahan sosial dapat berlangsung karena dikehendaki atau direncanakan (intended change), dan dapat pula tidak dikehendaki atau tanpa suatu perencanaan (unintended change).

Perubahan yang dikehendaki (direncanakan) adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan pengawasan agent of change.

b. Perubahan yang tidak dikehedaki (tidak direncanakan)

Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki dan terjadi di luar jangkauan masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi.

2.3.3. Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil a. Perubahan berpengaruh besar

Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi, pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran

(10)

terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.

b. Perubahan berpengaruh kecil

Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan- perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.

(11)

III. PEMBAHASAN

3.1. Pola Perubahan Sosial

Pola perubahan sosial yang terdapat pada kasus perubahan teknologi pertanian di Tana Toraja adalah pola siklus. Pola Siklus merupakan pandangan bahwa suatu perubahan social terjadi dalam suatu siklus yang sama, layaknya roda kehidupan. Suatu kalangan yang pernah berkuasa akan kembali berkuasa sesuai dengan siklusnya. Menurut Pareto, masyarakat dibagi menjadi 2 lapisan yakni elit dan nonelit. Pada era desentralisasi sekarang telah terjadi perubahan komponen-komponen teknologi pertanian di Tana Toraja namun pihak berkuasa dan non berkuasa masih berperan dalam perubahan-perubahan tersebut. Misalnya saja seperti yang dipaparkan dari jurnal sebagai contoh studi kasus yang penulis ambil terdapat berbagai kelas sosial di Tana Toraja tersebut.

Di Tana Toraja terdapat 4 kelas sosial, berturut-tuerut dari atas ke bawah adalah: 1) Tana‟ bulaan (bangsawan), 2) Tana‟ bassi (bangsawan menengah), 3) Tana‟ karurung (golongan tukang, pekerja terampil), dan 4) Tana‟ kuakua (kalangan hamba). Jika petani yang berhasil menjadi kaya berasal dari strata Tana‟ karurung, maka sesungguhnya ia hanya dihormati masyarakat karena meningkat status ekonominya. Ia sama sekali tidak akan dapat berpindah ke status kelas di atasnya.

Peningkatan status sosial yang diperoleh dari upayanya sendiri digolongkan sebagai acchieved status. Sedangkan status yang diperoleh sejak lahir disebut sebagai ascribe status (Koentjaraningrat, 1990). Di Tana Toraja, peningkatan status yang diperoleh sebagai acchieved status ini tidak akan sama atau mengalahkan status yang diperoleh sebagai ascribe status.

Jika keberhasilan petani dari segi ekonomi karena penerapan teknologi pertanian inidiikuti dengan perubahan sikap petani yang seolah-olah telah meningkat kelas sosialnya, misalnya melakukan upacara seperti yang dilakukan kelas sosial di atasnya, oleh masyarakat ia disebut sugi undi (orang kaya baru). Sebagai contoh, jika petani berasal dari kelas Tana‟ kuakua melakukan upacara kematian, secara adat ia hanya boleh memotong paling banyak 4 ekor babi. Jika ia memotong lebih dari 4

(12)

ekor, maka ia akan dicemooh dan menjadi pembicaraan negatif. Pada intinya, jika ada kelas sosial bawah berhasil dari segi ekonomi, ia akan tetap dihormati masyarakat selama ia tidak sombong dan melawan adat. Tetapi jika ia sombong dan melawan adat, maka ia akan dicemooh dan dikucilkan oleh masyarakat.

3.2. Faktor yang mendorong dan menghambat perubahan sosial

Faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial di masyarakat Tana Toraja ini meliputi :

a. Ketidakpuasan terhadap situasi yang ada, contohnya saja bagaimana teknologi mempengaruhi perubahan baik pada pra panen maupun pasca panen seperti pada daerah dataran rendah lain.

b. Orientasi ke masa depan, dimana Penerapan teknologi pertanian akan meningkatkan produksi hasil yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan petani. Untuk petani yang berhasil, akan membeli menyewa atau membeli sawah di tempat lain yang pada akhirnya akan meningkatkan status sosialnya

c. Sikap mudah meniru hal baru juga merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial dalam penerapan teknologi ini. Fakto yang menghambat terjadinya perubahan sosial di masyarakat Tana Toraja ini meliputi :

a. Perubahan yang terjadi dirasa masyarakat masih bersifat semu. Pemikiran masyarakat yang seperti ini akan berpengaruh terhadap penyebaran dan penggunaan teknologi itu sendiri. Dimana masyarakat akan berpikir kegunaan atau manfaat dari teknologi tidak akan berpengaruh nyata terhadap usaha tani mereka.

b. Perubahan yang terjadi lebih lambat daripada di dataran / daerah lain. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian padi bukan merupakan satu-satunya tumpuan bagi keluarga di Toraja, meskipun padi merupakan lambang kemakmuran bagi keluarga, yang ditandai dengan banyaknya lumbung yang dimiliki.

