• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pada saat ini persaingan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya cukup ketat. Setiap perusahaan mencoba berbagai cara untuk dapat merebut pangsa pasar. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Maka perusahaan perlu menjalankan kegiatan pemasaran yang benar-benar memberikan kepuasan kepada para konsumen.

Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan sukses atau tidaknya suatu perusahaan atau usaha. Setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan pasar harus memahami benar suatu proses memasarkan produk perusahaan. Kunci dari pencapaian tujuan perusahaan adalah sebaik apa perusahaan bisa memahami kebutuhan dan keinginan dari konsumen yang ada di pasar.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pemasaran, maka penulis mengutip beberapa pendapat pakar pemasaran, Menurut Kotler dan Keller (2009,9), bahwa pemasaran yaitu:

”Suatu proses sosial yang di mana setiap individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

(2)

menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.

Menurut Lamb dan Mc.Daniel dalam bukunya Pemasaran (2008,6) pengertian pemasaran adalah: Suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu mencapai tujuan individu dan organisasi”.

”Suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi”.

2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen Pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul, menurut Kotler dan Keller (2009,38) Manajemen Pemasaran telah mengalami sejumlah pergeseran dalam tahun-tahun terakhir ketika perusahaan mencari keunggulan pemasaran. Perangkat tugas yang perlu bagi manajemen pemasaran yang sukses mencakup pengembangan rencana dan strategi pemasaran, berhubungan dengan pelanggan, membangun merek yang kuat, membentuk tawaran pemasaran, pencerahan dan kinerja pemasaran, serta menciptakan pertumbuhan jangka panjang yang berhasil.

(3)

Menurut ahli dalam bidang pemasaran yaitu Kotler dan Keller (2009,6) pemasaran diartikan sebagai “Suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.

2.1.3 Filosofi Manajemen Pemasaran

Kita menguraikan manajemen pemasaran sebagai melaksanakan tugas untuk mencapai pertukaran yang didambakan dengan pasar sasaran. Falsafah apa yang sebaiknya menjadi pedoman usaha pemasaran itu. Berapa bobot kepentingan yang harus diberikan pada organisasi, pelanggan dan masyarakat yang berkepenting Sering kali kepentingan itu saling bertentangan, menurut Kotler dan Amstrong (2008,20):

a. Konsep Produksi

Filosofi yang menyatakan bahwa pelanggan akan menyukai produk yang tersedia dan harganya terjangkau dan karena itu manajemen harus berusaha keras untuk memperbaiki produksi dan efisiensi distribusi.

b. Konsep Produk

Gagasan bahwa konsumen akan menyukai produk yang mempunyai mutu terbik, kinerja terbaik dan sifat paling inovatif.

(4)

c. Konsep Penjualan

Gagasan yang menyatakan bahwa konsumen tidak akan membeli produk suatu organisasi dalam jumlah cukup kecuali jika organisasi tersebut melakukan usaha penjualan dan promosi berskala besar.

d. Konsep Pemasaran

Menyatakan bahwa pencapaian sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing.

2.2 Kualitas Produk 2.2.1 Pengertian Produk

Produk merupakan elemen yang paling mendasar dan penting dari bauran pemasaran. Dikatakan paling penting karena dengan produklah perusahaan menetapkan harga yang pantas, menyalurkan produk tersebut dengan suatu bauran komunikasi yang tepat.

Produk dapat berupa barang dan jasa, jika tidak ada produk, maka tidak akan ada pemindahan hak milik sehingga tidak akan ada pemasaran. Semua kegiatan pemasaran lainnya digunakan untuk menunjang gerakan produk. Seberapa hebatnya usaha promosi, distribusi dan harga jika tidak diikuti dengan produk yang bermutu, disenangi oelh konsumen, maka usaha suatu perusahaan yang tidak berhasil.

(5)

Menurut Kotler (2009:448) pengertian produk adalah:

“Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan”.

