• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1. Brand

a. Definisi Brand

Menurut The American Marketing Association dalam Kotler & Keller (2009:276) mendefinisikan brand sebagai “a name, term, sign, symbol, or

design or combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitor” yang berarti bahwa merek merupakan sebuah nama, istilah,

tanda, simbol atau desain atau kombinasi keseluruhannya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari competitor mereka.

Sumarwan, (2004) mendefinisikan merek sebagai simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Menurut Stanton & Lamarto, (2001) merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.

Jadi dapat dikatakan bahwa, merek merupakan kombinasi beberapa elemen seperti nama dan lambang yang bersifat membedakan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan produsen pesaing. Dari proses penanaman identifikasi merek pada konsumen maka akan terciptalah ekuitas merek pada produk perusahaan. Konsumen akan berani membayar

(2)

lebih terhadap produk yang mempunyai ekuitas merek di benak konsumen, karena, jaminan kualitas dan mutu tertentu yang diyakini terkandung didalamnya. Menurut Rangkuti (2002), cara membangun brand adalah sebagai berikut:

i. Memiliki positioning yang tepat. Merek dapat diposisikan dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu dibenak pelanggan.

ii. Memiliki brand value yang tepat. Brand value juga mencerminkan

brand equity secara real sesuai dengan customer values-nya.

iii. Memiliki konsep yang tepat. Tahap akhir untuk mengkomunikasikan

brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus

didukung oleh konsep yang tepat.

Merek dapat dikatakan sebagai sebuah janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai, manfaat, fitur dan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar dan harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjkan tersebut dapat memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai lebih dari janji tersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga image dari suatu merek. Terdapat enam tingkat pengertian merek menurut Surachman, (2008;3), diantaranya:

(3)

i. Atribut produk, yaitu mengingat pada atribut - atribut tertentu, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain-lain. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut - atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contohnya, BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual mahal, serta dipakai oleh para eksekutif senior pada perusahaan multinasional.

ii. Manfaat, merek sebagai atribut mempunyai dua manfaat yaitu manfaat emosional dan manfaat fungsional. Atribut “mudah didapat” dapat diterjemahkan sebagai manfaat fungsional, sedangkan atribut “mahal” dapat diterjemahkan sebagai manfaat emosional.

iii. Nilai, merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Merek yang mempunyai nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

iv. Budaya, merek juga mencerminkan budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik,memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

v. Kepribadian, yaitu suatu merek juga dapat mencerminkan kepribadian tertentu bagi para penggunanya.

(4)

vi. Pemakai, merek menunjukkan jenis pemakai yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Misalnya, untuk menggambarkan orang yang sukses selalu menggunakan BMW seri 7.

b. Manfaat Brand

Merek dapat memberi manfaat baik untuk perusahaan dan konsumen Keller, (2008). Bagi perusahaan merek berperan penting untuk: i. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesan-pesan dan

memperkecil timbulnya masalah.

ii. Merek dan tanda dagang secara hukum melindungi penjualnya dari pemalsuan produk, bila tidak ada maka pesaing akan meniru produk di pasaran.

iii. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya,dimana kesetiaan konsumen akan melindungi penjual dari persaingan serta membantu memperketat pengendalian dalam merencanakan strategi bauran pemasaran.

iv. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen-segmen.

v. Citra dapat dibina dengan adanya nama baik. Dengan membawa nama perusahaan merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.

(5)

Manfaat merek untuk konsumen :

i. Jika sudah mengenal merek tertentu memudahkan untuk mengenali mutu dan mengambil keputusan pembelian

ii. Memberikan efisiensi untuk search cost for product baik internal (seberapa lama konsumen harus berpikir) dan eksternal (seberapa lama konsumen harus mencari disekitar).

iii. Dengan adanya merek tertentu konsumen dapat mengaitkan status dan prestigenya.

Menurut Aaker (1996), sebuah merek yang kuat dapat memberikan manfaat dan nilai berupa :

i. Nilai fungsional yang didapat konsumen berdasarkan pada atribut produk.

ii. Nilai emosional yang dirasakan oleh konsumen ketika mendapatkan perasaan positif pada saat mereka mengkonsumsi suatu merek tertentu.

iii. Nilai ekspresi diri yang dapat diperoleh konsumen ketika suatu merek dan produknya dapat menjadi symbol konsep diri seseorang (self concept).

2. Brand Personality a. Definisi Personality

Menurut Kotler dan Keller (2009), personality mengacu pada perbedaan ciri – ciri psikologis yang mengarah pada respon yang relatif

(6)

behaviour). Personality sering dihubungkan dengan berbagai istilah yang

berbeda – beda misalnya self confidence, dominance, outonomi, deference,

sociability, defensiveness, dan adaptability.

Personality dapat berguna dalam menganalisa consumer behaviour. Dimana brand juga memiliki personality dan konsumen lebih

sering memilih brand yang memiliki personality yang cocok dengan

personality mereka. Menurut Amstrong dan Kotler (2011), personality

mengacu pada karakteristik psikologikal yang unik yang membedakan seseorang maupun kelompok.

b. Definisi Brand Personality

Menurut (Aaker,1997) brand personality didefinisikan sebagai serangkaian karakteristik manusiawi yang diasosiasikan dengan merek. Misalnya, karakteristik seperti jenis kelamin,kelas sosial ekonomi,sifat keperibadian manusia seperti sangat sentimentil ataupun penuh perhatian (kehangatan). Sehingga dalam hal ini suatu merek tidak hanya memiliki identitas saja tetapi juga memiliki kepribadian seperti manusia yaitu agresif, feminin, maskulin, aktif, ceria, dan sebagainya. (Martiyanah, 2012).

Konsumen seringkali mengasosiasikan brand dengan variabel-variabel tertentu. Keterkaitan pada suatu brand akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengomunikasikannya. Brand Personality merupakan elemen yang membuat merek menjadi hidup dengan memberikan ciri-ciri manusiawi yang membuatnya lebih mudah diakses dan disentuh. Alasan utama

(7)

mengapa pelanggan membayangkan setiap merek memiliki kepribadian adalah sebagai bagian dari proses membangun dan menunjukan konsep diri mereka, baik itu konsep aktual diri mereka saat ini,maupun konsep ideal untuk diri mereka nanti. Konsep diri didefinisikan sebagai keseluruhan perasaan dan anggapan seorang individu ketika memandang diri mereka sebagai sebuah objek.