(13)

3.3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial yaitu sempitnya waktu masyarakat tani terhadap upacara adat yang biasa dilakukan dalam berusaha tani. Telah terjadi perubahan mendasar pada berbagai kegiatan budidaya pertanian di Tana Toraja terutama yang menyangkut berbagai upacara adat. Berbagai bentuk upacara seperti mangkaro kalo‟ (sebelum tanam), menamu (ketika padi sudah mulai berisi), mepase (ketika padi akan dipotong, manglika (menaikkan padi ke lumbung), dan buka allang (mengambil padi dari lumbung) sekarang sudah tidak dilakukan lagi. Hal ini terkait dengan semakin sempitnya waktu masyarakat tani dan perhatian terhadap upacara tersebut yang semakin menurun.

Beberapa kegiatan teknologi pertanian lainnya, baik pra panen dan pasca panen juga telah mengalami perubahan. Perubahan teknologi pertanian yang terjadi di Desa Lembang Turunan saat ini keadaannya tidak jauh berbeda dengan daerah pertanian dataran rendah lain. Tetapi diketahui bahwa perubahan tersebut lebih lambat dibanding dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian padi bukan merupakan satu-satunya tumpuan bagi keluarga di Toraja, meskipun padi merupakan lambang kemakmuran bagi keluarga, yang ditandai dengan banyaknya lumbung yang dimiliki.

Penerapan teknologi pertanian akan meningkatkan produksi hasil yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan petani. Untuk petani yang berhasil, akan membeli menyewa atau membeli sawah di tempat lain yang pada akhirnya akan meningkatkan status sosialnya. Tetapi diketahui bahwa peningkatan status ini bersifat „semu‟.

Untuk pertanyaan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan, hanya 4 responden yang menyatakan bahwa perubahan teknologi pertanian merupakan inisiatif petani sendiri (faktor internal). Jawaban atas pertanyaan yang lebih mendalam (depth interview), kira-kira apa yang mendorong munculnya inisiatif sendiri tersebut adalah: (1) tayangan televisi, (2) pengalaman melihat dari daerah lain yang lebih maju, dan (3) ada kebutuhan dari diri sendiri untuk meningkatkan diri dengan memperbarui teknologi yang ada.

(14)

Sementara itu 31 responden sisanya mengaku perubahan teknologi yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti: kebijakan pemerintah dan penyuluhan. Pada wawancara yang lebih mendalam diketahui bahwa faktor eksternal tersebut ternyata selalu berubah sehingga sangat mempengaruhi produktivitas hasil pertanian yang dicapai. Bahkan pada era desentralisasi ini perhatian pemerintah dalam bidang pertanian dirasa menurun jika dibanding dengan era sentralisasi. Jika dahulu ada berbagai program seperti inmas, insus, supra insus dan sebagainya, sekarang tidak ada lagi. Untuk program penyuluhan, pada era sentralisasi dahulu ditangani langsung dari pusat. Sementara itu pada era desentralisasi saat ini, fungsi dan peran dan fungsi penyuluh tidak jelas. Di tingkat pusat, penyuluhan tidak lagi ditangani secara khusus tetapi merupakan bagian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, kebijakannya berbeda-beda, bahkan di Tana Toraja kedudukan penyuluh tidak jelas .

3.4. Bentuk Perubahan Sosial

Bentuk perubahan sosial yang terjadi pada penerapan teknologi pertanian di Tana Toraja merupakan bentuk perubahan sosial tidak dikehendaki (unintended change). Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki dan terjadi di luar jangkauan masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi.

Salah satu penyebab terjadi kendala dalam bentuk perubahan seperti ini adalah tidak terlibatnya agen atau pihak yang akan melaksanakan perubahan dimasyarakat. Masyarakat di Tana Toraja hanya mengetahui, dan mendapatkan teknologi, tanpa terlibat dalam perencanaan kegunaan teknologi tersebut disebar dimasyarakat.

Inisiatif petani yang rendah dilihat dari hanya 4 responden yang mengatakan bahwa penggunaan teknologi tersebut dorongan internal. Peran lembaga masyarakat

(15)

sangat penting dalam suatu bentuk perubahan sosial, dimana lembaga masyarakat yang merupakan kepercayaan masyarakat akan meninjau seberapa penting dan seberapa besar dampak suatu perubahan tersebut didalam sosial ekonomi masyarakat itu sendiri.

