• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

ATTITUDES TOWARD BEHAVIOR, SUBJECTIVE NORMS,

PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL, SELF EFFICACY DAN

LATAR BELAKANG PEKERJAAN ORANG TUA TERHADAP

INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh :

Aulia Amriana S.

NIM : 1111070000093

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK A) Fakultas Psikologi

B) Juni 2015

C) Aulia Amriana S.

D) Pengaruh Attitudes Toward Behavior, Subjective Norms, Perceived Behavioral

Control, Self Efficacy & Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua terhadap Intensi

Berwirausaha pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta E) xiv + halaman + lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel attitudes toward

behavior, subjective norms, perceived behavioral control, self efficacy & latar

belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Sampel berjumlah 230 Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diambil dengan teknik probability sampling. Penulis memodifikasi alat ukur yang terdiri dari

Entrepreneurial Intention Questionnaire (EIQ), Occupational Status Choice Attitude Index, Linan & Chen (2009), General Self Efficacy (GSE). Uji validitas

alat ukur menggunakan teknik confirmatory factor analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan attitudes

toward behavior, subjective norms, perceived behavioral control, self efficacy &

latar belakang pekerjaan orang tua terhadap terhadap intensi berwirausaha mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 41.1%. Hasil uji hipotesis minor menunjukan lima variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan antara lain, attitudes toward behavior-autonomy & authority, attitudes toward

behavior-self realization & participation, attitudes toward behavior-perceived confidence, subjective norms dan perceived behavioral control. Sementara attitudes toward behavior (economic opportunity & challenge, security & workload, avoid responsibility, social environment & career), self efficacy (level, strength, generality) dan latar belakang pekerjaan orang tua tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan lebih memperhatikan alat ukur yang digunakan dalam mengukur sebuah variabel. Lalu, untuk penelitian selanjutnya dapat meniliti variabel perilaku berwirausaha agar semakin terlihat jelas minat berwirausaha pada mahasiswa.

(6)

ABSTRACT A) Faculty of Psychology

B) June 2015

C) Aulia Amriana S.

D) Influence Attitudes Toward Behavior, Subjective Norms, Perceived Behavioral Control, Self Efficacy and Employment Background of Parents of Intention Student Entrepreneurship at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

E) xiv + page + attachment

F) This study aims to determine the effect of variable attitudes toward behavior, subjective norms, perceived behavioral control, self-efficacy and employment background of parents on student entrepreneurship intentions. The total sample was 230 students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta which were taken with probability sampling techniques. The researcher modify scales consists of Entrepreneurial Intention Questionnaire (EIQ), Occupational Status Index Attitude Choice, Linan and Chen (2009), General Self Efficacy (GSE). This study examined the validity of measurement tools by using confirmatory factor analysis (CFA) technique, while data analysis used regression analysis techniques.

The results showed that there was a significant influence attitudes toward behavior, subjective norms, perceived behavioral control, self-efficacy and employment background of parents to the intention towards entrepreneurship students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta at 41.1%. Minor hypothesis test results showed five variables that have significant influence among others, attitudes toward behavior-autonomy and authority, attitudes toward behavior-self realization and participation, attitudes toward behavior-perceived confidence, subjective norms, and perceived behavioral control. While attitudes toward behavior (economic opportunity and challenge, security and workload, avoid responsibility, social environment and career), self-efficacy (level, strength, generality) and employment background of parents do not have a significant effect on entrepreneurial intentions. The researcher hopes the implications of the findings of this study can be reviewed and developed in subsequent studies. Giving more attention to measuring instruments used in measuring a variable, for instance. Further research can review variable entrepreneurial behavior so that entrepreneurship interest can be apparently seen in students.

(7)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat segala kekuasaan dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta pengikutnya.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019, beserta jajarannya.

2. Ikhwan Lutfi, M.Psi yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran serta ide dalam proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas waktu yang diberikan kepada penulis.

3. Desi Yustari Muchtar, M.Psi selaku penguji I.

4. Liany Luzvinda, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi pada penulis selama masa pekuliahan. 5. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu dan wawasan bagi penulis. Para staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan kemudahan bagi penulis dalam proses administrasi.

(8)

6. Kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan motivasi, dukungan (baik moral maupun materiil) serta doa tulus yang tidak pernah berhenti kepada penulis. Adik perempuan penulis yang selalu memberikan semangat untuk penulis.

7. Mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dengan menjadi responden penelitian.

8. Mahasiswa/i Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas C yang telah menemani penulis selama empat tahun menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas cinta, kasih sayang, persahabatan, dukungan, bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, 3 Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN ORISINALITAS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-13 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.2.1 Pembatasan masalah ... 7

1.2.2 Perumusan masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penelitian ... 12

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 14-39 2.1 Intensi Berwirausaha ... 14

2.1.1 Definisi intensi berwirausaha ... 14

2.1.2 Teori planned behavior ... 15

2.1.3 Dimensi intensi ... 18

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha ... 18

2.1.5 Pengukuran intensi berwirausaha ... 22

2.2 Attitudes Toward Behavior ... 23

2.2.1 Definisi attitudes toward behavior ... 23

2.2.2 Dimensi attitudes toward behavior ... 23

2.2.3 Pengukuran attitudes toward behavior ... 25

2.3 Subjective Norms ... 26

2.3.1 Definisi subjective norms ... 26

2.3.2 Dimensi subjective norms ... 27

2.3.3 Pengukuran subjective norms ... 27

2.4 Perceived Behavioral Control ... 28

2.4.1 Definisi perceived behavioral control ... 28

2.4.2 Dimensi perceived behavioral control ... 29

(10)

2.5 Self Efficacy ... 31

2.5.1 Definisi self efficacy ... 31

2.5.2 Dimensi self efficacy ... 32

2.5.3 Pengukuran self efficacy ... 32

2.6 Kerangka Berpikir ... 33

2.7 Hipotesis Penelitian ... 38

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 40-57 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

3.1.1 Populasi ... 40

3.1.2 Sampel ... 40

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 41

3.2.1 Identifikasi variabel ... 41

3.2.2 Definisi operasional variabel ... 42

3.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 44

3.3.1 Skala intensi berwirausaha ... 45

3.3.2 Skala attitudes toward behavior ... 45

3.3.3 Skala subjective norms ... 46

3.3.4 Skala perceived behavioral control ... 47

3.3.5 Skala self efficacy ... 47

3.4 Uji Validitas Konstruk ... 48

3.4.1 Uji validitas alat ukur intensi berwirausaha ... 50

3.4.2 Uji validitas alat ukur attitudes toward behavior ... 51

3.4.3 Uji validitas alat ukur subjective norms ... 51

3.4.4 Uji validitas alat ukur perceived behavioral control ... 52

3.4.5 Uji validitas alat ukur self efficacy ... 53

3.5 Teknik Analisis Data ... 53

3.6 Prosedur Penelitian ... 56

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 58-74 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 58

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 60

4.2.1 Kategorisasi intensi berwirausaha ... 61

4.2.2 Kategorisasi attitude toward behavior ... 61

4.2.3 Kategorisasi subjective norms ... 62

4.2.4 Kategorisasi perceived behavioral control ... 63

4.2.5 Kategorisasi self efficacy ... 63

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 64

4.3.1 Pengujian hipotesis mayor ... 64

4.3.2 Uji hipotesis minor ... 66

(11)

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 75-82 5.1 Kesimpulan ... 75 5.2 Diskusi ... 75 5.3 Saran ... 81 5.3.1 Saran Teoritis ... 81 5.3.2 Saran Praktis ... 82 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN ... 86

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Intensi Berwirausaha ... 45

Tabel 3.2 Blue Print Skala Attitudes Toward Behavior ... 46

Tabel 3.3 Blue Print Skala Subjective Norms ... 47

Tabel 3.4 Blue Print Skala Perceived Behavioral Control ... 47

Tabel 3.5 Blue Print Skala Self Efficacy ... 48

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item untuk Intensi Berwirausaha ... 50

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item untuk Attitudes Toward Behavior ... 51

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item untuk Subjective Norms ... 52

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item untuk Perceived Behavioral Control ... 52

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item untuk Self Efficacy ... 53

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Fakultas ... 58

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Fakultas ... 59

Tabel 4.3 Hasil Statistika Deskriptif ... 60

Tabel 4.4 Rumus Kategorisasi ... 61

Tabel 4.5 Kategorisasi Intensi Berwirausaha ... 61

Tabel 4.6 Kategorisasi Attitude Toward Behavior ... 62

Tabel 4.7 Kategorisasi Subjective Norms ... 62

Tabel 4.8 Kategorisasi Perceived Behavioral Control ... 63

Tabel 4.9 Kategorisasi Self Efficacy ... 63

Tabel 4.10 Tabel R Square ... 64

Tabel 4.11 Anova ... 65

Tabel 4.12 Koefisien ... 66

Tabel 4.13 Koefisien Self Efficacy secara utuh ... 71

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Theory planned behavior (Ajzen, 2005) ... 17 Gambar 2.2 Pengaruh attitudes toward behavior, subjective norms, perceived

behavioral control, self efficacy & latar belakang pekerjaan orang tua terhadap

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Skala ... 86

2. Lampiran Hasil Lisrell ... 90

3. Lampiran Uji Hasil Hipotesis ... 109

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang ini, mahasiswa yang baru lulus tidak hanya terbebani dengan proses pencarian pekerjaan yang sesuai dengan jurusan pendidikannya tetapi juga dihadapkan pada permasalahan ketersediaan lapangan pekerjaan itu sendiri. Hal ini dikarenakan semakin lama jumlah individu yang mencari kerja semakin bertambah, serta adanya kesempatan bagi warga negara asing untuk mencari pekerjaan di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, para pemimpin negara ASEAN memutuskan untuk mempercepat pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015.

