• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS

PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN

TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN

KARYA ILMIAH

VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE 052409036

PROGRAM STUDI D–3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL (%TSC) LATEKS

PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK

BENANG KARET

DI P.T.IKN- MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE

052409036

PROGRAM STUDI D–3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL

( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK BENANG KARET DI PT. IKN - MEDAN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : VIVI HANDAYANI DALIMUNTHE

Nomor Induk Mahasiswa : 052409036

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2008

Diketahui

Program studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU

Ketua, Pembimbing

(DR. Harry Agusnar,M.Sc.,M.Phil) (Prof. DR. Zul Alfian M.Sc)

Nip. 131.273.466 Nip. 131.273.465

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(DR. Rumondang Bulan MS) Nip. 131.459.466

(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KANDUNGAN PADATAN TOTAL ( % TSC ) LATEKS PEKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKUATAN TARIK

BENANG KARET DI PT. IKN – MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

Vivi Handayani Dalimunthe 052409036

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi-rabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua, serta salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita Nabi Besasr Muhammad saw sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis baik dari segi kemampuan, waktu, dan pengetahuan, tetapi penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak yang membaca karya ilmiah ini khususnya serta bagi lingkung Universitas Sumatera Utara pada umumnya. Penulis mengucapkan terimakasih atas segala kritik dan saran yang membangun untuk karya ilmiah ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan, dan petunjuk dari semua pihak, mak pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Edi Suwanto Dalimunthe, Ibunda Sri Sukmawaty,dan adik-adik saya Anggi Suwanti Dalimunthe, Dinda Wintasari Dalimunthe.

2. Bapak Prof. Dr. H. Zul Alfian M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku dosen Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu DR. Rumondang Bulan. MS, selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Erwin Nasution, selaku pembimbing lapangan.

6. Teman-teman PKL, Anggia Murni, Fitria Permatasari, danMila Amelia. 7. Seluruh teman-teman angkatan 2005 Jurusan Kimia Industri FMIPA USU.

Penulis memanjatkan doa kehadirat Allah swt, semoga amal kebaikan mereka diberi balasan yang setimpal, amin ya robbal alamin.

Medan, Juli 2008 Penulis

(6)

ABSTRAK

Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis-1,4 poliisoprena. Salah satu produk dari karet adalah benang karet. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang karet adalah: lateks pekat. Penentuan kandungan padatan total (TSC) pada lateks pekat bertujuan untuk mendapatkan parameter mutu yang sesuai untuk menghasilkan benang karet yang berkualitas. Salah satu parameter tersebut adalah kekuatan tarik (tensile strength). Jika kadar TSC terlalu tinggi, maka kekuatan tarik benang karet yang dihasilkan juga semakin besar, maka benang karet akan menjadi lebih keras sehingga tidak nyaman digunakan. Dan jika kadar TSC rendah maka kekuatan tarik benang karet akan semakin rendah sehingga benang karet yang dihasilkan akan mudah sobek dan melar jika digunakan.

Untuk menentukan kadar TSC lateks pekat, yang digunakan untuk produk benang karet adalah dengan pemanasan. Telah dilakukan dengan metode volumetric dimana dilakukan pemanasan selama 3 jam. Kadar TSC yang diperoleh dari hasil analisis setiap hari selama pengambilan dan dilakukan 2 kali perlakuan.

Berdasarkan standart mutu PT Industri Karet Nusantara, maka kadar TSC yang terdapat pada lateks pekat dengan Medium Amoniak: 61,3% - 62%. Dalam hal ini, kadar TSC di Rubber Thread Factory (RTF) PT Industri Karet Nusantara telah sesuai dengan standart.

(7)

TO DETERMINE THE TOTAL SOLID CONTENT (%TSC) OF LATEX AND THE INFLUENCE TO TENSILE STRENGTH RUBBER THREAD

IN PT. IKN– MEDAN

ABSTRACT

Natural rubber is an polymer from isoprene by the name of chemistry of Cis – 1,4 polisoprena. One of product from this rubber is Rubber Thread. Raw material originally used is latex. TSC ( Total Solid Content ) determination of latex is to be done to obtain the quality parameters which adjust to produce a good quality for produced products. The one of the parameters is stensile strength. If the TSC too high, then the tensile strength of rubbet Thread Produced larger, so that Rubber thread will be stiff. While if when low TSC, tensile strength also will lower, so rubber thread produced will easy to tear and loosen of if when pulled.

To determine the TSC of latex which used for rubber thread with heated. It was done with volumetric method when heating during 3 hours. To get the TSC concentrated from analysis result. Everyday during 4 times taking over and doing 3 times. The based of quality rubber thread factory standart, that’s why TSC of latex concentrated at medium ammoniac is 61,3% - 62%. In this case, TSC concentrated at rubber thread factory to match with standart.

