PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS
PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN
TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN
KARYA ILMIAH
VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE 052409036
PROGRAM STUDI D–3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL (%TSC) LATEKS
PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK
BENANG KARET
DI P.T.IKN- MEDAN
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE
052409036
PROGRAM STUDI D–3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL
( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE
Nomor Induk Mahasiswa : 052409036
Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2008
Diketahui
Program studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU
Ketua, Pembimbing
(DR. Harry Agusnar,M.Sc.,M.Phil) (Prof. DR. Zul Alfian M.Sc)
Nip. 131.273.466 Nip. 131.273.465
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK
BENANG KARET DI PT. IKN – MEDAN
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2008
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi-rabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua, serta salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita Nabi Besasr Muhammad saw sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis baik dari segi kemampuan, waktu, dan pengetahuan, tetapi penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak yang membaca karya ilmiah ini khususnya serta bagi lingkung Universitas Sumatera Utara pada umumnya. Penulis mengucapkan terimakasih atas segala kritik dan saran yang membangun untuk karya ilmiah ini.
Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan, dan petunjuk dari semua pihak, mak pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Edi Suwanto Dalimunthe, Ibunda Sri Sukmawaty,dan adik-adik saya Anggi Suwanti Dalimunthe, Dinda Wintasari Dalimunthe.
2. Bapak Prof. Dr. H. Zul Alfian M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku dosen Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu DR. Rumondang Bulan. MS, selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Erwin Nasution, selaku pembimbing lapangan.
6. Teman-teman PKL, Anggia Murni, Fitria Permatasari, danMila Amelia. 7. Seluruh teman-teman angkatan 2005 Jurusan Kimia Industri FMIPA USU.
Penulis memanjatkan doa kehadirat Allah swt, semoga amal kebaikan mereka diberi balasan yang setimpal, amin ya robbal alamin.
Medan, Juli 2008 Penulis
ABSTRAK
Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis-1,4 poliisoprena. Salah satu produk dari karet adalah benang karet. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang karet adalah: lateks pekat. Penentuan kandungan padatan total (TSC) pada lateks pekat bertujuan untuk mendapatkan parameter mutu yang sesuai untuk menghasilkan benang karet yang berkualitas. Salah satu parameter tersebut adalah kekuatan tarik (tensile strength). Jika kadar TSC terlalu tinggi, maka kekuatan tarik benang karet yang dihasilkan juga semakin besar, maka benang karet akan menjadi lebih keras sehingga tidak nyaman digunakan. Dan jika kadar TSC rendah maka kekuatan tarik benang karet akan semakin rendah sehingga benang karet yang dihasilkan akan mudah sobek dan melar jika digunakan.
Untuk menentukan kadar TSC lateks pekat, yang digunakan untuk produk benang karet adalah dengan pemanasan. Telah dilakukan dengan metode volumetric dimana dilakukan pemanasan selama 3 jam. Kadar TSC yang diperoleh dari hasil analisis setiap hari selama pengambilan dan dilakukan 2 kali perlakuan.
TO DETERMINE THE TOTAL SOLID CONTENT (%TSC) OF LATEX AND THE INFLUENCE TO TENSILE STRENGTH RUBBER THREAD
IN PT. IKN– MEDAN
ABSTRACT
Natural rubber is an polymer from isoprene by the name of chemistry of Cis – 1,4 polisoprena. One of product from this rubber is Rubber Thread. Raw material originally used is latex. TSC ( Total Solid Content ) determination of latex is to be done to obtain the quality parameters which adjust to produce a good quality for produced products. The one of the parameters is stensile strength. If the TSC too high, then the tensile strength of rubbet Thread Produced larger, so that Rubber thread will be stiff. While if when low TSC, tensile strength also will lower, so rubber thread produced will easy to tear and loosen of if when pulled.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Lampiran x
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Batasan Permasalahan 4
1.4 Tujuan 4
1.5 Manfaat 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1 Bahan Baku Benang Karet 5
2.1.3 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis 11
2.2 Komposisi Lateks 12
2.2.1 Susunan Kimia 12
2.2.2 Susunan Fraksi Lateks 14
2.3 Kekuatan Tarik ( Tensile Strength ) 16
2.4 Parameter dan Standart Mutu 17
2.5 Sasaran Mutu Produk Akhir 20
Bab 3 Metodologi Analisis 22
3.1 Alat – Alat 22
3.2 Bahan – Bahan 22
3.3 Prosedur Analisa 22
Bab 4 Data, Perhitungan Dan Pembahasan 24
4.1 Data 24
4.2 Perhitungan 26
4.3 Pembahasan 28
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 29
5.1 Kesimpulan 29
5.2 Saran 29
Daftar Pustaka 30
Lampiran
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Lateks 14
Tabel 2.2 Tabel Spesifikasi Parameter Mutu Lateks Pekat Pusingan
( Centrifuge N. R. Concentrated Specification ) 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Tabel 1 Parameter Lateks Pekat Medium Amonia 31
Tabel 2 Parameter Sifat-sifat fisika di Lab. Fisika 32
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet merupakan salah satu komoditi ekspor terbesar di dunia. Karet diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazon, Brazil. Saat ini karet
Havea di Indonesia sudah merupakan tanaman perkebunan yang cukup luas dan
merupakan sumber devisa bagi negara.
Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini sangat pesat. Negara Indonesia
termasuk produsen karet alam kedua setelah Malaysia, akan tetapi usaha perkaretan di
Indonesia masih tergolong terbelakang, bila dibandingkan dengan perkembangan
produksi dan kemajuan teknologi di Negara lain.
Pabrik industri karet PT. Industri Karet Nusantara Medan merupakan salah
satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang memproduksi barang jadi
karet seperti, karet gelang, benang karet dan sarung tangan dengan menggunakan lateks
sebagi bahan bakunya.
Proses pembuatan benang karet berlangsung dalam beberapa unit proses, yaitu:
header capillary, acid bath, drying oven, talcum area, ribboning, curing, cooling drum,
receiving, boxes weighing, packing, market customer.
Para konsumen sangat menginginkan benang karet dengan kualitas yang baik.
Oleh karena itu setiap pabrik benang karet mengusahakan agar produk yang dihasilkan
tidak melar atau kendor, tetapi juga tidak terlalu kaku. Ini berarti kekuatan tarik ( Tensile
Strength ) benang karet harus sesuai dengan parameter mutu yang ditetapkan, sehingga
produk yang dihasilkan dapat terjual seluruhnya dan konsumen merasa nyaman
menggunakannya.
Standart mutu merupakan hal yang paling penting untuk batas-batas nilai
suatu unsur baik atau tidak. Baiknya mutu suatu produk apabila telah dilakukan pengujian
terhadap sample tersebut, hasil yang diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan
standart mutu yang ditetapkan. Dari hasil perbandingan ini akan diketahui bagaimana
mutu dari sample tersebut.
Parameter-parameter yang dianalisis pada produksi benang karet di pabrik
industri karet PT. Karet Nusantara adalah:
a. Penentuan TSC ( Total Solid Content )
b. Penentuan DRC ( Dry Rubber Content )
c. Penentuan VFA ( Volatile Fatty Acid )
d. Penentuan Alkalinity ( NH8 )
e. Penentuan MST ( Mechanical Stability Time )
f. Penentuan KOH Number
Seperti yang tercantum diatas, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah:
TSC ( Total Solid Content ) atau kandungan zat padatan total pada lateks pekat. bila TSC
rendah, maka kekuatan tarik benang karet semakin rendah mengakibatkan benang karet
akan melar dan mudah koyak. Sebaliknya bila TSC lateks semakin tinggi, kekuatan tarik
benang karet juga akan semakin tinggi. hal ini akan berakibat buruk bagi perusahaan yang
bersangkutan karena akan memakan biaya yang cukup besar.
Pabrik telah menetapkan beberapa standart mutu, bahwa untuk menghasilkan
benang karet yang baik khususnya memiliki kekuatan tarik yang baik, maka kandungan
padatan total ( TSC ) lateks pekat haruslah sesuai standart yaitu: 61,3% - 62%. Sehingga
apabila standart tersebut dapat terpenuhi maka benang karet yang dihasilkan akan
memiliki kekuatan tarik yang baik.
