• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

14

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Pada sub bab ini dipaparkan bagaimana konsep inti dari ilmu manajemen pemasaran mengenai kualitas pelayanan, kepuasan dan loyalitas konsumen. Selanjutnya, pada bab ini diungkapkan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut diatas dirumuskan pada penelitian-penelitian sebelumnya, konsep, teori dan model yang diciptakan untuk menganalisis pengaruh variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen dan implikasinya terhadap loyalitas konsumen.

2.1.1 Manajemen Pemasaran

Assauri (2013) memaparkan manajemen pemasaran merupakan kegiatan penganalisisan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian programprogram yang dibuat untuk membentuk, membangun, dan memelihara keuntungan dari pertukaran melalui sasaran pasar guna mencapai tujuan organisasi (restoran) dalam jangka panjang.

Menurut Kotler & Keller (2012) memaparkan manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para konsumen dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai dari para konsumen tersebut.

2.1.2 Strategi Pemasaran

Assauri (2013) memaparkan strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah.

(2)

Hasan (2013) menyatakan bahwa strategi pemasaran yang baik harus dibangun atas dasar pemahaman bisnis yang kuat, dikombinasikan dengan pemahaman kebutuhan dan keinginan konsumen, pesaing, dan skills, dan core bisnis termasuk dengan para pemasok dan distributor. Proses penerapan strategi pemasaran mengharuskan marketer untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen-pasar sasaran, memuaskan konsumen (lebih tinggi dari pesaing), dan menjaga konsumen sebagai sarana untuk keberlanjutan profit.

Dari pengertian diatas maka struktur manajemen pemasaran strategis menggambarkan masukan yang digunakan perusahaan untuk mengidentifikasi dan memilih strategi. Masukan tersebut diperoleh melalui analisis lingkungan internal dan eksternal. Kekuatan-kekuatan lingkungan makro yang utama, meliputi : demografi, teknologi, politik, hukum, dan social budaya yang dapat mempengaruhi bisnis.

2.1.3 Segmentasi Pasar

Pada pasar yang besar memiliki berbagai macam pembeli. Tiap pembeli pada umumnya dalam motif, perilaku maupun kebiasaan pembelian mempunyai ciri masing-masing. Perbedaan motif dan perilaku ini menunjukkan bahwasanya pasar suatu produk ini heterogen dan jumlah konsumen yang sangat banyak serta ragam kebutuhan, keinginan, kemampuan membeli dan perilaku serta tuntutan pembelian.

Dalam upayanya memberikan kepuasan pada konsumen dengan apa yang diinginkan oleh konsumen, perusahaan perlu mengelompokkan konsumen atau pembeli ini sesuai kebutuhan dan keinginannya. Kelompok konsumen yang dikelompokkan tersebut disebut segmen pasar, sedangkan usaha pengelompokannya dikenal dengan segmentasi pasar (Assauri, 2012).

Segmentasi pasar menurut Kotler (2016) terdiri dari sekelompok konsumen yang memiliki sekumpulan kebutuhan dan keinginan yang serupa. Segmentasi adalah proses mengkotak-kotakkan pasar (yang heterogen) kedalam kelompok-kelompok “potential customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan

(3)

karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Karena sifatnya yang homogen, maka akan sulit bagi produsen untuk melayaninya, oleh karena itu pemasar harus memilih segmen-segmen tertentu saja dan akan meninggalkan bagian pasar lainnya. Bagian segmen yang dipilih pun harus disesuaikan dengan kemampuan dari produsen serta bagian yang dipilih ini merupakan bagian homogeny yang memiliki cirri-ciri yang sama.

2.1.4 Bauran Pemasaran Jasa

Bauran pemasaran (marketing mix) menurut Kotler (2016) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Organisasi yang bergerak di bidang jasa (service) menggunakan bauran pemasaran jasa untuk membantu strategi mereka dalam mencapai nilai jasa/konsumen yang tinggi menurut konsumen (customer value) yang akhirnya menentukan posisi persaingan (competitive position) pada pasar sasarannya.

