• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

1

Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 6, No. 1, Januari – April 2021

ISSN 2477-2240 (Media Cetak).

2477-3921 (Media Online)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN

MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN

SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER)

Mulyono

Sekolah Dasar Negeri Kendayakan 03, Warureja, Tegal, Provinsi Jawa Tengah mulyonofajar5@gmail.com

Abstract

The teacher's ability to make and use teaching aids is still low, based on the results of supervision carried out on 6 class teachers, the results showed that two teachers scored 40 (poor) and four teachers scored 30-35 (very poor). This study generally aims to improve the ability of teachers to make and use teaching aids. The specific objectives of this study are to describe the increase in the ability of teachers to make and use teaching aids and to describe the approach of condisker clinical supervision in improving the ability to make and use teaching aids. The type of research used is school action research. The data analyzed is quantitative data in the form of numerical values by comparing the acquisition in cycle I with cycle II. The results showed that the highest score in cycle I was 73 and the lowest was 48. The highest score in cycle II was 93 and the lowest was 63. The theoretical benefits of this study are expected to be one of the contributors to the theory of academic supervision in the making and use of teaching aids for teachers through the supervisory approach. clinical condisker. Practically, the benefits in this study are divided into three, namely for teachers, schools, and principals. Teachers can make and use teaching aids to read and write pre-beginnings so that they have an impact on improving the quality of students, for schools the availability of teaching aids for each lesson, and for school principals this research can be used as a reference in guiding class teachers.

Keywords: Demonstration Tools; Teacher Ability; Clinical Supervision.

Abstrak

Kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga masih rendah, berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan terhadap enam guru kelas, diperoleh hasil yang menunjukkan dua orang guru dengan nilai 40 (kurang) dan empat guru dengan nilai 30-35 (sangat kurang). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga. Tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan peningkatan kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga serta mendeskripsikan cara pendekatan supervisi klinis condisker dalam meningkatkan kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah. Data yang dianalisis adalah data kuantitatif yang berupa nilai angka dengan cara membandingkan perolehan pada siklus I dengan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi pada siklus I adalah 73 dan terendah 48. Nilai tertinggi pada siklus II adalah 93 dan terendah 63. Manfaat dalam penelitian ini secara teoretis diharapkan menjadi salah satu penyumbang teori supervisi akademik dalam pembuatan serta penggunaan alat peraga pada guru lewat pendekatan supervisi klinis condisker. Secara praktis, manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu bagi guru, sekolah, dan kepala sekolah. Bagi guru dapat membuat serta menggunakan alat peraga membaca menulis permulaan sehingga berdampak pada peningkatan mutu siswa, bagi sekolah tersedianya kelengkapan alat peraga pada setiap pembelajaran, dan bagi kepala sekolah penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam membimbing guru kelas.

(2)

© 2021 Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia

Kata Kunci: Alat Peraga; Kemampuan Guru; Supervisi Klinis.

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran bisa dicapai dengan maksimal, jika guru mampu menyajikan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Salah satunya dengan pemanfaatan alat peraga yang digunakan guru pada setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil supervisi akademik yang dilakukan, diketahui kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga masih rendah yaitu pada kategori kurang dan sangat kurang. Hal itu, disebabkan karena guru belum bisa menggunakan alat peraga secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran dan adanya ketidakmampuan guru dalam membuat alat peraga sendiri, artinya guru tidak tahu alat peraga seperti apa yang harus dibuat.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa guru tidak memiliki alat peraga dropping pemerintah dan guru tidak mencoba membuat alat peraga sendiri. Ketidakmauan guru dalam membuat alat peraga sendiri, karena guru tidak terbiasa dan tidak tahu alat peraga apa yang harus dibuat. Selain itu, guru juga masih beranggapan tidak adanya alokasi dana dari sekolah untuk membantu membuat alat peraga.