(8)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan ii Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak v Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix Daftar Lampiran x Bab 1 Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3 1.3 Batasan Permasalahan 4 1.4 Tujuan 4 1.5 Manfaat 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Bahan Baku Benang Karet 5

(9)

2.1.3 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis 11

2.2 Komposisi Lateks 12

2.2.1 Susunan Kimia 12

2.2.2 Susunan Fraksi Lateks 14

2.3 Kekuatan Tarik ( Tensile Strength ) 16

2.4 Parameter dan Standart Mutu 17

2.5 Sasaran Mutu Produk Akhir 20

Bab 3 Metodologi Analisis 22

3.1 Alat – Alat 22

3.2 Bahan – Bahan 22

3.3 Prosedur Analisa 22

Bab 4 Data, Perhitungan Dan Pembahasan 24

4.1 Data 24

4.2 Perhitungan 26

4.3 Pembahasan 28

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 29

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

Daftar Pustaka 30

Lampiran

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Lateks 14

Tabel 2.2 Tabel Spesifikasi Parameter Mutu Lateks Pekat Pusingan

( Centrifuge N. R. Concentrated Specification ) 19

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1 Parameter Lateks Pekat Medium Amonia 31

Tabel 2 Parameter Sifat-sifat fisika di Lab. Fisika 32

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditi ekspor terbesar di dunia. Karet diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazon, Brazil. Saat ini karet Havea di Indonesia sudah merupakan tanaman perkebunan yang cukup luas dan merupakan sumber devisa bagi negara.

Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini sangat pesat. Negara Indonesia termasuk produsen karet alam kedua setelah Malaysia, akan tetapi usaha perkaretan di Indonesia masih tergolong terbelakang, bila dibandingkan dengan perkembangan produksi dan kemajuan teknologi di Negara lain.

Pabrik industri karet PT. Industri Karet Nusantara Medan merupakan salah

satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang memproduksi barang jadi karet seperti, karet gelang, benang karet dan sarung tangan dengan menggunakan lateks sebagi bahan bakunya.

Proses pembuatan benang karet berlangsung dalam beberapa unit proses, yaitu:

(13)

header capillary, acid bath, drying oven, talcum area, ribboning, curing, cooling drum, receiving, boxes weighing, packing, market customer.

Para konsumen sangat menginginkan benang karet dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu setiap pabrik benang karet mengusahakan agar produk yang dihasilkan tidak melar atau kendor, tetapi juga tidak terlalu kaku. Ini berarti kekuatan tarik ( Tensile Strength ) benang karet harus sesuai dengan parameter mutu yang ditetapkan, sehingga produk yang dihasilkan dapat terjual seluruhnya dan konsumen merasa nyaman menggunakannya.

Standart mutu merupakan hal yang paling penting untuk batas-batas nilai

suatu unsur baik atau tidak. Baiknya mutu suatu produk apabila telah dilakukan pengujian terhadap sample tersebut, hasil yang diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan standart mutu yang ditetapkan. Dari hasil perbandingan ini akan diketahui bagaimana mutu dari sample tersebut.

Parameter-parameter yang dianalisis pada produksi benang karet di pabrik industri karet PT. Karet Nusantara adalah:

a. Penentuan TSC ( Total Solid Content ) b. Penentuan DRC ( Dry Rubber Content ) c. Penentuan VFA ( Volatile Fatty Acid ) d. Penentuan Alkalinity ( NH8 )

e. Penentuan MST ( Mechanical Stability Time ) f. Penentuan KOH Number

(14)

Seperti yang tercantum diatas, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah: TSC ( Total Solid Content ) atau kandungan zat padatan total pada lateks pekat. bila TSC rendah, maka kekuatan tarik benang karet semakin rendah mengakibatkan benang karet akan melar dan mudah koyak. Sebaliknya bila TSC lateks semakin tinggi, kekuatan tarik benang karet juga akan semakin tinggi. hal ini akan berakibat buruk bagi perusahaan yang bersangkutan karena akan memakan biaya yang cukup besar.

Pabrik telah menetapkan beberapa standart mutu, bahwa untuk menghasilkan benang karet yang baik khususnya memiliki kekuatan tarik yang baik, maka kandungan padatan total ( TSC ) lateks pekat haruslah sesuai standart yaitu: 61,3% - 62%. Sehingga apabila standart tersebut dapat terpenuhi maka benang karet yang dihasilkan akan memiliki kekuatan tarik yang baik.

Melihat hal-hal tersebut diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas masalah tersebut. Dan dengan masalah itu penulis mengambil judul:

“ Penentuan Kandungan Padatan Total ( %TSC ) Lateks Pekat dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Tarik Benang Karet Di PT.IKN Medan “.

1.2. Permasalahan

Salah satu parameter yang dianalisis pada produksi benang karet adalah: Penentuan TSC pada lateks pekat. Kadar TSC pada lateks pekat sangat berpengaruh pada kekuatan tarik benang karet yang dihasilkan.