Dampak dari adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebenarnya tidak selalu negatif. Program ini juga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian negara. Diberlakukannya pasar bebas dapat mempermudah masyarakat untuk melakukan ekspor dan impor. Proses ekspor suatu negara perlu ditingkatkan apabila suatu negara ingin maju. Hal ini bisa diwujudkan jika produksi negara berjumlah banyak dan memiliki kualitas yang baik. Produksi negara sangat berkaitan dengan

(16)

jumlah wirausaha yang ada di negara itu sendiri, sehingga ini berarti peluang untuk menjadi seorang wirausaha justru lebih terbuka.

Adanya program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mengakibatkan semakin ketatnya persaingan lulusan Indonesia dalam mencari pekerjaan di Indonesia khususnya, serta di Asia secara umum. Kemampuan diri sangatlah berpengaruh pada proses persaingan dengan para job seeker (orang yang sedang mencari kerja) lain dari berbagai latar belakang budaya, daerah, serta pendidikan. Bagi individu yang memang memiliki kompetensi handal dalam suatu bidang tentunya hal ini tidak akan terlalu bermasalah, tetapi bagi individu dengan kompetensi standar adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini bisa menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan.

Beberapa tahun belakangan, makin banyak mahasiswa yang baru menyelesaikan studi sarjana strata-1 nya justru menjadi pengangguran. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, sampai pada bulan Agustus tahun 2014, terdapat 7,25 juta pengangguran di Indonesia. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terakhir pada bulan Agustus 2014 juga menunjukkan bahwa jumlah pengangguran yang berasal dari lulusan diploma I, II, III/Akademi sebanyak 193.517 serta 495.143 dari lulusan universitas.

Gurbuz dan Aykol (2008) mengatakan bahwa wirausaha penting untuk pembangunan ekonomi negara. Hal ini karena bidang kewirausahaan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah pengangguran dan pembangunan ekonomi. Daerah yang memiliki banyak wirausaha dapat membantu menghasilkan kekayaan,

(17)

pekerjaan, serta penerimaan pajak industri dan negara secara keseluruhan (Angriawan, Conners, Furdek, & Ruth, 2012). Dengan kata lain, adanya wirausaha dapat membantu perekonomian negara. Oleh karena itu, mahasiswa perlu untuk melihat peluang lain selain mencari suatu pekerjaan. Mahasiswa justru dapat menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri dengan menjadi seorang wirausaha. Terciptanya lapangan pekerjaan baru tentunya akan mengurangi jumlah pengangguran dan dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Syarifuddin Hasan, mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2011) mengatakan Indonesia masih kekurangan wirausaha jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Pernyataan ini diperkuat oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Corporate Social Responsibility, Suryani Motik (2014) juga mengatakan Indonesia minimal memerlukan 2% atau sekitar 4,8 juta wirausahawan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi. Data-data di atas menunjukan bahwa negara Indonesia masih membutuhkan banyak wirausaha.

Untuk menguatkan data-data diatas, peneliti melakukan survei pendahuluan kepada 25 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 11 Februari 2015. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa pernah berwirausaha. Mahasiswa menyadari pentingnya berwirausaha dalam kehidupan ini. Namun, mahasiswa yang ingin berwirausaha setelah lulus kuliah justru hanya sebagian kecil. Sementara alasan mahasiswa melakukan aktivitas wirausaha semasa kuliah bermacam-macam, antara lain alasan ekonomi, ingin mandiri, ingin menambah pengalaman, memiliki motivasi berwirausaha dan merasa memiliki kesempatan.