Kehadiran alat peraga dalam kegiatan pembelajaran tentunya sangat diperlukan oleh siswa, salah satunya memudahkan siswa dalam mencerna pembelajaran yang dilaksanakan, jika seorang guru tidak dibekali dengan pemahaman mengenai pentingnya penggunaan alat peraga. Maka, hal tersebut merupakan hal yang sangat memprihatinkan, karena akan mempengaruhi mutu atau kualitas dari pembelajaran yang disajikan oleh guru. Hal ini, akan berdampak pada hasil belajar siswa. Padahal, salah satu kompetensi guru yang berhubungan dengan alat peraga merupakan kompetensi pedagogik pada salah satu kompetensi inti guru, khususnya kompetensi guru kelas yang berbunyi, “Menggunakan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan lima mata pelajaran SD/MI untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh,” (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 : 11).

Murdiyanto & Mahatama (2014, h.1) menjelaskan bahwa manfaat mengenai penggunaan alat peraga secara kreatif akan membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik dan dapat meningkatkan performa dari siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sejalan dengan pendapat tersebut Suarsana (2019, h. 2) menerangkan bahwa keadaan alat peraga sangat dibutuhkan terlebih lagi pada jenjang Sekolah Dasar, karena pada masa tersebut perkembangan kognitif operasional konkret (umur 7-11 tahun) mampu mempermudah siswa membuat kesimpulan dari situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret.

Mengingat peran alat peraga dalam kegiatan pembelajaran memiliki peran yang penting maka, guru haruslah memiliki pengetahuan akan pentingnya membuat dan menerapkan alat peraga. Maka, sudah sepatutnya kepala sekolah memberikan arahan kepada guru dengan melakukan supervisi klinis. Salah satunya, untuk membangkitkan semangat guru dalam menggunakan alat peraga dan meningkatkan kemampuan membuat serta menggunakan alat peraga membaca menulis permulaan. Hal tersebut sesuai dengan tugas pokok kepala sekolah dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tanggal 28 Maret 2007 yang berhubungan dengan dimensi kompetensi supervisi akademik pada kompetensi membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan, dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan TK/RA atau mata pelajaran di SD/MI.

Keterampilan utama dari seorang kepala sekolah adalah melakukan penilaian dan pembinaan kepada guru untuk secara terus menerus meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

3

dilaksanakan di kelas agar berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Berkaitan dengan masalah tersebut, maka kepala sekolah wajib melakukan supervisi klinis untuk membangkitkan semangat guru dalam menggunakan alat peraga dan meningkatkan kemampuan dalam membuat alat peraga. Jhon dkk dalam (Jasnita, 2018, h,2) menjelaskan supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru atau calon guru, khususnya dalam keterampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkat laku mengajar.

Sejalan dengan penelitian Nurcholiq (2018) menjelaskan bahwa pendekatan supervisi klinis lebih menekankan untuk mencari sebab akibat dari lemahnya kegiatan dalam proses belajar mengajar, selain itu kegiatan ini secara langsung dikonsep untuk memperbaiki dari kelemahan dan kekurangan pada pembelajaran serta pada kegiatan supervisi ini ada proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu mengembangkan profesional guru dalam penampilan mengajar berdasarkan kegiatan observasi maupun analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk merubah tingkah laku. Tidak hanya itu, supervisi ini dimaknai sebagai tempat di mana seorang guru di diagnosa tentang praktik mengajarnya.

Jenis supervisi yang dilaksanakan pada penelitian ini merupakan supervisi klinis contoh, diskusi, dan kerja (Condisker). Salah satu yang dilakukan kepala sekolah dalam hal ini, yaitu mengajak guru melihat contoh alat peraga atau memodifikasi alat peraga agar memudahkan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan diskusi adalah cara kepala sekolah mengajak guru berpendapat cara penyampaian pembelajaran yang paling efektif dengan alat peraga yang digunakannya, dan kerja adalah cara guru membuat atau memodifikasi alat peraga serta menggunakannya langsung dalam pembelajaran di kelasnya. Selain itu, contoh, diskusi dan kerja antara kepala sekolah dan guru dalam membuat dan menggunakan alat material dalam membuat dan menggunakan alat membaca menulis permulaan tema diri sendiri dan keluarga, dengan mempertimbangkan sikap-sikap sebagai berikut; (1) Alat peraga harus dapat dilihat oleh semua anak didik yang belajar, (2) Beri kesempatan pada mereka untuk meneliti alat peraganya, dan (3) Menggunakan alat peraga tambahan.