Sedangkan menurut Tjiptono (2010:5) dalam bukunya Strategi Pemasaran bahwa:

”Produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas ‘sesuatu’ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan orang melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli perusahaan”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa produk yang akan dibuat atau ditawarkan harus memiliki kualitas, kinerja dan manfaat yang terbaik yang senantiasa didasarkan pada kebutuhan dan keinginan para konsumennya agar produk yang dibuat dan ditawarkan dapat memuaskan para konsumennya. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk memiliki

competitive advantage (keunggulan bersaing dalam bidang tertentu untuk

memenangkan persaingan). Pada umumnya konsumen tidak akan membeli barang atau jasa tanpa ada manfaat dan nilai dari suatu barang/jasa yang ditawarkan tersebut.

2.2.2 Tingkatan Produk

Perusahaan yang berusaha memfokuskan kepada kepuasan konsumen, harus dengan cara cermat memperhatikan nilai tambah yang diberikan kepada produk melalui tingkatan produk.

(6)

Ada lima tingkatan produk menurut Saladin (2008:121) dalam bukunya Manajemen Pemasaran, yaitu:

1. Manfaat Inti (Core Benefit)

Yaitu jasa atau manfaat inti sesungguhnya yang dibeli dan diperoleh konsumen.

2. Produk Dasar (Basic Product)

Artinya pada inti produk tersebut terdapat manfaat bentuk dasar produk atau mampu memenuhi fungsi dasar kebutuhan konsumen adalah fungsional.

3. Produk Yang Diharapkan (Expected Product)

Artinya serangkaian kondisi yang diharapkan dan disenangi, dimiliki atribut produk tersebut.

4. Produk Yang Ditingkatkan (Augmented Product)

Artinya bagaimana harapan masa depan produk tersebut apabila terjadi perubahan dan perkembangan teknologi serta selera konsumen. 5. Calon produk (Potential Product )

Yang meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa mendatang

2.2.3 Klasifikasi Produk

Klasifikasi produk berdasarkan daya tahan dan keberwujudannya menurut Kotler dan Keller (2009:451), yaitu sebagai berikut:

(7)

1. Barang yang Tidak Tahan Lama (Non Durable Goods)

Barang yang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan. Karena barang ini cepat terkonsumsi dan sering dibeli, strategi yang tepat untuk diterapkan perusahaan adalah menyediakan diberbagai lokasi, mengenakan marjin yang kecil, dan memasang iklan besar-besaran guna memancing orang untuk mencoba serta membangun preferensi.

2. Barang Tahan Lama (Durable Goods)

Barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali. Produk tahan lama biasanya memerlukan lebih banyak garansi dan penjual. 3. Barang Khusus (Specialty Goods)

Barang-barang dengan karakteristik unik dan/atau identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contohnya meliputi merek dan jenis barang mewah, mobil, komponen stereo, dan lain-lain.

4. Barang (Unsought)

Barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berpikir untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, tanah kuburan, batu nisan, dan lain-lain.

Sedangkan klasifikasi barang industri didasarkan menurut cara barang itu memasuki proses produksi dan harga relatifnya menurut Kotler dan Keller (2009:453) yaitu:

(8)

1. Bahan Baku dan Suku Cadang (Material and Parts)

Barang-barang yang sepenuhnya memasuki produk yang dihasilkan. Barang-barang itu terbagi menjadi dua kelas, bahan mentah serta bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur. Bahan mentah terbagi menjadi dua kelas utama, produk pertanian (misalnya gandum, kapas, buah-buahan dan ternak) dan produk alam (misalnya ikan, kayu, minyak mentah dan biji besi). Bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur dibagi menjadi dua kategori, bahan baku komponen (contohnya besi, benang dan semen) dan suku cadang komponen (misalnya motor kecil, ban dan cetakan)

2. Barang Modal (Capital Items)

Barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan/atau pengelolaan produk akhir. Barang modal meliputi 2 kelompok yaitu instalasi dan peralatan. Instalasi terdiri dari bangunan (misalnya pabrik dan kantor) dan peralatan (misalnya generator, bor, komputer dan lain-lain).

3. Perlengkapan dan jasa bisnis

Barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu pengembangan dan/atau pengelolaan produk akhir.

