• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit)."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban.1 Gustav Radbruch, seorang ahli hukum Jerman, berpendapat bahwa

hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). Hukum positif ada untuk mempromosikan nilai-nilai moral, khususnya keadilan. Hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan.2 Ini sesuai dengan prinsip negara

hukum yakni menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

John Rawls mengemukakan konsep keadilan sebagai fairness. Teori ini dibangun berdasarkan suatu anggapan mengenai kedudukan asasi ketika setiap orang duduk untuk merundingkan suatu perjanjian yang berisi aturan-aturan yang harus ditaati para pihak. Perjanjian berlangsung antara pribadi-pribadi yang bebas dan mandiri dalam kedudukan yang sama dan karena itu mencerminkan integritas dan otonomi yang sama dari pribadi-pribadi rasional yang mengadakan kontrak.

1 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 80. 2 Ibid., hlm. 77.

(2)

Aturan-aturan tersebut dibuat oleh pribadi yang bebas dan rasional, maka seyogyanya aturan itu tidak hanya bersifat rasional tetapi juga harus patut.3

Sistem hukum yang dianut di Negara Republik Indonesia adalah civil law yakni bentuk hukum yang tertulis dan terkodifikasi. Kodifikasi hukum tidak selalu mampu menampung semua aspirasi masyarakat saat perubahan dan perkembangan terjadi begitu cepat, sehingga betapa pun cepatnya pembuat undang-undang bekerja, persoalan yang timbul dalam masyarakat yang membutuhkan pengaturan ternyata lebih cepat lagi. Kehidupan masyarakat pada kenyataannya berkembang secara dinamis sehingga menyebabkan hukum tertinggal dari peristiwanya, maka ada ungkapan het recht hink achter de feiten aan.

Hukum perjanjian mengenal tiga asas yang satu sama lain saling berkaitan, yakni asas konsensualisme, asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda), dan asas kebebasan berkontrak.4 Kekuatan mengikatnya kontrak

sebagai undang-undang atau yang dikenal sebagai asas pacta sunt servanda menentukan bahwa para pihak harus tunduk dan patuh pada ketentuan kontrak yang dibuat sebagaimana tunduk dan patuh pada undang-undang.5 Pihak yang

melanggar ketentuan dan persyaratan dalam kontrak dapat dikenakan sanksi.

3 A. Sonny Keraf, 1991, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, Kanisius,

Yogyakarta, hlm. 108.

4 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta, hlm. 27.

5 Lengkapnya adalah pacta servanda sunt. Makna asalnya adalah bahwa kata sepakat itu tidak

perlu dirumuskan dalam bentuk sumpah, perbuatan, formalitas tertentu agar perjanjian itu mengikat. Lihat Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 112.

(3)

Grotius berpendapat bahwa pacta sunt servanda adalah salah satu asas hukum terpenting. Penggunaan asas ini tidak tak terbatas karena setiap pelaksanaan perjanjian harus didasarkan pada asas keadilan seperti telah ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUHPerdata.6 Asas pacta sunt servanda dan kebebasan

berkontrak dalam kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Akibatnya, pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih lemah.7

Kebebasan berkontrak sekarang bukanlah kebebasan tanpa batas. Negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut setidak-tidaknya dipengaruhi dua faktor yaitu:8

1. makin berpengaruhnya ajaran itikad baik di mana itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak;

2. makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden atau undue influence).

6 Henry P. Panggabean, 2010, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai

Alasan (Baru) Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, hlm. 19.

7 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit, hlm. 1-2. 8 Ibid, hlm. 2-3.

(4)

Salah satu bentuk kewajiban para pihak dalam bernegosiasi dan menyusun kontrak adalah harus berperilaku dengan beritikad baik.9 Beberapa negara dengan

sistem civil law telah memiliki ketentuan legislasi yang mewajibkan negosiasi dan penyusunan kontrak harus dilakukan dengan itikad baik.10 Itikad baik (good faith)

dalam pelaksanaan kontrak merupakan lembaga hukum (rechtsfiguur) yang berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap oleh civil law. Asas ini ditempatkan sebagai asas yang paling penting (super eminent principle) dalam kontrak. Itikad baik menjadi suatu ketentuan fundamental dalam hukum kontrak dan mengikat para pihak dalam kontrak.11 Robert Summer berpendapat bahwa

bentuk itikad buruk dalam negosiasi dan penyusunan kontrak mencakup negosiasi tanpa maksud yang serius untuk mengadakan kontrak, penyalahgunaan keadaan untuk menggagalkan negosiasi, mengadakan kontrak tanpa memiliki maksud untuk melaksanakannya, tidak menjelaskan fakta materiil, dan mengambil keuntungan dari lemahnya posisi tawar pihak lain dalam kontrak.12