1. Product (Produk)

Produk menurut Kotler (2016) merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.

2. Price (Harga)

Definisi harga menurut Kotler (2016) adalah sejumlah uang yang diberi restoran untuk sebuah produk atau jasa.

3. Place (Lokasi)

Lokasi merupakan variabel bauran pemasaran yang berkenaan dengan upaya penyampaian produk yang tepat ke tempat pasar target.

4. People (Orang)

Menurut Kotler (2016), People adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli.

(4)

5. Physical Evidence (Sarana Fisik)

Merupakan salah satu bauran pemasaran yang berupa tampilan fisik dari perusahaan yang menunjukkan tempat dimana jasa diciptakan dan dimana pemberi jasa dan konsumen berinteraksi.

6. Process (Proses)

Proses menurut Payne (2012) diartika sebagai tindakan menciptakan dan memberikan jasa pada konsumen dan merupakan faktor penting dalam bauran pemasaran jasa, karena konsumen jasa akan merasakan sistem pemberian jasa tersebut sebagai bagian dari jasa itu sendiri. Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa.

2.1.5 Jasa

Menurut Supranto (2006) jasa/pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan dari pada dimiliki, serta pelanggan lebih berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.

Menurut Kotler dalam Tjiptono (2014), “jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangibles (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

Lupiyoadi (2013) mendefinisikan jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan kesenangan atau kesehatan) atau pemecahan akan masalah yang dihadapi konsumen. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa didalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak

(5)

konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa bukan merupakan barang tetapi suatu proses atau aktivitas yang tidak berwujud.

2.1.6 Definisi Kualitas

Wijaya (2017) mendefinisikan kualitas adalah merupakan ukuran sampai sejauh mana produk atau jasa sesuai kebutuhan, Empati keinginan dan harapan para konsumen. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual konsumen terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut.

Menurut Deming dalam Tjiptono (2014) adalah kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan konsumen sekarang dan dimasa mendatang. Menurut Kotler (2016) bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Berdasarkan beberapa pengertian kualitas di atas dapat diartikan bahwa kualitas hidup kerja merupakan suatu pola pikir (mindset), yang dapat menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen dalam suatu proses manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus menerus tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar konsumen tersebut.

Menurut Russel dalam Tjiptono (2014) mengidentifikasikan 6 peran pentingnya kualitas adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan Reputasi perusahaan

Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas akan mendapat predikat sebagai organisasi yang mengutamakan kualitas. 2. Penurunan Biaya

Untuk menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas perusahaan atau organisasi tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan atau

(6)

organisasi berorientasi pada customer satisfication, yaitu dengan berdasarkan jenis, tipe, waktu, dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen.

3. Pertanggungjawaban produk

Semakin meningkatnya persaingan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan maka perusahaan akan dituntut untuk semakin bertanggung jawab terhadap desain, proses, dan pendistribusian produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.

4. Dampak Internasional

Mampu menawarkan produk atau jasa yang berkualitas, maka selain dikenal dipasar lokal, produk atau jasa yang ditawarkan juga akan dikenal dan terima dipasar internasional.

5. Penampilan Produk atau Jasa

Kualitas akan membuat produk atau jasa dikenal, dan hal ini akan membuat perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk atau menawarkan jasa juga dikenal dan dipercaya masyarakat luas. Tingkat kepercayaan konsumen pada masyarakat umumnya akan bertambah dan organisasi atau perusahaan tersebut akan lebih dihargai.

2.1.7 Kualitas Pelayanan

2.1.7.1 Konsep Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan menurut Tjiptono (2014) adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Wijaya (2017) mendefinisikan kualitas pelayanan adalah ukuran seberapa bagus tingkat pelayanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi konsumen. Tjiptono (2014) merumuskan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa

(7)

yaitu jasa yang diharapkan (Expected service) dan jasa yang dipersepsikan (Perceived service).