Melihat hal-hal tersebut diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas masalah
tersebut. Dan dengan masalah itu penulis mengambil judul:
“ Penentuan Kandungan Padatan Total ( %TSC ) Lateks Pekat dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Tarik Benang Karet Di PT.IKN Medan “.
1.2. Permasalahan
Salah satu parameter yang dianalisis pada produksi benang karet adalah: Penentuan TSC
pada lateks pekat. Kadar TSC pada lateks pekat sangat berpengaruh pada kekuatan tarik
Lateks dengan TSC yang tinggi, akan menghasilkan benang karet dengan
kekuatan tarik ( Tensile Strength ) yang semakin besar. Hal ini tentu saja akan berakibat
buruk bagi perusahaan yang bersangkutan karena akan memakan biaya yang cukup besar
selama proses produksi, disamping itu konsumen tidak akan menyukai benang karet yang
kaku. Sedangkan bila TSC rendah, benang karet yang dihasilkan akan mudah koyak dan
melar bila ditarik, sehingga perlu adanya penetapan kandungan TSC lateks pekat yang
sesuai dan baik.
1.3. Batasan Masalah
Dalam hal ini penulis membatasi penulisan karya ilmiah ini hanya pada pemeriksaan
kadar TSC lateks pekat dan pengaruhnya terhadap kekuatan tarik benang karet yang
dihasilkan.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Total Solid Content ( TSC ) lateks pekat
terhadap kekuatan tarik ( Tensile Strength ) benang karet.
b. Untuk mengetahui kandungan TSC lateks pekat agar diperoleh kekuatan tarik
1.5. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk meningkatkan standart
mutu dengan menetapkan kandungan Padatan Total ( TSC ) yang sesuai, sehingga
diperoleh kekuatan tarik ( Tensile Strength ) benang karet yang sesuai.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Baku Benang karet
Bahan baku untuk pembuatan benang karet pada P.T. Industri Karet Nusantara Medan
adalah: Lateks DRC 60% ( lateks pekat hasil pemusingan ) yang berasal dari pusat
pengolahan karet ( PPK ) PT. Perkebunan Nusantara III di Kebun Rambutan dan
Membang Muda.
Pada umumnya lateks yang dihasilkan dari kebun adalah High Amoniak yang
kadarnya sekitar 0,55% – 0,75%, sedangkan lateks yang dipakai di Rubber Thread
Factory ( RTF ) adalah Medium Amoniak yang kadarnya: 0,40% – 0,54%. Sebagai bahan
pemantap ditambah Larutan Ammonium Laurat 20% dengan dosis 4 – 5 ml/L. Lateks
pekat inilah yang dipakai sebagai bahan baku yang digunakan untuk pembuatan benang
karet, sebelum lateks digunakan dalam proses produksi, lateks tersebut terlebih dahulu
Lateks adalah cairan berwarna putih susu yang merupakan sistem koloid yang
kompleks yang terdiri dari partikel-partikel karet dan partikel bukan karet. Sebelum
terkontaminasi atau tercampur dengan bahan-bahan lain lateks mempunyai pH normal,
yaitu: ±6,9 – 7,0, cair dan bersifat kolloid yang stabil.
Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakn untuk pembuatan benang
karet, sebelum lateks digunakan dalam proses produksi, lateks tersebut terlebih dahulu
dipekatkan dan disebut lateks pekat.
Lateks yang telah dipekatkan mempunyai Kadar Karet Kering ( KKK ) 60% dan
berupa cairan yang mantap.
Tujuan dari pemekatan lateks antara lain:
1. Untuk memperoleh kadar karet kering sekitar 60%
2. Untuk mengurangi kenaikan biaya produksi
3. Untuk mengetahui jumlah air yang ditambahkan pada pengenceran lateks
sampai kadar yang dikehendaki.
A. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lateks
1. Iklim
Musim hujan akan mendorong terjadinya prokoagulasi, sedangkan musim
2. Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan ( baik yang
terbuat dari aluminium maupun yang terbuat dari baja tahan karet ). Peralatan
yang digunakan harus dijaga kebersihannya agar kualitas lateks tetap terjaga.
3. Pengaruh pH
Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau karena
penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan mengganggu kestabilan
atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan menggumpal.
