• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA (TDS DD REPUBLIKA) BERDASARKAN UKURAN-UKURAN TUBUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA (TDS DD REPUBLIKA) BERDASARKAN UKURAN-UKURAN TUBUH"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN

TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA

REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)

BERDASARKAN UKURAN-UKURAN

TUBUH

SKRIPSI

LISLIS TRISLAWATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN

TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA

REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)

BERDASARKAN UKURAN-UKURAN

TUBUH

LISLIS TRISLAWATI D14101053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN

TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA

REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)

BERDASARKAN UKURAN-UKURAN

TUBUH

Oleh: LISLIS TRISLAWATI D14101053

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Mei 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradarya Ir. Sri Rahayu, M.Si.

NIP: 130 422 710 NIP: 131 667 775

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc. NIP: 131 624 188

(4)

RINGKASAN

Lislis Trislawati. D14101053. 2006. Seleksi Domba Garut Pejantan di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika) Berdasarkan Ukuran-Ukuran Tubuh. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradarya

Pembimbing Anggota : Ir. Sri Rahayu, M.Si.

Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang sangat potensial untuk dikembangkan, sudah lama dikenal dan menyebar luas hampir diseluruh dunia. Di Indonesia domba sudah lama diternakkan terutama di pedesaan yang sebagian besar diusahakan oleh peternak kecil dan hanya dilakukan sebagai usaha sampingan dengan teknik pemeliharaan yang masih tradisional. Hasil usaha peternakan domba sangat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga. Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Seleksi dapat dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran exterior ternak (fenotip). Ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan dalam kegiatan seleksi sehingga memudahkan peternak untuk menduga bobot badan terutama apabila alat timbangan tidak tersedia dan tidak praktis.

Suatu penelitian mengenai seleksi domba pejantan telah dilaksanakan di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika), Kampung Wangunjaya, Desa Pasirbuncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2005 sampai dengan Mei 2005.

Penelitian bertujuan untuk melakukan seleksi terhadap domba Garut pejantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya (panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak). Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 21 ekor domba Garut pejantan umur I4, 4 ekor domba Garut induk umur I1, 15 ekor I2, 39 ekor I3 dan 207 ekor I4. Anak jantan sebanyak 248 ekor dan 236 ekor anak betina.

Data ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan, induk, anak jantan dan anak betina dikelompokkan berdasarkan umur kemudian dianalisis dengan cara mencari rataan (X) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan (X) dan standar deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu: kelas 1 kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh diatas rataan (X) ditambah standar deviasi (s) {x > (X+ s)}; kelas 2 kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan (X) sampai dengan rataan ditambah standar deviasi {X < x < (X+ s)}; kelas 3 kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan dikurangi standar deviasi sampai dengan rataan {(X– s) < x <X}; kelas 4 kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh dibawah rataan dikurangi standar deviasi { x < (X – s) }.

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuhnya ada 4 ekor yaitu Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara. Berdasarkan persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak jantan, pejantan yang paling banyak menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan Guruh dan Jawara. Pejantan yang paling banyak menghasilkan anak betina yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan Jawara.

(5)

Pejantan Jawara merupakan pejantan yang unggul karena pejantan tersebut termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan dan merupakan pejantan yang menghasilkan anak jantan dan anak betina yang paling banyak termasuk kedalam kelas 1. Dalam penelitian ini ukuran tubuh yang dapat dipakai sebagai pedoman seleksi adalah lingkar dada.

Kata-kata kunci: domba Garut, seleksi, panjang badan, lingkar dada, lebar dada,

(6)

ABSTRACT

The Selection of Ram Garut Sheep Based on Body Frame in Farm Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS- DD Republika)

Trislawati, L., T.R. Wiradarya, and S. Rahayu

Among Indonesian native sheep, Garut sheep has the largest body frame, therefore it is considered to be the most superior strain. It is usually crossed to other native sheep strains to up-grade the body weight and body frame of their progeny. Therefore, it is important to maintain the superiority of the Garut sheep. This can be achieved by selection for the highest body frame. The body frame can be observed by examining the linear body measurements, such as heart girth, body length, height, chest wide and hipe wide. Therefore, the research was conducted at “Ternak Domba Sehat” farm which raised Garut sheep. The linear body measurements of 21 rams, 265 ewes, 248 ram lambs, and 236 ewe lambs were recorded. The result indicated that the average (or range) of heart girth, body length, height, chest wide and hipe wide (in cm) of the I4 ram were 85,76 + 3,66; 71,19 + 6,08; 73,62 + 3,17; 17,52 + 0,98; and 16,69 + 0,75 respectively; of the I4 ewe were 75,60 + 5,50; 64,39 + 4,39; 65,60 + 4,21; 13,75 + 2,42; and 15,23 + 1,96 respectively; of the weaning ram lamb (age 4 month) were 47,03 up to 61,84; 43,42 up to 54,04; 46,25 up to 57,15; 8,83 up to 13,39; and 9,90 up to 13,02 respectively; and of the weaning ewe lamb (age 4 month) 46,63 up to 57,44; 41,77 up to 50,53; 44,20 up to 52,20; 9,45 up to 12,26; and 10,05 up to 12,95 respectively. The coeficient of variation of the I4 ram body measurements were 29,03 up to 40,89%. The body measurements were than group into 4 classes, the classes were > (X+ s); X < to < (X+ s); (X– s) < to <X; and < (X – s). The rams which were going to be selected as breeder were the rams which have body measurements > (X+ s). The result of this study indicated that 9% of the rams was consider as prospective best breeder.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1982 di Sukabumi Jawa Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak U. Saepudin dan Ibu I. Muniroh.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Tangkil 2 Nagrak, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1 Cicurug dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Cicurug.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Seleksi Domba Garut Pejantan Di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika Berdasarkan Ukuran-ukuran Tubuh”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan ummatnya.

Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan, seleksi dapat dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran exterior ternak.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat Penulis harapkan untuk perbaikan tulisan ini selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Juni 2006

Penulis

(9)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... iii RIWAYAT HIDUP ... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Klasifikasi Domba ... 3 Domba Garut ... 3

Asal-usul Domba Garut ... 3

Karakteristik Domba Garut ... 4

Seleksi ... 6

Pemilihan Bibit ... 8

Ukuran-ukuran Tubuh ... 12

MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Ternak ... 13

Peralatan ... 13

Metode ... 14

Analisis Data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Keadaan Umum Lokasi ... 16

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Pejantan pada Umur I4 ... 16

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh ... 17

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Pengkelasan Masing-masing Ukuran Tubuh ... 19

(10)

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan

Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan ... 21

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina ... 22

Seleksi Domba Garut Pejantan Kelas 1 Berdasarkan Pengkelasan Anak Jantan dan Anak Betina ... 24

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2, I3 dan I4 ... 28

Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Induk ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 33

UCAPAN TERIMA KASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 37

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Cara Menentukan Umur Domba Berdasarkan Gigi Seri Tetap ... 13 2. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4 .. 16 3. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada

Umur I4 ... 17 4. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Pengkelasan ... 19 5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan Berdasarkan Pejantan

pada Masing-masing Kelas (%) ... 21 6. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina Berdasarkan Pejantan

pada Masing-masing Kelas (%) ... 23 7. Proporsi Kelas Panjang Badan Anak Jantan dan Anak Betina pada

Pejantan yang Memiliki Kelas Panjang Badan 1 (%) ... 24 8. Proporsi Kelas Lingkar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada

Pejantan yang Memiliki Kelas Lingkar Dada 1 (%) ... 25 9. Proporsi Kelas Lebar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada

Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Dada 1 (%) ... 26 . 10. Proporsi Kelas Lebar Panggul Anak Jantan dan Anak Betina pada

Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Panggul 1 (%) ... 27 . 11. Proporsi Kelas Tinggi Pundak Anak Jantan dan Anak Betina pada

Pejantan yang Memiliki Kelas Tinggi Pundak 1 (%) ... 27 12. Rataan Ukuran–ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2,

I3 dan I4 ... 28 13. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur

I1, I2, I3 dan I4 Berdasarkan Pengkelasan (%)... 30 14. Koofesien Keragaman Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Induk

pada Tingkat Umur yang Berbeda ... 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Penelitian ... 15

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Kriteria Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Pejantan pada Umur I4.... 38 2. Kriteria Pengkelasan Panjang Badan Anak Jantan pada Umur yang

Berbeda ... 38 3. Kriteria Pengkelasan Lingkar Dada Anak Jantan pada Umur yang

Berbeda ... 39 4. Kriteria Pengkelasan Lebar Dada Anak Jantan pada Umur yang

Berbeda ... 40 5. Kriteria Pengkelasan Lebar Panggul Anak Jantan pada Umur yang

Berbeda ... 41 6. Kriteria Pengkelasan Tinggi Pundak Anak Jantan pada Umur yang

Berbeda ... 42 7. Kriteria Pengkelasan Panjang Badan Anak Betina pada Umur yang Berbeda ... 43 8. Kriteria Pengkelasan Lingkar Dada Anak Betina pada Umur yang