1. Jasa yang diharapkan, menekankan arti penting harapan konsumen sebelum membeli atau mengkonsumsi suatu jasa sebagai standar atau acuan dalam mengevaluasi kinerja jasa yang bersangkutan.

2. Jasa yang dipersepsikan, Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, konsumenlah yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan. Jasa memiliki karakteristik Variability, sehingga kinerjanya acap kali tidak konsisten. Hal ini menyebabkan konsumen menggunakan isyarat intrinsik (output dan penyampaian jasa) dan isyarat eksteristik (unsur-unsur pelengkap jasa) sebagai acuan dalam mengevaluasi kualitas jasa.

2.1.7.2Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2014) terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu : 1. Bukti langsung (tangibles)

Bukti langsung yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensi kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Kehandalan (reliability)

Adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama,

(8)

untuk semua konsumen tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Daya tanggap (responsiveness)

Adalah suatu kemapuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan (assurance)

Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Empati (empathy)

Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang konsumen, memahami kebutuhan konsumen secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi konsumen.

Menurut Kasmir (2017) ada lima dimensi kualitas pelayanan yaitu :

1. Bukti fisik (tangibles), merupakan yang harus dimiliki oleh karyawan restoran, seperti gedung, perlengkapan kantor, daya tarik karyawan, sarana komunikasi, dan sarana fisik lainnya”. Bukti fisik ini harus menarik dan modern.

2. Kehandalan (reliability), kemampuan restoran dalam memberikan pelayanan yang telah dijanjikan dengan cepat dan akurat, serta memuaskan

(9)

konsumennya”. Maka setiap karyawan restoran sebaiknya diberikan pelatihan dan pendidikan guna meningkatkan kemampuannya.

3. Daya tanggap (responsiveness), adanya keinginan dan kemauan karyawan restoran dalam memberikan pelayanan kepada konsumen”. Untuk pihak manajemen restoran perlu memberikan motivasi yang besar agar seluruh karyawan restoran mendukung kegiatan pelayanan kepada kepuasan konsumen tanpa pandang bulu.

4. Jaminan (assurance), karyawan memiliki pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat perilaku yang dapat dipercaya”. Hal ini penting agar konsumen yakin transaksi yang mereka lakukan benar dan tepat sasaran. 5. Empati (empathy), mampu memberikan kemudahan serta menjalin hubungan

dengan konsumen secara efektif. Juga mampu memahami kebutuhan individu setiap konsumennya secara cepat dan tepat.

2.1.8 Kepuasan Konsumen

2.1.8.1 Konsep Kepuasan Pelanggan

Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2014) kepuasan konsumen merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk bersangkutan. Kotler dan Keller (2016) mendefinisikan Kepuasan adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari kinerja produk atau jasa.

Menurut Oliver dalam Supranto (2006) mendefinisikan kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Kepuasan konsumen menjadi sangat bernilai bagi restoran atau perusahaan yang perlu dilayani dengan sebaik-baiknya.

(10)

Apabila konsumen puas atas pelayanan yang diberikan restoran, maka dua keuntungan yang terima restoran, yaitu :

1. Konsumen yang lama akan tetap dapat dipertahankan (tidak lari kerestoran lain) atau dengan kata lain konsumen akan loyal kepada restoran. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Derek dan Rao yang mengatakan “kepuasan konsumen secara keseluruhan akan menimbulkan loyalitas pelanggan”. 2. Kepuasan konsumen lama akan menular kepada konsumen baru, dengan

berbagai cara, sehingga mampu meningkatkan jumlah konsumen. Seperti dikemukakan Richens yang mengatakan “kepuasan pelanggan dengan cara memberikan rekomendasi atau memberitahu akan penggalamannya yang menyenangkan tersebut dan merupakan iklan dari mulut kemulut. Artinya kepuasan konsumen tersebut akan dengan cepat menular konsumen lain dan berpotensi menambah konsumen baru (Kasmir,2017).