Brand Personality mengacu pada tujuan komunikasi yang berkenaan

dengan atribut yang melekat di dalam suatu produk dan juga profil presepsi yang diterima oleh konsumen mengenai merek secara spesifik karakter seseorang dapat tercipta dari berbagai elemen kehidupan yang ada disekitarnya, antara lain yaitu lingkungan, teman, aktifitas, pakaian dan lainnya, begitu pula dengan merek.

c. Dimensi Brand Personality

Menurut Jennifer Aaker “The Brand Personality dimensions” adalah suatu kerangka untuk menggambarkan dan mengukur “personality atau kepribadian” brand dalam lima dimensi inti. Model ini mendasarkan lima dimensi inti tersebut berdasarkan analogi manusia, dan secara historis, konsep ini sudah lama dikenal dalam ilmu manajemen pemasaran. Alat ukur yang valid dan reliable ditemukan pada tahun 1997 melalui penelitian yang dilakukan oleh Aaker dimana menghasilkan dimensi pembentuk brand personality. Kelima dimensi yang terkenal dengan sebutan “the big five”yang terdiri dari sincerity, excitment, competence,

(8)

Ruggedness

sophistication, dan ruggedness. Berikut tabel dibawah ini akan

menjelaskan pengukuran Brand Personality menurut Aaker (1997).

Brand Personality

Sincerity Excitement Competence Sophistication

Gambar 2.1

Dimension of Brand Personality Measurement Model

Sumber : Aaker, 1997

Berdasarkan dari dimensi brand personality yang dijelaskan diatas bahwa Aaker (1997) mengembangkan 5 dimensi brand personality yaitu : i. Pertama adalah Sincerity (Down-to-earth, family-oriented, small town,

honest, sincere, realistic, wholesome, original, cheerful, sentimental and friendly).Dimensi ini menunjukkan sifat manusia yang tulus. Jika

diaplikasikan pada brand dimensi sincerity atau kesungguhan hati ini mencerminkan bagaimana brand benar-benar menunjukkan konsistensinya dalam memenuhi need (kebutuhan), want (keinginan), danexpectation (harapan) dari konsumen.

Down-to-earth Honest Wholesome Cheerful Daring Spirited Imaginative Up-to-date Reliable Intelligent Successful Upper class

(9)

ii. Kedua adalah excitement (Contemporary, independent, up-to-date,

unique, imaginative, young, cool, sprited, exciting, trendy and daring)Excitement artinya kegembiraan, bagaimana sebuah brand

mampu memberikan kesenangan pada pemakainya.

iii. Ketiga adalah dimensi Competence (Reliable, hardworking, sincere,

intelligent, technical, corporate, successful, leader and confident).

Dimensi Competence ini menunjukkan bahwa suatu brand punya kemampuan untuk menunjukkan keberadaanya di pasar.

iv. Keempat adalah dimensi sophisticating (Upper class, glamor,

good-looking, charming, feminine and smooth)Dimensi ini lebih mengacu

pada bagaimana suatu brand memberikan nilai bagi konsumennya. Ada dua elemen yaitu upper class dan charming.

v. Dimensi yang kelima adalah rugedness (Outdoorsy, masculine,

western, tough, and rugged)Dimensi ini menunjukkan bagaimana

sebuah brand mampu bertahan di tengah persingan brand-brand lain. Elemen outdoorsy mengacu pada sifat kokoh dan maskulin, sedangkan

tough menunjukkan elemen yang kuat.

Kemudian menurut Mc. Crae & Costa (1997) dalam Iskandar dan Zulkarnain, (2013) pendekatan yang digunakan untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuriticism,

(10)

i. Extraversion dimensi ini berhubungan dengan tingkat kenyamanan

dalam sebuah hubungan, seseorang dengan kepribadian extrovert cenderung suka berteman, tegas, dan ramah, sedangakan orang yang introvert cenderung pendiam, pemalu, dan tenang. Extraversion dicirikan untuk menjadi percaya diri, dominan, aktif dan menunjukan emosi yang positif, selain itu juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk bersikap optimis.

ii. Agreeableness dapat berkarakteristik mampu beradaptasi sosial yang

baik mengindikasikan individu yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari sebuah konflik dan memiliki kecenderungan mengikuti orang lain, seseorang yang memiliki agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, pemaaf, dan penyayang.

iii. Neuroticism dapat dicirikan dengan kepimilikan emosi yang negatif

seperti rasa khawatir, cemas, rasa tidak aman, dan labil. seseorang yang memiliki tingkat yang rendah dalam dimensi ini akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yan tinggi. (Zulkarnain, 2013). iv. Conscientiousness disebut juga lack of impulsivity orang yang tinggi

dalam dimensi conscientiousness umumnya berhati - hati, dapat diandalkan, teratur dan bertanggung jawab. Orang yang rendah dalam dimensi conscientiousness atau impulsif cenderung ceroboh, berantakan, dan tidak dapat diandalkan.

(11)

v. Openness dimensi ini erat kaitanya dengan keterbukaan wawasan

dan orisinilitas ide, mereka senang dengan informasi baru, dan juga mengacu pada bagaimana individu bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru, mudah bertoleransi, memiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus dan kreatif dan artistik. Dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan antara konsep menurut Aaker, (1997) dan Mc. Crae, (1997). Secara teori, brand personality framework dibangun dari The Big Five. Tiga dimensi brand personality memiliki relasi dengan tiga dimensi The Big Five Human Personality, seperti Agreeableness dan Sincerity mencakup sociability, energy, dan

activity. Conscientiousness dan Competence mencakup responsibility, dependability, dan security. Sedangkan dua dimensi lainnya yaitu sophistication dan ruggedness berbeda dengan The Big Five Human personality.

Pada penelitian ini, dimensi yang digunakan untuk mengukur variabel brand personality peneliti ambil berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aaker, (1997) yaitu sincerity, excitement, competence,

sophistication, dan ruggedness. Kelima dimensi brand personality tersebut

memiliki empat puluh dua indikator. Namun peneliti membatasi penggunaan dimensi dan indikator yang hanya disesuaikan dengan kategori produk yang diteliti, yaitu produk sepatu sport Adidas.

(12)

3. Celebrity Endorser

a. Definisi Celebrity Endorser

Dalam pembuatan sebuah iklan diperlukan seseorang yang dapat menarik perhatian dan mampu menyampaikan pesan serta informasi sebuah produk yang biasanya dikenal dengan istilah Endorser. Penggunaan

endorser dalam iklan dimaksudkan untuk memberikan dukungan atau

dorongan kepada pesan iklan agar lebih mudah diterima oleh konsumen, sekaligus mempermudah tumbuhnya keyakinan dalam diri konsumen atas produk yang diiklankan.