(18)

Kecenderungan individu untuk menjadi seorang wirausaha dapat disebut dengan intensi berwirausaha. Intensi berwirausaha adalah keinginan yang ada pada diri individu untuk melakukan kegiatan kewirausahaan (Gurbuz & Aykol, 2008). Intensi berwirausaha juga telah diidentifikasi sebagai salah satu kunci yang diperlukan untuk memacu adanya wirausaha, dimana individu berani mengambil keputusan untuk mengeksploitasi peluang dan menciptakan usaha baru (Angriawan, et.al., 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada individu ada bermacam-macam. Faktor tersebut antara lain, attitudes toward behavior, subjective

norm, dan perceived behavioral control (Angriawan, et.al., 2012; Gurbuz & Aykol

2008), kepribadian (Rhoade, Doerr, Erickson, & Wolfe, 2012; Osiri, Kungu, & Prieto, 2012), kreativitas (Schmidt, Soper, & Bernaciak, 2012), kepemimpinan (Jensen & Luthans, 2006), self-efficacy (Sugiarto, 2013; Handayani, 2013; Woroningrum, 2014), latar belakang pekerjaan orang tua (Bhandari, 2012; Schoon & Duckworth, 2012) serta latar belakang pendidikan (Cunningham & Lischeron, 1991).

Dalam penelitian ini, faktor yang menjadi independent variable adalah attitudes

toward behavior, subjective norm, perceived behavioral control, self efficacy dan

latar belakang pekerjaan orang tua. Hal ini berdasarkan pada saran penelitian Angriawan, et.al. (2012) supaya menggunakan model lengkap dari teori planned

behavior dalam mengukur intensi berwirausaha. Penelitian dengan model lengkap

teori planned behavior pernah dilakukan di Turki (Gurbuz & Aykol 2008). Akan tetapi, Turki dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki kebudayaan yang berbeda sehingga hasil penelitiannya belum tentu sama. Pemilihan IV ini juga

(19)

berdasarkan hasil survey pendahuluan yang menyatakan bahwa alasan terbesar mahasiswa melakukan aktifitas kewirausahaan yaitu karena ingin meningkatkan ekonomi dan kemandirian.

Berdasarkan teori planned behavior yang berdimensikan attitudes toward

behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control dijelaskan bahwa ketiga

dimensi tersebut merupakan prediktor yang positif dan signifikan dari intensi berwirausaha (Angriawan, et.al., 2012). Ajzen (2005) mengatakan attitudes toward

behavior merupakan keyakinan tentang konsekuensi dari hasil perilaku tertentu.

Sementara subjective norms adalah keyakinan bahwa pihak tertentu menyetujui atau menolak suatu perilaku (Ajzen, 2005). Ajzen (2005) menambahkan perceived

behavioral control dianggap sebagai keyakinan tentang ada atau tidak adanya

faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku.

Kolvereid (1996) dalam Gurbuz dan Aykol (2008) menyebutkan attitudes toward

self-employment yang merupakan istilah lain variabel attitudes toward behavior

dalam berwirausaha. Variabel ini mengukur bagaimana sikap individu terhadap pekerjaan yang dikembangkannya sendiri. Dimensi yang diukur antara lain, autonomy

and authority, economic opportunity and challenge, security and workload, avoid responsibility, self-realization and participation, social environment and career, dan perceived confidence.

Penelitian di fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah tentang independent

variable yang mempengaruhi intensi berwirausaha belum menghasilkan data yang

(20)

berwirausaha (Sugiarto, 2013; Woroningrum, 2014) dan sebaliknya memiliki pengaruh yang rendah pada intensi berwirausaha (Handayani, 2013; Ahmad, 2014). Dimensi yang diukur dari self efficacy sendiri yaitu level, strength dan generality. Bandura (1977) dalam Baron dan Byrne (2000) mendefinisikan self efficacy sebagai evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.

Bhandari (2012) menunjukkan bahwa latar belakang pekerjaan orang tua mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha pada seseorang. Penelitian Schoon dan Duckworth (2012) justru menemukan bahwa terdapat perbedaan faktor pengaruh antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam mengambil langkah berwirausaha. Anak laki-laki yang ayahnya menjadi seorang wirausaha memiliki kemungkinan lebih besar menjadi seorang wirausaha pada masa dewasanya, sementara pada anak perempuan lebih ditentukan oleh sumberdaya ekonomi yang ia miliki.

Dari uraian data diatas, akhirnya peneliti memilih untuk melakukan penelitian tentang intensi berwirausaha pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini karena pentingnya menumbuhkan keinginan berwirausaha di kalangan mahasiswa. Mahasiswa merupakan salah satu generasi penerus bangsa yang akan menentukan maju tidaknya perekonomian suatu negara.