Dalam praktiknya pemberian pelayanan yang baik kepada pelanggan atau konsumen bukan merupakan suatu hal yang mudah mengingat banyak kendala yang bakal dihadapi baik dari dalam perusahaan maupun diluar perusahaan. Berikut ini ciri pelayanan yang baik yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen :

1. Memiliki karyawan yang professional khususnya yang berhadapan langsung dengan konsumen.

2. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik yang dapat menunjang kelancaran produk kekonsumen secara cepat dan tepat waktu.

3. Tersedianya ragam produk yang diinginkan, artinya konsumen sekali berhenti dapat membeli beragam produk dengan kualitas produk dan pelayanan yang mereka inginkan.

4. Bertanggung jawab kepada setiap konsumen dari awal hingga selesai. Dalam hal ini karyawan melayani konsumen sampai tuntas

5. Mampu melayani secara cepat dan tepat, tentunya jika dibandingkan dengan pihak pesaing.

(11)

6. Mampu berkomunikasi secar jelas, menyenangkan dan mampu menangkap keinginan dan kebutuhan konsumen.

7. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi, terutama dalam hal keuangan bagi dunia perrestoranan dan kamar bagi tamu hotel atau hal-hal lainnya.

8. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang produk yang dijual dan pengetahuan umum lainnya.

9. Mampu memberikan kepercayaan kepada konsumen, sehingga konsumen merasa yakin dengan apa yang telah dilakukan perusahaan.

(Kasmir, 2010)

2.1.8.2 Pengukuran Kepuasan Konsumen

Menurut Kottler (2016), pengukuran kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan empat sarana, yaitu :

1. Sistem keluhan dan usulan

Artinya, seberapa banyak keluhan atau komplain yang dilakukan konsumen dalam suatu periode, makin banyak berarti makin kurang baik demikian pula sebaliknya. Untuk itu perlu adanya sistem dalam menangani keluhan dan usulan.

2. Survei kepuasan konsumen

Dalam hal ini restoran perlu secara berkala melakukan survey baik melalui wawacara maupun kuesioner tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan restoran tempat konsumen melakukan transaksi selama ini. Untuk itu perlu adanya kepuasan konsumen.

3. Konsumen samaran

Restoran dapat mengirim karyawannya atau melalui orang lain untuk berpura-pura menjadi konsumen guna melihat pelayanan yang diberikan oleh

(12)

karyawan restoran secara langsung, sehingga terlihat jelas bagaimana karyawan melayani konsumen sesungguhnya.

4. Analisis mantan konsumen

Dengan melihat catatan konsumen yang pernah menjadi konsumen restoran guna mengetahui sebab-sebab mereka tidak lagi menjadi konsumen restoran kita.

2.1.8.3 Indikator Kepuasan Konsumen

Menurut Tjiptono (2014), indikator kepuasan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Konfirmasi harapan

Yaitu kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja aktual produk perusahaan. Dalam hal ini akan lebih ditekankan pada kualitas produk yang memiliki komponen berupa harapan konsumen akan kualitas produk yang diberikan.

2. Minat pembelian ulang

Yaitu kepuasan konsumen diukur secara tingkah laku dengan jalan menanyakan apakah konsumen akan berbelanja atau menggunakan produk tersebut lagi. Minat pembelian ulang konsumen didasarkan kepada kepuasan konsumen setelah menggunakan produk tersebut.

3. Kesediaan untuk merekomendasi

Yaitu kesediaan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. Apabila produk yang diterima sesuai harapan, maka pada akhirnya pelanggan akan merekomendasikan hal itu kepada orang lain.

(13)

2.1.9 Loyalitas Konsumen

Griffin (2005) memaparkan bahwa loyalitas konsumen adalah pelanggan yang membeli ulang suatu barang dan jasa, membangun bisnis dengan membeli lebih banyak dari sebelumnya, membayar harga premium, dan memberikan word of mouth

(WOM) positif dari waktu ke waktu. Kotler (2016) memaparkan konsep loyalitas konsumen lebih banyak dikaitkan dengan perilaku dari pada dengan sikap. Oliver dalam Kotler (2016) memaparkan bahwa loyalitas adalah suatu kesediaan konsumen untuk melanjutkan pembelian pada sebuah perusahaan dalam jangka waktu yang panjang dan mempergunakan produk atau layanan secara berulang, serta merekomendasikannya kepada teman-teman dan orang lain secara sukarela.