Untuk itu, Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pendekatan supervisi klinis condisker dalam meningkatkan kemampuan guru terhadap penggunaan dan pembuatan alat peraga. Maka, judul dalam penelitian ini yaitu ”Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat Peraga Melalui Pendekatan Supervisi Klinis

Contoh Diskusi Kerja (Condisker)” dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam

membuat dan menggunakan alat peraga. Sebagai catatan, artikel ini disusun berdasarkan laporan penelitian tindakan sekolah yang telah peneliti buat sebelumnya. Laporan tersebut berjudul ”Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat Peraga Melalui Pendekatan Supervisi Klinis Contoh Diskusi Kerja (Condisker)”.

METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan sekolah yang dilakukan dua siklus yang terdiri atas empat langkah, yaitu (1) Perencanaan, hal ini berkaitan dengan skenario pelaksanaan tindakan atau dikenal dengan istilah rencana pelaksanaan tindakan kepala sekolah dan skenario tindakan ini dalam satu siklus dibagi menjadi tiga pertemuan, (2) Implementasi tindakan, pada tahapan ini merupakan pelaksanaan kegiatan supervisi, (3) Observasi dan interpretasi, hal ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan sekolah. Hal-hal yang akan diobservasi lebih bersifat pada kegiatan pembelajaran dengan penggunaan alat peraga membaca menulis permulaan, dan (4) Refleksi, pada tahapan ini hal yang dilakukan menyangkut hasil tindakan dan observasi yang berupa nilai dari IPKG I, hasil tindakan dan observasi yang berupa nilai dari IPKG II, hasil tindakan dan observasi yang berupa nilai dari IPKG III, kepala sekolah dan guru membahas yang

(4)

sudah berhasil baik dipertahankan, kepala sekolah dan guru memecahkan masalah yang ditemukan dalam pembelajaran untuk diperbaiki, kekurangan yang ditemukan pada saat pembuatan dan penggunaan alat peraga membaca menulis permulaan diperbaiki pada siklus selanjutnya, dan ketercapaian penggunaan alat peraga yang sudah baik dipertahankan.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di SDN Kendayakan 03, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal pada semester I tahun pelajaran 2019/2020. Sekolah tersebut berakreditasi B. 3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah guru di daerah binaan kepala sekolah yang terdiri atas guru kelas dari kelas satu sampai dengan enam yaitu Lutfi Utami, S.Pd; Yulia Mardiana,S.Pd.SD; Sobali,S.Pd.SD; Akhmad Syefudin, S.Pd.SD; Sungkana, S.Pd.SD; dan Wachidin, S.Pd :

4. Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis adalah data kuantitatif yeng berupa nilai angka dengan cara membandingkan perolehan pada siklus I dengan siklus II. Tiap siklusnya terdiri atas tiga pertemuan. Analisis data berdasarkan nilai supervisi akademis bidang alat peraga pembelajaran IPKG I. Data yang dianalisis didasarkan dari nilai supervisi akademis bidang alat peraga pembelajaran IPKG I adalah data kuantitatif yang berupa nilai angka.

5. Validasi Data

Supaya data penggunaan alat peraga membaca menulis permulaan dapat dipercaya, maka proses validasi data dimulai dari triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Trianggulasi adalah cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari pandangan.

6. Langkah Penelitian

Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dalam dua siklus, dengan tiap-tiap siklus tiga pertemuan. Rincian pertemuan sebagai berikut :