Faktor-faktor yang akan digunakan sebagai prediktor dari intensi berwirausaha sendiri antara lain attitudes toward behavior, subjective norms, perceived behavioral

(21)

behavior memiliki dimensi antara lain, autonomy and authority, economic opportunity and challenge, security and workload, avoid responsibility, self-realization and participation, social environment and career, dan perceived confidence. Self efficacy memiliki dimensi antara lain level, strength dan generality.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Attitudes Toward

Behavior, Subjective Norms, Perceived Behavioral Control, Self Efficacy dan Latar

Belakang Pekerjaan Orang Tua terhadap Intensi Berwirausaha pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Dalam menulis sebuah karya ilmiah sangat diperlukan adanya pembatasan masalah. Hal ini berguna untuk membatasi masalah yang akan diteliti agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian itu sendiri. Adapun konsep-konsep yang berkaitan dengan objek penelitian “Pengaruh Attitudes Toward Behavior, Subjective Norms, Perceived

Behavioral Control, Self Efficacy dan Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua terhadap

Intensi Berwirausaha pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dibatasi pada :

1. Intensi berwirausaha adalah kecenderungan mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha dalam kehidupannya (Gurbuz & Aykol, 2008).

2. Attitudes toward behavior adalah keyakinan tentang konsekuensi dari hasil perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Attitudes toward behavior pada penelitian ini terdiri dari tujuh dimensi, yaitu autonomy and authority, economic opportunity

(22)

and challenge, security and workload, avoid responsibility, self-realization and participation, social environment and career, dan perceived confidence.

3. Subjective norms adalah keyakinan individu tentang persetujuan pihak tertentu terhadap suatu perilaku, termasuk pula referen sosial yang turut menyumbangkan pendapat (Ajzen, 2005).

4. Perceived behavioral control adalah keyakinan individu tentang adanya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat suatu perilaku (Ajzen, 2005).

5. Self efficacy adalah evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan (Bandura, 1977). Self efficacy pada penelitian ini terdiri atas dimensi level,

strength dan generality.

6. Latar belakang pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan orang tua responden, baik ayah maupun ibu. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu wirausaha dan non-wirausaha.

7. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah mahasiswa yang tercatat aktif kuliah strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.2.2 Perumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan attitudes toward behavior, subjective

norms, perceived behavioral control, self efficacy dan latar belakang pekerjaan

(23)

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan autonomy and authority terhadap intensi berwirausaha?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan economic opportunity and challenge terhadap intensi berwirausaha?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan security and workload terhadap intensi berwirausaha?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan avoid responsibility terhadap intensi berwirausaha?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-realization and participation terhadap intensi berwirausaha?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan social environment and career terhadap intensi berwirausaha?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan perceived confidence terhadap intensi berwirausaha?

9. Apakah ada pengaruh yang signifikan subjective norms terhadap intensi berwirausaha?

10. Apakah ada pengaruh yang signifikan perceived behavioral control terhadap intensi berwirausaha?

11. Apakah ada pengaruh yang signifikan level terhadap intensi berwirausaha? 12. Apakah ada pengaruh yang signifikan strength terhadap intensi berwirausaha? 13. Apakah ada pengaruh yang signifikan generality terhadap intensi berwirausaha?

(24)

14. Apakah ada pengaruh yang signifikan latar belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausaha?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah : 1. Untuk melihat pengaruh attitudes toward behavior, subjective norms,

perceived behavioral control, self efficacy dan latar belakang pekerjaan orang

tua terhadap intensi berwirausaha.

2. Untuk melihat pengaruh autonomy and authority terhadap intensi berwirausaha.

3. Untuk melihat pengaruh economic opportunity and challenge terhadap intensi berwirausaha.

4. Untuk melihat pengaruh security and workload terhadap intensi berwirausaha. 5. Untuk melihat pengaruh avoid responsibility terhadap intensi berwirausaha. 6. Untuk melihat pengaruh self-realization and participation terhadap intensi

berwirausaha.

7. Untuk melihat pengaruh social environment and career terhadap intensi berwirausaha.

8. Untuk melihat pengaruh perceived confidence terhadap intensi berwirausaha. 9. Untuk melihat pengaruh subjective norms terhadap intensi berwirausaha. 10. Untuk melihat pengaruh perceived behavioral control terhadap intensi

(25)

11. Untuk melihat pengaruh level terhadap intensi berwirausaha. 12. Untuk melihat pengaruh strength terhadap intensi berwirausaha. 13. Untuk melihat pengaruh generality terhadap intensi berwirausaha.

