KORELASI DESKRIPTIF KUALITAS PERAIRAN DENGAN TUTUPAN
BENTIC LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU
DUYUNG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
Dian Widya Sari dws.2617@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Chandra Joei Koenawan, S.Pi, M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Andi Zulfikar S.Pi, M.P.
Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
ABSTRAK
Terumbu karang merupakan ekosistem yang memiliki banyak manfaat maupun keuntungan. Namun dengan berkembangnya zaman banyak massyarakat yang memanfaatkan terumbu karang secara berlebihan dan kurang memperhatikan dampak yang dihasilkan olehnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persenan tutupan ekosistem terumbu karang, kualitas perairan serta untuk melihat hubungan korelasi antara kualitas perairan dengan bentik life form terumbu karang. Penelitian dilakukan di Pulau Duyung pada bulan April 2014. Metode yang digunakan untuk melihat tutupan karang menggunakan LIT (Line Intercept Transect). Hasil yang didapat akan dioleh secara deskriptif. Secara keseluruhan persenan tutupan terumbu karang di Pulau Duyung menunjukan nilai 36,93% yang berkatagori sedang, rendahnya persenan tutupan disebabkan oleh aktifitas pelayaran serta kegiatan penangkapan dikawasan tersebut. Dari hal inilah dapat disimpulkan bawah tidak ada hubugan korelasi antara bentik life form tutupan terumbu karang dengan kualitas perairan.
Kata Kunci : Korelasi Deskriptif, Tutupan Terumbu Karang, Kualitas Perairan, Pulau Duyung.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini bisa hidup lebih dari 300 biota, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis mollusca, crustaceae, sponge, algae, lamun dan biota lainnya. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut, sebagai sumber plasma nutfah, serta sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi (Dahuri, 2000).
Semakin bertambahnya nilai
ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada di terumbu karang, maka aktivitas yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi tersebut semakin besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin meningkat yang tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di sekitarnya. Terumbu karang yang telah rusak memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula (Nybakken, 1988).
Desa Pulau Duyung merupakan daerah dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Kondisi tersebut membuat Desa Pulau Duyung merupakan jalur lalu lintas kapal nelayan, penangkapan ikan dan kegiatan pariwisata, yang dapat mempengaruhi kondisi alami terumbu karang. Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi terumbu karang juga fisika-kimia perairannya. Dari hal ini lah yang menarik peneliti untuk melakukan kajian mengenai keterkaitan kondisi oseanografi perairan pulau duyung dengan tutupan ekosistem terumbu karang dimana yang sudah sering kita ketahui bahwa banyaknya aktifitas di kawasan ekosistem
terumbu karang dapat mengancam
keberlangsungan hidup ekosistem tersebut. Hal ini juga berdampak pada biota yang
umunya berhabitat di ekosistem karang, bukan hanya akan terjadinya penurunan tutupan pada ekosistem tersebut namun keberadaan biota lain seperti ikan karang dan mega bentospun akan semakin berkurang dengan adanya kondisi tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya kejadian yang tadinya dominan karang menjadi dominan algae.
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksaan penelitian dilaksanakan di Pulau Duyung Kabupaten Lingga Kepulauan Riau dengan waktu penelitian April 2014. Di mana Pulau Duyung ini merupakan kawasan hamparan terumbu karang yang landai dan sering di jadikan kawasan wisata bahari masyarakat seperti spot snorkling dan diving bagi masyarakat lokal.
B. Metodologi
Penelitian menggunakan metode
survey, yakni dengan memakai Line Intercept
Transect (LIT) dari suharsono (1998) dalam Try Febrianto. Sebelum LIT digunakan,
terlebih dahulu dilakukan pemantauan dengan snorkeling. Pada penelitian ini, snorkelling digunakan untuk menentukan peletakan garis transek.