Ajaran penyalahgunaan keadaan terbentuk disebabkan dulunya belum ada ketentuan Burgerlijk Wetboek Belanda yang mengatur tentang hal itu. Putusan hakim yang membatalkan perjanjian untuk sebagian atau seluruhnya dalam hal seorang hakim menemukan adanya keadaan yang bertentangan dengan kebiasaan ini sering ditemukan. Pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut ternyata tidak didasarkan pada salah satu alasan pembatalan perjanjian yaitu cacat kehendak

9 Ridwan Khairandy, 2014, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian

Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 149.

10 Ibid., hlm. 149. 11 Ibid., hlm. 123. 12 Ibid., hlm. 149.

(5)

klasik dalam KUHPerdata berupa kesesatan (dwaling), paksaan (dwang), dan penipuan (bedrog).

Penyalahgunaan keadaan tidak hanya berhubungan dengan isi perjanjian, tetapi juga hal yang telah terjadi pada saat lahirnya perjanjian, yaitu penyalahgunaan keadaan yang menyebabkan pernyataan kehendak dan dengan sendirinya persetujuan satu pihak tanpa cacat. Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan keadaan-keadaan saat pembentukan kontrak yaitu memanfaatkan keadaan pihak lain yang mengakibatkan kehendaknya menjadi tidak bebas. Penyalahgunaan keadaan merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan posisi tawar itu terhadap pemberian kata sepakat dari pihak yang lebih lemah atau yang dipengaruhi.13

Doktrin penyalahgunaan mengandung dua unsur yaitu unsur kerugian bagi satu pihak dan unsur penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain, yang mana dari kedua unsur tersebut timbul sifat penyalahgunaan keunggulan ekonomis dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan.14 Doktrin penyalahgunaan keadaan secara

garis besar berhubungan dengan perwujudan asas kebebasan berkontrak karena menyangkut penyalahgunaan untuk mengganggu adanya kebebasan kehendak yang bebas mengadakan persetujuan.15

Ridwan Khairandy menyebutkan dalam penelitiannya bahwa doktrin penyalahgunaan keadaan di Indonesia relatif baru. Doktrin penyalahgunaan keadaan belum dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia. Ini berbeda dengan

13 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit., hlm. 22. 14 Henry P. Panggabean, Op.cit., hlm. 75.

(6)

di negara Belanda.16 Perkembangan doktrin penyalahgunaan keadaan di Indonesia

telah didukung beberapa putusan pengadilan melalui lembaga peradilan yang memberikan pertimbangan dalam suatu sengketa perdata mengenai perjanjian antara penggugat dengan tergugat dalam hal berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa perjanjian tersebut telah dinilai tidak adil sehingga merugikan pihak yang posisinya lemah. Hakim memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Hakim dengan kewenangannya harus mengurangi atau bahkan meniadakan sama sekali kewajiban kontraktual dari perjanjian yang mengandung ketidakadilan.17 Hakim

dalam perkara di peradilan perdata memegang peranan penting dalam menafsirkan penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian para pihak yang tertuang dalam akta notaris dan memutuskan dengan seadil-adilnya.

Lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat demi tercapainya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.18 Alat bukti tersebut ialah akta notaris yang merupakan akta

otentik, alat bukti yang sempurna, serta memiliki kekuatan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh. Pembuatan perjanjian yang mengandung penyalahgunaan keadaan dengan akta notaris yakni salah satu pihak dalam perjanjian memanfaatkan posisi lemah pihak lainnya, baik kelemahan ekonomis maupun psikologis, pada kenyataannya dalam praktik kenotariatan sering terjadi. Ini tidak sesuai dengan yang dicita-citakan di atas sebagaimana tertulis dalam Penjelasan

16 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit., hlm. 22. 17 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 71.