Shimp, (2007: 302) menjelaskan celebrity endorser merupakan bintang televisi, aktor film, atlet terkenal, hingga individu yang sudah meninggal, yang dapat mempengaruhi sikap serta perilaku konsumen pada produk yang diiklankannya.Menurut Shimp Endorser dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (a) Celebrity Endorser : Celebrity Endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda dari golongan produk yang didukung. (b) Typical-person Endorser : Typical-person Endorser adalah orang-orang biasa (non selebriti), yang digunakan dalam mempromosikan suatu produk atau jasa tertentu oleh suatu perusahaan. Penggunaan Celebrity Endorser kerap digunakan oleh perusahaan yang mencoba menginformasikan suatu produk agar informasi produk tersebut dapat meraih perhatian audiens karena endorser yang digunakan sudah dikenal luas oleh masyarakat

(13)

Shimp, (2007) mengatakan bahwa untuk membuat selebriti efektif sebagai pendukung produk tertentu dalam suatu iklan maka harus memiliki hubungan yang berarti (meaningful relationship) atau kecocokan

(match-up) antara selebriti dengan produk yang diiklankan. Penggunaan celebrity endorser bila diputuskan secara tepat maka dapat memberi pengaruh yang

sangat besar terhadap tingkat penjualan produk. Selebriti secara tidak langsung dapat membangun proses citra diri pada konsumen. Ketika konsumen membeli produk biasanya akan mengaitkan pencitraan dirinya. Misalnya ketika membeli sabun atau produk kecantikan, konsumen akan berharap dirinya terlihat cantik seperti sosok selebriti yang menjadi bintang iklan dari produk tersebut.

Secara keseluruhan, penggunaan celebrity endorser akan dapat mempengaruhi sikap (Attitudes) atau tanggapan konsumen yang positif terhadap produk, sehingga akan mempertimbangkan dalam proses pembelian dan diharapkan secara langsung mempengaruhi perilaku melalui alam tak sadar mereka. Selebriti memiliki daya tarik yang dapat dijadikan strategi yang efektif bila digunakan oleh pengiklan dalam mempromosikan produk maupun jasa. Schiffman & Kanuk, (2008) membagi daya tarik penggunaan selebriti oleh pemasar menjadi empat tipe, yaitu :

i. Pernyataan : didasarkan pada pemakaian pribadi, seorang selebriti membuktikan kualitas produk atau jasa.

(14)

ii. Dukungan : selebriti meminjamkan namanya dan muncul atas nama suatu produk atau jasa dimana selebriti dapat berperan sebagai ahli atau bukan.

iii. Aktor : selebriti menyajikan suatu produk atau jasa sebagai bagian dari dukungan karakter.

iv. Juru bicara : selebriti mewakili merek atau perusahaan selama jangka waktu tertentu. Perusahaan dapat memilih selebriti berdasarkan daya tarik ini untuk mempromosikan produk dan jasanya melalui dukungan dari orang ternama seperti selebriti.

b. Dimensi Celebrity Endorser

Berbagai penelitian terdahulu mengenai celebrity endorser mengungkapkan bahwa penting bagi pemasar dan pengiklan untuk mengevaluasi selebriti yang akan digunakan, baik dalam hal kredibilitas,daya tarik, maupun citra yang dimiliki endorser itu sendiri. Berdasarkan paparan sebelumnya, peneliti mencoba mengelaborasi faktor- faktor yang mempengaruhi celebrity endorser berdasarkan dari beberapa penelitian yang terdahulu sehingga membentuk dimensi celebrity endorser yang akan peneliti gunakan, yaitu :

Shimp, (2010) menggolongkan lima dimensi khusus celebrity

endorser untuk memfasilitasi efektivitas komunikasi, serta mempengaruhi

respon konsumen. Shimp membuat akronim (singkatan) untuk memudahkan seseorang, khususnya pelajar dalam mengingat karakteristik

(15)

merupakan dimensi dari kredibilitas, sedangkan physical Attractiveness,

Respect, dan Similarity merupakan dimensi dari daya tarik). Kemudian,

menurut tesis Indah Sulistyo Muslim (2011), dimensi dari celebrity

endorser terdiri dari : trustworthiness, expertise, match of image and value, genuine support, references group, exclusivity, attractiveness. Sedangkan

menurut Sivesan (2013), dimensi celebrity endorser terdiri dari, credibility,

trustwhortiness, celebrity match-up, expertise, dan attractiveness.

Dari pemaparan elaborasi tersebut, peneliti tidak akan menggunakan keseluruhan dari dimensi yang digunakan pada penelitian terdahulu, peneliti akan mencoba menggabungkan antara ketiganya yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai Adidas. Dimensi – dimensi yang akan digunakan oleh peneliti adalah :

i. Dapat dipercaya (Trustworthiness)

Yaitu mengacu pada kemampuan untuk dapat dipercaya, kejujuran, serta integritas dari celebrity. Seorang celebrity harus dapat meyakinkan konsumen bahwa dirinya tidak berusaha untuk memanipulasi serta bersikap obyektif dalam mempresentasikan sebuah produk atau jasa. Dengan melakukan hal ini, celebrity menetapkan diri sebagai orang yang dapat dipercaya, yang secara sederhana berarti

endorser sebuah merek secara bertingkat membuat auidence memiliki

kepercayaan pada apa yang mereka katakan. Sama halnya dengan pesan, pesan yang dapat dipercaya dan disampaikan oleh komunikator yaitu

(16)

sikap konsumen secara efektif (Amos, Holmes,dan Strutton,2008). Faktor – faktor yang termasuk dalam dimensi truthworthiness menurut Ohanian (1990) adalah, jujur (honest), dapat diandalkan (reliable), tulus (sincere), dan dapat dipercaya (trustworthy).

Kepercayaan konsumen terhadap celebrity endorser dapat diperoleh melalui informasi tentang kehidupan celebrity secara profesional dan pribadi yang tentu saja tersedia di media massa. Perusahaan dapat mengambil manfaat dari nilai kepercayaan dengan memilih endorser yang dianggap jujur, dapat dipercaya,dan diandalkan orang.

ii. Keahlian (Expertise)

Keahlian ini mengacu pada pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki sebagai seorang endorser yang dihubungkan dengan merek yang di dukung. Sangatlah penting bagi perusahaan untuk memilih celebrity endorser yang tepat karena diharapkan celebrity tersebut mampu lebih persuasif dalam menarik audience dari pada seorang endorser yang tidak diterima sebagai seorang ahli. Contohnya seorang atlet dianggap sebagai orang yang ahli saat mendukung produk-produk olahraga. Apakah seorang pendukung memang seorang yang ahli tidaklah penting, yang penting adalah bagaimana khalayak sasaran memandang pendukung. Seorang pendukung yang dianggap sebagai seorang ahli dalam subyek tertentu akan lebih persuasif didalam mengubah pendapat khalayak yang berhubungan dengan

(17)

bidang keahliannya daripada pendukung yang tidak dianggap sebagai memiliki karakteristik yang sama.