14. Untuk melihat pengaruh yang signifikan latar belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausaha.

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dalam diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai seberapa besar pengaruh attitudes toward behavior, subjective norms, perceived behavioral

control, self efficacy dan latar belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi

berwirausaha. Sehingga dapat memberikan kontribusi bagi berkembangnya ilmu pengetahuan Psikologi.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian lanjutan terutama yang berkaitan dengan intensi berwirausaha beserta faktor yang mempengaruhinya.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat memberi masukan bagi mahasiswa tentang keinginan untuk berwirausaha. Bagaimana peluang wirausaha itu terbuka lebar untuk setiap mahasiswa di berbagai jurusan dengan tetap memanfaatkan ilmu yang telah

(26)

dipelajari. Misalnya, seseorang yang sudah menjadi psikolog dapat membuka biro konsultan psikologi.

b. Diharapkan dapat memberi masukan bagi institusi pendidikan, khususnya Universitas tentang bagaimana meningkatkan keinginan berwirausaha pada mahasiswa. Misalnya, pihak Universitas dapat meningkatkan self efficacy para mahasiswanya dengan melakukan pelatihan kewirausahaan sehingga kemampuan mahasiswa bertambah dan kepercayaan diri untuk berwirausaha juga meningkat. 1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American

Psychology Association (APA) style. Untuk memudahkan penulisan penelitian ini,

penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, perumasan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Berisi tentang definisi intensi, definisi wirausaha, definisi intensi berwirausaha, faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha, pengukuran intensi berwirausaha , teori planned behavior, attitudes toward behavior, dimensi attitudes

toward behavior, pengukuran attitudes toward behavior, subjective norms,

pengukuran subjective norms, perceived behavioral control, pengukuran perceived

behavioral control, self efficacy, dimensi self efficacy, pengukuran self efficacy,

(27)

BAB III : Metode Penelitian

Berisi tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data serta prosedur penelitian.

BAB IV : Hasil Penelitian

Berisi tentang gambaran umum subjek penelitian, analisis deskriptif, kategorisasi skor serta uji hipotesis.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Berisi kesimpulan, diskusi serta saran.

(28)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian, baik variabel terikat maupun variabel bebas. Bab ini terdiri dari tujuh sub bab. Dimulai sub bab pertama yang menjelaskan intensi berwirausaha, attitudes toward behavior,

subjective norms, perceived behavioral control, self efficacy, hingga kerangka

berpikir dan hipotesis penelitian. 2.1 Intensi Berwirausaha 2.1.1 Definisi intensi wirausaha

Intensi adalah indikasi seberapa kuat keinginan individu untuk mencoba atau berapa banyak usaha yang direncanakan untuk menampilkan perilaku. Intensi (dan perilaku) adalah fungsi dari tiga faktor penentu dasar, yaitu satu bersifat pribadi, lalu mencerminkan pengaruh sosial, dan ketiga berkaitan dengan isu-isu kontrol. Ketiga faktor tersebut diterjemahkan menjadi attitudes toward the behavior, subjective

norms dan perceptions of behavioral control (Ajzen, 2005).

Byham (2000) mengatakan bahwa wirausaha dapat didefinisikan sebagai individu yang berani untuk mengambil resiko dengan perhitungan untuk memanfaatkan tren yang sedang berkembang. Wirausaha merupakan individu yang dapat melihat batas-batasan organisasi untuk tumbuhnya peluang baru (misalnya, kemitraan, teknologi baru atau aplikasi, dll). Wirausaha merupakan individu yang mampu mengubah ancaman dari pesaing, kebijakan pemerintah, dan teknologi baru menjadi sebuah

(29)

peluang bisnis (Byham, 2000). Wirausaha merupakan orang yang mampu berinovasi, mempromosikan produk, meningkatkan kualitas layanan, melakukan kompetisi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Hisrich, Fox, & Grant, 2007).

Keputusan untuk memulai sebuah usaha diasumsikan telah melalui perencanaan dalam beberapa waktu dan didukung oleh adanya intensi. Sehingga, intensi untuk menjadi seorang wirausaha diasumsikan sebagai prediksi yang menentukan pilihan individu dalam mengambil langkah memulai usaha pribadinya (Davidsson, 1995). Gurbuz dan Aykol (2008) menyatakan bahwa “Entrepreneurial intention is one’s

willingness in undertaking entrepreneurial activity, or in other words become self employed”. Dari definisi yang dikemukakan menunjukkan bahwa intensi untuk

menjadi seorang wirausaha merupakan pendorong bagi individu dalam mengambil aktifitas kewirausahaan. Intensi berwirausaha merupakan keinginan yang ada pada diri individu untuk mengambil aktifitas kewirausahaan.

Berdasarkan definisi intensi berwirausaha diatas, peneliti memilih untuk menggunakan definisi intensi berwirausaha menurut Gurbuz dan Aykol (2008). Hal ini karena dijelaskan bahwa intensi berwirausaha merupakan keinginan yang ada pada diri individu untuk mengambil aktifitas kewirausahaan. Definisi tersebut sejalan dengan tujuan peneliti untuk mengetahui intensi mahasiswa dalam menjadi seorang wirausaha dengan berlandaskan pada teori planned behavior.