Berbeda ... 44 9. Kriteria Pengkelasan Lebar Dada Anak Betina pada Umur yang

Berbeda ... 45 10. Kriteria Pengkelasan Lebar Panggul Anak Betina pada Umur yang

Berbeda ... 46 11. Kriteria Pengkelasan Tinggi Pundak Anak Betina pada Umur yang

Berbeda ... 47 12. Kriteria Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Induk pada Umur I1,

I2, I3 dan I4 ... 48 13. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk

Kedalam Kelas 1{ x > ( X + s) } ... 49 . 14. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk

Kedalam Kelas 2 {X < x < ( X + s) }. ... 50 15. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk

Kedalam Kelas 3 {(X - s) < x < X } ... 51 16. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk

Kedalam Kelas 4 { x < ( X - s) } ... 52 17. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk

Kedalam Kelas 1{ x > (X + s) } ... 53 18. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk

Kedalam Kelas 2 {X < x < ( X + s) }. ... 54

(14)

19. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk

Kedalam Kelas 3 {(X - s) < x < X } ... 55 20. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang sangat potensial untuk dikembangkan, sudah lama dikenal dan menyebar luas hampir diseluruh dunia. Di Indonesia domba sudah lama diternakkan terutama di pedesaan yang sebagian besar diusahakan oleh peternak kecil dan hanya dilakukan sebagai usaha sampingan dengan teknik pemeliharaan yang masih tradisional. Hasil usaha peternakan domba sangat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga.

Domba Garut sangat potensial dijadikan bibit karena domba Garut memiliki potensi genetik yang baik, telah lama beradaptasi dengan lingkungan, sifatnya yang prolifik dan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari domba lokal. Tujuan produksi ternak domba yaitu menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat, khususnya yang bersumber dari protein hewani. Ternak domba merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging terbesar setelah kambing dan ayam terutama didaerah pedesaan.

Dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak domba, pemilihan bibit yang unggul merupakan salah satu faktor yang sangat penting, disamping faktor-faktor lain seperti penanganan tatalaksana, penyediaan pakan, penanganan penyakit dan pemasaran hasil ternak.

Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Seleksi dapat dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran exterior ternak (fenotip). Ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan dalam kegiatan seleksi sehingga memudahkan peternak untuk menduga bobot badan terutama apabila alat timbangan tidak tersedia dan tidak praktis.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan seleksi terhadap domba Garut pejantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya (panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak).

(16)

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi hasil seleksi domba Garut pejantan bibit berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuhnya dan berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh keturunannya (anak jantan dan anak betina).

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba

Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries (Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa semua domba mempunyai karakteristik yang sama sehingga diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang) Class : Mammalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Family : Bovidae (memamah biak)

Genus : Ovis (domba)

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segi tiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba betina.

Domba Garut Asal-usul Domba Garut

Domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan antara tiga bangsa yaitu domba Lokal, domba Merino dan domba Kaapstad yang berasal dari Afrika. Asal-usul mengenai domba Priangan yang dilaporkan Merkens dan Soemirat (1926), tersebut adalah berdasarkan telaah laporan sejak tahun 1778. Keberadaan domba Kaapstad tidak diketahui asal-usulnya, tetapi ada kaitannya dengan pedagang Arab dan Persia ke Indonesia, demikian pula mengenai domba pribumi atau domba liar.

Persilangan diperkirakan terjadi sejak tahun 1864, ketika pemerintah Hindia Belanda mengimpor domba Merino dari Australia. Domba Merino ini dipelihara oleh K. F. Holl di tanah pertaniannya di daerah Garut. Kemudian pada tahun 1886

(18)

K. F. Holl menyebarluaskan beberapa ekor domba yang dimilikinya kepada petani peternak di sekitarnya, juga kepada Van Nispen dan Bupati Limbangan. Pemberian domba ini dilakukan pula terhadap tokoh pribumi di Garut dan Tarogong, serta kepada orang-orang Eropa yang ada di Sumedang dan Bandung. Dengan didatangkannya domba Merino tersebut, maka secara tidak langsung pada saat itu telah terjadi persilangan antara domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal.

Domba Garut merupakan rumpun domba tersendiri dan banyak dijumpai di daerah Jawa Barat terutama di daerah Garut. Dari daerah ini menyebar ke daerah Priangan dan daerah lainnya di Jawa Barat. Domba Garut sering juga dinamakan domba Priangan (Triwulaningsih et al., 1981). Menurut Atmadilaga (1958), domba Garut yang ada sekarang telah menjadi satu bangsa karena seleksi selama bertahun-tahun dan adaptasinya terhadap lingkungan terutama di daerah Priangan.

Karakteristik Domba Garut

Domba Garut jantan bertanduk besar, melengkung ke belakang dan berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, bobot badan jantan dewasa 60-80 kg dan tinggi pundak 75 cm sedangkan bobot badan betina dewasa 30–40 kg dan tinggi pundak 62 cm, bentuk tubuh semakin ke belakang semakin pendek (Merkens dan Soemirat, 1926). Ciri-ciri domba Priangan menurut Sugeng dan Sudarmono (2003) adalah berbadan besar dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan. Domba jantan memiliki tanduk besar dan melengkung ke belakang berbentuk spiral. Bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu sedangkan betina tidak bertanduk. Bulu lebih panjang daripada domba asli. Warna bulu beragam, ada yang putih, hitam dan cokelat atau warna campuran.

Ciri khas domba Priangan menurut Sumoprastowo (1993) ialah mempunyai daun telinga yang kecil, kuat dan agak meruncing, atau ada yang tidak mempunyai daun telinga sama sekali. Mulliadi (1996) menyatakan, bahwa tipe telinga domba Priangan berdasarkan ukuran panjangnya, terdapat tiga tipe telinga, yaitu telinga kecil atau rumpung dengan panjang kurang dari 4 cm; telinga sedang atau ngadaun

hiris dengan panjang 5-8 cm dan telinga besar atau rubak yang panjangnya lebih

(19)

Bentuk ekor domba Priangan kelihatan lebar pada dasar ekor dan ke ujung mengecil, dasar ekor sebagai tempat pembentuk lemak juga pada bagian pinggang (Merkens dan Soemirat, 1926). Bentuk ekor menurut Sumoprastowo (1993) ada yang berbentuk sedang, agak lebar dan kuat. Warnanya bermacam-macam dari putih, hitam, coklat atau warna campuran. Diwyanto (1982) menyatakan bahwa bentuk ekor dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan lebar ekornya yaitu tipe ekor tipis dengan lebar kurang dari 4 cm; tipe ekor sedang dengan lebar antara 5-8 cm dan tipe ekor gemuk dengan lebar diatas 9 cm.

Diwyanto (1982) menjelaskan bahwa bobot badan pada domba Priangan dewasa dapat mencapai 46-53 kg untuk jantan dan 23-30 kg untuk betina. Sedangkan untuk ukuran-ukuran tubuh domba Priangan jantan dewasa seperti tinggi pundak antara 60-72 cm, tinggi pinggang antara 61-71 cm, panjang badan antara 55-65 cm, lingkar dada antara 66-86 cm, dalam dada antara 25-32 cm, lebar dada antara 13-18 cm, lebar panggul antara 16-21 cm dan lingkar pipa/kanon 7-9 cm. Ukuran-ukuran tubuh domba Priangan betina dewasa seperti tinggi pundak antara 58-63 cm, tinggi pinggang antara 59-64 cm, panjang badan antara 51-57 cm, lingkar dada 65 cm, dalam dada antara 24-28 cm, lebar dada antara 13-16 cm, lebar panggul antara 15-19 cm dan lingkar pipa/kanon 6-7 cm. Domba Priangan mempunyai bentuk muka bagian atas lebar, pendek, sedikit cembung, kelopak mata agak menonjol, mata kecil jernih, lubang hidung lebar (Merkens dan Soemirat, 1926).