Kotler (2016) memaparkan bahwa bila seseorang merupakan konsumen yang loyal, dia menunjukan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai konsumen non random yang diungkapkan dari waktu kewaktu oleh berapa unit pengembalian keputusan. Loyalitas menunjukan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali.

Hasan (2013) memaparkan loyalitas konsumen definisikan sebagai orang yang membeli, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Konsumen merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Engel, Blackwell, Miniard dalam Hasan (2013) mengemukakan bahwa loyalitas konsumen merupakan kebiasaan perilaku pengulangan pembelian, keterkaitan dan keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternatif. Perusahaan dengan tingkat loyalitas konsumen yang tinggi telah memperoleh tingkat loyalitas staf yang tinggi, tidak mungkin membangun loyalitas konsumen yang kuat dengan staf yang selalu berganti-ganti.

(14)

Dengan demikian, dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah perilaku konsumen dalam melakukan pengulangan pembelian, memberikan pandangan positif terhadap produk yang dibeli.

Seorang konsumen yang loyal, sudah pasti adalah konsumen yang puas. Hal seperti inilah yang mendorong perusahaan mengembangkan teknik untuk meningkatkan kepuasan konsumen demi mencapai konsumen yang loyal. Konsumen yang loyal adalah orang yang :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antarlini produk dan jasa

3. Mereferensikan kepada orang lain

4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.

2.1.9.1 Dimensi Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2005), dengan melihat definisi loyalitas, maka dimensi loyalitas dapat dibagi menjadi 3 (tiga) hal, yakni :

1. Behavioural loyalty

Perilaku loyal (behavioural loyalty) merupakan pembelian ulang/pembelian kembali suatu merek oleh konsumen baik kategori tertentu maupun produk baru dari penyedia tunggal (produsen tersebut). Pada hal ini loyalitas dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi dan probabilitas pembelian. Griffin (2005) memaparkan bahwa konsumen loyal tidak terpengaruh dengan adanya produk/penawaran lain dari kompetitor, konsumen juga membeli produk yang sama secara berulang. 2. Attitudinal loyalty

Sikap loyal (attitudinal loyalty) merupakan tingkat kecenderungan komitmen terhadap suatu merek oleh konsumen. Pada hal ini, loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu. Griffin (2005) memaparkan bahwa konsumen loyal menyarankan (refers to others) atau

(15)

menganjurkan kepada orang lain sebagai bentuk kepercayaannya pada suatu produk atau jasa. Ia juga menunjukkan preferensi atau kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.

3. Cognitive loyalty

Pada tahapan loyalitas kognitif ini, menggunakan informasi keunggulan suatu produk/jasa pada suatu produk/jasa lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat dan kualitas. Kapferer dan Laurent dalam Zulkifli (2005) memaparkan bahwa loyalitas dibentuk oleh tingkat sensitivitas merek, konsumen akan bersedia membayar lebih untuk produk, mempertimbangkan khusus untuk memilih produk lain apabila produk yang sudah ada dianggap lebih baik dari produk pesaing. Oliver (1999) memaparkan bahwa tahap cognitive loyalty adalah tahapan loyalitas konsumen yang hanya didasarkan pada kepercayaan konsumen terhadap merek. Konsumen percaya pada kualitas produk sehingga dapat menganggap merek tersebut sebagai eksistensi diri.

2.1.10 Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam Tabel 2.1 berikut dipaparkan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel kualitas layanan, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan.

Tabel 2.1 Penelitian-penelitian Sebelumnya

No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan Hasil Analisis

1 Kumar et al (2009) Determining the Relative Importance of Critical Factors in Delivering Service Quaity of Restorans. Variabel : - Kualitas Layanan - Kepuasan Konsumen Variabel: - Loyalitas Konsumen - Variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh terhadap loyalitas konsumen.