3.5. Dampak dari perubahan sosial yang terjadi

Dampak yang terjadi dari perubahan sosial di Tana Toraja ini berupa dampak positif dan dampak negatif.

a. Dampak Positif

Dampak positif yang terjadi akibat perubahan teknologi pertanian yaitu tingkat hidup masyarakat yang lebih baik, serta keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya juga tinggi. Hal ini terlihat dari bentuk penerimaan masyarakat yang baik terhadap perubahan teknologi pertanian didaerah tersebut.

Penerapan teknologi pertanian akan meningkatkan produksi hasil yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan petani. Untuk petani yang berhasil, akan membeli menyewa atau membeli sawah di tempat lain yang pada akhirnya akan meningkatkan status sosialnya meskipun peningkatan status ini masih bersifat semu.

b. Dampak Negatif

Telah terjadi perubahan mendasar pada berbagai kegiatan budidaya pertanian di Tana Toraja yang menyangkut dengan upacara adat yang tidak dilakukan lagi. Hal ini terkait dengan semakin sempitnya waktu masyarakat tani dan perhatian terhadap upacara tersebut yang semakin menurun.

(16)

IV. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah :

a. Telah terjadi perubahan di bidang teknologi pertanian pada era desentralisasi di Desa Lembang Turunan mulai dari penggunaan upacara-upacara adat seperti mangkaro kalo’ (sebelum tanam), menamu (ketika padi sudah mulai berisi), mepase (ketika padi akan dipotong, manglika (menaikkan padi ke lumbung), dan buka allang (mengambil padi dari lumbung) sekarang sudah tidak dilakukan lagi. dan penggunaan sarana dan prasarana pertanian.

b. Perubahan teknologi pertanian dipengaruhi oleh faktor internal ((1) tayangan televisi, (2) pengalaman melihat dari daerah lain yang lebih maju, dan (3) ada kebutuhan dari diri sendiri untuk meningkatkan diri dengan memperbarui teknologi yang ada.) dan faktor eksternal (kebijakan pemerintah, penyuluhan)

c. Di Tana Toraja terdapat 4 kelas sosial, berturut-tuerut dari atas ke bawah adalah: 1) Tana‟ bulaan (bangsawan), 2) Tana‟ bassi (bangsawan menengah), 3) Tana‟ karurung (golongan tukang, pekerja terampil), dan 4) Tana‟ kuakua (kalangan hamba). Jika petani yang berhasil menjadi kaya berasal dari strata Tana‟ karurung, maka sesungguhnya ia hanya dihormati masyarakat karena meningkat status ekonominya. Ia sama sekali tidak akan dapat berpindah ke status kelas di atasnya. Perubahan teknologi pertanian berpengaruh terhadap keadaan sosial-ekonomi masyarakat, tetapi tidak merubah status sosial dalam adat istiadat.

(17)

Daftar Pustaka http://sulawesi.cseas.kyoto-u.ac.jp/final_reports2007/article/211-totok.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial http://kacibi.blogspot.com/2010/11/faktor-penghambat-perubahan-sosial-di.html http://ssbelajar.blogspot.com/2012/08/faktor-pendorong-perubahan-sosial.html http://granelhadi.blogspot.com/2012/12/perubahan-sosial.html http://www.slideshare.net/09011988/1-perubahan-sosial# http://iphect.blogspot.com/2012/05/pengaruh-teknologi-terhadap-perubahan.html

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa variabel kualitas produk, harga dan iklan Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediktabilitas merek, kompetensi merek, kepercayaan terhadap

Tepung ubi kayu mampu menggantikan tepung terigu untuk berbagai produk pangan dan berpeluang bagus untuk dikembangkan. Petani lebih suka membudidayakan ubi kayu jenis lokal

Pancasila adalah pandangan hidup, dasar negara, jiwa dan kepribadian bangsa, tujuan dan kesadaran bangsa, cita-cita hukum kemerdekaan individu, cita-cita moral yang meliputi

Dalam rangka penyelenggaraan program ketenagaan dan sertifikasi dosen Perguruan Tinggi Islam (PTAI) tahun anggaran 2012, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Ditjen

Pelaksanaan siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 9 April 2015 melalui beberapa kegiatan sebagai berikut. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan awal

Oleh itu, persembahan Tari Piring di hadapan mereka adalah pelengkap kepada hari bersejarah tersebut.Dalam masa yang sama pasangan pengantin akan merasai bahawa kehadiran

Dampak positif yang diperoleh adalah bahwa OSCE dapat mengembangkan performa mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinik, dapat mendorong mahasiswa untuk menghabiskan

Stored procedure menyimpan statement-statement SQL dalam sebuah berkas yang disimpan di database server, sehingga dari sisi performa eksekusi, utilitas jaringan,