Metode yang digunakan memonitor tutupan karang adalah metode transek garis yang dilakukan sejajar garis pantai, mengikuti kontur kedalaman. Pada prinsipnya metode transek garis menggunakan suatu garis transek yang diletakkan diatas koloni karang (Gambar 2). Penggunaan metode ini untuk melihat
P. Duyung P. DasiP. Salamanang
Pulau-duyung.shp Te rumbu Tim bul#Patch R eef Rataan Ter umbu#R eef Flat Pas ir Tim bul# Sand Ba r Daratan-B akau# La nd-Mangrove Baka u#Mangrove N E W S PULAU DUYUNG 0°20' 0°20' 0°21' 0°21' 0°22' 0°22' 0°23' 0°23' 104°27' 104°27' 104°28' 104°28' 104°29' 104°29' 104°30' 104°30' 104°31' 104°31' # S # S # S % U % U % U %U % U
Titik Sampling Mangrove Titik Sampling Karang
Luas Pulau Duyung = 25,5 KM2 1 0 1 Kilometers # S Panjang Garis Pantai = 11 Km %U # S # S KETERANGAN RENCANA TITIK SAMPLING
presentase tutupan karang hidup dan mati dan
bentuk pertumbahan (lifeform). Adapun
metode ini mengacu pada penelitian LIPI (2006).
Dalam melakukan pencatatan data LIT sistem pendataan data dilakukan dengan menggunakan kategori bentik lifeform versi
English1994, adapun data di koreksi sebelum
diadakan pengentrian data.
C. Prosedur Penelitian
1. Penentuan lokasi penelitian
Penentuan lokasi penelitian atau titik stasiun ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Adapun jumlah stasiun pengamatan berjumlah 5 stasiun, dimana masing-masing stasiun mempunyai 2 titik / 2 LIT pengamatan sepanjang bibir pantai. Dalam pengamatan penarikan LIT atau garis transek memanjang sesuai dengan topograpi bibir pantai. Dimana setiap stasiun penarikan garis LIT sejajar dengan bibir pantai dengan kedalaman berbeda pada satiap stasiun, Adapun kedalaman yang dilakukan pengamatan adalah pada kedalaman 3-10 m.
2. Prosedur Pembuatan Garis Transek
Garis transek dibuat dengan
menggunakan roll meter dengan panjang 50 meter serta diletakkan sejajar dengan garis pantai. Untuk masing-masing lokasi dilakukan pengamatan pada kedalaman 3 meter sampai 10 meter karena cenderung dekat tubir yang dijadikan tempat snorkeling dan diving. Kedalaman 3 meter untuk mewakili biota karang yang hidup pada kedalaman 3-6 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter untuk mewakili biota karang yang hidup dibawahnya
hingga mencapai kedalaman 15 meter atau lebih.
3. Teknik Pengambilan Data
Data presentase tutupan terumbu
karang hidup dengan menggunakan penerapan LIT. Panjang garis transek 100 meter yang penempatannya sejajar dengan garis pantai (mengikuti pola kedalaman dan garis kontur). Dimana dari 100 meter pada LIT tersebut diukur tiap 10 meternya dengan spasi atau jeda perhitungan 20 meter. Pengambilan data dilakukan dengan menghitung sentimeter terakhir dan setiap pertukaran jenis karang. Biota asosiasi, maupun bahan anorganik dengan kode yang ditentukan.
Selain data pertumbuhan karang, pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran data oceanografi yang meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus (tabel 3). Pengukuran dilakukan pada siang hari antara
jam 11.00-13.00 setiap titik stasiun
pengukurannya sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing stasiun, kemudian di rata-ratakan.