2.1.2 Teori planned behavior

Teori planned behavior bertujuan untuk menjelaskan bagaimana intensi dapat memprediksikan perilaku yang sesungguhnya (Gurbuz & Aykol 2008). Teori ini

(30)

sering digunakan untuk menjelaskan dan memprediksikan mengapa individu melakukan tindakan dalam beberapa cara. Teori ini mengusulkan tiga alasan munculnya intensi. Alasan pertama, yaitu penilaian dari perilaku, yang merupakan sejauh mana individu memiliki sikap yang menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap perilaku. Alasan kedua adalah norma subjektif, yang merupakan tekanan sosial untuk melakukan perilaku. Sedangkan kesulitan yang dirasakan untuk melakukan perilaku disebut dirasakan kontrol perilaku merupakan alasan yang ketiga (Ajzen, 1991 dalam Gurbuz & Aykol 2008).

Ajzen (2005) mengatakan theory planned behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang masuk akal, mereka mempertimbangkan informasi yang tersedia dan secara implisit atau eksplisit mempertimbangkan implikasi dari tindakan mereka. Teori ini mendalilkan bahwa intensi individu untuk melakukan (atau tidak melakukan) perilaku adalah penentu yang paling utama dari tindakan itu sendiri. Teori ini mengasumsikan bahwa kepentingan relatif dari attitudes toward behavior, subjective norm, dan perceived

behavioral control dirasakan bergantung pada intensi yang diselidiki. Untuk beberapa

hal, intensi untuk mempertimbangan sikap dianggap lebih penting dari sekedar pertimbangan normatif, walaupun dalam bentuk intensi yang lain pertimbangan normatif lebih dibutuhkan.

Teori perilaku yang direncanakan tidak berhubungan langsung dengan jumlah kontrol yang sebenarnya dimiliki individu dalam situasi tertentu. Sedangkan intensi mencerminkan kesediaan individu untuk mencoba melakukan perilaku tertentu,

(31)

kontrol yang dirasakan cenderung hanya untuk mempertimbangkan beberapa kendala realistis yang mungkin ada. Apabila persepsi kontrol perilaku berjalan cukup baik, maka mereka akan memberikan informasi yang berguna atas intensi yang hendak diungkapkan.

Gambar 2.1 Theory planned behavior (Ajzen, 2005)

Gambar 2.1 menunjukkan dua fitur penting dari teori perilaku yang direncanakan. Pertama, teori ini mengasumsikan bahwa perceived behavioral control memiliki implikasi motivasi untuk intensi. Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak memiliki sumber daya maupun peluang untuk melakukan suatu perilaku tertentu, tidak mungkin akan membentuk intensi perilaku yang kuat untuk terlibat di dalamnya. Hal ini walaupun mereka menahan sikap favoritnya dan keyakinannya bahwa faktor lain juga penting untuk suksesnya perilaku mereka.

Kedua, intervensi dapat diarahkan pada satu atau lebih dari perilaku penentu teoritis: attitudes toward behavior, subjective norm, atau perceived behavioral

control. Perubahan faktor-faktor tersebut menghasilkan perubahan perilaku dan

intensi untuk memberikan kontrol yang memadai atas perilaku. Dengan kata lain, intensi memiliki tiga faktor penentu yaitu attitudes toward behavior, subjective norm,

Perceived BehavioralControl Subjective Norms Attitudes Toward Behavior Attitudinal beliefs Normative Beliefs Power of Control Beliefs Intention Behaviour

(32)

atau perceived behavioral control. Intensi inilah yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah perilaku.

2.1.3 Dimensi intensi

Fishbein dan Ajzen (1975) menyebutkan dimensi-dimensi intensi, antara lain :

2.1.3.1 Perilaku (behavior). Dimensi ini merupakan dimensi tentang perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan.

2.1.3.2 Sasaran (target). Dimensi ini merupakan dimensi tentang objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek tersebut terbagi menjadi tiga yaitu orang atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau objek (a class of object) dan orang atau objek pada umumnya (any object).

2.1.3.3 Situasi (situation). Dimensi ini merupakan dimensi tentang situasi atau tempat yang mendukung untuk melakukan suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku akan diwujudkan).