Menurut Triwulaningsih et al., (1981), dalam perkembangannya di daerah

Garut sendiri ternyata terdapat dua tujuan pemeliharaan domba yang berbeda yaitu pemeliharaan yang diarahkan untuk tujuan tangkas dan pemeliharaan untuk produksi daging. Domba tangkas yang lebih dikenal dengan nama domba Garut, dipelihara dengan tujuan khusus untuk memperoleh domba aduan (Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri umum domba tangkas menurut Budinuryanto (1991) adalah bibir lebar,besar dan tebal, hidung besar dengan lubang hidung yang lebar, mata besar dan tajam, tanduk besar, kuat dan kokoh pada jantan; betina tidak bertanduk; telinga pendek, leher besar, kuat dan pendek, bentuk tubuh panjang dan bulat dengan bagian dada besar, lebar, kuat dan tidak meruncing, tinggi pundak lebih tinggi dari bagian belakang, kaki besar, pendek dan kuat, bentuk ekor lebar pada jantan dan sedang pada betina; warna tubuh utama hitam (Diwyanto, 1982).

(20)

Bentuk tubuh domba tangkas menurut Mulliadi (1996), berbeda dibandingkan tipe domba lainnya, diantaranya garis muka cembung, bentuk muka normal, tipe telinga kecil (rumpung) dengan panjang kurang dari empat cm dengan posisi tegak ke samping. Jantan memiliki tanduk kokoh dan kuat. Betina tidak bertanduk (rudimenter). Garis punggung cekung pada jantan dan lurus pada betina, bagian depan (pundak) lebih tinggi dari bagian belakang, bentuk ekor gemuk (lebar) pada jantan dan sedang pada betina, bagian dada (lingkar, dalam dan lebar dada) berukuran lebih besar, pola warna tubuh hitam atau kombinasi dengan hitam.

Domba pedaging merupakan tipe domba yang terbentuk karena dipelihara dengan tujuan khusus untuk memproduksi daging (Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri umum domba pedaging menurut Mulliadi (1996) adalah garis muka cembung, bentuk mata normal, bentuk telinga lebar (rubak), panjang lebih dari sembilan cm dengan posisi menggantung ke bawah, bertanduk untuk jantan meski tidak sebesar pada domba tangkas dan tidak bertanduk pada domba betina, garis punggung lurus dan tipe ekor sedang serta bagian belakang (paha dan kelangkang) lebih besar dan warna tubuh utama putih (Diwyanto, 1982).

Seleksi

Terdapat dua macam seleksi yaitu seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi alam adalah seleksi yang ditentukan oleh alam sedangkan seleksi buatan adalah bila pengamatan atau penentuan dilakukan oleh manusia (Martojo, 1992). Seleksi buatan dilakukan terhadap suatu tujuan atau sasaran tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia (Pane, 1986).

Seleksi dalam pemuliaan ternak menunjukkan keputusan yang diambil oleh para pemulia pada tiap generasi untuk menentukan ternak mana yang akan dipilih sebagai tetua pada generasi berikutnya dan mana yang akan disisihkan sehingga tidak memberikan keturunan, kemudian menentukan apakah beberapa dari individu-individu yang terpilih akan dibiarkan mempunyai beberapa keturunan saja. Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen. Seleksi sebagai kekuatan untuk mengubah frekuensi gen yang mengatur beberapa sifat kualitatif dan juga kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen dimana pengaruh dari masing-masing gen biasanya tidak dapat dilihat (Warwick et al. 1995). Seleksi domba menurut Sugeng dan

(21)

Sudarmono (2003) berarti memilih ternak domba, baik jantan maupun betina yang memiliki kualitas dan penampilan yang bagus sebagai bibit.

Seleksi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternak-ternak tertentu bereproduksi, sedangkan ternak-ternak lainnya tidak diberi kesempatan bereproduksi (Noor, 2000). Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan. Terdapat dua kekuatan yang menentukan apakah ternak pada generasi tertentu bisa menjadi tetua pada generasi selanjutnya, yaitu seleksi alam dan buatan. Seleksi alam meliputi kekuatan-kekuatan alam yang menentukan ternak-ternak akan bereproduksi dan menghasilkan keturunan untuk melanjutkan proses reproduksi. Ternak yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan bisa bertahan hidup adalah ternak-ternak yang memiliki peluang lebih besar untuk bereproduksi. Kemampuan ternak untuk bertahan hidup dipengaruhi oleh faktor genetik. Pada umumnya perubahan yang disebabkan oleh seleksi alam ini sangat lambat. Sedangkan pada seleksi buatan, manusia dapat menentukan ternak yang boleh bereproduksi. Ternak-ternak ini tidak dipilih berdasarkan daya adaptasinya terhadap lingkungan tetapi berdasarkan keunggulannya yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan manusia (Noor, 2000).

Seleksi ternak domba di Indonesia pada umumnya diarahkan pada dua tujuan, yakni domba potong dan bibit. Seleksi untuk mendapatkan bibit yang baik, peternak menggunakan berbagai cara berdasarkan penilaian individual, penampilan, uji produksi dan silsilah (Sugeng dan Sudarmono, 2003).

Beberapa metode seleksi yang sering dipakai dalam suatu program pemuliaan ternak menurut Pane (1986) adalah:

1. Seleksi Tandem

Metode yang digunakan untuk menyeleksi dan memperbaiki satu karakter hingga tercapai batasan atau tingkat yang dikehendaki, kemudian selanjutnya melakukan seleksi untuk karakter lainnya. Dengan demikian peningkatan dan perbaikan karakter dilakukan secara bertahap.

(22)

2. Seleksi Batasan Sisihan Bebas (Independent culling levels)

Melakukan seleksi ternak pada batasan nilai mutu fenotipik masing-masing sifat yang sudah ditentukan. Setiap ternak yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan akan disisihkan (culled), setiap karakter harus melampaui batas minimum dan tidak ada kompensasi dari satu karakter terhadap karakter lainnya. 3. Seleksi Indeks

Seleksi pada berbagai sifat termasuk nilai ekonomis ternak tersebut yang dihitung berdasarkan indeks tertentu. Nilai atau batasan karakter dari ternak pada umumnya mempunyai kisaran tertentu, dari yang kurang baik sampai yang paling baik. Metode indeks ini lebih baik untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan secara bersamaan dibandingkan metode “tandem selection” dan “Independent culling

levels”. Dalam sistem indeks karakter yang satu akan terkompensasi oleh

karakter lainnya.

Pemilihan Bibit

Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi ternak penting dan strategis untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil dalam menyediakan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Ternak yang bermutu dapat diperoleh dari bibit unggul dengan melalui pemuliaan serta proses sertifikasi. Secara umum, klasifikasi bibit ternak terdiri atas: bibit dasar, bibit induk dan ternak sebar atau ternak niaga. Bibit dasar (foundation stock) merupakan bibit hasil proses pemuliaan dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit induk. Bibit induk (breeding stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit sebar, sedangkan ternak sebar niaga (commercial stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu untuk digunakan dalam proses produksi (Departemen Pertanian, 2001).

Beberapa permasalahan umum dalam hal penyediaan bibit ternak domba menurut Sartika (2005) diantaranya adalah:

1. Minimnya peternak atau perusahaan swasta yang mengusahakan budidaya pembibitan

2. Sumber-sumber pembibitan ternak masih menyebar sehingga menyulitkan pembinaan produksi pengumpulan dan distribusi bibit dalam jumlah yang

(23)

3. Belum adanya penghargaan terhadap nilai bibit ternak itu sendiri 4. Kelembagaan pembibitan belum memadai

Untuk mengatasi permasalahan hal tersebut diatas menurut Sartika (2005) dapat dilakukan dengan cara perbaikan bibit ternak yang menyentuh para peternak kecil yang tinggal di pedesaan diarahkan melalui:

1. Pengembangan kawasan perbibitan 2. Peningkatan mutu bibit

3. Pelestarian mutu bibit

Memilih bibit adalah suatu keharusan di dalam usaha peternakan, karena bibit merupakan salah satu kunci untuk berhasilnya usaha peternakan. Bibit yang baik disertai dengan pemberian makanan serta manajemen yang baik akan membawa keberhasilan, tetapi apabila bibit jelek walaupun makanan dan manajemen pemeliharaan dilakukan sebaik-baiknya hasilnya akan tetap mengecewakan. Pemilihan bibit dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut Sosroamidjoyo dan Soeradji (1984):

1. Menilai bentuk eksterior ternak dan dihubungkan dengan tipenya

2. Seleksi berdasarkan silsilah, dengan perkiraan bahwa ternak dari keturunan ternak-ternak yang baik akan baik pula sifat-sifatnya

3. Seleksi berdasarkan hasil penilaian dalam pameran

4. Seleksi berdasarkan “production test” ialah penilaian berdasarkan catatan produksi yang dihasilkan.

Pemilihan bibit sebagai calon induk dan pejantan dimaksudkan untuk memperoleh keturunan yang memiliki sifat-sifat yang baik, seperti kesuburan dan persentase kelahiran yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik, produksi susu yang cukup ( Sugeng dan Sudarmono, 2003).