4. Pengukuran Data Oseanografi a. Kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan
dengan menggunakan secchi disk dengan cara secchi disk dimasukkan kedalam perairan sampai untuk pertama kalinya tidak tampak lagi (jarak hilang), kemudian ditarik secara berlahan sehinnga untuk pertama kalinya secchi disk nampak (jarak tampak).
b. Kecepatan Arus
Kecepatan arus diukur dengan
sepanjang 5 meter dan stopwach.Kemudian pelampung diletakkan pada perairan titik yang telah ditentukan dan dibiarkan tali menegang kemudian diukur jarak tempuh pelampung tersebut dalam satuan waktu yaitu meter per
detik (m / detik) dari jarak awal
diletakkan.Pengukuran kecepatan arus
dilakaukan tiga kali pengulangan di setiap titik stasiun.
c. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan perairan diukur dengan menggunakan turbidimeter yang di kalibrasi menggunakan silika. Pengukuran ini dilakukan di Labor FIKP Umrah dengan membawa sampel air laut pada setiap stasiun
pengukuran yang diambil dengan
menggunakan botol sampel 330 ml.
Pengambilan sampel ini dilakukan pada saat pasang dan surut.
d. Suhu
Suhu diukur menggunakan
thermometer dengan cara mencelupkan
beberapa saat thermometer kedalaman
perairan. Nilai suhu diperoleh setelah
thermometer direndam didalam air selama 5 menit.Pengukuran suhu dilakukan sebanyak
tiga kali pengulanagan disetiap titik
stasiun.Waktu pengukuran suhu ini dilakukan pada pagi dan sore.
e. Salinitas
Mengukur salinitas dengan
menggunakan Saltmeter.Pengukuran
menggunakan saltmeter ini, hal yang
dilakukan utama adalah dengan mengkalibrasi
saltmeter tersebut dengan menggunakan
aquades.Setelah itu dikeringkan tissue lembut, kemudian lakukan pengukuran tersebut. Setiap pengukuran dititik yang ditentukan lakukan pengkalibrasian agar menghindari data yang
bias keluar dari monitor salt meter.
Pengukuran dilakukan pada tiga kali
pengulangan pada waktu pagi dan sore pada setiap titik stasiun.
f. Derajat Keasamaan (pH)
Pengukuran pH dilakukan dengan
menggnakan pH meter dengan dicelupkan probe pH langsung ke perairan (kira-kira kedalaman 5 cm). Kemudian dilihat angka yang ada pada layar pH meter jika telah stabil angkanya. Pengukuran pH dilakukan pada
kondisi pasang dan surut. Hal ini dikarenakan kondisi pasang-surut berpengaruh pada nilai pH.
g. Oksigen Terlatur (DO)
Pengukuran oksigen terlarut (DO) akan menggunakan alat yang disebut dengan multitester.
5. Analisis Data
Besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English Et Al., 1997 Dalam Lalamentik).
C = a x 100 A
Keterangan :
C = Presentase Penutupan Lifeform a = Panjang transek lifeform A = Panjang Total Transek
Data presentase tutupan karang yang diperoleh dikategorikan berdasarkan tutupan karang hidup yang terdiri dari acropora /AC,
Non Acroporal /Non AC dan karang lunak (
soft coral / SC).
HASIL PEMBAHASAN
A. Persen Tutupan Karang
Pada 5 stasiun pengamatan di Perairan Pulau Duyung persen penutupan karang bisa dikatakan tergolong rendah.Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel.
Persen Tutupan
Karang
Kategori
Stasiun Alga Alga
NIA
Karang Hidup
Karang
Mati Lainnya Pasir
1 2.67% 32.67% 42.23% 21.23% 1.20% 0.00% 2 0.00% 27.00% 24.00% 41.00% 4.33% 3.67% 3 0.00% 22.80% 55.23% 18.63% 3.33% 0.00% 4 0.00% 64.00% 0.00% 36.00% 0.00% 0.00% 5 0.00% 5.23% 63.17% 30.50% 1.10% 0.00% Grand Total 0.53% 30.34% 36.93% 29.47% 1.99% 0.73%
Sumber : Data Primer
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada stasiun 1 kondisi tutupan karang
dari kelompok alga sebesar 2.67%, kelompok Alga NIA sebesar 32.67%, kelompok karang hidup dengan persentase 42.23%, kelompok karang mati sebesar 21.23%, dan lainnya sebesar 1.2%. Pada stasiun 2 kondisi tutpan karang dari kelompok Alga NIA sebesar 27%, kelompok karang hidup dengan persentase 24%, kelompok karang mati sebesar 41%, dan lainnya sebesar 4.33% dan pasir 3.67%. Pada stasiun 3 kondisi tutupan karang kelompok Alga NIA sebesar 22.8%, kelompok karang hidup dengan persentase 53.23%, kelompok karang mati sebesar 18.63%, dan lainnya sebesar 3.33%. Pada stasiun 4 kondisi tutupan karang dari kelompok Alga NIA sebesar 64%, dan kelompok karang mati sebesar 36%. Pada stasiun 5 kondisi tutupan karang kelompok Alga NIA sebesar 5.23%, kelompok karang hidup dengan persentase 63.17%, kelompok karang mati sebesar 30.5%, dan lainnya sebesar 1.1%.