Expertise didefinisikan sebagai kemampuan sang model

memahami produk yang di-endorse (Ohanian,1990). Keahlian yang dimiliki oleh selebriti tidak hanya keahlian dalam memahami produk tetapi juga bagaimana ia memberikan informasi mengenai produk kepada konsumen, kecakapannya dalam menyampaikan pesan serta kelayakan sang selebriti untuk menjadi endorser dalam upaya mengkomunikasikan pesan iklan sehingga dapat lebih membujuk konsumen. Indikator – indikator yang termasuk dalam dimensi ini (Ohanian,1990) adalah ; pengalaman, (experienced), berpengetahuan (knowledge), berkualifkasi (qualified), dan memiliki kemampuan (skilled).

iii. Daya tarik (Attractiveness)

Attractiveness lebih mentitik beratkan pada daya tarik sang

bintang, personality, tingkat kesukaan masyarakat kepadanya dan kesamaan dengan khalayak. Daya tarik mengacu pada diri yang dianggap sebagai sesuatu yang menarik untuk dilihat kaitannya dengan konsep daya tarik. Daya tarik meliputi sejumlah karateristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri pendukung seperti kecerdasan, sifat pribadi, dan gaya hidup.

Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan daya tarik dalam penggunaan selebriti yaitu, persamaan (similiarity), pengenalan

(18)

(familiarity), dan penyukaan (liking). Seorang pendukung dianggap menarik oleh para khalayak bila mereka bisa membagi keseluruhan rasa yang menjadi dimensi dari daya tarik. Konsumen cenderung memiliki setereotip yang positif terhadap selebriti. Menurut studi yang ada endorser dengan tampilan fisik yang menarik dapat mempengaruhi minat beli dan cara konsumen menilai produk yang dapat menentukan perubahan sikap konsumen (Comiati, Plaias.2004) dalam (Muchsin & Amin, 2013). Seno & Lukas, (2005) menyatakan bahwa selebriti tidak hanya merujuk pada daya tarik selebriti secara fisik saja namun juga karakteristik non-fisik seperti sportivitas (sportmanship), daya tarik/pesona (charm), keanggunan (grace), dan kecerdasan (intelligence). Hal tersebut yang menjadi indiktor untuk mengukur dimensi attractivenss.

iv. Exclusivity

Mengacu pada tingkat keesklusifitasan seorang selebriti. Sebagai public figure yang cukup terkenal, wajar bila seebriti

mengendorse lebih dari satu merek, namun bila berlebihan pun akan

berdampak tidak baik karena dapat menurunkan tingkat efektifitas proses endorsement itu sendiri. Saat celebrity endorser memilih untuk

mengendorse satu produk saja maka sang selebriti dapat lebih dipercaya

oleh konsumen.

Memilih selebriti yang mempunyai keseimbangan antara kepopuleran, terkenal dan sesuai untuk menjadi endorser meupakan

(19)

suatu tantangan namu proses endorsement dapat sukses karena sang selebriti dilihat kredibel dalam mengiklankan suatu produk (Magnini, Honeycutt dan Cross,2008).

v. Match Up of Image and Value

Merupakan harmonisasi kecocokan antara celebrity endorser

dengan produk yang di-endorse-kan. Penggunaan celebrity endorser akan lebih efektif saat citra (image) dan nilai (value) yang dimiliki selebriti sesuai dengan citra dan nilai yang dimiliki perusahaan atau merek yang di-endorse. Kesesuaian image ini yang menjadi konsep utama pada model teori meaning-transfer yang dikemukakan oleh Mcracken (1989).

Gambar 2.2

Pergerakan makna dan proses endorsement Sumber : McCracken dalam (Belch & Belch,2009)

Dimana : -> alur dari pergerakan makan Tahapan pergerakan makna

Berdasarkan model meaning transfer, terdapat suatu pola mengalihan makna budaya dalam kelompok konsumen dimana terdapat tiga tahap pengalihan budaya. Pertama, budaya yang terinternalisasi

Culture • Object • Persons • Context Endorsement • celebrity - > product Consumption • Product -> Consumer

(20)

pada endorser. Kedua, budaya tersebut tercermin pada citra selebriti yang ditransfer pada produk yang di-endorse dan terakhir, konsumen memaknai produk tersebut berdasarkan citra yang dicerminkan oleh sang selebriti. Model meaning transfer yang digambarkan McCracken ini memaparkan bahwa kesesuaian tidak hanya antara selebriti dengan produk yang di-endorse saja, tetapi juga dengan target marketnya.

4. Brand Image

a. Definisi Brand Image

Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, maka akan berpotensi meningkatkan citra merek (brand image). Merek juga berperan menjembatani harapan konsumen sesuai yang dijanjikan perusahaan, sehingga menghasilkan ikatan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Merek yang prestisius dapat disebut memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat. Semakin kuat brand equity suatu produk, semakin kuat daya tarik produk tersebut di mata konsumen untuk mengonsumsi.

Brand image adalah kumpulan kepercayaan atau kepercayaan atas

merek tertentu ( Kotler,2005). Brand image akan menjadi prioritas utama yang dijadikan acuan bagi konsumen sebelum melakukan pembelian, oleh

(21)

karena itu perusahaan harus dapat menciptakan suatu merek yang menarik dan menggambarkan manfaat produk yang sesuai dengan keinginan konsumen sehingga konsumen memiliki persepsi positif terhadap merek tersebut. Brand image yang baik merupakan salah satu aset bagi perusahaan karena brand mempunyai suatu dampak pada setiap persepsi konsumen, dimana masyarakat akan mempunyai kesan positif terhadap perusahaan. Citra merek mempresentasikan presepsi keseluruhan atas merek yang terbentuk dari informasi mengenai merek dan juga pengalaman masa lampau.

Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui atau kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Assael,1998) citra yang tersirat dari sebuah merek berhubungan dengan sebuah sikap (beliefs about and preference for the brand). Mengutip pernyataan Zeithaml, (1998) dalam Lin & Lin, (2007) yaitu menyatakan bahwa citra merek adalah faktor paling penting yang menjadi pertimbangan konsumen sebelum melakukan pemilihan produk atau layanan jasa. Sehingga citra merek yang positif menjadi salah satu pertimbangan apakah konsumen akan memilih merek tersebut atau tidak. Dapat dikatakan bahwa citra merek merupakan presepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi (presepsi) merek yang ada dalam ingatan konsumen.

(22)

b. Faktor Pembentuk Brand Image

Menurut Biel (1993) dalam Sulistyorini (2012) membagi brand image kedalam tiga komponen, yaitu:

i. Corporate Image, dalam penelitian ini meliputi : popularitas dan kredibilitas.

ii. User Image, dalam penelitian ini meliputi kepribadian atau gaya hidup. iii. Product Image, dalam penelitian ini meliputi keunggulan produk.

Menurut Hidayati, (2013), citra merek sering terkonseptualisasi sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah merek. citra merek terdiri dari:

i. Faktor fisik : karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama merek, fungsi dan kegunaan produk dari merek itu.

ii. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut.