2.2.4 Kualitas (Quality)

Juran dalam buku Tjiptono (2011:95), mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan. Menurut

(9)

Edward Deming, strategi Deming didasarkan pada alat-alat statistik. Strategi ini cenderung bersifat bottom up. Penekanan utama strategi ini adalah perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus menerus. Strategi Deming berfokus pada proses untuk mengeliminasi variasi, karena sebagian besar variasi (kurang lebih 92 %) dapat dikendalikan manajemen. Deming sangat yakin bahwa bila karyawan diberdayakan untuk memecahkan masalah (dengan catatan manajemen menyediakan alat-alat yang cocok), maka kualitas dapat disempurnakan terus menerus (Tjiptono, 2010:15). Menurut Taguchi, mendefinisikan Kualitas sebagai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi intrinsik produk.

2.2.5 Karakteristik Fungsional Istilah “Kualitas”

Tak ada definisi yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa harus mendefinisikan kualitas berdasarkan tujuan, harapan, budaya, dan pelanggannya masing-masing. Pada kenyataannya, tak jarang sebuah organisasi mengkombinasikan aspek-aspek terbaik dari definisi yang ada dan kemudian merumuskan definisinya sendiri. Kombinasi tersebut terutama didasarkan pada tiga faktor :

1. Karakteristik kualitas, yaitu karakteristik output dari suatu proses yang penting bagi pelanggan.

2. Karakteristik kunci dari kualitas (key quality characteristics), yaitu karakteristik kualitas yang paling penting. Karakteristik kunci dari

(10)

kualitas harus didefinisikan secara operasional dengan jalan mengkombinasikan pemahaman mengenai pelanggan dengan pemahaman mengenai proses.

3. Variabel kunci dari proses (key proses variables), yakni komponen-komponen proses yang memiliki hubungan sebab akibat yang cukup besar dengan karakteristik kunci dari kualitas, sehingga manipulasi dan pengendalian variabel kunci dari proses akan mengurangi variasi karakteristik kunci dari kualitas dan/atau mengubah levelnya menjadi karakteristik kualitas atau karakteristik kunci dari kualitas.

2.2.6 Kualitas Produk (Product Quality)

Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 354), kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya, meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahaan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya.

Kualitas produk adalah totalitas fitur dan kakarteristik produk yang bergantung pada kemampuan nya untuk memuaskan kebutuhhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler dan Keller, 2009:143). Pendapat lainnya menurut Fandy Tjiptono (2008:35) kualitas produk adalah kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan; kualitas merupakan kondisi yang selaluberubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang.

(11)

Perusahaan yang memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan berkualitas tinggi tidak diragukan lagi akan mengungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pada pelayanan, karena kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas produk sesuai harapan pelanggan. Jika pelanggan mendapatkan kualitas produk di bawah standar yang diharapkan maka akan hilanglah kepercayaan dan kesetiaan pelanggan sehingga mereka tidak akan berminat lagi, sebaliknya jika pelanggan mendapatkan produk yang memenuhi atau melebihi harapannya sehingga mereka merasa puas maka mereka akan kembali untuk menggunakan produk perusahaan tersebut, karena kepuasaan konsumen merupakan salah satu langkah untuk menjalin loyalitas konsumen.

Ukuran kualitas produk menurut A. Dale Timpe (2009:45), yaitu: 1. Penampilan (karakteristik produk utama)

Penampilan menunjukkan sifat operasi dasar meliputi suara dan jelasnya gambar, warna, dan kemampuan menerima dari pemancar-pemancar yang jauh. Sehubungan ukuran utama penampilan suatu produk khusus biasanya telah jelas, seperti peringkat daya saing jenis-jenis dalam beberapa hal dapat mengukur penampilan, menentukan jenis yang terbaik (kualitas tertinggi) dianggap lebih sukar.

2. Keistimewaan (secara terang-terangan dan diam-diam)

Keistimewaan produk sering merupakan bumbu dari suatu barang untuk meningkatkan posisi produk. Sebagai contoh, minuman gratis dalam penerbangan yang makan waktu lama, penyetel gelombang

(12)

otomatis pada sebuah televisi berwarna semuanya merupakan pelengkap terhadap besar pembuatan produk ataupun jasa-jasa yang ditawarkan. Bagi beberapa pemakai, keistimewaan ini membawa manfaat di dalam usaha meningkatkan penampilan dan kualitas yang lebih tinggi.