Pada hasil pengamatan stasiun 1 menunjukkan persen penutupan karang hidup sebesar 42,23%, stasiun 2 dengan persetatasi tutupan 24%, diikuti dengan 55,23% untuk stasiun 3, untuk stasiun 4 sama sekali tidak ditemukan karang hidup sebagian besar adalah karang mati yang sudah ditumbuhi alga dan 63,17% untuk stasiun 5.
B. Uji T – Test Kualitas Perairan
Hasil pengamatan di uji dengan selang kepercayaan α = 0,05 atau 95% jadi jika nilai p(value) atau nilai signifikannya > 0,05 maka tidak ada perbedaan nyata nilai antara pengukuran kecepatan arus pada Perairan Pulau Duyung dan perairannya normal.
Data pada tabel menunujukkan
kecepatan arus permukaan berada pada nilai rata – rata 0,08 m/s pada seluruh stasiun pengamatan, 0,06 m/s merupakan nilai terendah dalam pengamatan pada kondisi sore hari di stasiun 3 dan 0,10 m/s nilai kecepatan arus yang lebih tinggi pada stasiun lainnya di stasiun 1 pada sore hari pula. Sedangkan pada pengamtana kecepatan arus di pagi hari nilai menjukkan berturut – turut pada stasiun 1, 2 danb 3 sebesar 0,08 m/s, 0,09 m/s dan 0,08m/s.
1. Suhu
Dari hasil pengujian data dapat ditentukan bahwa pada stasiun 1 dan 2 memiliki perbedaan nyata antara pengukuran suhu di Perairan Pulau Duyung pada pagi dan sore hari waktu pengamtan. Sedangkan pada stasiun 3 tidak terdapat perbedaan nyata antara pengukuran suhu pagi dan sore hari saat pengamatan. Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh kondisi pasang surut perairan karena saat melakukkan pengukuran di pagi hari pada keadaan pasang sedang sore harinya perairan pengamatan sedang surut. Pengukuran suhu
pada keadaan surut memungkikan
mendapatkan nilai pengukuran jauh lebih tinggi karena cahaya yang masuk ke badan perairan dapat menembus seluruh badan perairan, hal ini di karenakan lebih rendahnya kedalaman pada saat surut. Suhu diperairan Pulau Duyung berkisar antara 30,78 – 31,64
oC dengan rata-rata suhu sebesar 31,09 oC.
Mengacu pada KEPMEN LH no. 51 Tahun 2004 bahwa kondisi suhu yang baik bagi kehidupan terumbu karan pada kisaran 26
hingga 30 oC.
2. Salinitas
Salinitas pada lokasi penelitian yaitu perairan Pulau Duyung berada pada 28,16 ppt hingga 36,41 ppt dengan rata-rata 34,74 ppt. Kondisi yang baik menurut KEPMEN LH nomor 51 Tahun 2004 salinitas yangh baik bagi kehidupan terumbu karang adalah pada kisaran 33-34 ppt. Melihat kondisi salinitas juga tidak begitu stabil karena adanya perubahan menurut kondisi faktor lainnya seperti suhu. Namun secara keseluruhan salinitas kurang stabil sehingga kurang baik bagi kehidupan terumbu karang. Dengan kondisi ini membuktikan bahwa persentase tutupan karang hidup di Pulau Duyung tidak
dalam kondisi yang baik dengan
tutupan/persentase karang hidup tergolong rendah. Kondisi parameter perairan termasuk salinitas juga turut mempengaruhi kehidupan terumbu karangnya.