(15)

Lateks dengan TSC yang tinggi, akan menghasilkan benang karet dengan kekuatan tarik ( Tensile Strength ) yang semakin besar. Hal ini tentu saja akan berakibat buruk bagi perusahaan yang bersangkutan karena akan memakan biaya yang cukup besar selama proses produksi, disamping itu konsumen tidak akan menyukai benang karet yang kaku. Sedangkan bila TSC rendah, benang karet yang dihasilkan akan mudah koyak dan melar bila ditarik, sehingga perlu adanya penetapan kandungan TSC lateks pekat yang sesuai dan baik.

1.3. Batasan Masalah

Dalam hal ini penulis membatasi penulisan karya ilmiah ini hanya pada pemeriksaan kadar TSC lateks pekat dan pengaruhnya terhadap kekuatan tarik benang karet yang dihasilkan.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Total Solid Content ( TSC ) lateks pekat terhadap kekuatan tarik ( Tensile Strength ) benang karet.

b. Untuk mengetahui kandungan TSC lateks pekat agar diperoleh kekuatan tarik benang karet yang bagus dan sesuai standart.

(16)

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk meningkatkan standart mutu dengan menetapkan kandungan Padatan Total ( TSC ) yang sesuai, sehingga diperoleh kekuatan tarik ( Tensile Strength ) benang karet yang sesuai.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Baku Benang karet

Bahan baku untuk pembuatan benang karet pada P.T. Industri Karet Nusantara Medan adalah: Lateks DRC 60% ( lateks pekat hasil pemusingan ) yang berasal dari pusat pengolahan karet ( PPK ) PT. Perkebunan Nusantara III di Kebun Rambutan dan Membang Muda.

Pada umumnya lateks yang dihasilkan dari kebun adalah High Amoniak yang kadarnya sekitar 0,55% – 0,75%, sedangkan lateks yang dipakai di Rubber Thread Factory ( RTF ) adalah Medium Amoniak yang kadarnya: 0,40% – 0,54%. Sebagai bahan pemantap ditambah Larutan Ammonium Laurat 20% dengan dosis 4 – 5 ml/L. Lateks pekat inilah yang dipakai sebagai bahan baku yang digunakan untuk pembuatan benang karet, sebelum lateks digunakan dalam proses produksi, lateks tersebut terlebih dahulu dipekatkan dan disebut lateks pekat.

(17)

Lateks adalah cairan berwarna putih susu yang merupakan sistem koloid yang kompleks yang terdiri dari partikel-partikel karet dan partikel bukan karet. Sebelum terkontaminasi atau tercampur dengan bahan-bahan lain lateks mempunyai pH normal, yaitu: ±6,9 – 7,0, cair dan bersifat kolloid yang stabil.

Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakn untuk pembuatan benang karet, sebelum lateks digunakan dalam proses produksi, lateks tersebut terlebih dahulu dipekatkan dan disebut lateks pekat.

Lateks yang telah dipekatkan mempunyai Kadar Karet Kering ( KKK ) 60% dan berupa cairan yang mantap.

Tujuan dari pemekatan lateks antara lain:

1. Untuk memperoleh kadar karet kering sekitar 60%

2. Untuk mengurangi kenaikan biaya produksi

3. Untuk mengetahui jumlah air yang ditambahkan pada pengenceran lateks sampai kadar yang dikehendaki.

A. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lateks

1. Iklim

Musim hujan akan mendorong terjadinya prokoagulasi, sedangkan musim kemarau akan mengakibatkan keadaan lateks menjadi tidak stabil.

(18)

2. Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan ( baik yang terbuat dari aluminium maupun yang terbuat dari baja tahan karet ). Peralatan yang digunakan harus dijaga kebersihannya agar kualitas lateks tetap terjaga.

3. Pengaruh pH

Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau karena penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan mengganggu kestabilan atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan menggumpal.

4. Pengaruh Jasad Renik

Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan-peralatan yang digunakan.

Jasad renik tersebut mula-mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum dan menghasilkan asamlemak yang mudah menguap ( asam lemak eteris ).

Terbentuknya asam lemak eteris ini secara perlahan-lahan akan menurunkan pH lateks akibatnya lateks akan menggumpal. Sehingga semakin tinggi jumlah asam-asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateks.

5. Pengaruh Mekanis

(19)

lain. Tubrukan-tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan akan mengakibatkan penggumpalan ( koagulasi ).

( Ompusunggu, 1987 )

B. Penggumpalah Lateks ( Koagulasi )

Proses penggumpalan lateks terjadi karena penetralan muatan partikel karet, sehingga karet dengan perlindungannya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung ke sesamanya membentuk gumpalan.

Penggumpalan lateks dapat terjadi dengan cara:

1. Penambahan Asam

Penambahan Asam bertujuan untuk menurunkan pH.

a. Asam semut ( disebut juga asam format, CHOOH )

Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang.

b. Asam Cuka ( disebut juga asam asetat, CH3COOH )

Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang dan mudah diencerkan dalam air.