1. Kesatu adalah pertemuan kepala sekolah dengan guru untuk membicarakan kegiatan condisker 2. Pertemuan kedua guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan menggunakan alat peraga

disupervisi kepala sekolah,

3. Ketiga guru melaksanakan pembelajaran di kelas menggunakan alat peraga disupervisi kepala sekolah.

Tiap siklus itu sendiri terdiri atas empat tahapan. Tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut: perencanaan, implementasi tindakan, observasi dan interpretasi, dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian pembahasan mengenai hasil kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga melalui pendekatan supervisi klinis condisker. Hasil ini terdiri atas dua siklus. 1.1 Hasil Membuat dan Menggunakan Alat Peraga Pada Siklus 1

a. Nilai Membuat dan Menggunakan Alat Peraga

Nilai membuat dan menggunakan alat peraga terdiri atas 10 penilaian meliputi guru (1) Membawa alat peraga, (2) Membuat Alat peraga buatan sendiri, (3) Menggunakan alat peraga, (4) Menggunakan alat peraga buatan sendiri, (5) Menggunakan alat peraga dengan waktu 30%, (6) Bergantian menggunakan alat peraga, (7) Mengadakan penilaian proses, (8) Memberikan penguatan, (9) Mencantumkan soal tes, dan (10) Mengadakan analisis. Keseluruhan hasil penilaian dapat dilihat pada tabel berikut.

(5)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

5

Tabel 1.1 Nilai Membuat dan Menggunakan Alat Peraga

Jumlah Kode Guru

G1 G2 G3 G4 G5 G6

Skor total 29 28 25 28 19 24

Nilai akhir 73 70 63 70 48 60

klasifikasi B B C B D C

Berdasarkan hasil tindakan sekolah melalui supervisi klinis dengan contoh, diskusi, dan kerja pembuatan dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran yang tertuang dalam pada tabel 1.1 di atas disimpulkan bahwa Tiga orang guru memperoleh nilai 70 sampai 73 dengan klasifikasi B yang berarti “Baik”, Dua orang guru memperoleh nilai 60 sampai 63 dengan klasifikasi C yang berarti “Cukup”, dan Satu orang guru memperoleh nilai 48 dengan klasifikasi D yang berarti “Kurang”.

Selain itu, berdasarkan sepuluh aspek kinerja guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga terdapat enam pencapaian yaitu (1) Guru masuk kelas membawa alat, mendapat nilai 3 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapatkan rata-rata nilai 2,80 atau berklasifikasi “Baik”, karena guru sudah memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru sudah membawa tiga alat peraga, (2) Guru membuat alat peraga sendiri, mendapat nilai 2 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,70 atau berklasifikasi “Baik”, karena guru baru memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru membuat alat peraga duplikat, (3) Guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga, mendapatkan nilai 3 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,70 atau berklasifikasi “Baik”, karena guru sudah memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru menggunakan alat peraga dengan penjelasan, (4) Guru dan siswa saling menggunakan alat peraga, mendapatkan nilai 3 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,80 atau berklasifikasi “Baik”, karena guru sudah memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru dengan siswa bergantian menggunakan alat peraga secara proporsional seimbang antara guru dengan siswa, (5) Guru membuat soal/tes dengan mengaitkan alat peraga, mendapatkan nilai 2 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,50 atau berklasifikasi “Cukup”. karena guru baru dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru mencantumkan satu soal tes yang berhubungan dengan alat peraga, dan (6) Guru mengadakan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan penggunaan alat peraga, mendapatkan nilai 2 dan jika dirata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,20 atau berklasifikasi “Kurang”, karena guru baru dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu tidak mengadakan analisis hasil tes/evaluasi yang berhubungan dengan alat peraga tetapi ada tindak lanjut atau sebaliknya.

b. Nilai Hasil Observasi Condisker dan Angket Penggunaan Alat Peraga Tabel 1.2 Nilai Observasi Condisker dan Angket

Hasil Kode Guru

G1 G2 G3 G4 G5 G6 Observasi Condisker

Jumlah skor 18 16 17 18 16 16 Nilai akhir 90 80 85 90 80 80 klasifikasi A B B A B B Angket Penggunaan Alat

Jumlah skor 9 7 5 6 8 5 Nilai akhir 90 70 50 60 80 50 klasifikasi A B D C B D

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat perolehan nilai observasi dan angket. Pada nilai observasi diperoleh simpulan bahwa terdapat dua orang guru bernilai “sangat baik”. Sedangkan pada nilai angket terdapat satu guru yang memperoleh nilai “sangat baik”, satu guru “cukup”, serta satu guru “kurang”.