3. Kecerahan
Pada pengamatan kecerahan perairan stasiun 1 megalami perbedaan nyata pada setiap pengukurannya dengan sebaran yang tidak normal.Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan hewan karang karena karang sangat
membutuhkan cahaya untuk melakukan fotosintesis bukan hanya itu saja kecerahaan
perairan.Namun pada setiap pengaman
menunjukkan hasil kecerahan yang cukup baik.
Rata-rata kondisi kecerahan perairan pada lokasi penelitian yaitu perairan Pulau Duyung berkisar antara 5,67 m - 6,69 m dengan rata-rata kecerahan ,6,38 m. Kondisi yang baik menurut KEPMEN LH nomor 51 Tahun 2004 kecerahan yang baik bagi kehidupan terumbu karang adalah > 5 meter. Melihat kondisi ini maka kecerahan perairan cukup baik bagi kehidupan terumbu karang.
4. Kekeruhan
Kekeruhan di lokasi penelitian yaitu perairan Pulau Duyung berkisar antara
0,97NTU – 2,60NTU dengan rata-rata
kekeruhan sebesar 1,59 NTU. Baku mutu kekeruhan untuk biota perairan adalah < 5
NTU (KEPMEN LH, 2004).Kekeruhan
peraitran Pulau Duyung tergolong masih rendah dan dibawah baku mutu yang di
tentukan. Dengan demikian,dari faktor
kekeruhan cukup baik mendukung kehidupan biota karang untuk melalakukan fotosintesis. Hasil kekeruhan yang rendah ini juga
berkorelasi terhadap hasil pengukuran
kecerahan yang sebelumnya telah dibahas. Bahwa pada kondisi kecerahan yang baik maka menunjukkan tingkat kekeruhan yang rendah, artinya perairan tersebut dalam kondisi yang cerah. Masukan bahan-bahan koloid berupa sedimentasi tidak terjadi secara
besar sehingga kondisi kecerahan dan
kekeruhan tetap baik. Bahayanya jika kondisi kecerahan dan kekeruhan perairan tergolong buruk, artinya jika kondisi perairan keruh akan menghambat penentrasi cahaya yang masuk dan akan memperburuk proses fotosintesis oleh polip karang.
5. Derajat Keasaman
Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalampemantauan
kualitas perairan.Organisme perairan
mempunyai kemampuan berbeda dalam
mentoleransi pH perairan. Hasil pengukuran pHperairan Pulau Duyung berada pada kisaran pH antara 8,12 – 8,19 dengan rata-rata pH sebesar 8,15. Kondisi pH cukup stabil dan masih layak bagi kehidupan terumbu karang di
perairan Pulau Duyung sehingga
memungkinkan untuk dapat bertahan dengan baik bagi terumbu karang.
Perbedaan nyata pada stasiun 2 dan 3
pada pengukuran pagi dan sore hari
menjukkan bahwa adanya perbedaan antara pH pada saat pengukuran pasang dan surut.Pada umumnya kematian organisme disebabkan oleh pH yang rendah dari pada pH yang tinggi. Pada kondisi perairan yang alami, pH berkisar antara 4,0 – 9,0 (Ghufran et al,
2007 ). Effendi (2003 ) menyatakan bahwa
biota laut sangat sensitive dengan perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Mengacu pada hasil tersebut, kondisi derajat keasaman masih sesuai untuk kehidupan karang.
6. Oksigen Terlarut
Pada pengukuran kandungan oksigen terlarut tidak menunjukkan perbedaan nyata pada setiap pengukuran di masing – masing stasiun dengan grafik yang berdistribusi normal. Hasil pengukuran oksigen terlarut berada pada kisaran 7,4 mg/L. Menurut KEPMEN LH (2004) kondisi oksigen terlarut yang layak untuk kehidupan biota akuatik yang baik yaitu > 5 mg/l. Kondisi ini masih sangat sesuai dengan kondisi oksigen terlarut untuk kehidupan biota perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air.