3. Kepercayaan (frekuensi kegagalan) 4. Kesesuaian (sesuai dengan spesifikasi)

Kepercayaan dan kesesuaian adalah ukuran-ukuran daripada kualitasnya. Suatu produk yang dapat diandalkan adalah sesuatu yang dapat kita perhitungkan nilainya, dan kerugian dari suatu kegagalan dalam periode tertentu adalah kecil.

5. Daya tahan (umur produk)

Nilai ekonomis atau umur produk secara fisik, umumnya diukur dengan menjumlahkan jam. Daya tahan adalah karakteristik dari produk itu sendiri, yang mencerminkan tahun atau mil dimana suatu produk dapat digunakan sebelum perlu dilakukan penggantian.

6. Kemudahan perbaikkan (kecepatan dalam perbaikan)

Frekuensi perbaikan dan umur produk keduanya berhubungan dengan adanya perhatian pemakai utama. Kemampuan perbaikan suatu produk atau kecepatan suatu perbaikan dengan demikian merupakan unsur penting.

(13)

8. Kualitas yang bermanfaat

Nilai keindahan dan kualitas yang bermanfaat adalah lebih bersifat subjektif. Bagaimana suatu produk dilihat, disentuh, didengar, dirasaan, atau dicium baunya adalah jelas suatu hal yang merupakan pertimbangan pribadi. Tanggapan terhadap kualitas, yang didasarkan pada iklan atau keunggulan dibandingkan produk-produk lain yang dihasilkan oleh perusahaan, mempunyai pengaruh yang sama. Membentuk kesan pertama, yang dianggap kritis dalam menilai suatu produk yang tidak dikenal.

Dalam mendefinisikan produk yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang patut diperhitungkan pula. Diantaranya, Garvin dalam buku Gasperz (2010:64), mengidentifikasi delapan dimensi kualitas, Menurut Kotler & Amstrong (2008:354), dimensi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas produk manufaktur adalah sebagai berikut:

a. Performansi (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

b. Feature merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. c. Keandalan (reliability) berkaitan dengan probabilitas atau

kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.

(14)

d. Konformasi (conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuiaan produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pelanggan.

e. Durability merupakan ukuran masa pakai suatu produk.

f. Kemampuan pelayanan (serviceability) merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi, kemudahan dalam melakukan reparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.

g. Estetika (aesthetics) merupakan karakteristik yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.

h. Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu

2.3 Citra Merek (Brand Image) 2.3.1 Merek (Brand)

Merek adalah suatu nama, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu (Kotler dan Keller, 2009,349).

Menurut Aaker (2009,9), merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah

(15)

kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor.

Lamb dan Mc.Daniel (2008,123) mengungkapkan bahwa ciri-ciri dari nama merek yang efektif, yaitu:

a. Mudah diucapkan b. Mudah dikenali c. Mudah diingat d. Pendek/singkat e. Berbeda atau unik

f. Menggambarkan manfaat dari produk g. Mempunyai konotasi yang positif h. Memperkuat citra yang diinginkan

2.3.2 Citra (Image)

Menurut Kotler dan Keller (2009,607), “Image adalah suatu rangkaian dari kepercayaan, ide, dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek tertentu”.

Menurut William J. Stanton (dalam Setiadi, 2009,160), persepsi dapat didefenisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu serta stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera. Sedangkan Webster (dalam Setiadi, 2003,160) menyatakan bahwa persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Dengan adanya persepsi maka seseorang akan mempunyai gambaran tersendiri terhadap produk

(16)

yang berbeda dengan orang lain. Motif seseorang untuk berperilaku seringkali didasarkan dari persepsi yang mereka rasakan, bukan berdasarkan fakta atau realitas yang mereka lihat. Persepsi dapat diartikan sebagai “Proses di mana seseorang individu memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimulus ke dalam gambaran tentang dunia sekelilingnya yang bermakna dan saling berkaitan (Schiffman dan Kanuk, 2009,132)”. Persepsi sebagai suatu proses, di mana sesorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan mengiterpretasikan stimuli ke dalam gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2011,102).