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih ternak domba yang baik menurut Sugeng dan Sudarmono (2003) adalah:

1. Kesehatan

Kesehatan merupakan modal dasar dalam mengusahakan ternak domba yang menguntungkan. Kesehatan ternak domba ditunjukkan pada penampilan dan perilaku domba bersangkutan, diantaranya sebagai berikut:

(24)

a. Selalu aktif dan lincah

b. Kepala tegap dan pandangan mata cerah

c. Warna bulu bersih dan mengkilat dan kulit tidak keriput 2. Ukuran tubuh besar

Induk betina dan pejantan yang memiliki ukuran tubuh besar dengan bobot yang tinggi, kerangka, dan tulang-tulangnya besar dan kuat akan menghasilkan anak yang besar dan berbobot tubuh tinggi, konstitusi yang baik dan tumbuh cepat.

3. Temperamen

Sifat keindukan seekor domba merupakan petunjuk bahwa induk tersebut akan merawat anaknya dengan baik. Keadaan ini ditunjukkan pada penampilan induk yang jinak serta sorot matanya yang bersifat ramah, dan induk selalu menjaga anaknya dari gangguan hewan lain.

4. Kemampuan menghasilkan susu

Seekor induk menghasilkan produksi air susu dengan baik apabila produksi air susu berlangsung minimum 8-10 minggu.

5. Bobot lahir dan bobot sapih

Anak domba yang memiliki bobot lahir tinggi akan lebih cepat tumbuh bila dibandingkan dengan anak domba yang lahir kecil. Perkawinan antara induk dan pejantan pilihan dari domba berbobot sapih yang tinggi diharapkan rataan bobot sapih pada keturunan berikutnya menjadi lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi bobot sapih domba diantaranya adalah:

a. Umur induk

Pada umumnya induk muda akan melahirkan anak berbobot ringan dibandingkan anak yang berasal dari induk yang tua.

b. Kondisi fisik

Induk yang bertubuh gemuk cenderung melahirkan anak yang berbobot ringan.

c. Mutu pakan

(25)

6. Kemampuam merumput

Domba termasuk hewan yang suka merumput. Untuk mengimbangi sifat domba tersebut harus didukung oleh keadaan gigi dan rahang yang normal serta struktur kaki yang baik dan kuat.

a. Keadaan rahang

Jumlah gigi yang lengkap serta kondisi rahang atas dan bawah yang rata akan sangat menunjang sifat domba yang suka merumput.

b. Struktur kaki yang baik dan kuat

Domba yang memiliki struktur kaki yang baik akan mampu mendukung badan dan sanggup berjalan menempuh jarak jauh, dan tidak mudah lelah.

7. Silsilah

Silsilah adalah catatan tertulis mengenai data-data potensial yang dimiliki seekor hewan, seperti berat sapihnya tinggi, kesuburan yang baik, dan kualitas karkas sehingga nantinya diharapkan dapat membantu peternak untuk menentukan induk yang dikawinkan periode berahi berikutnya.

Keberhasilan usaha ternak domba tidak dapat dipisahkan dengan pemilihan induk atau pejantan yang memiliki sifat-sifat yang baik. Calon induk yang akan digunakan harus memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu ukuran badan besar, tetapi tidak terlalu gemuk; bentuk tubuhnya kompak, dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus; bulunya bersih dan mengkilap; kaki lurus, kokoh dan tumit tinggi; tidak ada cacat di bagian tubuh dan mata tidak rabun atau buta; bentuk dan ukuran alat kelamin normal, ambing tidak terlalu menggantung, isinya kenyal, tidak terinfeksi, puting susu berjumlah dua dengan ukuran dan posisi yang simetris; umur telah lebih dari satu tahun dan telah berahi sebelum umur satu tahun; domba kelahiran tunggal atau kembar mempunyai pertumbuhan yang baik dan jumlah gigi lengkap dengan rahang atas dan rahang bawah rata supaya induk dapat memamah biak dengan baik (Mulyono, 2004).

Bibit pejantan harus memenuhi beberapa syarat yaitu ukuran badan normal, tubuh panjang dan besar, bentuk perut normal, dada dalam dan lebar, kaki kokoh, lurus, kuat serta mata tidak rabun atau buta; pertumbuhan relatif cepat; gerakannya lincah dan terlihat ganas; alat kelamin normal dan simetris serta sering terlihat ereksi; tidak pernah mengalami penyakit yang serius; umur antara 15 bulan hingga lima

(26)

tahun dan pilih calon pejantan yang berasal dari kelahiran kembar dan berasal dari induk dengan jumlah anak lahir lebih dari dua ekor atau berasal dari kelahiran tunggal yang berasal dari induk dengan jumlah anak hanya satu ekor. Keberhasilan dalam pemilihan calon bibit didukung dan memerlukan adanya pencatatan atau

recording (Mulyono, 2004).

Ukuran-ukuran Tubuh

Penampilan seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam kehidupan hewan tersebut. Setiap bagian tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu ukuran tubuh dengan komponen-komponen tubuh lainnya merupakan satu keseimbangan biologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga gambaran bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternak tertentu (Mulliadi, 1996). Menurut Diwyanto (1982) menegaskan bahwa untuk mengetahui dan menentukan domba yang mempunyai produksi tinggi harus diketahui ukuran tubuh yang penting.

Pengukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sebagai sifat kuantitatif untuk mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi (Mulliadi, 1996). Penggunaan ukuran tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar panggul dan lingkar kanon pada domba Priangan yang dilakukan oleh Diwyanto (1982) digunakan untuk menaksir bobot badan dan merupakan gambaran eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa serta untuk menentukan domba yang mempunyai produksi tinggi.

Ukuran-ukuran tubuh perlu diketahui untuk menentukan bentuk fisik seekor ternak (Djagra, 1994). Ukuran-ukuran tubuh yang dimaksud diantaranya adalah tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Artinya ternak yang mempunyai tubuh besar akan mempunyai tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada yang lebih besar, dengan demikian dapat dinyatakan ukuran-ukuran tubuh dan berat badan merupakan ukuran penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan digunakan untuk program seleksi.

(27)

MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika), Kampung Wangunjaya, Desa Pasirbuncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2005 sampai dengan Mei 2005.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 21 ekor domba Garut pejantan umur I4, 4 ekor domba Garut induk pada kelompok umur I1, 15 ekor I2 , 39 ekor I3 dan 207 ekor I4. Anak domba jantan sebanyak 248 ekor dan 236 ekor anak domba betina pada kelompok umur yang berbeda. Penentuan umur domba berdasarkan keadaan gigi seri dan catatan dari peternakan TDS–DD Republika.

Tabel 1. Cara Menentukan Umur Domba Berdasarkan Gigi Seri Tetap Gigi Seri Tetap Umur

Belum ada gigi tetap (gigi susu) < 1 tahun

Sepasang gigi tetap (2 buah) 1 - 2 tahun

Dua pasang gigi tetap (4 buah) 2 - 3 tahun

Tiga pasang gigi tetap (6 buah) 3 - 4 tahun

Empat pasang gigi tetap (8 buah) 4 - 5 tahun Gigi tetap aus mulai lepas > 5 tahun Sumber: Mulliadi (1996).

Peralatan

Peralatan yang digunakan yaitu pita ukur merk Butterfly, alat tulis dan tabel- tabel pengukuran.

(28)

Metode

Domba dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jenis kelamin dan umur. Penelitian dilakukan dengan mengukur tubuh setiap ekor domba. Data ukuran-ukuran tubuh diperoleh dengan mengukur langsung pada tubuh domba. Peubah yang diukur yaitu sifat kuantitatif berupa ukuran-ukuran tubuh antara lain:

1. Panjang Badan (PB) yaitu jarak garis lurus dari tepi tulang processus

spinosus sampai os ischium.

2. Lingkar Dada (LD) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan.

3. Lebar dada (LbrD) yaitu jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan.

4. Lebar Panggul (LP) yaitu jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kiri dan kanan

5. Tinggi Pundak (TP) yaitu jarak tertinggi pundak sampai tanah. Analisis Data

Data ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan, induk, anak jantan dan anak betina dikelompokkan berdasarkan umur kemudian dianalisis dengan cara mencari rataan (X) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan (X) dan standar deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu:

Kelas 1: Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh diatas rataan (X) ditambah standar deviasi (s) {x > (X+ s)}

Kelas 2: Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan (X) sampai dengan rataan ditambah standar deviasi {X < x < (X+ s)}

Kelas 3: Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan dikurangi standar deviasi sampai dengan rataan {(X– s) < x <X}

Kelas 4: Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh dibawah rataan dikurangi standar deviasi { x < (X – s) }

(29)

Kelas 4 Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1 X - s X X + s

Gambar 1. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Penelitian

Seleksi domba Garut pejantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh pejantan dilakukan dengan dua cara yaitu seleksi domba Garut pejantan berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh pejantan dan seleksi berdasarkan pengkelasan setiap ukuran-ukuran tubuh. Pejantan yang dipilih yaitu pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 baik berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh ataupun berdasarkan pengkelasan setiap ukuran-ukuran tubuh. Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 diuji dengan cara melihat pengkelasan ukuran-ukuran tubuh keturunannya (anak jantan dan anak betina).