C. Analisis Multivariat
Hasil analisis multivaraiat manova untuk masing-masing parameter perairan dapat dilihat pada tabel berikut
Dari hasil analisis multivariate pada seluruh stasiun pengamatan kualitas perairan pada setiap parameter menunjukkan hasil yang berbeda pada parameter kecerahan, suhu, kecepatan arus serta salinitas tidak mengalami perbedaan nyata atau tidak signifikan dimana nilai signifikan menjukkan angkat yang lebih besar dari 0,05 yang artinya pada 4 parameter pengukuran kualitas air di seluruh stasiun pengamatan tidak ada perbedaan fluktuasi nilai melainkan hasil pengukuran cenderung stabil pada setiap parameter. Sedangkan pada
parameter pH, DO serta kekeruhan
menunjukkan hasil yang signifikan antara
stasiun yang berarti pengukuran tidak
homogen dan terdapat perbedaan pada setiap stasiun pengukurannya.
D. Uji Lanjut Tukey
Setelah melakukkan analisis
multivariate dilakukkan uji lanjut tukey pada masing masing parameter pengamtan yang akan disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
1. Uji Lanjut Tukey Suhu
Hasil analisis uji lanjut tukey terhadap parameter suhu perairan secara jelas dapat dilihat pada gambar
Hasil grafik diatas menunjukkan bahwa pengukuran parameter suhu pada setiap stasiun memiliki perbedaan dimana nilai pada stasiun 2 lebih tinggi pada stasiun lainnya artinya ada perbedaan pada setiap stasiun pengukuran namun menunjukkan interaksi yang berbeda pada stasiun 3 sedangkan pada stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki interaksi yang sama atau tidak adanya perbedaan antara pengukuran.
2. Uji Lanjut Tukey Kekeruhan
Hasil analisis uji lanjut tukey terhadap parameter kekeruhan perairan secara jelas dapat dilihat pada gambar
Hasil analisis kekeruhan di atas menunjukkan kesejajaran nilai antara stasiun 1 dan stasiun 2 yang berarti tidak ada perbedaan hasil pengamtan kekeruhan pada pagi hari maupun sore hari pada kedua stasiun tersebut sedangkan pada stasiun 3 berbeda nyata dan adanya efek interaksi antar stasiun pada stasiun pengamatan yang terakhir.
3. Uji Lanjut Tukey pH
Hasil analisis uji lanjut tukey terhadap parameter derajat keasaman perairan secara jelas dapat dilihat pada gambar.
Hasil uji tukey terlihat bahwa nilai stasiun 2 signifikan terhadap stasiun yang lain. Namun pada stasiun satu dan tiga grafi mendekati sejajar berarti adanya keterkaitan
Response Sal :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
St 2 227.53 113.767 2.6971 0.07451 Residuals 69 2910.55 42.182
Response Arus :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 0.004008 0.0020042 1.0577 0.3528 Residuals 69 0.130742 0.0018948
Response pH :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 0.028058 0.0140292 10.438 0.0001096 ***
Residuals 69 0.092742 0.0013441
Response Kek :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 13.056 6.5280 6.0296 0.00386 ** Residuals 69 74.704 1.0827
Response Suhu :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 2.8408 1.4204 13.777 9.244e-06 ***
Residuals 69 7.1142 0.1031
Response DO :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 0.9919 0.49597 4.5744 0.01363 * Residuals 69 7.4813 0.10842
Response Kecr :
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) St 2 1.575 0.78733 1.4421 0.2435 Residuals 69 37.672 0.54597
dan hasil yang sama yang ditunjukkan pada stasiun 1 dan stasiun 3. Persamaan ini dilihat dari rerata pengukuran yang menunjukkan nilai yang relative stabil dan tidak jauh berbeda adanya antara pengukuran pagi ddan sore hari.