(6)

1.2 Hasil Membuat dan Menggunakan Alat Peraga Pada Siklus II

a. Nilai Membuat dan Menggunakan Alat Peraga

Nilai membuat dan menggunakan alat peraga terdiri atas 10 penilaian meliputi Guru (1) Membawa alat peraga, (2) Membuat alat peraga buatan sendiri, (3) Menggunakan alat peraga, (4) Menggunakan alat peraga buatan sendiri, (5) Menggunakan alat peraga dengan waktu 30%, (6) Bergantian menggunakan alat peraga, (7) Mengadakan penilaian proses, (8) Memberikan penguatan, (9) Mencantumkan soal tes, dan (10) mengadakan analisis. Keseluruhan hasil penilaian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.3 Nilai Membuat dan Menggunakan Alat Peraga

Jumlah Kode Guru

G1 G2 G3 G4 G5 G6

Skor total 35 33 32 25 37 33

Nilai akhir 88 83 80 63 93 83

Klasifikasi A B B C A B

Berdasarkan hasil tindakan sekolah melalui supervisi klinis dengan contoh, diskusi, dan kerja pembuatan dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran yang tertuang dalam tabel 1.4 dapat disimpulkan bahwa terdapat dua orang guru memperoleh nilai 88 sampai 93 dengan klasifikasi A yang berarti “Amat Baik” Jika dibandingkan dengan siklus I pada klasifikasi A tidak ada, hal itu berarti menunjukkan bahwa siklus II terjadi peningkatan dari tiga orang berklasifikasi “Baik” menjadi dua orang berklasifikasi “Amat Baik” artinya empat orang ini melebihi indikator kinerja yang ditetapkan. Selain itu, terdapat Tiga orang guru memperoleh nilai 80 sampai 83 dengan klasifikasi B yang berarti “Baik” Artinya, ketiga orang ini memenuhi standar kinerja dan Satu orang guru memperoleh nilai 63 dengan klasifikasi C berarti “Cukup”.

Jika mengacu pada sepuluh aspek kinerja guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga terdapat enam pencapaian yang diperoleh yaitu (1) Guru masuk kelas membawa alat, mendapat nilai 4 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapatkan rata-rata nilai 3,80 atau berklasifikasi “Amat Baik”, karena guru sudah dapat memenuhi penjelasan, pada indikator ini jika dibandingkan perolehan siklus I yang hanya 2,80 menjadi 3,80 pada siklus II, berarti ada peningkatan sebesar 1,00 sehingga meningkat dari klasifikasi “Baik” menjadi “Amat Baik” , (2) Guru membuat alat peraga sendiri, mendapat nilai 3 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 3,20 atau berklasifikasi “Baik”, karena guru sudah memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru membuat alat peraga dengan modifikasi, pada indikator ini jika dibandingkan perolehan siklus I yang hanya 2,70 menjadi 3,20 pada siklus II, berarti ada peningkatan sebesar 0,80 biarpun meningkat tetapi masih mempunyai klasifikasi yang sama yaitu “Baik”, (3) Guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga, mendapatkan nilai 4 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 3,50 atau berklasifikasi “Amat Baik”, karena guru sudah dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu menggunakan alat peraga dengan penjelasan dan dipraktikkan oleh guru dan siswa. Pada indikator ini jika dibandingkan perolehan siklus I yang hanya 2,70 menjadi 3,60 pada siklus II, berarti ada peningkatan sebesar 0,80 sehingga meningkat dari klasifikasi “Baik” menjadi “Amat Baik” , (4) Guru dan siswa saling menggunakan alat peraga, mendapatkan nilai 4 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 3,30 atau berklasifikasi “Amat Baik”, karena guru sudah dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu guru dengan siswa bergantian menggunakan alat peraga, tetapi dominasinya lebih banyak siswa, pada indikator ini jika dibandingkan perolehan siklus I yang hanya 2,70 menjadi 3,30 pada siklus II, berarti ada peningkatan sebesar 0,60 sehingga meningkat dari klasifikasi “Baik” menjadi “Amat Baik”, (5) Guru membuat soal/tes dengan mengaitkan alat peraga, mendapatkan nilai 4 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 2,80 atau berklasifikasi “Baik”. karena guru sudah dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu mencantumkan