4. Pengaruh Jasad Renik
Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad renik
yang berasal dari udara luar atau dari peralatan-peralatan yang digunakan.
Jasad renik tersebut mula-mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang
terdapat dalam serum dan menghasilkan asamlemak yang mudah menguap ( asam
lemak eteris ).
Terbentuknya asam lemak eteris ini secara perlahan-lahan akan menurunkan pH
lateks akibatnya lateks akan menggumpal. Sehingga semakin tinggi jumlah
asam-asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateks.
5. Pengaruh Mekanis
lain. Tubrukan-tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan
pelindung, dan akan mengakibatkan penggumpalan ( koagulasi ).
( Ompusunggu, 1987 )
B. Penggumpalah Lateks ( Koagulasi )
Proses penggumpalan lateks terjadi karena penetralan muatan partikel karet, sehingga
karet dengan perlindungannya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan
bergabung ke sesamanya membentuk gumpalan.
Penggumpalan lateks dapat terjadi dengan cara:
1. Penambahan Asam
Penambahan Asam bertujuan untuk menurunkan pH.
a. Asam semut ( disebut juga asam format, CHOOH )
Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air,
berbau merangsang.
b. Asam Cuka ( disebut juga asam asetat, CH3COOH )
Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang dan
mudah diencerkan dalam air.
2. Penambahan bahan-bahan yang dapat mengikat air seperti alkohol.
Penambahan alcohol akan mengakibatkan terjadinya ikatan hydrogen antara alcohol
dengan air, ikatan ini lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein
yang melapisi karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan terganggu
dan akibatnya karet akan menggumpal.
3. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan menetralkan muatan partikel karet
( negatif ), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan menetralkan muatan
partikel karet ( negarif ), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak,
mengakibatkan karet akan menggumpal.
4. Adanya kegiatan Mikroba ( secara Alamiah )
C. Senyawa Kimia Sebagai Bahan Antikoagulan
1. Soda ( Natrium Karbonat)
Antikoagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas produk
yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang ( CO2 ) dalam lateks,
sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan ( koagulan ).
2. Amoniak ( NH3 )
Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai disinfektan 0,7% NH3 biasa
3. Natrium Sulfit ( Na3SO3)
Bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. untuk pemakaian segera dibuat
larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5-10 cc natrium sulfite 10%.
2.1.1. Karet Alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat
yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam
usaha industri mesin-mesin penggerak.
Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan
hasil produk karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik
untuk barang-barang karet buatan menusia.
Secara umum sifat-sifat karet alam adalah sebagai berikut:
a. Sifat fisik
1. Warna setelah koagulasi putih hingga coklat.
2. Elastisitas lateks tersebut semakin bertambah setelah vulkanisasi
3. Larut dalam Benzen
4. Tidak larut dalam air
6. Bila dipanaskan maka sifat fisiknya akan semakin baik
b. Sifat kimia
1. Mudah teroksidasi oleh udara
2. Bila dibakar lateks alam akan berubah menjadi CO2 dan H2O.
( Yayasan Karet, 1983 )
2.1.2. Karet Sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak
bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang
Dunia II. Karena memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam, maka
dalam pembuatan beberapa jenis barang banyak digunakan bahan baku karet sintetis.
Sekarang banyak karet sintetis yang dikenal, biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri
yang khas. Diantaranya:
A NBR ( Nytrile Butadiene Rubber )
NBR memiliki ketahanan yang tinggi terhadap minyak sehingga NBR merupakan
karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. NBR biasa
digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membrane, seal,
serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau
elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi,
sehingga memerlukan penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester.
B. CR ( Chloroprene Rubber )
CR memiliki ketahanan terhadap minyak, pengaruh oksigen dan ozon di udara,
bahkan jika tahan terhadap panas atau nyala api. CR banyak digunakan dalam
pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket dan sabuk pengangkut.
C. EPR ( Ethylene Propylene Rubber )
Isomer karet ini merupakan gabungan tiga jenis monomer, yaitu: ethylene, propylene
yang termoplastik serta monomer lain yang memiliki ikatan rangkap atau diene.
Keunggulannya adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh
unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.