4. Uji Lanjut Tukey DO
Hasil analisis uji lanjut tukey terhadap parameter suhu perairan secara jelas dapat dilihat pada gambar
Pada stasiun 1 dan 2 hasil
pengukuran menunjukkan tidak adanya
keterkaitan antara stasiun tersebut dengan grafik yang tidak sejajar menunjukkan adanya efek interaksi antara keterkaitan stasiun tersebut namun hasil menunjukkan perbedaan yang nyata sedangkan pada stasiun 3 berada diatara stasiun 1 dan stasiun 2, pada stasiun ini menunjukkan hasil keterkaitan yang sama dengan dua stasiun lainnya. Dengan kata lain stasiun tiga memiliki pengaruh yang sama terhadap masing masing stasiun pengamatan lainnya.
E. Analisis Korelasi
Analisis korelasi dilakukan secara
deskriptif dengan membandingkan hasil
pengukuran kualita perairan dengan hasil persen tutupan karang.Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Stasiun 1 menunjukkan bahwa
pengukuran mewakili pengamatan karang pada stasiun 4 dan 5. Sedangkan pada stasiun 2 mewakili areal pengamtan karang stasiun 2 dan stasiun 3 pegukuran kualitas perairan mewakili stasiun 1 dan 3 pada pengamatan karang.
Pada hasil perhitungan persen tutupan
karang menunjukkan kategori sedang,
jelek,baik, sangat jelek dan yang terakhir baik. Hal ini dapat dilahiat dari rata – rata hasil pengukuran kualitas perairan pada tabel Stasi un Rataan Salinita s Rata an pH Rataa n Arus Rataan Kekeruh an Rataa an Suhu Rata an DO Rataan Keceraha n St1 35.68 8.12 0.09 1.97 30.89 7.27 6.18 Pagi 35.86 8.12 0.08 1.34 30.78 7.38 6.69 Sore 35.51 8.13 0.10 2.60 31.01 7.16 5.67 St2 36.29 8.17 0.08 1.80 31.36 7.56 6.45 Pagi 36.17 8.15 0.09 1.49 31.08 7.76 6.40 Sore 36.41 8.19 0.08 2.11 31.64 7.36 6.50 St3 32.25 8.14 0.07 0.99 31.02 7.42 6.52 Pagi 28.16 8.12 0.08 1.01 31.02 7.47 6.54 Sore 36.34 8.16 0.06 0.97 31.03 7.37 6.50 Gran d Total 34.74 8.15 0.08 1.59 31.09 7.42 6.38
Jika dilihat dari hasil pengamatan
setiap parameter kualitas perairan
mempengaruhi persen tutupan karang.Dimana suhu berpengaruh terhadap tingkah laku makan hewan karang.Kebanyakan karang
kehilangan kemampuan untuk menangkap
makanan pada suhu di atas 33,5oC dan di
bawah 16oC (Mayor, 1915 dalam
Supriharyono, 2000).Suhu yang tinggi dapat
menyebabkan bleaching pada karang yang akhirnya mengalami kematian.Bukan hanya itu saja perubahan suhu secara mendadak atau thermoklin juga dapat menyebabkan kematian pada hewan karang.
Salinitas juga sangat mempengaruhi karena jika terjadi penurunan salinitas yang cukup lama yang disebabkan run-off, badai atau apapun yang memasok air tawar ke laut dan diareal sekitar terumbu karang maka akan
membuat karang menjadi stress dan
mengalami bleaching atau kematian
(Supriharyono, 2000).
Namun jika dilihat dari hasil
pengamtan karang stasiun 2 dan 4 persen tutupan berturut-turut menunjukkan hasil jelek dan sangat elek itu artinya sangat sedikit bahkan tidak ditemukkan lagi bentik life form padastaisun tersebut. Jika dilihat dari hasil pengukuran kualitas perairan maka dapat
disimpulkan bahwa kualitas perairan
berkorelasi negatif atau tidak terjadi hubungan antara kualitas perairan dengan tutupan karang dimana hasil pengukuran kualitas perairan menunjukkan nilai yang stabilpada setiap stasiun pengamtan namun persen tutupan karangnya berbanding terbalik untuk stasiun 2 dan 4.