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi

Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika) berada pada ketinggian 800 m dpl (diatas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata 2500 mm/ tahun. Suhu sekitarnya berkisar 18-19 0C. Bentuk topografi lahan yaitu landai sampai berbukit dengan kemiringan yang cukup beragam. Jenis tanah di daerah ini adalah jenis tanah latosol merah coklat dengan pH antara 5,5 sampai 6.

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4

Rataan ukuran tubuh panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak domba Garut pejantan pada umur I4 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Ukuran Tubuh Hasil Penelitian

(pada umur I4)

Laporan Sartika (2005)

Laporan Merkens dan Soemirat (1926) - - - cm - - - Panjang Badan 71,19 + 6,08 63,41 + 5,72 76 Lingkar Dada 85,76 + 3,66 88,73 + 7,58 - Lebar Dada 17,52 + 0,98 22,08 + 8,21 23 Lebar Panggul 16,69 + 0,75 - 19 Tinggi Pundak 73,62 + 3,17 74,34 + 5,84 75

Hasil penelitian menunjukkan rataan panjang badan pejantan lebih besar dibandingkan dengan rataan standar bibit domba Garut jantan menurut Sartika (2005), sedangkan rataan lingkar dada, lebar dada dan tinggi pundak lebih kecil. Rataan panjang badan, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak hasil penelitian lebih kecil apabila dibandingkan dengan laporan menurut Merkens dan Soemirat (1926). Rataan panjang badan, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak menurut laporan Merkens dan Soemirat (1926) secara berturut-turut adalah 76; 23; 19 dan 75 cm.

(31)

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh

Pengukuran terhadap sifat-sifat kuantitatif yang menggunakan ukuran-ukuran tubuh ternak domba Garut pejantan merupakan salah satu cara dalam melakukan seleksi. Tabel 3 menyajikan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan pada umur I4 berdasarkan pengkelasan.

Tabel 3. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4

Pejantan Pengkelasan Ukuran-Ukuran Tubuh

Rataan Nomor Nama PB LD LbrD LbrP TP 1 Jaba 1 1 1 1 2 1,2 2 Menir 1 2 3 2 2 2.0 3 Togog 3 2 1 2 2 2.0 4 Lipur 2 2 2 2 1 1,8 5 Satria 3 1 2 4 2 2,4 6 Kombet 3 1 2 2 1 1,8 7 Guruh 2 2 3 1 2 2,0 8 Jawara 2 1 2 2 2 1,8 9 Bayu 3 4 3 4 4 3,6 10 Mega 3 3 3 3 2 2,8 11 Rangga 1 3 2 2 4 2,4 12 Dasi 3 3 3 3 2 2,8 13 Caper 2 3 3 2 2 2,4 14 Kilat 4 2 3 2 3 2,8 15 Goyang 3 2 3 2 2 2,4 16 Bone 4 2 4 3 2 3,0 17 Lanang 2 3 3 2 1 2,2 18 Panut 4 3 2 2 3 2,8 19 Zonas 2 3 3 2 4 2,8 20 Paksi 3 4 3 3 3 3,2 21 Boyo 3 4 3 2 4 3,2

Keterangan: PB : Panjang badan LD : Lingkar Dada LbrD : Lebar Dada LbrP : Lebar Panggul TP : Tinggi Pundak Kelas 1 : x > X + s Kelas 2 : X < x < X + s Kelas 3 : X - s < x < X Kelas 4 : x < X - s

(32)

Pengkelasan terhadap sifat-sifat kuantitatif yang menggunakan ukuran-ukuran tubuh ternak domba Garut pejantan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan seleksi. Ukuran-ukuran tubuh yang digunakan adalah panjang badan (PB), lingkar dada (LD), lebar dada (LbrD), lebar panggul (LbrP) dan Tinggi pundak (TP). Berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan, pejantan yang bagus yaitu pejantan yang memiliki rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh sama dengan 1. Pejantan yang dipilih berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh yaitu pejantan yang termasuk kedalam kelas 1. Berdasarkan Tabel 3, pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan yang memiliki rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh antara 1 sampai 1,9. Pejantan yang termasuk kedalam kelas tersebut diantaranya adalah Jaba, Lipur, kombet dan Jawara. Pejantan yang termasuk kedalam kelas 2 yaitu pejantan yang memiliki rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh antara 1,9 sampai dibawah 2,4. Pejantan yang termasuk kedalam kelas tersebut diantaranya yaitu Menir, Togog, Guruh dan Lanang. Pejantan yang termasuk kedalam kelas 3 yaitu pejantan yang memiliki rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh antara 2,4 sampai dibawah 3,0. Pejantan yang termasuk kedalam kelas tersebut diantaranya adalah Satria, Rangga, Caper, Goyang, Mega, Dasi, Kilat, Panut dan Zonas. Pejantan yang termasuk kedalam kelas 4 yaitu pejantan yang memiliki rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh lebih dari 3,0. Pejantan yang termasuk kedalam kelas tersebut diantaranya yaitu Bone, Paksi, Boyo dan Bayu.

(33)

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Pengkelasan Masing-masing Ukuran Tubuh

Seleksi domba Garut pejantan berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh diarahkan kepada pemilihan pejantan yang memiliki masing-masing ukuran tubuh yang termasuk kedalam kelas 1.

Tabel 4. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Pengkelasan

Ukuran-ukuran Tubuh Kelas Koofesien Keragaman 1 2 3 4 Panjang Badan 14,29 28,57 42,86 14,29 36,00%

n = 3 ekor n = 6 ekor n = 9 ekor n = 3 ekor

Lingkar Dada 19,05 33,33 33,33 14,29 40,28%

n = 4 ekor n = 7 ekor n = 7 ekor n = 3 ekor

Lebar Dada 9,52 28,57 57,14 4,76 29,03%

n = 2 ekor n = 6 ekor n = 12 ekor n = 1 ekor

Lebar Panggul 9,52 61,90 19,05 9,52 34,29%

n = 2 ekor n = 13 ekor n = 4 ekor n = 2 ekor

Tinggi Pundak 14,29 52,38 14,29 19,05 40,89%

n = 3 ekor n = 11 ekor n = 3 ekor n = 4 ekor Keterangan: n : jumlah domba Garut pejantan

Kelas 1: x > X + s

Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Tabel 4 menyajikan frekuensi ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan pada umur I4 berdasarkan pengkelasan. Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan panjang badan sebanyak 14,29% (3 ekor ) yaitu Jaba, Menir dan Rangga; kelas 2 sebanyak 28,57% (6 ekor) yaitu pejantan Lipur, Guruh, Jawara, Caper, Lanang dan Zonas; kelas 3 sebanyak 42,86% (9 ekor) yaitu pejantan Togog, Satria, Kombet, Bayu, Mega, Dasi, Goyang, Paksi dan Boyo; kelas 4 sebanyak 14,29% (3 ekor) yaitu pejantan Kilat, Bone dan Panut.

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan lingkar dada sebanyak 19,05% (4 ekor ) yaitu pejantan Jaba, Satria, Kombet dan Jawara; kelas 2 sebanyak 33,33% (7 ekor) yaitu pejantan Menir, Togog, Lipur, Guruh, Kilat, Goyang dan Bone; kelas 3 sebanyak 33,33% (7 ekor) yaitu pejantan Mega, Rangga

(34)

Dasi, Caper, Lanang, Panut dan Zonas; kelas 4 sebanyak 14,29% (3 ekor) yaitu pejantan Bayu, Paksi dan Boyo.

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan lebar dada sebanyak 9,52% (2 ekor ) yaitu pejantan Jaba dan Togog; kelas 2 sebanyak 28,57% (6 ekor) yaitu pejantan Lipur, Satria, Kombet, Jawara, Rangga dan Panut; kelas 3 sebanyak 57,14% (12 ekor) yaitu pejantan Menir, Guruh, Bayu, Mega, Dasi, Caper, Kilat, Goyang, Lanang, Zonas, Paksi dan Boyo; kelas 4 sebanyak 4,76% (1 ekor) yaitu pejantan Bone.

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan lebar panggul sebanyak 9,52% (2 ekor ) yaitu pejantan Jaba dan Guruh; kelas 2 sebanyak 61,90% (13 ekor) yaitu pejantan Menir, Togog, Lipur, Kombet, Jawara, Rangga, Caper, Kilat, Goyang, Lanang, Panut, Zonas dan Boyo; kelas 3 sebanyak 19,05% (4 ekor) yaitu pejantan Mega, Dasi, Bone dan Paksi; kelas 4 sebanyak 9,52% (2 ekor) yaitu pejantan Satria dan Bayu.