( Spilane,J, 1989 )
2.1.3. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh
dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum
dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun keunggulan yang dimiliki oleh karet
alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam
dibandingkan karet sintetis adalah:
b. Memiliki plastisasi yang baik sehingga pengolahannya mudah.
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas ( Low heat bid up ), dan
e. Memiliki daya tahan tinggi terhadap keretakan
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan untuk beberapa keadaan
tertentu, diantaranya:
a. Tahan terhadap berbagai zat kimia
b. Harga cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil
c. Pengiriman atau suplai karet sintetis jarang mengalami kesulitan yang sulit
diharapkan dari pengiriman atau suplai karet alam.
( Tim Penulis, 1999 )
2.2. Komposisi Lateks
2.2.1. Susunan Kimia
Lateks Havea brasiliensis terdiri dari dua bahan pokok, yaitu: partikel-partikel
Hidrokarbon ( karet ) dan bahan bukan karet.
a. Karbohidrat
b. Protein
Protein didalam lateks mencapai 1,3% - 1,7%. Didalam pembuatan benang karet,
konsentrasi protein yang ada harus diturunkan menjadi sekecil mungkin, karena sifat
protein yang sangat berperan terhadap kestabilan kolloid.
c. Lipida
Lipidan yang terdapat didalam lateks sekitar 1,5% - 1,7% yang terdiri dari gliserida,
sterol dan fosfolipida. Seluruh senyawa ini tidak larut dalam air dan terdapat didalam fase
karet dengan jumlah sedikit didalam fraksi bawah dan fraksi frey wessling.
d. Konstituen Lain
Asam Amino didalam lateks yang telah diidentifikasi sebanyak 19 asam amino.
Nukleotida yang terkandung didalam lateks adalah penting sebagai ko-faktor dan zat
intermediat didalam proses biosintetis. Konsentrasi total dari ion-ion anorganik adalah
0,5%. Ion-ion anorganik tersebut diantaranya K, Mg, Cu, Fe, Na, Ca.
Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis tanaman, unsur tanaman, musim,
sistem deres dan pengguna stimulan.
Perbandingan dari masing-masing persenyawaan atau unsur tersebut diatas secara
umum dapat terlihat seperti dibawah ini:
No Nama Bahan Kadar
2.2.2 Susunan Fraksi Lateks
Apabila lateks segar dipusing dengan suatu alat pemusing berkecepatan tinggi (
a. Fraksi Karet
Bagian dari lateks yang mempunyai nilai ekonomi adalah partikel karet, sehingga
semua teknik pengolahan bertujuan untuk menjaga agar sifat-sifat partikel ( butir ) karet
tersebut tidak dirusak oleh factor luar atau bahan lain.
Partikel karet adalah merupakan persenyawaan cis – 1,4 – polyisoprena, dan tidak
larut dalam air. Tiap partikel berukuran 0,01 – 3 um tetapi yang terbanyak adalah yang
berukuran ≤ 0,4 um. Partikel karet yang berukuran > 0,4 um hanya ± 4% saja.
Di dalam lateks, partikel-partikel karet bersifat sebagai kolloid, dan tiap partikel
diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida. Lapisan protein
dan lipida itu berfungsi sebagai pemantap
b. Fraksi Serum
Fraksi serum disebut juga serum C ( centrifuged serum ). Di dalam fraksi serum
terlarut berbagai ion anorganik seperti K+, Cu2+, PO4, dan CO3. Disamping ion-ion
tersebut diatas, di dalam serum C terdapat juga karbohidrat, protein, air, inositol yang
merupakan sumber utama untuk pembentukan asam-asam lemak yang mudah menguap (
asam lemak eteris ).
c. Fraksi Frey Wyssling
Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula ditemukan
jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti bola. Berwarna kuning yang
disebabkan kadar keratenoidnya yang cukup tinggi.
Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak dibawah
partikel karet dan diatas fraksi dasar ( lutoid ). Tetapi kadang-kadang juga teradsorbsi
pada permukaan lutoid atau pun pada prmukaan partikel karet.
Bila partikel Frey Wyssling teradsorbsi pada lutoid, maka akan kelihatan lutoid
menjadi berwarna kuning.
d. Fraksi Dasar
Fraksi dasar pada umumnya terdiri dari partikel-partikel lutoid sehingga fraksi dasar
ini sering juga disebut lutoid. Lutoid itu bersifat kental seperti gelatin yang diselubungi
oleh membrane semi permeabel.