(7)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Hal yang sering terjadi dalam praktek misalnya pembuatan perjanjian pengikatan jual beli yang sebenarnya diawali dengan perjanjian utang-piutang di mana debitur sangat membutuhkan uang sementara yang dapat debitur jaminkan adalah rumah satu-satunya yang debitur tinggali. Kreditur memanfaatkan hal ini karena kebutuhan debitur yang mendesak dan ketidakmengertian debitur tentang konsekuensi hukumnya. Kreditur bukannya meminta debitur menjadikan hak atas tanah miliknya menjadi jaminan melalui lembaga hak tanggungan, melainkan dengan cara jual beli semu, padahal nilai dari hak atas tanah tersebut jauh lebih tinggi daripada nilai utang debitur dan kreditur pada prinsipnya tidak boleh memiliki barang jaminan. Debitur juga diiming-imingi dapat membeli kembali hak atas tanah tersebut agar bersedia menjual hak atas tanah miliknya kepada kreditur sebagai jaminan pelunasan utangnya.

Hakim pada banyak putusan pengadilan yang berkenaan dengan penyalahgunaan keadaan memutuskan untuk membatalkan perjanjian para pihak dalam kasus-kasus tersebut. Peneliti juga menemukan pada beberapa putusan bahwa hakim membatalkan akta otentiknya, dalam hal ini akta notaris, di mana perjanjian yang mengandung penyalahgunaan tertuang. Peneliti tertarik mengenai bagaimana terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam pembuatan perjanjian di antara para pihak dapat mengakibatkan akta notarisnya menjadi batal, maka peneliti meneliti penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar hakim untuk membatalkan partij acte notaris dan parameternya. Peneliti menggunakan

(8)

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3641 K/Pdt/2001, Nomor 2131 K/Pdt/2011, dan Nomor 3160 K/Pdt/2010 untuk meneliti mengenai penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris, serta Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3182 K/Pdt/2010 dan Nomor 1979 K/Pdt/2010 sebagai pembandingnya. Paparan di atas menjadi latar belakang peneliti dalam melakukan penelitian guna mengetahui dan mengkaji mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang digunakan hakim sebagai dasar untuk membatalkan partij acte notaris.

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang dalam penelitian tesis ini adalah:

1. Bagaimana penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris pada putusan Mahkamah Agung?

2. Parameter apakah yang digunakan dalam penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk:

1. mengetahui dan menganalisis penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan oleh Mahkamah Agung sebagai alasan pembatalan partij acte notaris, dan 2. mengetahui dan mengkaji parameter penyalahgunaan keadaan sebagai dasar

(9)

D. Manfaat Penelitian

Penulisan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis: 1. Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi bahan masukan

dalam pengembangan ilmu hukum yaitu hukum perdata, khususnya berkaitan dengan perjanjian dan akta notaris;

2. Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat digunakan oleh para hakim dan notaris serta menjadi tambahan pengetahuan mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

E. Keaslian Penelitian

Peneliti telah melakukan penelusuran pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan menemukan bahwa penulisan tesis mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar pembatalan partij acte notaris belum pernah dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang menyinggung tentang penyalahgunaan keadaan, antara lain:

1. Judul tesis “Tolok Ukur yang Dijadikan Pedoman Hakim dalam Mengambil Keputusan yang Berkaitan dengan Akta Notaris tentang Perjanjian yang Mengandung Unsur Penyalahgunaan Keadaan (Undue Influence)” yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah pada tahun 2007 dari Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(10)

Rumusan masalah yang ditekankan pada tesis ini adalah:

a. Bagaimana putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap masalah yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)? b. Bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Notaris terhadap akta

yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)? c. Apa tolak ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil

keputusan yang berkaitan dengan akta notaris tentang perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)?19

Hasil penelitian dari tesis tersebut adalah, pertama, keadaan terpaksa dan ketidakmampuan seseorang dalam putusan Nomor 40/Pdt.G/Pn.Yyk dinilai hakim sebagai penyalahgunaan keadaan yang melanggar unsur subyektif dalam perjanjian dan oleh karena itu dapat diminta pembatalannya di pengadilan. Kedua, tanggung jawab Notaris/PPAT atas pembatalan akta yang terbukti mengandung unsur penyalahgunaan keadaan karena salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata berupa penyalahgunaan keadaan dan apabila Notaris/PPAT memenuhi syarat formil pembuatan akta maka Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab atas batal dan dicabutnya akta. Salah satu tolok ukur yang dijadikan pedoman hakim untuk membatalkan perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan adalah kepatutan dan moralitas dalam membuat