(20)

2. Penambahan bahan-bahan yang dapat mengikat air seperti alkohol.

Penambahan alcohol akan mengakibatkan terjadinya ikatan hydrogen antara alcohol dengan air, ikatan ini lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang melapisi karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal.

3. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan menetralkan muatan partikel karet ( negatif ), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan menetralkan muatan partikel karet ( negarif ), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet akan menggumpal.

4. Adanya kegiatan Mikroba ( secara Alamiah )

C. Senyawa Kimia Sebagai Bahan Antikoagulan

1. Soda ( Natrium Karbonat)

Antikoagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas produk yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang ( CO2 ) dalam lateks,

sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan ( koagulan ).

2. Amoniak ( NH3 )

Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai disinfektan 0,7% NH3 biasa

(21)

3. Natrium Sulfit ( Na3SO3)

Bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. untuk pemakaian segera dibuat larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5-10 cc natrium sulfite 10%.

2.1.1. Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak.

Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan hasil produk karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan menusia.

Secara umum sifat-sifat karet alam adalah sebagai berikut: a. Sifat fisik

1. Warna setelah koagulasi putih hingga coklat.

2. Elastisitas lateks tersebut semakin bertambah setelah vulkanisasi 3. Larut dalam Benzen

4. Tidak larut dalam air

(22)

6. Bila dipanaskan maka sifat fisiknya akan semakin baik b. Sifat kimia

1. Mudah teroksidasi oleh udara

2. Bila dibakar lateks alam akan berubah menjadi CO2 dan H2O.

( Yayasan Karet, 1983 )

2.1.2. Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Karena memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam, maka dalam pembuatan beberapa jenis barang banyak digunakan bahan baku karet sintetis. Sekarang banyak karet sintetis yang dikenal, biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Diantaranya:

A NBR ( Nytrile Butadiene Rubber )

NBR memiliki ketahanan yang tinggi terhadap minyak sehingga NBR merupakan karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. NBR biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membrane, seal, serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas. NBR didalam minyak tidak mengembang, sifat ini disebabkan oleh

(23)

elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi, sehingga memerlukan penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester.

B. CR ( Chloroprene Rubber )

CR memiliki ketahanan terhadap minyak, pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan jika tahan terhadap panas atau nyala api. CR banyak digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket dan sabuk pengangkut.

C. EPR ( Ethylene Propylene Rubber )

Isomer karet ini merupakan gabungan tiga jenis monomer, yaitu: ethylene, propylene yang termoplastik serta monomer lain yang memiliki ikatan rangkap atau diene. Keunggulannya adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

( Spilane,J, 1989 )

2.1.3. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun keunggulan yang dimiliki oleh karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan karet sintetis adalah:

(24)

b. Memiliki plastisasi yang baik sehingga pengolahannya mudah. c. Mempunyai daya aus yang tinggi

d. Tidak mudah panas ( Low heat bid up ), dan e. Memiliki daya tahan tinggi terhadap keretakan

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan untuk beberapa keadaan tertentu, diantaranya:

a. Tahan terhadap berbagai zat kimia

b. Harga cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil

c. Pengiriman atau suplai karet sintetis jarang mengalami kesulitan yang sulit diharapkan dari pengiriman atau suplai karet alam.

( Tim Penulis, 1999 )

2.2. Komposisi Lateks

2.2.1. Susunan Kimia

Lateks Havea brasiliensis terdiri dari dua bahan pokok, yaitu: partikel-partikel Hidrokarbon ( karet ) dan bahan bukan karet.

a. Karbohidrat

(25)

b. Protein

Protein didalam lateks mencapai 1,3% - 1,7%. Didalam pembuatan benang karet, konsentrasi protein yang ada harus diturunkan menjadi sekecil mungkin, karena sifat protein yang sangat berperan terhadap kestabilan kolloid.

c. Lipida

Lipidan yang terdapat didalam lateks sekitar 1,5% - 1,7% yang terdiri dari gliserida, sterol dan fosfolipida. Seluruh senyawa ini tidak larut dalam air dan terdapat didalam fase karet dengan jumlah sedikit didalam fraksi bawah dan fraksi frey wessling.

d. Konstituen Lain

Asam Amino didalam lateks yang telah diidentifikasi sebanyak 19 asam amino. Nukleotida yang terkandung didalam lateks adalah penting sebagai ko-faktor dan zat intermediat didalam proses biosintetis. Konsentrasi total dari ion-ion anorganik adalah 0,5%. Ion-ion anorganik tersebut diantaranya K, Mg, Cu, Fe, Na, Ca.

Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis tanaman, unsur tanaman, musim, sistem deres dan pengguna stimulan.