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan tinggi pundak sebanyak 14,29% (3 ekor ) yaitu pejantan Lipur, Kombet dan Lanang; kelas 2 sebanyak 52,38% (11 ekor) yaitu pejantan Jaba, Menir, Togog, Satria, Guruh, Jawara, Mega, Dasi, Caper, Goyang dan Bone; kelas 3 sebanyak 14,29% (3 ekor) yaitu pejantan Kilat, Panut dan Paksi; kelas 4 sebanyak 19,05% (4 ekor) yaitu pejantan Bayu, Rangga, Zonas dan Boyo.

Hasil ini mengisyaratkan bahwa bila seleksi pejantan untuk bibit akan dilakukan, maka proporsi jumlah pejantan yang terseleksi untuk dijadikan bibit sebanyak-banyaknya 14,29% (bila berdasarkan panjang badan dan tinggi pundak); 19,05% (bila berdasarkan lingkar dada); dan 9,52% (bila berdasarkan lebar dada dan lebar panggul) dari total populasi. Untuk tingkat resiko minimal dalam perseleksian pejantan calon bibit, proporsi pejantan terseleksi adalah sekitar 4%.

Koofesien keragaman pengkelasan panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak domba Garut pejantan pada umur I4 (Tabel 4) lebih besar dari 20%. Koofesien keragaman pengkelasan panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak masing-masing sebesar 36,00; 40,28; 29,03; 34,29 dan 40,89%. Tingkat keragaman yang tinggi memberikan implikasi bahwa seleksi pejantan dapat dilakukan berdasarkan pengkelasan panjang badan,

(35)

lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada pengukuran sifat fenotipik domba didapatkan nilai koofesien keragaman sebesar 6–24%, nilai tersebut disimpulkan telah seragam.

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan

Berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan pada umur I4, pejantan yang dipilih yaitu pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 4 ekor yaitu pejantan Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara.

Tabel 5. Rataan Ukuran–ukuran Tubuh Anak Jantan Berdasarkan Pejantan pada Masing-Masing Kelas (%)

Pejantan Rataan ukuran-ukuran tubuh anak jantan

No Nama Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4

- - - - % - - - - - - - 1 Jaba 20,54 33,09 31,45 14,91 2 Menir 21,18 36,47 34,12 8,23 3 Togog 9,52 35,62 37,05 17,81 4 Lipur 13,65 34,84 40,91 10,60 5 Satria 2,86 40,00 35,71 21,43 6 Kombet 20,10 31,60 37,73 10,57 7 Guruh 36,00 36,00 16,00 12,00 8 Jawara 29,74 28,08 31,41 10,77 9 Bayu 4,00 30,00 50,00 16,00 10 Mega 14,12 32,94 38,82 14,12 11 Rangga 5,71 57,14 37,14 - 12 Dasi 11,43 20,00 60,00 8,57 13 Caper 5,71 14,29 34,29 45,71 14 Kilat 10,00 40,00 - 50,00 15 Goyang 13,00 45,00 35,00 7,00 16 Bone - 70,00 30,00 - 17 Lanang - 36,67 46,67 16,67 18 Panut 25,00 25,00 45,00 5,00 19 Zonas - 20,00 60,00 20,00 20 Paksi 19,23 27,69 36,92 16,15 21 Boyo - 10,00 60,00 30,00 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

(36)

Tabel 5 menyajikan rataan ukuran-ukuran tubuh anak jantan pada masing-masing kelas. Pejantan Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 masing-masing sebanyak 20,54; 13,65; 20,10 dan 29,74%. Anak jantan dari pejantan Jaba paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu sebanyak 33,09%, sedangkan anak jantan dari pejantan Lipur, Kombet dan Jawara paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 40,91; 37,73 dan 31,41%.

Berdasarkan rataan ukuran-ukuran tubuh anak jantan, diantara pejantan yang paling banyak menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan Guruh, Jawara, Panut dan Menir masing-masing sebanyak 36,00; 29,74; 25,00 dan 21,18%, tetapi berdasarkan persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak jantan pada masing-masing kelas baik kelas 1, 2, 3 maupun 4, maka pejantan Guruh dan Jawara merupakan pejantan yang lebih unggul karena persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak jantan lebih baik dibandingkan dengan pejantan lain yaitu masing-masing 36,00 dan 29,74%. Pejantan Jawara merupakan pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan dan merupakan salah satu pejantan yang menghasilkan anak jantan yang paling banyak termasuk kedalam kelas 1.

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina

Berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan pada umur I4, pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 4 ekor yaitu pejantan Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara. Tabel 6 menyajikan rataan ukuran-ukuran tubuh anak betina berdasarkan pejantan pada masing-masing kelas. Pejantan Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara menghasilkan anak betina yang termasuk kedalam kelas 1 masing-masing sebanyak 10,00; 13,08; 18,62 dan 27,42%. Anak betina dari pejantan Jaba dan Jawara paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 42,50 dan 27,27%. Anak betina dari pejantan Lipur dan Kombet paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu masing-masing sebanyak 40,77 dan 31,54%.

(37)

Tabel 6. Rataan Ukuran–ukuran Tubuh Anak Betina Berdasarkan Pejantan pada Masing-masing Kelas (%)

Pejantan Rataan ukuran-ukuran tubuh anak betina

No Nama Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4

- - - - % - - - - - - - 1 Jaba 10,00 40,00 42,50 7,50 2 Menir 20,00 36,67 30,00 13,33 3 Togog 34,29 20,00 40,00 5,71 4 Lipur 13,08 40,77 29,23 16,92 5 Satria 17,50 25,00 47,50 10,00 6 Kombet 18,62 31,54 29,96 19,88 7 Guruh - 33,33 20,00 46,67 8 Jawara 27,42 22,73 27,27 22,58 9 Bayu 17,78 33,33 37,78 11,11 10 Mega 17,08 36,14 28,71 18,07 11 Rangga 10,00 16,67 73,33 - 12 Dasi - 10,00 70,00 20,00 13 Caper 21,54 24,62 41,54 12,31 14 Kilat 16,00 36,00 36,00 12,00 15 Goyang 13,68 41,05 33,68 11,58 16 Bone - 20,00 70,00 10,00 17 Lanang 34,66 10,67 44,67 10,00 18 Panut 20,00 40,00 35,00 5,00 19 Zonas - 20,00 40,00 40,00 20 Paksi 18,00 35,00 31,00 16,00 21 Boyo - - 53,33 46,67 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Berdasarkan rataan ukuran-ukuran tubuh anak betina, diantara pejantan yang paling banyak menghasilkan anak betina yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan Lanang, Togog, Jawara dan Caper masing-masing sebanyak 34,66; 34,29; 27,42 dan 21,54%, tetapi berdasarkan persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak betina pada masing-masing kelas baik kelas 1, 2, 3 maupun 4, maka pejantan Jawara merupakan pejantan yang lebih unggul karena persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak betina lebih baik dibandingkan dengan pejantan lain yaitu sebanyak 27,42%. Pejantan Jawara merupakan pejantan yang

(38)

termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan dan merupakan salah satu pejantan yang menghasilkan anak betina yang paling banyak termasuk kedalam kelas 1.

Seleksi Domba Garut Pejantan Kelas 1 Berdasarkan Pengkelasan Anak Jantan dan Anak Betina

Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan panjang badan yaitu Jaba, Menir dan Rangga (Tabel 7). Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan sebanyak 11 ekor dan anak betina 8 ekor pada umur yang berbeda. Panjang badan anak jantan dan betina masing-masing dilakukan pengkelasan berdasarkan umur. Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan yang termasuk kelas 1 sebanyak 18,18%, kelas 2 dan 3 masing-masing sebanyak 36,36%, kelas 4 sebanyak 9,09%. Anak betina tidak ada yang termasuk kedalam kelas 1 dan 4; kelas 2 sebanyak 25,00% dan kelas 3 sebanyak 75,00%.