Partikel lutoid mempunyai diameter 2 – 5 um, dan berat jenisnya lebih besar dari
berat jenis partikel karet, sehingga pada pemusingan partikel-partikel lutoid berkumpul
dibagian bawah ( dasar ).
( Tampubolon,M, 2005 )
2.3. Kekuatan Tarik ( Tensile Strength )
Kekuatan ( strength ) adalah ukuran dari beberapa tegangan yang akan ditahan
sebagai hasil bagi dari beban maksimum dengan permukaan sample. Tujuang dari
kekuatan tarik adalah untuk menentukan kekuatan yang dibutuhkan untuk menarik suatu
sample sampai putus. Pada saat ini kekuatan tarik dapat diukur dengan menggunakan alat
yang canggih yaitu: Tensometer. Pada saat ini tensile strenghth dapat langsung diperoleh
secara digital dengan cara memasukkan sample kedalam alat tersebut, maka akan ditarik
sampai putus dan cara otomatis parameter mutu yang diinginkan kekuatan tarik ( Tensile
Strength ) langsung diperoleh.
2.4. Parameter dan Standart Mutu
Standart mutu merupakan hal yang penting untuk batas-batas nilai suatu unsur
dikatakan baik atau tidak. Baiknya mutu suatu hasil analisis apabila telah dilakukan
pengujian terhadap sample tersebut, hasil yang diperoleh kemudian akan dibandingkan
dengan standart mutu yang ditetapkan. Dari hasil perbandingan ini akan diketahui
bagaimana mutu dari sampel tersebut.
Parameter-parameter mutu lateks pekat yang dianalisis pada produksi benang karet di
PT. Industri Karet Nusantara-Medan adalah:
Kadar karet kering adalah banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam lateks
yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada suhu 700C
selama 16 jam atau pada suhu 1000C selama 2 jam. Kadar karet kering ( DRC ) pada
lateks pekat dengan Medium Amoniak adalah 60%.
B. Jumlah Padatan Total ( Total Solid Content )
Jumlah padatan total adalah banyaknya zat padat yang terdapat didalam lateks yang
tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu 700C selama 16 jam atau pada
suhu1000C selama 2 jam. Jumlah padatan total yang terdapat pada lateks pekat adalah
61,3% - 62%.
C. Kadar Amoniak ( NH3 )
Kadar amoniak adalah jumlah amoniak yang terdapat dalam lateks ( % b/u ). Kadar
amoniak yang terdapat dalam lateks pekat adalah sekitar 0.40%.
D. Uji Waktu Kemantapan Mekanis ( Mechanical Stability Time )
Waktu kemantapan mekanis adalah waktu yang dibutuhkan untuk memulai
menunjukkan flokulasi bila dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm. Waktu
kemantapan mekanis pada lateks pekat adalah sekitar 650 menit.
Bilangan asam lemak yang mudah menguap adalah jumlah asam lemak yang mudah
menguap berantai pendek yang terdapat dalam lateks pekat yang mengandung 100 gram
padatan total. Bilangan asam lemak mudah menguap pada lateks pekat adalah sekitar
0,020%. Bilangan VFA menunjukkan tingkat kebusukan lateks pekat. Semakin tinggi
bilangan VFA akan semakin buruk kualitas lateks pekat tersebut.
F. Bilangan KOH
Jumlah gram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak dalam lateks
pekat yang mengandung 100 gram padatan total.
(Ompusunggu,M, 1997)
Tabel 2.2. Tabel Spesifikasi Parameter Mutu Lateks Pekat Pusingan ( Centrifuge N.R Concentrated Specifiction )
No Parameter STN Klasifikasi
2 DRC % - 60 60 60
2.5. Sasaran Mutu Produk Akhir
Produk yang dihasilkan dari pengolahan karet alam menjadi benang karet dengan
menggunakan lateks pekat 60% adalah benang karet yang mempunyai sasaran mutu
a. Sifat fisik didalam atau diluar dari standar perusahaan atau pelanggan
b. Dalam satu pallet, maksimum 3 boks yang dua panjang ( satu ambungan )
c. Count, akhir, lebar pita dan warna harus sesuai
d. Benang tidak boleh kusut, lengket, pipih, bendol-bendol, benang besar-kecil, benang
bercampur warna dan benang kotor.