Perbandingan dari masing-masing persenyawaan atau unsur tersebut diatas secara umum dapat terlihat seperti dibawah ini:

(26)

No Nama Bahan Kadar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Air

Kadar karet kering ( KKK )

Protein Lipida Inositol Karbohidrat K Mg Cu, Fe Na, Ca P 55 – 70% 25 – 45% 1,3 -1,7% 1,5 – 1,8% 1,5 – 1,8% 1,5 – 1,8% 0,12 – 0,25% 0,01 – 0,12% 0,02 – 0,15% 0,02 – 0,15% 0,02 – 0,28%

2.2.2 Susunan Fraksi Lateks

Apabila lateks segar dipusing dengan suatu alat pemusing berkecepatan tinggi ( 18000 – 20000 rpm ), maka lateks tersebut akan terpisah menjadi 4 fraksi yaitu: partikel

(27)

a. Fraksi Karet

Bagian dari lateks yang mempunyai nilai ekonomi adalah partikel karet, sehingga semua teknik pengolahan bertujuan untuk menjaga agar sifat-sifat partikel ( butir ) karet tersebut tidak dirusak oleh factor luar atau bahan lain.

Partikel karet adalah merupakan persenyawaan cis – 1,4 – polyisoprena, dan tidak larut dalam air. Tiap partikel berukuran 0,01 – 3 um tetapi yang terbanyak adalah yang berukuran ≤ 0,4 um. Partikel karet yang berukuran > 0,4 um hanya ± 4% saja.

Di dalam lateks, partikel-partikel karet bersifat sebagai kolloid, dan tiap partikel diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida. Lapisan protein dan lipida itu berfungsi sebagai pemantap

b. Fraksi Serum

Fraksi serum disebut juga serum C ( centrifuged serum ). Di dalam fraksi serum terlarut berbagai ion anorganik seperti K+, Cu2+, PO4, dan CO3. Disamping ion-ion

tersebut diatas, di dalam serum C terdapat juga karbohidrat, protein, air, inositol yang merupakan sumber utama untuk pembentukan asam-asam lemak yang mudah menguap ( asam lemak eteris ).

c. Fraksi Frey Wyssling

Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula ditemukan oleh Frey Wyssling, sehingga disebut partikel Frey Wyssling. Ukuran partikel dan berat

(28)

jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti bola. Berwarna kuning yang disebabkan kadar keratenoidnya yang cukup tinggi.

Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak dibawah partikel karet dan diatas fraksi dasar ( lutoid ). Tetapi kadang-kadang juga teradsorbsi pada permukaan lutoid atau pun pada prmukaan partikel karet.

Bila partikel Frey Wyssling teradsorbsi pada lutoid, maka akan kelihatan lutoid menjadi berwarna kuning.

d. Fraksi Dasar

Fraksi dasar pada umumnya terdiri dari partikel-partikel lutoid sehingga fraksi dasar ini sering juga disebut lutoid. Lutoid itu bersifat kental seperti gelatin yang diselubungi oleh membrane semi permeabel.

Partikel lutoid mempunyai diameter 2 – 5 um, dan berat jenisnya lebih besar dari berat jenis partikel karet, sehingga pada pemusingan partikel-partikel lutoid berkumpul dibagian bawah ( dasar ).

( Tampubolon,M, 2005 )

2.3. Kekuatan Tarik ( Tensile Strength )

Kekuatan ( strength ) adalah ukuran dari beberapa tegangan yang akan ditahan oleh suatu sample sebelum sample tersebut “ rusak “. Kekuatan tarik mengacu kepada

(29)

sebagai hasil bagi dari beban maksimum dengan permukaan sample. Tujuang dari kekuatan tarik adalah untuk menentukan kekuatan yang dibutuhkan untuk menarik suatu sample sampai putus. Pada saat ini kekuatan tarik dapat diukur dengan menggunakan alat yang canggih yaitu: Tensometer. Pada saat ini tensile strenghth dapat langsung diperoleh secara digital dengan cara memasukkan sample kedalam alat tersebut, maka akan ditarik sampai putus dan cara otomatis parameter mutu yang diinginkan kekuatan tarik ( Tensile

Strength ) langsung diperoleh.

2.4. Parameter dan Standart Mutu

Standart mutu merupakan hal yang penting untuk batas-batas nilai suatu unsur dikatakan baik atau tidak. Baiknya mutu suatu hasil analisis apabila telah dilakukan pengujian terhadap sample tersebut, hasil yang diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan standart mutu yang ditetapkan. Dari hasil perbandingan ini akan diketahui bagaimana mutu dari sampel tersebut.

Parameter-parameter mutu lateks pekat yang dianalisis pada produksi benang karet di PT. Industri Karet Nusantara-Medan adalah:

(30)

Kadar karet kering adalah banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam lateks yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada suhu 700C selama 16 jam atau pada suhu 1000C selama 2 jam. Kadar karet kering ( DRC ) pada lateks pekat dengan Medium Amoniak adalah 60%.