Tabel 7. Proporsi Kelas Panjang Badan Anak Jantan dan Anak Betina pada Pejantan yang Memiliki Kelas Panjang Badan 1 (%)

Pejantan

Anak Jantan Anak Betina

ekor Kelas ekor Kelas

1 2 3 4 1 2 3 4 Jaba 11 18,18 36,36 36,36 9,09 8 - 25,00 75,00 - Menir 17 35,29 35,29 23,53 5,88 12 25,00 25,00 41,67 8,33 Rangga 7 - 42,86 57,14 - 6 16,67 - 83,33 - Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Pejantan Menir menghasilkan anak jantan sebanyak 17 ekor dan 12 ekor anak betina. Anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 dan kelas 2 masing-masing sebanyak 35,29%, kelas 3 sebanyak 23,53 %, kelas 4 sebanyak 5,88%. Anak betina kelas 1 dan 2 masing-masing sebanyak 25,00%, kelas 3 sebanyak 41,67% dan kelas 4 sebanyak 8,33%. Pejantan Rangga menghasilkan anak jantan sebanyak 7 ekor dan 6 ekor anak betina. Anak jantan tidak ada yang termasuk dalam kelas 1 dan kelas 4; kelas 2 sebanyak 42,86% dan kelas 3 sebanyak 57,14%. Anak betina yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 16,67%, kelas 3 sebanyak 83,33%, anak domba betina tidak ada yang termasuk kedalam kelas 2 dan kelas 4. Seleksi berdasarkan panjang

(39)

badan belum efektif karena pejantan yang memiliki panjang badan kelas 1 ternyata menghasilkan anak jantan dan anak betina memiliki kelas panjang badan yang masih beragam.

Tabel 8. Proporsi Kelas Lingkar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada Pejantan yang Memiliki Kelas Lingkar Dada 1 (%)

Pejantan

Anak Jantan Anak Betina

ekor Kelas ekor Kelas

1 2 3 4 1 2 3 4 Jaba 11 18,18 36,36 18,18 27,27 8 25,00 37,50 25,00 12,50 Satria 14 - 35,71 42,86 21,43 16 25,00 18,75 37,50 18,75 Kombet 25 20,00 28,00 44,00 8,00 33 15,15 42,42 24,24 18,18 Jawara 13 38,46 15,38 38,46 7,69 12 25,00 16,67 33,33 25,00 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Pejantan yang termasuk dalam kelas 1 berdasarkan pengkelasan lingkar dada yaitu Jaba, Satria, Kombet dan Jawara. Lingkar dada anak jantan dan betina masing-masing dilakukan pengkelasan berdasarkan umur. Tabel 8 menyajikan proporsi kelas lingkar dada anak domba pada pejantan yang memiliki kelas lingkar dada 1. Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan sebanyak 11 ekor dan anak betina 8 ekor pada umur yang berbeda Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan yang memiliki lingkar dada kelas 1 sebanyak 18,18%, kelas 2 sebanyak 36,36%, kelas 3 sebanyak 18,18% dan kelas 4 sebanyak 27,27%. Anak betina yang memiliki lingkar dada kelas 1 sebanyak 25,00%, kelas 2 sebanyak 37,50%, kelas 3 sebanyak 25,00% dan kelas 4 sebanyak 12,50%. Pejantan Satria menghasilkan anak jantan sebanyak 14 ekor dan anak betina 16 ekor pada umur yang berbeda. Lingkar dada anak jantan dari pejantan Satria tidak ada yang termasuk kedalam kelas 1, kelas 2 sebanyak 35,71%; kelas 3 sebanyak 42,86% dan kelas 4 sebanyak 21,43%. Anak betina dari pejantan Satria yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 25,00%; kelas 2 dan kelas 4 masing-masing sebanyak 18,75% dan kelas 3 sebanyak 37,50%. Pejantan Kombet menghasilkan 25 ekor anak jantan dan 33 ekor anak betina pada umur yang berbeda. Pejantan Kombet menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 20,00%, kelas 2 sebanyak 28,00%, kelas 3 sebanyak 44,00% dan kelas 4 sebanyak 8,00%. Anak betina dari pejantan Kombet yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 15,15%, kelas

(40)

2 sebanyak 42,42%, kelas 3 sebanyak 24,24% dan kelas 4 sebanyak 18,18%.. Pejantan Jawara menghasilkan anak jantan sebanyak 13 ekor dan anak betina 12 ekor pada umur yang berbeda. Pejantan Jawara menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 38,46%, kelas 2 sebanyak 15,38%, kelas 3 sebanyak 38,46% dan kelas 4 sebanyak 7,69%. Anak betina dari pejantan Jawara yang termasuk kelas 1 sebanyak 25,00%, kelas 2 sebanyak 16,67%, kelas 3 sebanyak 33,33% dan kelas 4 sebanyak 25,00%. Seleksi berdasarkan lingkar dada belum efektif karena pejantan yang memiliki lingkar dada kelas 1 ternyata menghasilkan anak jantan dan anak betina memiliki kelas lingkar dada yang masih beragam.

Tabel 9. Proporsi Kelas Lebar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Dada 1 (%)

Pejantan

Anak Jantan Anak Betina

ekor Kelas ekor Kelas

1 2 3 4 1 2 3 4 Jaba 11 18,18 36,36 45,45 - 8 12,50 37,50 50,00 - Togog 14 6,67 40,00 40,00 6,67 7 57,14 - 28,57 14,29 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Tabel 9 menyajikan proporsi kelas lebar dada anak domba pada pejantan yang memiliki kelas lebar dada 1. Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan sebanyak 11 ekor dan anak betina 8 ekor pada umur yang berbeda. Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 18,18%, kelas 2 sebanyak 36,36%, kelas 3 sebanyak 45,45%. Anak betina dari pejantan Jaba yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 12,50%, kelas 2 sebanyak 37,50% dan kelas 3 sebanyak 50,00%. Pejantan Jaba tidak memiliki anak baik jantan maupun betina yang termasuk kedalam kelas 4.

Pejantan Togog menghasilkan anak jantan sebanyak 14 ekor dan anak betina 7 ekor pada umur yang berbeda. Pejantan Togog menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 dan kelas 4 masing-masing sebanyak 6,67% sedangkan yang termasuk kedalam kelas 2 dan 3 masing-masing sebanyak 40,00%. Anak betina yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 57,14%, kelas 3 sebanyak 28,57% dan

(41)

pejantan yang memiliki lebar dada kelas 1 ternyata menghasilkan anak jantan dan anak betina memiliki kelas lebar dada yang masih beragam.

Tabel 10. Proporsi Kelas Lebar Panggul Anak Jantan dan Anak Betina pada Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Panggul 1 (%)

Pejantan

Anak Jantan Anak Betina

ekor Kelas ekor Kelas

1 2 3 4 1 2 3 4 Jaba 10 27.27 18.18 27.27 18.18 8 12,50 50,00 25,00 12,50 Guruh 5 60.00 - - 40.00 3 - 33,33 33,33 33,33 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Tabel 10 menyajikan kelas lebar panggul anak domba pada pejantan yang memiliki kelas lebar dada 1. Pejantan Jaba menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 dan kelas 3 masing-masing sebanyak 27,27% sedangkan kelas 2 dan kelas 4 masing-masing sebanyak 18,18%. Anak betina dari pejantan Jaba yang termasuk kedalam kelas 1 dan 4 masing-masing sebanyak 12,50%, kelas 2 sebanyak 50,00% dan kelas 3 sebanyak 25,00%. Pejantan Guruh menghasilkan anak jantan yang termasuk kelas 1 sebanyak 60,00% dan kelas 4 sebanyak 40,00%. Anak betina dari pejantan Guruh yang termasuk kedalam kelas 2, kelas 3 dan kelas 4 masing-masing sebanyak 33,33%. Seleksi berdasarkan lebar panggul belum efektif karena pejantan yang memiliki lebar panggul kelas 1 ternyata menghasilkan anak jantan dan anak betina memiliki kelas lebar panggul yang masih beragam.

Tabel 11. Proporsi Kelas Tinggi Pundak Anak Jantan dan Anak Betina pada Pejantan yang Memiliki Kelas Tinggi Pundak 1 (%)

Pejantan

Anak Jantan Anak Betina

ekor Kelas ekor Kelas

1 2 3 4 1 2 3 4 Lipur 27 18.52 37.04 33.33 11.11 26 11,54 38,46 34,62 15,38 Kombet 25 16.00 28.00 52.00 4.00 33 21,21 36,36 18,18 24,24 Lanang 6 - 33.33 50.00 16.67 6 33,33 16,67 33,33 16,67 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

(42)

Tabel 11 menyajikan kelas tinggi pundak anak domba pada pejantan yang memiliki kelas tinggi pundak 1. Pejantan Lipur menghasilkan 27 ekor anak jantan dan 26 ekor anak betina pada umur yang berbeda. Pejantan Lipur menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 18,52%, kelas 2 sebanyak 37,04%, kelas 3 sebanyak 33,33% dan kelas 4 sebanyak 11,11%. Pejantan Lipur menghasilkan anak betina yang termasuk kedalam kelas 1, 2, 3 dan 4 masing-masing sebanyak 11,54; 38,46; 34,62 dan 15,38%. Pejantan Kombet menghasilkan anak jantan sebanyak 25 ekor dan anak betina 33 ekor pada umur yang berbeda. Pejantan Kombet menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 1, 2, 3 dan 4 masing-masing sebanyak 16,00; 28,00; 52,00 dan 4,00%. Anak betina yang dihasilkan oleh pejantan Kombet yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 21,21%, kelas 2 sebanyak 36,36%, kelas 3 sebanyak 18,18% dan kelas 4 sebanyak 24,24%.