Keller dalam (Alfian, 2012:26) mengemukakan faktor-faktor terbentuknya citra merek atara lain:

i. Keunggulan asosiasi merek (Favorability of brand association)

Keunggulan produk merupakan salah satu faktor pembentuk Brand

Image, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Karena

(23)

menyebabkan suatu produk mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen. Favorability of brand association adalah asosiasi merek dimana konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh merek akan dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sehingga mereka membentuk sikap positif terhadap merek.

ii. Kekuatan asosiasi merek (Strength of brand association)

Kekuatan merek merupakan asosiasi merek tergantung pada bagaimana informasi masuk kedalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari citra merek. Kekuatan asosiasi merek ini merupakan fungsi dari jumlah pengolahan informasi yang diterima pada proses ecoding. Ketika seorang konsumen secara aktif menguraikan arti informasi suatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen. Pentingnya asosiasi merek pada ingatan konsumen tergantung pada bagaimana suatu merek tersebut dipertimbangkan.

iii. Keunikan asosiasi merek (Uniqueness of brand association)

Keunikan merek adalah asosiasi terhadap suatu merek mau tidak mau harus terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek tertentu. Dengan memposisikan merek lebih mengarah kepada pengalaman atau keuntungan diri dari image produk tersebut. Dari perbedaan yang ada, baik dari produk, pelayanan, personil,

(24)

dan saluran yang diharapkan memberikan perbedaan dari pesaingnya, yang dapat memberikan keuntungan bagi produsen dan konsumen.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, faktor yang mempengaruhi citra merek adalah:

i. Keunggulan asosiasi merek merupakan salah satu factor pembentuk brand image, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan.

ii. Kekuatan asosiasi merek ialah bagaimana informasi masuk kedalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari citra merek.

iii. Keunikan asosiasi merek terhadap suatu merek mau tidak mau harus terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek tertentu.

5. Minat Beli

a. Definisi Minat Beli

Minat Beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Asaael,2008,Pp.41). Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk, (2000) mendefinisikan bahwa minat beli sebagai perilaku transaksi konsumen yang cenderung menunjukan setelah mengevaluasi produk, dan reaksi konsumen.

(25)

Minat merupakan tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum melakukan suatu keputusan pembelian. Minat merupakan salah satu aspek psikologi yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap motivasi dalam perilaku pembelian konsumen. Minat beli diperoleh dari suatu proses pembentukan presepsi terhadap suatu produk.

Menurut Blackwell, Miniard Engel, (2008) mempertimbangkan apa yang menjadi metode yang dibutuhkan konsumen dalam memprediksi sebuah perilaku konsumen, dimana niat dianggap sebagai pengukuran paling subjektif tentang cara berperilaku. Disini minat beli ditujukan sebagai konsumen yang cenderung dapat melakukan pembelian. Sedangkan berdasarkan intensitas minat beli (Howcart,2011) mengembangkan empat dimensi tentang minat beli, yaitu pertama repetitive passiveness (high confidence/low involvement) ,kedua rational activeness (high confidence/high involvement), ketiga dependent relationship (low confidence/high involvement), dan keempat not –

purchase (low confidence/low involvement).

Proses minat beli dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal) dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing). Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau layanan jasa dalam merek tersebut. Minat beli tidak selalu berdampak pada tahap pembelian pada saat itu juga (langsung). Henry Assael membagi tahap minat beli menjadi dua bagian, yaitu :

(26)

i. Purchase

Dalam suatu proses keputusan membeli yang kompleks jeda waktu antara minat beli dengan keputusan pembelian akan mempunyai jeda waktu yang lebih lama, hal ini dikarenakan banyak factor yang akan mempengaruhi konsumen, store selection misalnya.

ii. No Purchase

Setelah mempunyai minat untuk membeli terdapat kemungkinan bahwa konsumen menunda untuk menggunakan merek atau tidak jadi menggunakan suatu merek yang disebabkan oleh outside constrains (perngaruh dari luar). Beberapa pengaruh dari luar yaitu ketidak sediaan merek, perubahan harga serta informasi tentang merek baru.

Menurut (Kotler, 2005) minat beli termasuk ke dalam perilaku konsumen. Lebih lanjut seperti yang dikatakan (Schiffman & Kanuk, 2008) bahwa perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya disebabkan oleh presepsi yang didapatkan dari suasana yang menyenangkan. Perilaku konsumen atau perilaku membeli merupakan tindakan seseorang/individu yang berlangsung mengarah pada pecapaian dan penggunaan produk (barang/jasa) termasuk proses keputusan yang mudah dan menentukan tindakan tersebut. Menurut (Kotler,2003) pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik – karakteristik sebagai berikut :

(27)

i. Faktor Budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang terluas dan terdalam dalam perilaku konsumen. Pemasar perlu memahami peranan yang dimainkan oleh budaya, sub budaya, dan kelas sosial pembeli.

 Budaya

Merupakan penentuk keinginan dan perilaku paling dasar pada konsumen. Perilaku manusia sebagian besar merupakan hasil proses belajar. Sewaktu tumbuh dalam suatu masyarakat, seorang anak belajar mengenai nilai presepsi, keinginan dan perilaku dasar dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya dan pengaruh budaya pada perilaku konsumen beragam dari Negara satu ke Negara lainnya.  Sub – budaya

Setiap budaya terdiri dari sub – sub budaya yang lebih menampakan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub – budaya mencakup kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.

 Kelas sosial

Pembagian kelompok masyarakat yang relatif teratur dimana anggota – anggotanya memiliki nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak ditentukan oleh satu faktor saja, seperti pendapatan, namun diukur berdasarkan kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan variable lainnya. Dalam

(28)

beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda mendapatkan peran tertentu dan tidak dapat mengubah kelas sosial mereka.

ii. Faktor Sosial  Reference group

Merupakan sebuah kelompok yang memiliki pengaruh langsung (face –to – face) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Seseorang juga dipengaruhi oleh kelompok yang berada diluar kelompok mereka, seperti kelompok aspirasional yaitu kelompok yang ingin dimasuki oleh seseorang.

 Keluarga

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting di masyarakat. Para anggota dari sebuah keluarga memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.

 Peran dan status

Peran terdiri atas sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang – orang disekitarnya. Tiap peran membawa status yang menngambarkan penghargaan umum terhadap peran tersebut oleh masyarakat.

(29)

iii. Faktor pribadi

 Umur dan tahap siklus hidup

Setiap orang membeli barang dan jasa yang berbeda – beda sepanjang hidupnya. Selera pada setiap orang sering terkait dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga yaitu tahap – tahap yang dilalui oleh suatu keluarga sehingga menjadi matang.

 Pekerjaan dan lingkungan ekonomi

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsi barang dan jasa yang digunakan. Seperti contoh pekerja kerah biru akan membeli baju lapangan, sedangkan pekerja kerah putih akan membeli baju untuk bisnis. Disamping itu, pemilihan produk akan sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.