2.3.3 Citra Merek (Brand Image)

Berikut ini merupakan bebrapa definisi dari brand image antara lain, Menurut Kotler dan Keller (2009,270), citra merek mempunyai hubungan dengan penampilan luar dari sebuah produk atau jasa, ternasuk bagaimana usaha merek bertemu dengan psikologis konsumen atau kebutuhan sosial.

Brand image atau brand description, yakni deskripsi tentang asosiasi

dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu Fandy Tjiptono (2011:112) Pendapat lainnya menurut Freddy Rangkuti (2009:43), brand

image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak

konsumen.

Menurut Richard E. Stanley (2009,21), brand image adalah kesan tertanam dalam benak konsumen mengenai suatu barang tertentu yang dapat diperoleh dari berbagai kreativitas yang dilakukan oleh produsen melalui media-media promosi. Selain itu brand Image dapat membantu

(17)

perusahaan-perusahaan dalam mencapai pasar sasaran, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Brand image merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek

yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Brand image dibangun berdasarkan pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003,180).

Menurut Rangkuti (2009,244) brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Citra merek juga merupakan keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai merek tersebut, atau bagaimana cara mereka memandangnya yang mungkin tidak serupa dengan identitas merek.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Brand Image dapat disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia.

Faktor-faktor yang membentuk citra merek dalam kaitannya dengan asosiasi merek menurut Kotler dan Keller (2009, 270) adalah:

1. Favorability of brand associations

Keberhasilan suatu program tercermin dalam kemampuan menganalisis konsumen dan kompetisi untuk menentukan posisi yang optimal untuk merek, sehingga pembeli percaya bahwa merek yang mempunyai atribut dan keuntungan tersebut akan

(18)

dapat memutuskan dan keinginan mereka sehingga terbentuklah sebuah perilaku positif terhadap mererk tersebut secara keluruhan.

2. Strength of brand associations

Kekuatan dari sebuah asosiasi akan menentukan pembentukan citra merek. Hal ini tergantung pada bagaimana informasi masuk kedalam ingatan pembeli dan bagaiman kekuatan asosiasi tersebut bertahan sebagai sebuah bagian dari citra merek. Memastikan bahwa asosiasi terkait cukup kuat untuk merek akan tergantung pada bagaimana program pemasaran dan factor lain mempengaruhi pengalaman merek konsumen.

3. Uniqueness of brand associations

Inti dari penempatan merek adalah merek mempunyai keuntungan kompetitif (persaingan) yang dapat dipertahankan atau proporsi penjualan yang unik yang dapat mengikat pembeli sebagai suatu alasan yang kuat untuk membeli merek tertentu. Perbedaan ini dapat disampaikan langsung secara eksplisit dengan membuat perbandingan dengan pesaing, atau mungkin akan disampaikan secara implicit dengan menyatakan persaingan tertutup.

2.3.4 Membangun Brand Image

Menurut Joe Kent Kerby (2009, 20), pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu yang relative singkat,

(19)

melainkan dalam jangka panjang, serta tidak jarang memakan waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh :

a. Kualitas dari produk yang dihasilkan. b. Pelayanan yang disediakan.

c. Reputasi perusahaan. d. Kebijakan perusahaan.

e. Kegiatas-kegiatan pemasaran perusahaan itu sendiri.

2.3.5 Faktor-Faktor dalam Mengkomunikasikan Brand Image

Menurut E.Runyon (2009,21), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi dan pengendalian brand image kepada konsumen, yaitu :

a. Produk itu sendiri

Suatu produk memiliki citra atau kepribadian dalam benak konsumen sebagai hasil pemakaian konsumen itu sendiri. Dari produk tersebut dapat dibentuk suatu brand image yang sesuai untuk dikomunikasikan kepada konsumen, sehingga konsumen akan mengingat produk tersebut dengan hanya mendengar atau melihat produk tersebut.

b. Kemasan dari produk

Kemasan dari suatu produk dapat mencerminkan kepada konsumen kualitas dan brand image yang ingin dikomunikasikan oleh perusahaan kepada konsumennya selain itu kemasan juga dapat digunakan untuk meningkatkan atau menurunkan brand image produk tersebut.