(16)

Riyanto (2015) Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada Rumah Makan SSP (special super penyet) - Kualitas pelayanan - Kepuasan konsumen

konsumen pelayanan memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. 3 Gilang Hayu Arifitama (2016) Analilsis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada Rumah Makan MANG ENGKING di SURAKARTA Variabel : - Kualitas Pelayanan - Kepuasan Konsumen - Loyalitas Konsumen Variabel kualitas pelayanan kurang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. 4 Mantauv (2015) Pengaruh Service Quality terhadap Loyalitas Konsumen dengan Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Intervening Variabel : - Service quality - Kepuasan Konsumen - Loyalitas Konsumen

- - Service quality dan

kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel loyalitas konsumen - Variabel kepuasan konsumen mampu menjadi variabel intervening. 5 Mohsan et al (2011) Impact of Customer Satisfaction on Customer Loyalty and Intention to Switch : Evidence Variabel : - Kepuasan konsumen - Loyalitas konsumen Variabel : - Kualitas Layanan - Variabel kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen.

(17)

from Restoraning Sector of Pakistan 6 Odunlami dan Matthew (2015) Impact on Customer Satisfaction on Customer Loyalty : A Case Study of a Republic Restoran in Oyo State, Nigeria Variabel : - Kepuasan konsumen - Loyalitas konsumen Variabel : - Kualitas layanan - Variabel kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen.

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang penelitian serta adanya dukungan teori-teori yang telah disampaikan, berikut penulis sampaikan alur fikir dalam kerangka pemikiran.

Untuk dapat membangun kepuasan dan loyalitas para konsumen diperlukan perencanaan jangka panjang yang baik dan komitmen dari semua stakeholders baik pemilik perusahaan, manajemen, karyawan dan juga pelayan restoran.

Memberikan dan menciptakan kepuasan kepada para konsumen merupakan hal yang penting dilakukan oleh restoran, karena jika konsumen merasa puas maka konsumen tersebut akan menyampaikannya kepada orang lain berupa informasi positif sehingga orang yang diberikan informasi akan mempertimbangkan untuk memebeli produk/ jasa yang kita tawarkan.

Kepuasan konsumen akan menjadi penyangga pelayanan yang diberikan oleh restoran yang pada akhirnya akan mempengaruhi loyalitas konsumen itu sendiri. Adapun kepuasan konsumen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang bisa diimplementasikan dengan baik merupakan faktor kunci yang memiliki pengaruh bagi keberhasilan sebuah restoran karena dapat menciptakan kepuasan konsumen.

(18)

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen

Persaingan yang semakin ketat antar setiap perrestoranan saat ini mendorong semua restoran berupaya meningkatkan berbagai pelayanan untuk menarik dan mempertahankan kepuasan konsumen dengan melalui kualitas pelayanan yang baik. Pelayanan yang terbaik merupakan hal yang mutlak diperlukan bagi setiap perusahaan yang bergerak di bidang jasa seperti perrestoranan. Baik atau buruknya penilaian konsumen terhadap kualits pelayanan tergantung pada perrestoranan dalam memenuhi kebutuhan konsumennya secara konsisten dan terus-menerus.

Kotler (2016) menekankan tiga hal penting dalam membangun kepuasan konsumen, antara lain: mutu, pelayanan, dan nilai. Mantauv (2015) memaparkan bahwa kualitas pelayanan yang bisa diimplementasikan dengan baik merupakan faktor kunci yang memiliki pengaruh bagi keberhasilan sebuah perusahaan karena dapat menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas pelayananmerupakan perbandingan antara pelayanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kualitas pelayanan adalah memberikan kesempurnaan pelayanan untuk tercapainya keinginan atau harapan konsumen.