Lifestyle

Merupakan sebuah pola hidup seseorang yang tergambarkan dengan aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang beriteraksi dengan lingkungannya. Sehingga biasanya pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan lifestyle yang ada.  Kepribadian dan konsep diri

Merupakan karakteristik psikologi yang menghasilkan tanggapan yang secara konsisten dan terus – menerus terhadap

(30)

lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi salah satu pengukuran dalam menganalisa pilihan merek konsumen. Dasar konsep diri adalah kepemilikan seseorang dapat menumbang dan mencerminkan identitas diri mereka.

iv. Faktor – faktor psikologis  Motivasi

Kebutuhan akan menjadi sebuah dorongan ketika mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang mendorong sesorang bertindak secara kuat mencari kepuasan atau kebutuhan tersebut.

 Presepsi

Merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memilih, mengorganisir dan menginterpretasikan masukan informasi guna membentuk gambaran yang berari.

 Pembelajaran

Pembelajaran menunjukan perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipelajari. Pembelajaran terjadi melalui saling pengaruh antara dorongan, stimulan, tanggapan, dan penguatan.

 Keyakinan dan sikap

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap menggambarkan evaluasi,

(31)

perasaan dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek atau ide.

Menurut Ferdinand (2006) minat beli dapat diidentifikasi melalui dimensi sebagai berikut

a. Minat Transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.

b. Minat Refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain.

c. Minat Preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.

d. Minat Eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.

B. Kajian Terdahulu Tabel 2.1 Kajian Terdahulu No Penulis, Lokasi dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Metode Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Indriany M. Wijaya Universitas Sam The Influence Of Brand Image, Brand Personality And Brand Analisa Regresi Berganda Vaiabel dependent : Purchase Intention Brand Image memberikan pengaruh yang positif terhadap Purchase Intention

(32)

Manado 2013 Consumer Purchase Intention Independent : brand image, brand personality dan brand awareness sebesar 0.008, kemudian brand personality mepunyai nilai sig sebesar 0.014 sehingga terdapat pengaruh positif terhadap minat beli, dan brand

awareness nilai sig sebesar 0.000 artinya memiliki hubungan yang paling positif dan signifikan dibandingkan brand awareness dan brand personality 2 Chao-Sen Wu, Ph.D 2015 Departement of Sport & Health Promotion Trans World University, Taiwan Attitude Toward Brand Image,Athletes Endorsement, and Purchase Intention Structural Equation Model (SEM) analysis method Variabel dependet : Purchase Intention Variabel indpendent : Brand Image , Athlete Endorsement Consumers’s attitude toward brand image, berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchase intention dengan factor loading > 0,50 Athlete endorsement berpengaruh positf dan siginfikan terhadap purchase intention dengan factor loading > 0,05. 3 Liu, Huang

& Minghua Relations among attractiveness of endorsers, match-up and purchase intention in sport marketing in China Regresi

Berganda Variable dependent : Purchase Intention Variable Independent : Attractiveness, match-up Attractiveness berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan minat beli konsumen di Sport market cina dengan Sig = 0,000 Sedangkan, Match-Up Sig sebesar 0,002

Dan tidak ada pengaruh secara bersamaan pada Attractiveness dan Match – Up terhadap minat beli dengan F : 0,069 Tri Asih Pengaruh Citra Jenis Variabel Terdapat hubungan

(33)

4 2013 Universitas Negeri Malang terhadap minat beli dan keputusan pembelian explanatory research dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analysis jalur path keputusan pembelian minat beli Variabel independen : citra merek

citra merek dan minat beli serta keputusan pembelian konsumen 5 Bardia Youshefa kimi, Abed Abdeniyah, Majid Nokhbeh Zaeim 2011 Investigate the impact of celebrity endorser on Brand Image Analisa Regresi Berganda Variabel independen : dimensi celebrity endorser Variabel dependen : brand image Terdapat hubungan positif dan kuat, antara kredibilitas, keatraktifan, keahlian dan kesesuaian image antara selebriti – produk dengan citra merek

6

Ling Chang1 Factors

Influencing Changsa Teenagers Purchase Intention Towards Celebrity – Endorser Apparels Analisa Regresi Berganda Variabel dependen : Purchase Intention Variable Independen : Celebrity Endorsed Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara celebrity endorser dan minat beli konsumen.

7

Chi. Ren

Yeh, Huang The Influences of Advertising Endorser, Brand Image, Brand Equity, Price Promotion, on Purchase Intention Analisa Regresi Berganda Variabel dependent : Purchase Intention Variable Independent : advertising endorser, brand image, brand equity, price promotion

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang siginfikan antara brand equity, brand image, dana advertising endorser yaitu (β = 0.552, p< 0.001). begitu juga adveritising endorser dan purchase intention ( β = 0.683, p =<0.001) 8 Finna Anastasya & Sugiono Sugiharto (2015) Pengaruh Celebrity Endorsement terhadap Purchase Intention dengan Brand Image sebagai Variabel Intervening (Studi kasus iklan produk

Path Analysis Variabel Dependen : Purchase Intention Variable Independen : brand image & celebrity endorsement Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara variable celebrity endorsement dan brand image serta brand image dan purchase intention dengan nilai t-value sebesar 3.47 lebih besar dari t- tabel

(34)

kecantikan

Pond’s) hasil dari variable brand image

terhadap purchase intention memiliki nilai t-value sebesar 81.75 lebih besar dari t-tabel 1.96

C. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Antara Brand Personality dan Brand Image

Brand Personality merupakan serangkaian karakteristik manusia

yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilai nilai, kesukaan, jenis kelamin, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan (Aaker,1997). Sedangkan, brand image adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen (Kotler dan Keller, 2009:403). Kemudian menurut Surachman (2008:13) mendefinisikan citra merek sebagai bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya.

Brand yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam

masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, presepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen yang tinggi. Brand image dilihat dari asosiasi yang dimiliki orang – orang terhadap suatu brand. Kekuatan brand bergantung pada tingkat kepositifan dan seberapa sering munculnya dibenak konsumen.

(35)

Penting bagi perusahaan untuk mengatur asosiasi macam apa yang dapat dibuat dari sinyal – sinyal yang mereka tunjukan, sehingga sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki identitas brand yang jelas. Dengan brand image kuar, tingkat penjualan produk pun akan meningkat.

Untuk perusahaan besar seperti Adidas, konsep branding bukan lagi dalam tataran hard sell tetapi lebih pada corporate image buliding. Identitas utama yang ingin ditampilkan Adidas berkisar seputar olahraga, kesehatan dan performa, serta desain dan produksi sepatu yang berdasarkan pada inovasi dan teknologi yang canggih. Personality yang ditampilkan oleh Adidas yaitu energik, bersemangat, maskulin dan agresif dan, keren.