(7)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

7

tiga soal tes yang berhubungan dengan alat peraga, dan (6) Guru mengadakan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan penggunaan alat peraga, mendapatkan nilai 4 dan jika dirata-rata dari 6 orang guru, maka mendapat nilai rata-rata 3,20 atau berklasifikasi “Amat Baik”, karena guru sudah dapat memenuhi penjelasan penskoran yaitu mengadakan analisis hasil tes/evaluasi yang berhubungan dengan alat peraga dengan tindak lanjut.

b. Nilai Hasil Observasi Condisker dan Angket Penggunaan Alat Peraga Tabel 1.4 Nilai Observasi Condisker dan Angket

Hasil Kode Guru

G1 G2 G3 G4 G5 G6 Observasi Condisker

Jumlah skor 18 16 16 17 18 16 Nilai akhir 90 85 80 85 90 80 klasifikasi A B B B A B Angket Penggunaan Alat

Jumlah skor 9 7 6 5 8 8 Nilai akhir 90 70 60 50 80 80 klasifikasi A B C D B B Berdasarkan tabel 1.4 dapat dilihat perolehan nilai observasi dan angket. Pada nilai observasi diperoleh simpulan bahwa terdapat dua orang guru bernilai sangat baik. Sedangkan pada nilai angket mengenai proses pembelajaran yang dilakukan guru diperoleh sudah ada satu guru dalam kategori “amat baik”, tiga guru dalam kategori “baik”, satu guru dalam kategori “cukup”, dan satu guru dalam kategori “kurang”

1.3 Perbandingan Hasil Membuat dan Menggunakan Alat Peraga Pada Siklus I dan siklus II Peningkatan kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga membaca melalui pendekatan supervisi klinis condisker pada guru kelas SDN Kendayakan 03 Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal semester I tahun pelajaran 2019/2020 hasil setiap siklus dapat di lihat pada grafik berikut ini

GRAFIK 1.1 Perbandingan Hasil tiap siklus

Berdasarkan grafik 1.1 dapat diketahui perbandingan nilai tertinggi dan terendah sudah bisa menunjukkan adanya peningkatan. Artinya, kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga dapat ditingkatkan melalui pendekatan supervisi klinis condisker dan cara pendekatan supervisi klinis

condisker dapat meningkatkan kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga.

2. Pembahasan

Supervisi akademik khususnya supervisi klinis bidang alat peraga pembelajaran mengenai pembuatan dan penggunaan alat peraga mampu mengantarkan guru mencapai standar instrumen penilaian yang sudah ditetapkan yaitu 40 % guru mencapai standar “Amat Baik” dan 50 % guru mencapai standar “Baik” serta 10 % guru di bawah standar yang ditetapkan, yaitu baru mencapai standar “Cukup”. Selain itu, capaian yang telah memenuhi syarat sebagai pendukung peningkatan

0 20 40 60 80 100 120 siklus I siklus II tertinggi terendah

(8)

kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga melalui condisker yaitu (1) Guru masuk kelas membawa alat peraga lebih dari empat buah, (2) Guru membuat alat peraga sendiri dengan modifikasi, (3) Guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga dengan penjelasan dan dipraktikkan dengan siswa, (4) Guru dan siswa saling menggunakan alat peraga secara bergantian dengan porsi siswa lebih dominan, (5) Guru membuat soal/tes dengan mengaitkan alat peraga dengan mencantumkan tiga soal yang berhubungan dengan alat peraga tersebut, dan (6) Guru mengadakan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan penggunaan alat peraga yang dihubungkan dengan tindak lanjut.

Pada tahapan siklus satu diperoleh pencapaian yaitu (1) Guru masuk kelas membawa alat peraga, (2) Guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga, (3) Guru dengan siswa saling menggunakan alat peraga, (4) Guru membuat alat peraga duplikat, (5) Guru mencantumkan satu soal/tes yang berhubungan dengan alat peraga. Berdasarkan pencapaian tersebut namun masih ditemui beberapa masalah yang terjadi diantaranya (1) Guru tidak membuat alat peraga sendiri, (2) Guru menggunakan alat peraga tanpa penjelasan, (3) Guru dengan siswa tidak bergantian dalam menggunakan alat peraga, (4) Guru tidak menggadakan tes yang berhubungan dengan alat peraga, dan (5) Guru tidak mengadakan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan alat peraga.