(20)

c. Merek dari produk

Merek dapat diambil dari mana saja. Nama perusahaan, orang, atau nama-nama unik yang mencerminkan merek itu sendiri. Dengan nama ini, perusahaan dapat memisahkan diri dari para pesaingnya. Bagi konsumen, merek sama pentingnya dengan produk itu sendiri. Dengan merek konsumen mengenal kualitas dan citra yang diwakili oleh merek tersebut.

d. Harga produk itu sendiri

Harga dari produk dapat menunjukkan kualitas dan seberapa eksklusif suatu merek dibandingkan pesaingnya. Jika ingin meningkatkan brand

image, strategi yang dapat diambil adalah menetapkan tingkat harga

yang sedikit lebih tinggi dari para pesaingnya.

2.4 Perilaku Konsumen

2.4.1 Perilaku Konsumen Bisnis

Menurut Schiffman & Kanuk dalam buku Sumarwan (2009,25) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut: Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan Engel, Blackwell dan Miniard dalam buku Sumarwan (2009,25) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan

(21)

produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat kita simpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Schiffman dan Kanuk dalam buku Sumarwan (2009,26) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi).

Perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan. Mereka mengatakan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau mengatur barang dan jasa.

Kotler dan Amstrong (2008,198) mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal.

Dari Definisi-definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

a. Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga. b. Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum

pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk.

(22)

c. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi.

2.4.2 Karakteristik Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Pembelian konsumen dipengaruhi oleh karakteristik budaya,sosial,pribadi dan psikologis, sebagian besar dari faktor-faktor itu tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, namun mereka harus mempertimbangkannya. Menurut Kottler & Amstrong (2009,200) perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Faktor-faktor Budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang terluas dan terdalam dalam perilaku konsumen.Pemasar perlu memahami peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya, dan kelas sosial pembeli.

b. Faktor-faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, peran sosial, dan status yang melingkupi konsumen tersebut.

c. Faktor Pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur, dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri.

d. Faktor-faktor Psikologis

Pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap.

(23)

2.5 Keputusan Pembelian

2.5.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian merupakan saat konsumen membeli suatu produk pada waktu tertentu (Durianto, 2008:105). Menurut Setiadi (2009:416), keputusan pembelian merupakan perilaku konsumen dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya. Dalam pengertian ini, pengambilan keputusan pembelian merupakan proses pemecahan terhadap masalah yang dihadapinya.

Menurut Winardi (2011:200), “Keputusan pembelian konsumen merupakan titik puncak suatu pencarian dari proses evaluasi”. Peter dan Olson (2010:75), memberikan definisi “Keputusan pembelian konsumen adalah proses pengintegrasian yang dikombinasikan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya”.

Dari beberapa pengertian di atas tentang keputusan pembelian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa keputusan pembelian merupakan perilaku konsumen dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya, akhirnya konsumen akan memutuskan membeli suatu produk pada waktu tertentu.

Menurut Husein Umar (2008:37) pada umumnya, keputusan pembelian suatu produk oleh konsumen akan melalui tahapan proses sebagai berikut:

(24)

a. Pengenalan masalah

Pada situasi ini seseorang menyadari bahwa ia mempunyai suatu masalah atau kebutuhan. Ia merasakan adanya perbedaan yang signifikan antara keadaan yang sesungguhnya dan keadaan yang diinginkannya.

b. Pencarian informasi

Untuk mengatasi masalah diatas, ia mencari informasi lebih baik, misalnya lewat majalah, surat kabar, dan lain-lain. Banyaknya informasi yang dicari akan tergantung pada kuatnya dorongan akan kebutuhan dan pengetahuan calon pembeli akan produk, misalnya merek dan karakteristik lain yang ingin dibeli.

c. Evaluasi pembelian

Pada tahapan ini calon pembeli menggunakan informasi untuk mengevaluasi pilihan-pilihan produk yang tersedia di pasar.

d. Keputusan pembelian

Pada tahapan ini konsumen sesungguhnya melakukan pembelian terhadap suatu produk.

e. Perilaku setelah pembelian

Pada tahapan ini konsumen akan melakuakan tindakan lebih jauh, setelah pembelian dilakukan, berdasarkan tingkat keputusannya

2.5.2 Peran Pembelian

Suatu proses keputusan membeli bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan

(25)

peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Oleh karena itu pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan peran apa yang dimainkan oleh setiap orang dalam banyak produk, cukup mudah untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan.