Pejantan Lanang menghasilkan anak jantan dan anak betina masing-masing sebanyak 6 ekor pada umur yang berbeda. Pejantan Lanang menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas 2 sebanyak 33,33%, kelas 3 sebanyak 50,00% dan kelas 4 sebanyak 16,67%, sedangkan anak betina dari pejantan Lanang yang termasuk kedalam kelas 1 dan kelas 3 masing-masing sebanyak 33,33%, kelas 2 dan kelas 4 masing-masing sebanyak 16,67%. Seleksi berdasarkan tinggi pundak belum efektif karena pejantan yang memiliki tinggi pundak kelas 1 ternyata menghasilkan anak jantan dan anak betina memiliki kelas tinggi pundak yang masih beragam.

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2, I3 dan I4

Rataan ukuran-ukuran panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2, I3 dan I4

U Ukuran Tubuh

Kelompok Umur

I1 I2 I3 I4

n = 4 ekor n = 15 ekor n = 39 ekor n = 207 ekor - - - - - - cm - - - - - - - Panjang Badan 65,25 + 3,59 65,73 + 5,05 64,59 + 4,11 64,39 + 4,39 Lingkar Dada 79,75 + 5,50 74,67 + 5,72 75,26 + 3,77 75,60 + 5,50 Lebar Dada 17,50 + 1,00 13,93 + 2,76 13,49 + 1,97 13,75 + 2,42 Lebar Panggul 15,25 + 0,96 14,60 + 1,18 15,10 + 1,29 15,23 + 1,96

(43)

Tabel 13 menyajikan frekuensi ukuran-ukuran tubuh domba Garut induk pada umur I1, I2, I3 dan I4 berdasarkan pengkelasan. Hasil pengkelasan panjang badan dan lingkar dada induk pada umur I1 yang termasuk kedalam kelas 1 masing-masing sebanyak 25,00%, sedangkan untuk lingkar dada, lebar dada dan lebar panggul tidak ada induk yang termasuk kedalam kelas 1. Pengkelasan panjang badan dan lingkar dada induk paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebesar 50,00 dan 75,00%, sedangkan lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu masing-masing sebesar 75,00; 50,00 dan 75,00%.

Panjang badan, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk pada umur I2 yang termasuk kedalam kelas 1 masing-masing sebanyak 20,00%, sedangkan untuk lingkar dada induk yang termasuk kedalam kelas 1 sebanyak 6,67%. Panjang badan, lebar panggul dan tinggi pundak induk paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu masing-masing sebanyak 33,33; 33,33 dan 40,00%. Lingkar dada dan lebar dada induk paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 46,67 dan 33,33%.

Panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk pada umur I3 yang termasuk kedalam kelas 1 masing-masing sebanyak 20,51; 10,26; 7,69; 12,82 dan 15,38%. Panjang badan induk pada umur I3 paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu sebanyak 35,90%. Lingkar dada induk paling banyak termasuk kedalam kelas 2 dan kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 35,90%, sedangkan untuk lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 48,72; 53,85 dan 38,46%.

Panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar panggul dan tinggi pundak induk umur I4 yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu masing-masing sebanyak 15,46; 11,59; 11,59; 13,53 dan 14,01%. Panjang badan dan lebar panggul induk umur I4 paling banyak termasuk kedalam kelas 3 yaitu masing-masing sebanyak 42,03 dan 40,58%. Lingkar dada, lebar dada dan tinggi pundak induk paling banyak termasuk kedalam kelas 2 yaitu masing-masing sebanyak 39,13; 37,68 dan 37,68%.

(44)

Tabel 13. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2, I3 dan I4 Berdasarkan Pengkelasan (%).

Ukuran Tubuh Pengkelasan

Kelompok Umur

I1 I2 I3 I4

n = 4 ekor n = 15 ekor n = 39 ekor n = 207 ekor - - - % - - -

Panjang Badan Kelas 1 25,00 20,00 20,51 15,46

Kelas 2 25,00 33,33 35,90 30,43

Kelas 3 50,00 20,00 30,77 42,03

Kelas 4 - 26,67 12,82 12,08

Lingkar Dada Kelas 1 25,00 6,67 10,26 11,59

Kelas 2 - 40,00 35,90 39,13

Kelas 3 75,00 46,67 35,90 34,78

Kelas 4 - 6,67 17,95 14,49

Lebar Dada Kelas 1 - 20,00 7,69 11,59

Kelas 2 75,00 26,67 41,03 37,68

Kelas 3 - 33,33 48,72 35,27

Kelas 4 25,00 20,00 2,56 15,46

Lebar Panggul Kelas 1 - 20,00 12,82 13,53

Kelas 2 50,00 33,33 28,21 29,47

Kelas 3 25,00 26,67 53,85 40,58

Kelas 4 25,00 20,00 5,13 16,43

Tinggi Pundak Kelas 1 - 20,00 15,38 14,01

Kelas 2 75,00 40,00 33,33 37,68 Kelas 3 - 26,67 38,46 33,82 Kelas 4 25,00 13,33 12,82 14,49 Keterangan: Kelas 1: x > X + s Kelas 2: X < x < X + s Kelas 3: X - s < x < X Kelas 4: x < X - s

Hasil ini mengisyaratkan bahwa untuk tingkat resiko terkecil dalam seleksi induk untuk induk bibit kelas 1, maka hanya dapat dilakukan pada peubah panjang badan (dengan tingkat proporsi jumlah dari populasi sebesar 15,46%) dan lingkar (dengan tingkat proporsi jumlah dari populasi sebesar 6,67%). Secara keseluruhan

(45)

induk untuk induk bibit kelas 1 dianjurkan proporsi jumlah induk terseleksi sebesar 6% dengan ukuran tubuh panjang badan dan lebar dada sebagai sifat dasar seleksi.

Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Induk

Tabel 14 menyajikan nilai koofesien keragaman pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba induk pada berbagai tingkat umur. Koofesien keragaman berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh induk pada umur I1, I2, I3 dan I4 cukup besar ( > 20%), dapat disimpulkan bahwa pengkelasan ukuran-ukuran tubuh domba induk masih beragam. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada pengukuran sifat fenotipik domba didapatkan nilai koofesien keragaman sebesar 6–24%, nilai tersebut disimpulkan telah seragam.

Tabel 14. Koofesien Keragaman Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Induk pada tingkat Umur yang Berbeda

Koofesien keragaman Umur Induk

I1 I2 I3 I4 - - - % - - - Panjang Badan 42,55 44,43 40,67 35,78 Lingkar Dada 40,00 29,34 34,66 34,91 Lebar Dada 40,00 41,85 27,72 34,97 Lebar Panggul 34,82 42,98 31,46 35,33 Tinggi Pundak 40,00 41,82 36,75 36,48

Gambar

Gambar 1.  Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Penelitian
Tabel 11 menyajikan kelas tinggi pundak anak domba pada pejantan yang  memiliki kelas tinggi pundak 1

Referensi

Dokumen terkait

untuk memberikan arahan kepada seluruh guru sebagai bentuk komunikasi interpersonal yang efektif dan efisien. Hal ini dimaksudlam agar tercapainya komunikasi yang

bahwa pemberian pelayanan penzinan d i Kabupaten Pacitan mempakan kewenangan Bupati .dengan tujuan u n t u k mengatur, mengendalikan, mengawasi kegiatan usaha masyarakat dan

Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak kalsium karbonat (CaCO 3 ) antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat

sectio caesarea dan faktor ibu yaitu ketuban pecah dini. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara ketuban pecah dini dan persalinan sectio

Penelitian pada kelas kontrol kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Talamau Kabupaten Pasaman Barat tanpa menggunakan strategi POINT, berdasarkan

Tujuan yang ingin dicapai dari perancangan produk ini adalah mempermudah pendisplayan barang yang akan dipamerkan, mengakomodasi kebutuhan pendisplayan barang, dan

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai K pada wilayah ini bervariasi dengan nilai rerata sebesar 10.2 m/hari atau tergolong tinggi (&gt;10 m/hari). Nilai K tertinggi dan

Dalam kehidupan sehari-hari, Jika masyarakat Jawa dan masyarakat Batak saling berkomunikasi hal yang sangat terasa berbeda bagi masyarakat Jawa priyayi adalah strategi