2. Tingkat B adalah mutu produksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan
yang disepakati pelanggan. Sasaran mutunya maksimal 3,00%.
a. Sifat fisik didalam atau diluar dari standar perusahaan atau pelanggan
b. Maksimum lima sambungan
c. Coutt, akhir, warna harus sama tiap kotak
d. Stok lama yang jumlahnya diluar standar perusahaan
e. Tipe kotak yang digunakan 15kg, 25kg, 30kg, 40kg dan 45kg.
f. Identifikasi harus jelas, menggunakan bentuk lanjutan.
3. Wastage adalah mutu produksi yang tidak disepakati oleh pelanggan. Sasaran
mutunya maksimal 4,50%.
a. Sifat fisik diluar dari standar perusahaan atau pelanggan
b. Benang boleh kusut dan lengket
c. Benang tidak berbentuk pita
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pemeriksaan antara lain pengujian visual,
pengujian phisik dan pengepakan.
BAB 3 METODOLOGI
Neraca Analisis
Oven
Cawan petrydish
Bad & Tatlock
Ohaus
3.2. Bahan – Bahan
Lateks Pekat
3.3. Prosedur
Penentuan Total Solid Content ( TSC )
a. Ditimbang petrydish kosong (A)
b. Ditambahkan 2,5 – 3 gram sampel lateks pekat kedalam petrydish lalu ditimbang
kembali (B)
c. Kemudian dimasukkan kedalam oven selama 3 jam pada temperatur 100 – 1020C
d. Setelah 3 jam didinginkan didalam desikator guna pendinginan
e. Setelah dingin ditimbang beratnya (C)
g. Masukkan data yang diperoleh dan dimasukkan kedalam rumus.
%TSC = sampel kering x 100%
sampel basah
h. Kedua nilai tersebut dirata-ratakan
i. Bandingkan spesifikasinya
Keterangan: A = Petrydish kosong
B = Petrydish + sampel basah
C = Petrydish + sampel kering
BAB 4
Pengambilan data dilakukan setiap hari dan perlakuan untuk analisis
dilakukan dua kali perlakuan.
Tabel. 4.1. Data Analisa Kadar TSC setiap Hari dengan Dua Perlakuan
Penentuan kadar TSC:
Kadar TSC ( % ) dari data diatas diperoleh rumus:
( % ) TSC = ( C-A ) X 100% = Berat Kering X 100%
( B-A ) Berat Basah
dimana: A = Petrydish kosong
B = Petrydish + sampel basah
C = Petrydish + sampel kering
1. 13 Februari 13 Februari 2008
A. Dimana: Berat kering: 2,0923 gram
Berat basah: 3,4065 gram
Berat petrydish(HC): 36,0825 gram
( % ) TSC = 2,0923 gram X 100%
3,4065 gram
= 61, 42%
B. Dimana: Berat kering: 1,9933 gram
Berat basah: 3,2475 gram
( % ) TSC = 1,9933 gram
Jadi ( % ) TSC ( AV ) =
X 100%
3,2475 gram
= 61,38%
61,42 + 61,38
2
= 61,40%
2. 14 Februari 2008
A. Dimana: Berat kering: 1,8776 gram
Berat basah: 3,0584 gram
Berat Petrydish(X): 41,5477 gram
(%) TSC =
X 100%
1,8776 gram X 100%
3,0584 gram
= 61,39%
B. Dimana: Berat kering: 1,6506 gram
Berat basah: 2,6905 gram
Berat Petrydish(LK): 36,3299 gram
(%) TSC = 1,6506 gram X 100%
2,6905 gram
2
= 61,36%
Data selengkapnya pada tabel 4.1.
4.3. Pembahasan
Analisa dari penetapan TSC lateks alam yang diambil dari tabel 4.1 diperoleh
kadar rata-rata % TSC lateks alam pada tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 17
Februari 2008 adalah 61,40%, 61,36%, 61,48%, 61,50%, dan 61,68%. Dimana kadar TSC
lateks alam yang sesuai standart mutu di PT. Industri Karet Nusantara adalah 61,3 – 62%.