Menurut Menurut Anoraga (2009:229), lima peran yang dimainkan konsumen dalam suatu keputusan pembelian, yaitu:

a. Pengambil inisiatif (Initiator), yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan/kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang/jasa tertentu.

b. Orang yang mempengaruhi (Influencer), yaitu orang yang pandangan, nasehat atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian. c. Pengambil keputusan (Decider), orang yang menentukan keputusan

pembelian, seperti apakah jadi membeli, apa yang dibeli, dimana dibeli, dan lain-lain.

d. Pembeli (Buyer), yaitu seseorang yang melakukan pembelian produk/jasa.

e. Pemakai (User), yaitu seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang dibeli.

2.5.3 Tipe-tipe Perilaku Pembelian

Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis keputusan pembelian. Assael, seperti dikutip Kotler dan Armstrong (2008:222), membedakan empat tipe perilaku pembelian konsumen

(26)

berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek, yaitu :

a. Perilaku Pembelian Kompleks

Perilaku pembelian yang rumit melibatkan konsumen dalam sebuah pembelian dan menyadari adanya perbedaan yang signifikan di antara berbagai merek yang ada. Hal ini biasanya terjadi pada saat membeli produk-produk yang mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat mengekspresikan pribadi. Pembeli ini akan melewati beberapa proses, yang pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kedua membangun pendirian tentang produk tersebut, dan ketiga membuat pilihan pembelian yang cermat.

b. Perilaku Pembelian Pengurang Disonansi

Perilaku pembelian seperti ini menunjukkan keterlibatan konsumen yang tinggi dalam suatu pembelian yang hanya melihat sedikit perbedaan di antara berbagai merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, beresiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat.

c. Perilaku Pembelian Kebiasaan

Perilaku pembelian karena kebiasaan terjadi apabila konsumen membeli suatu produk karena kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek. Perilaku ini terjadi pada kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Setelah membeli produk

(27)

tersebut, konsumen tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk. d. Perilaku Pembelian Pencarian Variasi

Perilaku pembelian ini memiliki keterlibatan konsumen yang rendah, namun terdapat perbedaan merek yang signifikan. Pada situasi ini konsumen sering melakukan perpindahan merek. Konsumen berperilaku mencari keragaman bukan kepuasan. Jadi dalam perilaku ini merek bukan merupakan suatu yang mutlak.

2.5.4 Tahap-tahap Proses Pembelian

Menurut (Kotler, 2009:184) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli terdiri dari lima tahap, yaitu:

a. Pengenalan masalah

Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang diinginkan.

b. Pencarian informasi

Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin mencari lebih banyakinformasi, tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk tersebut dapat dijangkau, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja.

(28)

c. Evaluasi alternative

Tahap ketika konsumen memproses informasi tentang pemilihan merek untuk membuat keputusan akhir. Sulit untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses evaluasi pembeli hingga menjadi suatu keputusan. Namun ada beberpa asumsi yang bisa dijelaskan dalam pemasaran. Pertama, asumsikan bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, tingkat kepentingan atribut berbeda sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing. Ketiga, konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang letak produk pada setiap atribut. Keempat, tingkat kepuasan konsumen terhadap produk akan beragam sesuai dengan perbedaan atribut. Kelima, konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda melalui beberapa prosedur evaluasi. Beberapa konsumen ada yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.

d. Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat preferensi atas merek-merek dalam sekumpulan pilihan serta membuat niat pembelian. Biasanya konsumen akan memilih merek yang disukai. Namun ada dua faktor yang mempengaruhinya, seperti pendirian orang lain dan faktor situasi yang tidak diantisipasi.