B. Jumlah Padatan Total ( Total Solid Content )

Jumlah padatan total adalah banyaknya zat padat yang terdapat didalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu 700C selama 16 jam atau pada suhu1000C selama 2 jam. Jumlah padatan total yang terdapat pada lateks pekat adalah 61,3% - 62%.

C. Kadar Amoniak ( NH3 )

Kadar amoniak adalah jumlah amoniak yang terdapat dalam lateks ( % b/u ). Kadar amoniak yang terdapat dalam lateks pekat adalah sekitar 0.40%.

D. Uji Waktu Kemantapan Mekanis ( Mechanical Stability Time )

Waktu kemantapan mekanis adalah waktu yang dibutuhkan untuk memulai menunjukkan flokulasi bila dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm. Waktu kemantapan mekanis pada lateks pekat adalah sekitar 650 menit.

(31)

Bilangan asam lemak yang mudah menguap adalah jumlah asam lemak yang mudah menguap berantai pendek yang terdapat dalam lateks pekat yang mengandung 100 gram padatan total. Bilangan asam lemak mudah menguap pada lateks pekat adalah sekitar 0,020%. Bilangan VFA menunjukkan tingkat kebusukan lateks pekat. Semakin tinggi bilangan VFA akan semakin buruk kualitas lateks pekat tersebut.

F. Bilangan KOH

Jumlah gram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak dalam lateks pekat yang mengandung 100 gram padatan total.

(Ompusunggu,M, 1997)

Tabel 2.2. Tabel Spesifikasi Parameter Mutu Lateks Pekat Pusingan ( Centrifuge N.R Concentrated Specifiction ) No Parameter STN Klasifikasi Spesifikasi Amonia Tinggi Medium Amonia Amonia Rendah 1 TSC % In spect Out spect 61,30 <61,30 61,30 <61,30 61,30 <61,30

(32)

2 DRC % - 60 60 60 3 VFA % - 0,020 0,020 0,020 4 NH3 % In spect 0,55-0,75 0,40-0,54 0,18-0,39 5 MST Second In spect 500-2000 500-2000 500-2000 6 KOH % In spect 0,45-0,85 0,45-0,80 0,45-0,80 7 pH - - 10,35-10,80 10,30-10,60 10,20-10,50 8 Viskositas cps - 25 25 25

2.5. Sasaran Mutu Produk Akhir

Produk yang dihasilkan dari pengolahan karet alam menjadi benang karet dengan menggunakan lateks pekat 60% adalah benang karet yang mempunyai sasaran mutu produksi sebagai berikut:

(33)

a. Sifat fisik didalam atau diluar dari standar perusahaan atau pelanggan b. Dalam satu pallet, maksimum 3 boks yang dua panjang ( satu ambungan ) c. Count, akhir, lebar pita dan warna harus sesuai

d. Benang tidak boleh kusut, lengket, pipih, bendol-bendol, benang besar-kecil, benang bercampur warna dan benang kotor.

2. Tingkat B adalah mutu produksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan yang disepakati pelanggan. Sasaran mutunya maksimal 3,00%.

a. Sifat fisik didalam atau diluar dari standar perusahaan atau pelanggan b. Maksimum lima sambungan

c. Coutt, akhir, warna harus sama tiap kotak

d. Stok lama yang jumlahnya diluar standar perusahaan

e. Tipe kotak yang digunakan 15kg, 25kg, 30kg, 40kg dan 45kg. f. Identifikasi harus jelas, menggunakan bentuk lanjutan.

3. Wastage adalah mutu produksi yang tidak disepakati oleh pelanggan. Sasaran mutunya maksimal 4,50%.

a. Sifat fisik diluar dari standar perusahaan atau pelanggan b. Benang boleh kusut dan lengket

c. Benang tidak berbentuk pita

(34)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pemeriksaan antara lain pengujian visual, pengujian phisik dan pengepakan.

BAB 3 METODOLOGI

(35)

Neraca Analisis

Oven

Cawan petrydish

Bad & Tatlock

Ohaus

3.2. Bahan – Bahan

Lateks Pekat

3.3. Prosedur

Penentuan Total Solid Content ( TSC )

a. Ditimbang petrydish kosong (A)

b. Ditambahkan 2,5 – 3 gram sampel lateks pekat kedalam petrydish lalu ditimbang kembali (B)

c. Kemudian dimasukkan kedalam oven selama 3 jam pada temperatur 100 – 1020C

d. Setelah 3 jam didinginkan didalam desikator guna pendinginan

e. Setelah dingin ditimbang beratnya (C)

(36)

g. Masukkan data yang diperoleh dan dimasukkan kedalam rumus. %TSC = sampel kering x 100%

sampel basah

h. Kedua nilai tersebut dirata-ratakan

i. Bandingkan spesifikasinya

Keterangan: A = Petrydish kosong

B = Petrydish + sampel basah

C = Petrydish + sampel kering

BAB 4

(37)

Pengambilan data dilakukan setiap hari dan perlakuan untuk analisis

dilakukan dua kali perlakuan.