Ini menunjukkan bahwa kadar TSC lateks pekat pada tanggal 13 Februari 2008 sampai
dengan 17 Februari 2008 telah sesuai dengan standart mutu di PT. Industri Karet
Nusantara untuk menghasilkan mutu benang karet dengan kekuatan tarik yang baik.
Apabila kadar TSC diatas 62% maka kekuatan tarik (Tensile Strength) benang karet
yang dihasilkan juga akan semakin besar. Sehingga benang karet yang dihasilkan akan
menjadi lebih keras atau benang karet akan menjadi kaku. Sedangkan bila TSC dibawah
61,3%. Maka, kekuatan tarik ( Tensile Strength ) yang dihasilkan akan semakin kecil
akibatnya benang karet yang dihasilkan akan mudah melar bila ditarik.Sehingga benang
karet yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen karena
BAB 5
Kadar TSC dari lateks pekat di PT. Industri Karet Nusantara telah sesuai dengan
mutu standrat dari perusahaan yaitu 61,3 – 62 %. Sehingga benang karet yang dihasilkan
memiliki kekuatan tarik yang baik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.
5.2. Saran
Diharapkan PT. Industri Karet Nusantara agar selalu menjaga kualitas dari total
solid content ( TSC ) sesuai dengan spesifikasi Internasional sehingga benang karet yang
dihasilkan di PT. Industri Karet Nusantara dapat diterima dipasar nasional dan
internasional. Selain itu parameter-parameter standart mutu lainnya seperti: pH,
Viskositas, Swelling Index, juga harus diperhatikan agar sesuai dengan standart PT.
Industri Karet Nusantara untuk menghasilkan benang karet dengan mutu yang baik.
Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Havea. Balai Penelitian
Perkebunan. Sungai Putih
Ompusunggu,M. 1997. Penanganan Bahan Baku Lateks dan Pengolahan SIR – 3 CV
dan SIR 3L. Pusat Penelitian Karet. Sungai Putih
Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan I. P.T. Pradaya Paramita. Jakarta
Tampubolon, M. 1986. Komposisi dan Sifat Lateks. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa. Medan
Tim Penulis, PS. 1999. Karet: Strategi Pemasaran Tahun 2000. Cetakan VI. Penerbit
Swadaya. Jakarta
Yayasan Karet. 1983. Penuntun Praktis Untuk Pembuatan Barang-Barang Dari Karet
Alam. Penerbit KINTA. Jakarta
1
Jumlah kandungan padatan atau Total Solid
Content ( TSC )
% Min 61,30
2
Kadar karet kering atau Dry Rubber Content
( DRC )
% Min 60,00
3
Asam lemak yang mudah menguap atau
Volatile Fatty Acid ( VFA )
- 0,020
4 Alkalinitas ( NH3 ) % 0,18 - 0,75
5
Waktu kemantapan mekanik atau
Mechanical Stability Time ( MST )
Tabel 2. Parameter Sifat-sifat fisika di Lab. Fisika (Standart Pabrik)
No Parameter fisika untuk count 110 Toleransi
1 Fillament Weight ( mg ) 3,8 – 4,1 – 4,3
2 Exact Count 110 ± 6%
3 Separability ( g ) 15 – 22,5 – 30
4 Resistant at break ( g/mm2 ) Min 2600
5 Elonglation at break ( % ) Min 650
6 Green modulus CA 300% ( g/mm2 ) 227 – 270 – 350 – 398
7 Green modulus CA 500% ( g/mm2 ) 650 – 1250
8 Schwartz Value / VRS ( g/mm2 ) 100 – 105 – 120 – 125
9 Schwartz hysteris ratio ( RIS ) 1,00 – 1,85
10 Temp. 500C vulcanization test ( 0C ) -1, -6, -4
11 Retention at 1490C test ( % ) Min 50
12 Permanent set at 80% E.B. ( % ) 2 – 8
13 Talcum Content ( % ) Maks 3,5%
14 Moisture Content ( % ) 2, -4, -6, -8
15 Water Extract ( % ) 1,30 – 0,55