(29)

e. Perilaku Pasca Pembelian

Sesudah melakukan pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian dan pembuangan pasca pembelian. Pada kepuasan sesudah pembelian, konsumen mendasarkan harapannya pada informasi yang mereka terima tentang produk dari berbagai sumber. Bila produk tersebut memenuhi harapan, maka konsumen akan merasa puas. Jika kenyataan yang didapatkan ternyata berbeda dengan yang diharapkan, maka konsumen akan merasa tidak puas. Kemudian konsumen akan melakukan tindakan pasca pembelian yang dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk setelah pembelian. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Selanjutnya pemasar juga harus memantau pemakaian dan pembuangan pasca pembelian. Apabila konsumen menyimpan produk dalam lemari mereka, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut akan gencar. Jika mereka menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun. Ketika konsumen menemukan kegunaan baru dari produk tersebut, pemasar harus mengiklankan kegunaan-kegunaan ini.

(30)

2.6 Pengaruh Kualaitas Produk dan Brand Image dengan Keputusan Pembelian Berdasarkan Penelitian-penelitian Sebelumnya

Menurut Indriyani (2011:78), penelitiannya berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Ekstensi Universitas Sumatera Utara)”. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa (1) secara serempak kualitas produk, harga dan iklan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian pada mahasiswa program studi Manajemen Ekstensi Universitas Sumatera Utara; (2) secara parsial kualitas produk, harga dan iklan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian pada mahasiswa program studi Manajemen Ekstensi Universitas Sumatera Utara. Iklan mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap keputusan pembelian pada mahasiswa program studi Manajemen Ekstensi Universitas Sumatera Utara.

Penelitian Muhammad Fauzi (2011: 82), yang berjudul “Pengaruh Persepsi Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Pembeliaan Produk Hand Body Lotion Valseline For Men di Kelurahan Gaharu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas produk (X1), brand image (X2) dan kesesuaian harga (X3) terhadap keputusan pembelian (Y) hand

body lotion Vaseline for men Di Kelurahan Gaharu. Berdasarkan uji F

diperoleh nilai sebesar 80.585 lebih besar dari F tabel yakni 2.70, artinya variabel bebas (kualitas produk, brand image dan kesesuaian harga) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

(31)

variabel terikat (keputusan pembelian). Melalui pengujian koefisien korelasi (R) diperoleh nilai sebesar 0.851, artinya bahwa tingkat korelasi atau hubungan antara Kualitas Produk, Brand Image dan Kesesuaian Harga terhadap pembelian Hand Body Lotion Vaseline for Men merupakan hubungan yang tinggi. Adjusted R Square (R2) sebesar 0.715 atau 71,5%. Artinya 71.5% variabel keputusan pembelian dapat dijelaskan oleh kualitas produk, brand image dan kesesuaian harga. Sedangkan sisanya 28.5% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan status dermatologis pada regio koli posterior dekstra, skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra dijumpai vesikel dengan

Dengan demikian maka banyak terjadi perubahan atau pergeseran kekuasaan dari yang dominan eksekutif kemudian menjadi beralih kepada legislative, yang kemudian beralih

(4) Jenis, format, dan tingkat kedalaman data yang dikumpulkan oleh SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disepakati dalam Forum Data... (5) Pengumpulan data oleh

Mengapa sebagian besar narapidana yang telah memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan ijin cutri menjelang bebas, mereka tidak mengajukan permohonan tersebut

Skripsi dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pemanfaatan Blok Aljabar Pada Materi Persamaan Kuadrat

Teh kemasan yang digunakan sebagai sampel dilakukan tahap ekstraksi dengan menggunakan pelarut kloroform.Pada metode analisis KCKT, fase gerak metanol-buffer ammonium asetat

Pengkayaan kandungan zat besi dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal seperti rumput laut Sargassum sp yang memiliki kandungan zat besi dengan

Hasil analisa IFE, EFE dan analisa IE dijadikan input dalam analisa matriks QSPM untuk memilih strategi mana yang akan diterapkan. Dari Tabel 12 terlihat strategi penerapan