Hal tersebut tentunya menjadi acuan bagi peneliti untuk melaksanakan kegiatan supervisi klinis menjadi lebih baik lagi pada siklus II. berbekal pengetahuan mengenai kekurangan pada siklus satu, hasil pada siklus dua menunjukkan hal yang lebih baik lagi yaitu (1) Guru masuk kelas membawa alat peraga, (2) Guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga, (3) Guru dengan siswa saling menggunakan alat peraga, (4) Guru membuat alat peraga duplikat, (5) Guru mencantumkan satu soal/tes yang berhubungan dengan alat peraga, dan (6) Guru mengadakan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan alat peraga.

Cara pendekatan condisker contoh, diskusi, kerja yang menyangkut peningkatan kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga yang dilakukan meliputi (1) Contoh dari kepala sekolah dilakukan dengan memberikan foto kopi kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan gambar-gambar yang berhubungan dengan kartu-kartu yang dibuat, (2) Diskusi dilakukan antara kepala sekolah dan guru tentang cara menyusun petunjuk penggunaan alat peraga, dan (3) Kerja dilakukan langsung oleh guru dengan membuat alat peraga seperti contoh dan berkreasi sendiri, serta guru menggunakan alat peraga dalam pelaksanaan pembelajaran. Selain itu, penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Barus dkk (2017), Babuta & Rahmat (2019), dan Artiningsih (2020)

Barus dkk (2017) dalam penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menjelaskan guru bahasa Inggris SMK Negeri 1 Berastagi melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dari siklus I sebesar 71,6 dengan kategori cukup menjadi 86,4 dengan kategori baik pada siklus II dengan peningkatan sebesar 14,8. 2. Selain itu, Peningkatan keterampilan mengelola kelas guru bahasa Inggris SMK Negeri 1 Berastagi melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dari siklus I sebesar 72,8 dengan kategori cukup menjadi 88 dengan kategori baik pada siklus II. Terjadi peningkatan sebesar 15,2. 4. Penerapan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dapat meningkatkan ketiga keterampilan dasar mengajar guru di SMK Negeri 1 Berastagi. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pada setiap keterampilan dari siklus I dengan nilai rata-rata 71,07 (kategori cukup) menjadi 87,33 (kategori baik) pada siklus II dengan peningkatan sebesar 16,26

Babuta & Rahmat (2019) dalam penelitiannya Berdasarkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah yang dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan akhir bahwa kegiatan penelitian dinyatakan selesai dan tuntas pada siklus kedua, karena semua indikator penelitian telah tercapai.

(9)

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI KLINIS CONTOH DISKUSI KERJA (CONDISKER) Mulyono

9

Artiningsih (2020) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kompetensi guru dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan melalui supervisi kepala sekolah yang berdampak pada kinerjanya meningkat, kemampuan mengelola kelas, kemampuan melakukan evaluasi, keterampilan mengajukan pertanyaan yang cerdas, serta ada perubahan yang signifikan nilai kinerja guru bila dibandingkan antara nilai pra siklus dan nilai siklus II setelah diadakan penelitian tindakan sekolah dari 0 % menjadi 12,5 % yang mendapat nilai sangat baik, dari 2 orang guru menjadi 6 orang guru atau dari 25 % menjadi 75 % yang mendapat nilai baik hal itu berarti ada peningkatan 50 %

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan sekolah mengenai kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga dengan pendekatan supervisi klinis condisker, dapat disimpulkan adanya peningkatan kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga melalui pendekatan supervisi .