Rahayu (2014) memaparkan bahwa dengan meningkatkan kualitas pelayanan sehingga akan membentuk kepuasan konsumen dan diharapkan dapat menumbuhkembangkan loyalitas konsumen. Sebagaimana pula yang terjadi pada sektor industri perrestoranan, kualitas layanan yang memuaskan bisa menjadi stimulan bagi para konsumen untuk bersikap loyal.

Menurut Clow dalam Laksana (2015) Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan sebagai berikut jika pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan yang diharapkan, maka akan memberikan kepuasan. Dengan demikian jika kualitas pelayanan terus ditingkatkan sehingga mencapai apa yang diharapkan oleh konsumen, maka konsumen akan puas. Konsumen akan merasa sangat puas apabila komponen kepuasan tersebut bisa terpenuhi secara lengkap. Kepuasan konsumen

(19)

sangat bernilai bagi restoran, sehingga tidak heran selalu ada selogan bahwa pelanggan adalah raja, yang perlu dilayani dengan sebaik-baiknya.

2.2.2 Dampak Kepuasan Konsumen terhadap Loyalitas Konsumen

Menurut Richens dalam Kasmir (2012) menyatakan kepuasan konsumen diperoleh dengan cara memberikan rekomendasi atau memberitahukan akan pengalamannya yang menyenangkan tersebut dan merupakan iklan mulut ke mulut. Artinya kepuasan konsumen tersebut akan cepat menular ke konsumen lain dan berpotensi menambah konsumen baru. Tingkat kepuasan yang baik akan mempengaruhi loyalitas konsumen secara aktif terus berpromosi serta merekomendasikan pada keluarga dan sahabatnya untuk menjadikan Restoran Maja House sebagai pilihan yang terbaik bahkan tidak mudah berpindah restoran lain.

Tjiptono (2014) memaparkan bahwa kepuasan konsumen dapat menciptakan loyalitas konsumen kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan. Fornell (2012) menyatakan bahwa tingkat loyalitas konsumen ditentukan oleh tingkat kepuasan konsumen tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan oleh konsumen maka semakin tinggi tingkat loyalitas yang diberikan konsumen terhadap restoran.

Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat disampaikan alur fikir bahwa kualitas pelayanan akan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen dan konsumen yang merasa puas atas pelayanan yang diberikan akan menjadi konsumen yang loyal. Dalam Gambar 2.1 berikut dipaparkan paradigma penelitian.

(20)

Gambar 2.1. Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis

Dari beberapa paparan diatas maka penulis menyusun hipotesis sebagai berikut :

H1 : Kualitas pelayanan, kepuasan, dan loyalitas konsumen Maja House Restaurant Bandung telah baik dilakukan

H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen Maja House Restaurant Bandung

H3 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen Maja House Restaurant Bandung

H4 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas melalui kepuasan

konsumen Maja House Restaurant Bandung

H5 : Kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen Maja House Restaurant Bandung

Kualitas Pelayanan (X) Tangibles Reliability Responsivenes s Assurance Empathy Tjiptono:(2014) Loyalitas Konsumen (Y) Behavioural loyalty Attitudinal Loyalty Cognitive Loyalty Griffin (2005) Kepuasan Konsumen (z)  Konfirmasi harapan Minat pembelian ulang Kesediaan merekomendasi Tjiptono : (2014)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian-penelitian Sebelumnya
Gambar 2.1. Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Pelatihan ini ditujujan pada manager telekomunikasi maupu data komunikasi, Call Center designers, consultants, communications professionals, software engineers, system

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Dengan analisis strategi e- business pada UMKM Kopi Biji Salak (KOPLAK) dapat meningkatkan bisnis dan mengembangkan produk KOPLAK di seluruh Indonesia yang melalui

Konsultan Penyusunan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Konsultasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Konsultan Teknik Produksi Sumur Migas, Konsultan.

Pengontrolan jarak pandang pada televisi otomatis ini merupakan pengembangan dari alat yang sudah pernah di buat salah satunya yaitu Puji Lestari mahasiswi Politeknik

Asupan isoflavon yang kurang, kualitas diet yang buruk, serta aktivitas fisik yang kurang pada wanita menopause merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based