Tabel. 4.1. Data Analisa Kadar TSC setiap Hari dengan Dua Perlakuan

No Tanggal Pengambi lan Perla kuan Kode Petrydish Berat Petrydi sh (gram) Berat Lateks basah (gram) Berat Lateks Kering (gram) % TSC Rata-rata % TSC 1 13 Februari 2008 1 HC 36,0825 3,4065 2,0923 61,42 61,40 13 Februari 2008 2 POK 44,4029 3,2475 1,9933 61,38 2 14 Februari 2008 14 Februari 2008 1 2 X LK 41,5477 36,3299 3,0584 2,6905 1,8776 1,6506 61,39 61,34 61,36

(38)

3 15 Februari 2008 1 POK 44,4015 2,5220 1,5579 61,53 61,48 15 Februari 2008 2 LA 36,3317 2,3073 1,4173 61,43 4 16 Februari 2008 1 AL 36,3299 1,7189 1,0573 61,57 61,50 16 Februari 2008 2 X 39,5483 1,9470 1,1972 61,49 5 17 Februari 2008 1 M 37,9122 2,4421 1,5056 61,65 61,68 17 Februari 2008 2 L 39,1160 2,6965 1,6641 61,71

(39)

Penentuan kadar TSC:

Kadar TSC ( % ) dari data diatas diperoleh rumus: ( % ) TSC = ( C-A ) X 100% = Berat Kering X 100%

( B-A ) Berat Basah

dimana: A = Petrydish kosong

B = Petrydish + sampel basah

C = Petrydish + sampel kering

1. 13 Februari 13 Februari 2008

A. Dimana: Berat kering: 2,0923 gram

Berat basah: 3,4065 gram

Berat petrydish(HC): 36,0825 gram ( % ) TSC = 2,0923 gram X 100%

3,4065 gram = 61, 42%

B. Dimana: Berat kering: 1,9933 gram

Berat basah: 3,2475 gram

(40)

( % ) TSC = 1,9933 gram Jadi ( % ) TSC ( AV ) = X 100% 3,2475 gram = 61,38% 61,42 + 61,38 2 = 61,40% 2. 14 Februari 2008

A. Dimana: Berat kering: 1,8776 gram Berat basah: 3,0584 gram

Berat Petrydish(X): 41,5477 gram (%) TSC =

X 100%

1,8776 gram X 100% 3,0584 gram

= 61,39%

B. Dimana: Berat kering: 1,6506 gram Berat basah: 2,6905 gram

Berat Petrydish(LK): 36,3299 gram (%) TSC = 1,6506 gram X 100%

2,6905 gram = 61,34%

(41)

2 = 61,36% Data selengkapnya pada tabel 4.1.

4.3. Pembahasan

Analisa dari penetapan TSC lateks alam yang diambil dari tabel 4.1 diperoleh kadar rata-rata % TSC lateks alam pada tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 17 Februari 2008 adalah 61,40%, 61,36%, 61,48%, 61,50%, dan 61,68%. Dimana kadar TSC lateks alam yang sesuai standart mutu di PT. Industri Karet Nusantara adalah 61,3 – 62%. Ini menunjukkan bahwa kadar TSC lateks pekat pada tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 17 Februari 2008 telah sesuai dengan standart mutu di PT. Industri Karet Nusantara untuk menghasilkan mutu benang karet dengan kekuatan tarik yang baik.

Apabila kadar TSC diatas 62% maka kekuatan tarik (Tensile Strength) benang karet yang dihasilkan juga akan semakin besar. Sehingga benang karet yang dihasilkan akan menjadi lebih keras atau benang karet akan menjadi kaku. Sedangkan bila TSC dibawah 61,3%. Maka, kekuatan tarik ( Tensile Strength ) yang dihasilkan akan semakin kecil akibatnya benang karet yang dihasilkan akan mudah melar bila ditarik.Sehingga benang karet yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen karena mutunya yang tidak baik.

(42)

BAB 5

(43)

Kadar TSC dari lateks pekat di PT. Industri Karet Nusantara telah sesuai dengan mutu standrat dari perusahaan yaitu 61,3 – 62 %. Sehingga benang karet yang dihasilkan memiliki kekuatan tarik yang baik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

5.2. Saran

Diharapkan PT. Industri Karet Nusantara agar selalu menjaga kualitas dari total solid content ( TSC ) sesuai dengan spesifikasi Internasional sehingga benang karet yang dihasilkan di PT. Industri Karet Nusantara dapat diterima dipasar nasional dan internasional. Selain itu parameter-parameter standart mutu lainnya seperti: pH, Viskositas, Swelling Index, juga harus diperhatikan agar sesuai dengan standart PT. Industri Karet Nusantara untuk menghasilkan benang karet dengan mutu yang baik.