Selain itu, cara pendekatan supervisi klinis condisker dapat meningkatkan kemampuan membuat dan menggunakan alat peraga. Hal itu karena condisker menerapkan pola contoh, diskusi, dan kerja. Pengertian contoh berkaitan dengan pembimbingan guru dalam mengelola kelas dan penerapan strategi pembelajaran yang tepat, diskusi berkaitan dengan pembuatan alat peraga dan cara menggunakannya berpedoman pada buku petunjuk tentang alat peraga, sehingga diskusi menjadi lebih fokus. Diskusi ini menyangkut hal-hal sebagai berikut: (1) Penyiapan alat, (2). Penyiapan bahan, (3). Cara pembuatan alat peraga, dan (4). Cara menggunakan dalam pembelajaran, dan kerja ditekankan pada cara guru membuat atau merakit dan menggunakannya dalam pembelajaran di kelas. Kerja pembuatan alat peraga hanya merupakan rujukan jika tidak tersedia alat peraga, sedangkan jika tersedia alat peraga maka lebih ditekankan pada penggunaannya. Dari hal tersebut kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan alat peraga mengalami peningkatan hal tersebut dibuktikan dengan perolehan nilai tertinggi pada siklus I adalah 73 dan terendah 48 sedangkan nilai tertinggi pada siklus II adalah 93 dan terendah 63.

SARAN

Guru diharapkan dapat membuat alat peraga sendiri terutama yang tidak ada alat peraga pabrikan, sehingga dapat dinilaikan angka kreditnya sebagai karya inovatif dan guru diharapkan dalam menyusun soal tes memasukkan gambar sebagai penguatan pengetahuan siswa.

Kepada kepala sekolah hendaknya dapat menggunakan penelitian ini sebagai rujukan melakukan pembinaan pada gurunya. Selain itu, Kepada Pengawas Sekolah yang lain diharapkan dapat menggunakan supervisi klinis dalam membina guru membuat serta menggunakan alat peraga DAFTAR PUSTAKA

Artiningsih, T. (2020). Peningkatan Kompetensi Profesionalisme dalam Proses Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis Bagi Guru. Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, 20(1)

Barus, Z., Siagian, S., & Purba, S. (2016). Upaya Peningkatan Keterampilan Dasar Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis dengan Pendekatan Kolaboratif di SMK Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo. Jurnal

Manajemen Pendidikan Indonesia, 9(1), 63-75.

Babuta, A. I., & Rahmat, A. (2019). Peningkatan Kompetensi Pedagodik Guru Melalui Pelaksanaan Supervisi Klinis dengan Teknik Kelompok. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), 1-28.

Jasnita, H. (2019). Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Penggunaan Metode Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis di SD Negeri 29 Ganting. Jrti (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 4(1), 10-18.

Murdiyanto, T., & Mahatama, Y. (2014). Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Sarwahita, 11(1), 38-43.

Nurcholiq, M. (2018). Supervisi klinis. Evaluasi: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(1), 1-25.

Suarsana, I. M. (2019). Pelatihan Perancangan, Pembuatan, dan Penggunaan Alat Peraga Matematika bagi Guru-Guru SD Gugus II Kecamatan Kubu. WIDYA LAKSANA, 8(2), 145-150

Gambar

Tabel 1.3 Nilai Membuat dan Menggunakan Alat Peraga
GRAFIK 1.1 Perbandingan Hasil tiap siklus

Referensi

Dokumen terkait

Recently, creative industries growth significantly. However, this growth is still constrained by various factors, one of which is the funding. This aspect has not been solved

Sedangkan indikator yang paling mempengaruhi semangat kerja adalah kegairahan kerja yang berarti bahwa karyawan menunjukkan kegairahan kerja dengan merasa kecewa apabila

[r]

(4) Ketentuan mengenai evaluasi bahaya gerakan tanah sebagaimana dimakud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Dari hasil analisis multivariate pada seluruh stasiun pengamatan kualitas perairan pada setiap parameter menunjukkan hasil yang berbeda pada parameter kecerahan, suhu,

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan

Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) yang dilakukan, beberapa hal yang dikemukakan oleh peternak terkait dengan kebutuhan teknologi pakan bahwa teknologi pakan

Limbah padat yang dapat dimanfaatkan Limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan pengolahan daur ulang dan kembali dengan pengolahan daur ulang dan pemanfaatan