Dengan semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh suatu merek akan memunculkan citra terhadap merek tersebut. Selain menciptakan citra merek itu sendiri, asosiasi merek juga dapat menciptakan reaksi atau tanggapan konsumen terhadap janji – janji yang terkandung dalam brand

identity (identitas merek) suatu produk. Brand identity sendiri diartikan

sebagai nilai – nilai kepribadian yang ditanamkan oleh perusahaan terhadap produknya, sehingga produk tersebut memiliki identitas yang unik.

Jadi, kesan – kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut

(36)

dalam strategi komunikasinya. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Dengan demikian perusahaan harus bisa membangun asosiasi konsumen, sehingga membuat konsumen selalu mengingat sebuah merek dari asosiasi yang diciptakan oleh perusahaan karena medan pertempuran adalah dibenak konsumen. Asosiasi yang terbentuk tersebut akan membantu terciptanya image yang baik dan kuat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi konsumen dalam keputusannya untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah produk.

2. Hubungan Antara Celebrity Endorser dan Brand Image

Selebriti diasumsikan lebih kredibel daripada non- selebriti. Tampilan fisik dan karakter non fisik selebriti membuat sebuah iklan lebih menarik dan disukai oleh konsumen. Performa, citra, dan kepopuleran selebriti dapat lebih menarik perhatian target audien untuk menyaksikan iklan yang dapat mempengaruhi presepsi positif dan daya tarik konsumen terhadap suatu produk yang ditawarkan perusahaan.

Tugas utama para endorser ini adalah untuk menciptakan asosiasi yang baik antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata konsumen.

Image sangat penting bagi suatu brand, karena dapat

(37)

terlihat rendah, konsumen akan merasa kurang percaya terhadap produk tersebut (Huang;2013 dalam Wu, 2015). Kemudian (Kamins ; 1990), menyatakan bahwa, ketika juru bicara (spokepersons) mempunyai kesesuaian dengan brand, efek dari pada penggunaan selebriti endorser akan berdampak positif dan signifikan. Hal tersebut juga didukung oleh (Hsieh, Pan & Setiono,2004 dalam Wu,2015) menyatakan bahwa seorang artis dengan reputasi dan daya tarik yang tinggi akan menciptakan perhatian konsumen dengan menggunakan media advertising

endorsement.

3. Hubungan Antara Brand Personality dan Purchase Intention

Pemanfaatan personalitas merek sebagai upaya dalam membedakan merek terhadap pesaingnya akan lebih efektif pada merek yang secara fungsi atau fisik sangat sulit dibedakan antara satu dan lainnya. Menurut Bauer Mader, Keller (2009) sebuah personlitas merek dapat membantu proses komunikasi pada konsumen dikarenakan memberi kemudahan konsumen dalam mengidentifikasi merek. Pembentukan personalitas yang jelas merupakan salah satu faktor penting dalam proses membangun merek yang kuat.

Brand personality yang dibuat secara konsisten akan sulit di

contoh oleh pesaing. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka dalam pembentukan personalitas harus memperhatikan dimensi – dimensi personalitas merek. Dalam penelitian yang dilakukan Aaker (1997)

(38)

mengenai 5 dimensi dari personalitas merek, yaitu : Sincerity, Excitement,

Competence, Sophistication, Ruggedness. Jadi, Secara umum brand personality merupakan pemanfaatan karakteristik manusia sebagai salah

satu identitas dari merek agar membangun hubungan emosional kepada konsumen dan dengan personalitas merek dapat membedakan suatu merek terhadap merek pesaingnya.

Dengan pendekatan menarik yang dilakukan oleh suatu perusahaan, maka konsumen secara sengaja dipengaruhi untuk mulai mengevaluasi keuntungan - keuntungan yang dapat diperoleh jika membeli produk yang ditawarkan dan dengan mudah konsumen menemukan produk yang sesuai dengan kepribadiannya/yang diinginkan dan pada akhirnya akan menciptakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen yang bersangkutan sebelum mengadakan pembelian atas produk tersebut (Anoraga, 2000 dalam Eka & Jony,104;125).

4. Hubungan Antara Celebrity Endorser dan Purchase Intention.

Ada banyak cara strategi pemasaran yang layak dipelajari, kemudian perusahaan dapat memilih salah satu alternatif cara yang dipandang sesuai dengan kondisi perusahaan. Iklan adalah salah satu pilihan yang ditempuh oleh perusahaan untuk berkomunikasi dengan publiknya. Penggunaan selebritis dalam iklan diharapkan akan mampu menarik perhatian pemirsa, sehingga iklan dapat diingat di benak pemirsa. Clemente (2002) dalam

(39)

Finna & Sugiono (2015) menjelaskan bahwa celebrity endorsement merupakan penggunaan selebriti dalam iklan dengan tujuan merekomendasikan penggunaan produk yang disponsori. Selain itu

celebrity endorser juga dapat meningkatkan brand awareness juga

sekaligus mewakili kepribadian merek yang mereka bawakan dan diharapkan dapat mendekati target konsumen lebih mudah.

Menurut (Mc. Cracken, 1986 dalam Wu, 2015), celebrity endorser adalah individu yang mendapat pengakuan publik atas reputasi dan prestasi yang digunakan untuk beriklan hal tersebut dianggap dapat mendukung produk yang dipromosikan. Hal ini juga diperkuat dari pendapat dari Rossiter dan Percy (1998) bahwa celebrity endorser merupakan model iklan yang berperan besar dalam mempengaruhi audien didalam iklan suatu produk.

Menurut Kotler (1997) pemilihan tokoh dalam menyampaikan pesan merupakan faktor yang sangat penting,tokoh tersebut harus dikenal luas, mempunyai pengaruh positif yaitu efek emosi yang positif terhadap audien dan sesuai dengan produk yang dibintanginya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Elysia,Sthepanie,2013) tentang pengaruh kredibilitas endorser terhadap minat beli melalui sikap dimana independen variabelnya berupa Attractiveness, Truthworthiness,

Experise, variabel mediasi berupa sikap dan dependen variabel berupa

minat beli, dinyatakan adanya pengaruh kredibilitas endorser terhadap minat beli. Kemudian (Muthohar,Traitmaja,2013) melakukan penelitian

(40)

tentang pengaruh endorser ulama terhadap sikap dan minat beli konsumen,dimana independen variabelnya adalah attractiveness,

credibility, match-up, dan trustworthiness, variabel mediasi sikap

konsumen dan dependen variabelnya adalah minat beli, menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan.

5. Hubungan antara Brand Image dan Purchase Intention.

Minat beli diperoleh dari suatu proses komunikasi, pembelajaran dan pemikiran konsumen yang kemudian membentuk presepsi. Minat beli menciptakan motivasi tertentu yang ditangkap konsumen mengenai suatu brand yang terus menerus sehingga melekat pada benak konsumen, dan kemudian menumbuhkan keinginan kuat untuk melakukan tahap selanjutnya yaitu melakukan keputusan pembelian.