Hal ini bisa jadi disebabkan oleh
faktor pemangsaan, salah satunya ada
ditemukan ikan herbivor. Ikan herbivore
biasaya memakan alga yang tumbuh
disekitaran hewan karang bahkan memangnya makro alga yag ada disekitaran ekosistem namun hal ini bisa merusak hewan karang karena terjadi pengikiran polip karang.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada hasil pengamatan secara
keseluruhantutupan karang hidup di Pulau Duyung menunjukkan persen tutupan karang hidup sebesar 36,93% yang mencirikan bahwa kondisi tutupan karang hidup dalam katagori sedang.Persentase tutupan karang yang tidak terlalu tinggi dipengaruhi oleh adanya aktifitas
perikanan berupa aktifitas pelayaran kapal serta kegiatan penangkapan. Kurangnya pengawasan dari pemerintah merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas ekosistem terumbu karang yang akan berdampak pada kondisi kerusakan yang parah.
Berdasarkan dari data yang diperoleh tidak dapat ditemukan adanya hubungan korelasi kualitas perairan terhadap bentic life
form terumbuh karang dimana hasil
pengukuran kualitas perairan menunjukkan nilai yang stabil. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh faktor pemangsaan, salah satunya ada ditemukan ikan herbivor. Ikan herbivore
biasaya memakan alga yang tumbuh
disekitaran hewan karang bahkan memangsa makro alga yag ada disekitaran ekosistem terumbu karang hal ini bisa merusak hewan karang karena terjadi kerusakan polip karang.
B. Saran
Perlu dialakukan pengelolaan area
terumbu karang untuk menjaga
keberlangsungan hidup terumbu karang di Pulau Duyung dan menjaga kondisi perairan untuk menyediakan kondisi yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, T. A, 2004, Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan, USU Press, Medan.
Bengen, Dietriech, 2001, Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. Institut Pertanian Bogor.
COREMAP, LIPI, CRITIC, 2006, Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring), Tim Riset – Monitoring, Jakarta. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumber
Daya Kelautan Untuk
Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran). LISPI. ISBN : 979-96004-0-5.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Lingkungan Perairan.Kanisius, Yogyakarta.
Guntur., 2011. Ekologi Karang Pada Terumbu Karang Buatan. Ghalia Indonesia, Bogor.
Hutabarat, S dan Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Kodri, K. M. G. H dan Tancung, A. B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J.A., 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: H.M. Eidman dkk. PT Gramedia, Jakarta.
Nybakken. J.W. 1992. Biologi Laut : suatu pendekatan ekologis. Ahli Bahasa : H. M. Eidman, Koesbiantoro, D. G Benger dkk. Gramedia. Jakarta. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan
Laut. Pradnya Paramita, Jakarta. Saleh, A, 2011, Teknik Pengukuran Dan
Analisis Kondisi Ekosistem
TerumbuKarang.http://regional.co remap.or.id/downloads/Analisis_P enilaian_TK. pdf.
Sorokin, Y. I 1993. Coral Reef Ecology. Spinger-Verlag, Berlin, Heidelberg. Supriharyono., 2007. Pengelolaan Ekosistem
Terumbu karang. Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Thamrin, 2006. Karang : Biologi Reproduksi
& Ekologi. Minamandiri Press.
Pekanbaru.
Timotius. 2003. Karakteristik Terumbu
Karang. Makalah training course. Yayasan Terumbu Karang Indonesia. Paonganan. 2004. Analisis Tutupan Karang
Pada Tiga Pulau di Sekitar Teluk
Jakarta. http://a06be-ANALISIS–
TUTUPAN-KARANG-PADA- TIGA-PULAU-DISEKITAR-TELUK-JAKARTA. PDF
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Penerbit Andi, Yogyakarta.
Widodo, J., Suadi, 2006, Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.