(44)

Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Havea. Balai Penelitian Perkebunan. Sungai Putih

Ompusunggu,M. 1997. Penanganan Bahan Baku Lateks dan Pengolahan SIR – 3 CV

dan SIR 3L. Pusat Penelitian Karet. Sungai Putih

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan I. P.T. Pradaya Paramita. Jakarta Tampubolon, M. 1986. Komposisi dan Sifat Lateks. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa. Medan

Tim Penulis, PS. 1999. Karet: Strategi Pemasaran Tahun 2000. Cetakan VI. Penerbit Swadaya. Jakarta

Yayasan Karet. 1983. Penuntun Praktis Untuk Pembuatan Barang-Barang Dari Karet

Alam. Penerbit KINTA. Jakarta

(45)

1

Jumlah kandungan padatan atau Total Solid Content ( TSC )

% Min 61,30

2

Kadar karet kering atau Dry Rubber Content ( DRC )

% Min 60,00

3

Asam lemak yang mudah menguap atau Volatile Fatty Acid ( VFA )

- 0,020

4 Alkalinitas ( NH3 ) % 0,18 - 0,75

5

Waktu kemantapan mekanik atau Mechanical Stability Time ( MST )

Detik 500 – 2000

6 Bilangan KOH ( KOH No. ) % 0,45 – 0,80

7 pH ( temp. 250 C ) - 10,20 – 10,80

8 Viskositas Cps Min 25,00

9 Tanpa karet % Maks 2,00

10 Kadar koagulan % Maks 0,05

11 Kadar kotoran % Maks 0,10

12 Kadar Mg ppm 110,50 13 Kadar Cu ppm 8,00 14 Kadar Mn ppm 8,00 15 Densitas gr/cc 0,92 – 0,94 16 Warna - Putih 17 Bau - Baik

(46)

Tabel 2. Parameter Sifat-sifat fisika di Lab. Fisika (Standart Pabrik)

No Parameter fisika untuk count 110 Toleransi

1 Fillament Weight ( mg ) 3,8 – 4,1 – 4,3

2 Exact Count 110 ± 6%

3 Separability ( g ) 15 – 22,5 – 30

4 Resistant at break ( g/mm2 ) Min 2600

5 Elonglation at break ( % ) Min 650

6 Green modulus CA 300% ( g/mm2 ) 227 – 270 – 350 – 398

7 Green modulus CA 500% ( g/mm2 ) 650 – 1250

8 Schwartz Value / VRS ( g/mm2 ) 100 – 105 – 120 – 125

9 Schwartz hysteris ratio ( RIS ) 1,00 – 1,85

10 Temp. 500C vulcanization test ( 0C ) -1, -6, -4

11 Retention at 1490C test ( % ) Min 50

12 Permanent set at 80% E.B. ( % ) 2 – 8

13 Talcum Content ( % ) Maks 3,5%

14 Moisture Content ( % ) 2, -4, -6, -8

15 Water Extract ( % ) 1,30 – 0,55

(47)

Count Green Modulus at 300% ( g/mm2) Green Modulus at 500% ( g/mm2) Elongation at Break ( % ) Resistance at Break ( g/mm2) Schwartz Value ( g/mm2) 20 – 26 28 – 32 34 – 46 48 – 70 75 – 100 105 - 110 200 ± 20 300 ± 20 320 ± 20 380 ± 20 430 ± 20 430 ± 20 750 ±100 900 ±100 1000 ±100 1100 ±100 1200 ±100 1200 ± 100 ≥ 650 ≥ 650 ≥ 650 ≥ 650 ≥ 650 ≥ 650 3000 – 3600 3000 – 3600 3000 – 3600 3000 – 3600 2800 – 3400 2600 - 3200 150 ± 10 150 ±10 150 ± 10 140 ±10 130 ±10 130 ± 10

Gambar

Tabel  2.1  Komposisi Lateks  14
Tabel 1 Parameter Lateks Pekat Medium Amonia  31
Tabel 2.2. Tabel Spesifikasi Parameter Mutu Lateks Pekat Pusingan ( Centrifuge  N.R Concentrated Specifiction )  No  Parameter  STN  Klasifikasi  Spesifikasi  Amonia  Tinggi  Medium Amonia  Amonia Rendah  1  TSC  %  In spect  Out spect  61,30  &lt;61,30  6
Tabel 1. Parameter Lateks Pekat Medium Amonia (Standart Pabrik)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini chatting sangat digemari masyarakat karena chatting ini adalah sarana untuk berkomunikasi , kita dapat saling bertukar informasi secara cepat dan akurat walaupun kita

juga, jika Anda tidak benar-benar menyukai dunia pakaian, maka usaha.. Anda kelak tidak akan dapat bertahan lama, sebab Anda

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Belanja Modal terhadap pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel

Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan

In this present study, a feasibility of using NIR spectroscopy and explicit method using PLS2 regression to compensate the influence of particle size variation

Analisis data korelasi Pearson antara diameter lumen dan tebal dinding gonad jantan teripang Phyllophorus sp.

[r]