19 Yuni Akhadiyah, “Tolok Ukur yang Dijadikan Pedoman Hakim dalam Mengambil Keputusan

yang Berkaitan dengan Akta Notaris tentang Perjanjian yang Mengandung Unsur Penyalahgunaan Keadaan (Undue Influence)”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.

(11)

perjanjian yang mana kepatutan dan moralitas di sini berarti tidak berlawanan dengan kepentingan umum atau tujuan utama dari perjanjian.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yuni Akhadiyah adalah: a. Yuni Akhadiyah menggunakan putusan Pengadilan Negeri

Yogyakarta Nomor 40/Pdt.G/1999/PN.Yk juncto putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 11/Pdt/2000/PTY, sedangkan peneliti menggunakan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3182 K/Pdt/2010, Nomor 1979 K/Pdt/2010, Nomor 3641 K/Pdt/2001, Nomor 2131 K/Pdt/2011, dan Nomor 3160 K/Pdt/2010.

b. Tesis yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah tidak membangun tolok ukur yang digunakan untuk menilai sebuah perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan dari penelitiannya, melainkan hanya menulis ulang teori-teori mengenai tolok ukur penyalahgunaan keadaan yang telah dibuat oleh para ahli sebelum penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan membahas parameter penyalahgunaan keadaan yang digunakan hakim dalam membatalkan partij acte notaris.

c. Tesis yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah membahas lebih kepada kewenangan dan tanggung jawab notaris terhadap akta yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas mengenai hubungan doktrin penyalahgunaan keadaan dengan pembatalan partij acte notaris melalui putusan pengadilan.

(12)

2. Judul tesis “Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian” yang ditulis oleh Rendy Saputra pada tahun 2015 dari Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Rumusan masalah yang ditekankan pada tesis ini adalah:

a. Apakah indikator atau tolok ukur penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian?

b. Bagaimana pertimbangan yang digunakan hakim dalam memutus perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan?20

Hasil penelitian dari tesis ini adalah penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan tiga aspek tolok ukur yaitu aspek posisi para pihak pada fase pra kontraktual, aspek formulasi perjanjian, dan aspek moralitas. Para hakim mendasari pertimbangan putusannya dalam melihat perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan dari beberapa aspek tolok ukur yakni ketiga aspek tersebut di atas, namun penggunaannya tidak diberlakukan secara kumulatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rendy Saputra adalah bahwa dalam penelitian ini, pembahasan peneliti lebih menekankan pada permasalahan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam hal pembatalan partij acte notaris.

20 Rendy Saputra, “Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omsandigheden)

sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian”, Tesis, Program Studi Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pengaruh irigasi tetes terhadap panjang tanaman dan tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi per tanaman disebabkan karena pada fase pertumbuhan, tanaman

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Pemurus Dalam memadukan antara pendidikan umum dijenjang sekolah dasar dengan tambahan pendidikan keagamaan seperti SKI, fiqih, Alquran hadits,

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa kelas IV IPS pokok bahasa kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya alam mengunakan Metode Problem Solving dengan amplop

Selain permukaan yang memiliki daya pantul yang lebih besar (seperti salju atau es), semua energi tersebut akan diserap oleh tanah sehingga memanaskan permukaan

Dari hasil percobaan pada 120 citra sel darah yang terdiri dari 40 plasmodium fase ring, 40 plasmodium fase tropozoit dan 40 plasmod- ium fase schizonts dihasilkan rata-rata

Hal tersebut dapat menghemat tenaga tanpa harus meng-copy beberapa lembar kertas dan disebarkan atau ditempelkan pada madding perusahaan, serta menghemat waktu dalam

Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengusulkan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP) bagi para guru PDp sebagai salah satu bentuk usaha untuk

Prinsip Konservati sme akuntansi Konservatisme akuntansi menunjukkan reaksi kehati-hatian perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa yang akan datang