Brand Association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Durianto, 2001). Sedangkan Aaker (1997) mendefinisikan” Brand

association is anything liked in memory to a brand”. Asosiasi tersebut

berupa kesan – kesan yang berhubungan dengan merek yang tertanam diingatan atau benak konsumen. Kemudian kumpulan asosiasi – asosiasi tersebut membentuk satu rangkaian citra merek (brand image). Dimana

Brand image merupakan sekumpulan assosiasi merek yang terbentuk dan

melekat di benak konsumen Rangkuti (2004) dalam Eka & Jony (2009). Dengan semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat

(41)

brand image yang dimiliki oleh suatu merek akan memunculkan citra yang positif terhadap merek tersebut. Menurut Paul Temporal, (2001) dalam Eka & Jony (2009), selain menciptakan citra yang positif, asosiasi merek juga dapat menciptakan reaksi atau tanggapan konsumen terhadap janji – janji yang terkandung dalam brand identity (identitas merek) suatu produk.

Brand identity sendiri diartikan sebagai nilai – nilai kepribadian yang

ditanamkan oleh perusahaan terhadap produknya, sehingga produk tersebut memiliki identitas yang unik (Rangkuti,2006).

Dalam penelitian ini asosiasi – asosiasi yang terkait dengan suatu merek dihubungkan dengan lima pendekatan dari Durianto (2006), yaitu: Asosiasi dari atribut produk (product attributes), Asosiasi atribut produk tak berwujud (intangibles attributes), Asosiasi manfaat bagi pelanggan (customer’s benefit), Asosiasi gaya hidup/kepribadian (life style/personality) dan Asosiasi dari sisi pesaing (competition). Jadi, kesan

– kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat.

Dengan demikian perusahaan harus bisa membangun asosiasi konsumen, sehingga membuat konsumen selalu mengingat sebuah merek dari asosiasi yang diciptakan oleh perusahaan karena medan pertempuran

(42)

adalah dibenak konsumen. Asosiasi yang terbentuk tersebut akan membantu terciptanya image/citra yang baik dan kuat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi konsumen dalam keputusannya untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah produk.

D. Kerangka Pemikiran

Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan konsumen sangat kompleks, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli. Sehingga, fenomena yang sekarang terjadi, para pemasar ingin mempengaruhi minat beli dari konsumen dan setelah itu akan berdampak pada pembelian berulang ataupun dampak lain karena minat beli tersebut, ataupun pembelian hanya mungkin akan terjadi sekali ataupun tidak ada dampak yang lebih lanjut (Adrian & Jony, 2012).

Keputusan pembelian merupakan realisasi dari perencanaan dan pertimbangan yang mendalam dalam memilih suatu produk yang melibatkan pemecahan masalah kompleks tentang merek, jumlah, membeli dimana, waktu membeli, dan cara membayar (Kotler,1994:268 dalam Yan Karda Siregar & Zulkarnain 2015). Schiffman & Kanuk (2010:156) menjelaskan pembentukan

brand personality pada sebuah brand akan mendorong konsumen untuk

memberikan tanggapan dengan perasaan dan emosi terhadap brand tersebut. Dengan demikian sebuah brand akan menjadi lebih dekat dengan konsumen.

(43)

L.Aaker (1997) yang terdiri dari sincerity, excitement, compentence,

sophistication, dan ruggedness.

Untuk membangkitkan minat beli konsumen, selain memberikan karakteristik personal pada produk, pemasar dituntut untuk kreatif dan inovatif agar dapat menarik perhatian konsumen dan dapat membawa minat dari konsumen untuk membeli. Salah satu cara untuk menampilkan iklan pemasar juga perlu memberikan dukungan lain pada produk tersebut untuk lebih menekankan karakteristik produk melalui celebirty endorser. Penggunaan

celebrity endorser yang memiliki karakteristik akan dapat mempengaruhi

sikap (attitude) atau tanggapan konsumen yang positif terhadap suatu produk. Dari beberapa strategi komunikasi pemasaran yang dijabarkan penulis mengenai brand personality dan peran pendukung suatu produk (celebrity

endorser), keduanya tersebut memiliki kontribusi terhadap pembentukan

ekuitas merek yaitu dengan membangun merek dalam ingatan dan menciptakan citra merek untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Kombinasi antara brand personality dan celebrity endorser yang dituangkan pada suatu produk dirasa akan mampu menciptakan image pada suatu brand. Kemudian image tersebut diharapkan dapat mendorong keputusan pembelian konsumen.

Dari pengertian mengenai karakteristik konsumen terhadap minat beli dan keputusan pembelian, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui seberapa besar pengaruh brand personality dan celebrity endorser dalam

(44)

pembentukan brand image terhadap keputusan pembelian sepatu Adidas, kasus pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercubuana

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara atau jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian yang memerlukan data untuk menguji kebenaran dugaan tersebut. Rumusan masalah biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan, rumusan masalah dikatakn sementara karena jawaban yang diberikan baru di dasarkan pada teori yang relevan,sehingga perlu diuji secara empiris. Berdasarkan model analisis sebelumnya maka dapat diperoleh hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

H1 = Brand personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan

brand image Minat beli (Z) brand personality (X1) brand image (Y) celebrity endorser (X2) H1 H2 H3 H4 H5

(45)

H2 = Celebrity endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan

brand image.

H3 = Brand personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap Minat beli konsumen.

H4 = Celebrity endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen.

H5 = Brand image memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen.

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan dan menciptakan kepuasan kepada para konsumen merupakan hal yang penting dilakukan oleh restoran, karena jika konsumen merasa puas maka konsumen

Sebelum konsumen membeli dan menggunakan produk yang konsumen pilih maka ada berbagai kepentingan konsumen dan kepercayaan konsumen dari atribut-atribut yang dimliki oleh

• Melakukan pembelian ulang konsumen untuk melakukan pembelian Kemudian penelitian lainnya yang tentang hubungan kualitas produk dengan keputusan pembelian yang dilakukan oleh Bayu

Pelaksanaan penugasan audit sering terjadi benturan-benturan yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik dimana klien sebagai pemberi kerja berusaha

seseorang untuk melakukan suatu kegiatan serta kemauan untuk berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi prestasi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu

Keputusan yang diambil oleh konsumen tidak terlepas dari proses untuk dapat menentukan tetap merokok, masyarakat Kota Bandung yang menjadi konsumen Urban Gym Bandung dapat

Citra merek merupakan suatu hal yang penting dalam menciptakan keputusan pembelian konsumen, citra merek yang baik yaitu citra merek yang pertama kali diingat atau terbayang

Merek ramah lingkungan menjadi hal yang penting bagi produsen saat ini dikarenakan konsumen yang sudah mempunyai kepedulian pada lingkungan akan memutuskan untuk membeli