2.1.3.4 Waktu (time). Dimensi ini merupakan dimensi tentang waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode ataupun tidak terbatas.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada individu ada bermacam-macam. Hal ini bisa diketahui dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh banyak tokoh baik di dalam maupun di luar negeri. Faktor tersebut antara lain : 2.1.4.1 Attitudes toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral

(33)

mahasiswa sebagai responden. Dalam penelitiannya digunakan teori planned

behavior sebagai landasan. Adapun hal-hal yang dianggap sebagai pendorong

sesesorang untuk menjadi seorang wirausaha, antara lain memiliki orang tua seorang wirausaha, jenis kelamin, subjective norm, perceived behavioral control, sikap, kondisi lingkungan yang mendukung dan dukungan akademik

Menurut Angriawan, Conners, Furdek, dan Ruth (2012) attitudes toward

behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control merupakan

faktor yang memiliki pengaruh positif terhadap intensi individu untuk menjadi seorang wirausaha. Berdasarkan penelitian empiris mereka, perceived

behavioral control merupakan faktor yang paling berpengaruh. Hal ini diikuti

dengan variable attitudes toward behavior dan subjective norm.

2.1.4.2 Kepribadian. Kepribadian proaktif cenderung untuk menjadi seorang wirausaha (Osiri, Kungu, & Prieto, 2012). Kepribadian proaktif menjadikan individu belajar lebih mandiri karena ada kemauan dari dalam dirinya. Hal ini menjadi kontribusi tersendiri untuk mendorong intensi individu menjadi seorang wirausaha. (Rhoade, Doerr, Erickson, & Wolfe, 2012).

2.1.4.3 Kreativitas. Kreativitas menjadi keahlian khusus yang perlu dimiliki oleh seorang wirausaha (Schmidt, Soper, & Bernaciak, 2012). Kreativitas itu sendiri terdiri atas berpikir konvergen dan berpikir divergen. Dari keahlian inilah dapat dihasilkan wirausaha-wirausaha baru.

2.1.4.4 Kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dalam berwirausaha mendukung seorang wirausaha mencapai kesuksesannya (Jensen & Luthans, 2006).

(34)

Kepemimpinan ini akan berpengaruh pada bagaimana nantinya seorang wirausaha menyikapi usaha yang ia rintis, karena terdapat perbedaan antara

managing dan leading. Sehingga intensi menjadi seorang wirausaha juga

dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang ada dalam diri individu.

2.1.4.5 Self efficacy. Zhao, Seibert, dan Hills (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-efficacy dalam intensi mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha. Ia menggunakan 265 sampel mahasiswa bisnis administrasi yang berasal dari lima universitas yang berbeda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efek pembelajaran dari kursus berwirausaha, pengalaman berwirausaha dan keberanian untuk mengambil risiko dalam intensi berwirausaha dimediasi oleh entrepreneurial self-efficacy. Dalam penelitian Linan dan Chen (2009) menyebutkan bahwa konsep

perceived behavioral control sekilas mirip dengan self efficacy Bandura

(1997) dalam Linan dan Chen (2009). Namun terdapat perbedaan antara

perceived behavioral control dan self efficacy, yaitu perceived behavioral control tidak hanya perasaan mampu namun juga persepsi tentang mengontrol

sebuah perilaku (Linan dan Chen, 2009). Tetapi kedua hal tersebut dianggap memiliki pengaruh terhadap intensi individu untuk menjadi wirausaha.

2.1.4.6 Latar belakang pekerjaan orang tua. Intensi untuk menjadi seorang wirausaha dikaitkan dengan latar belakang pekerjaan orang tua individu (Bhandari, 2012). Anak laki-laki yang memiliki ayah seorang wirausaha memiliki kemungkinan akan menjadi wirausaha pada masa dewasanya,

(35)

sementara pada anak perempuan lebih ditentukan oleh sumberdaya ekonomi (Schoon, & Duckworth, 2012). Sehingga latar belakang pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi intensi individu untuk menjadi seorang wirausaha. 2.1.4.7 Latar belakang pendidikan. Sikap dasar individu dalam memahami fungsi

dan proses dalam berwirausaha dipengaruhi oleh lembaga pendidikannya (Cunningham & Lischeron, 1991). Mendeskripsikan mengenai enam jenis sekolah atau lembaga yang berkaitan dengan bagaimana memahami proses berwirausaha. Setiap sekolah memiliki pandangan yang unik dalam mengilustrasikan fungsi dan proses berwirausaha. Keenam jenis sekolah atau lembaga yang dimaksud antara lain, Great Person School, Psychological

Characteristics School, Classical School, Management School, Leadership School, dan Intrapreneurship School. Setiap lembaga memiliki fokus yang

berbeda. Great Person School fokus pada individu yang memang telah memiliki bakat menjadi seorang wirausaha sejak lahir. Psychological

Characteristics School fokus pada nilai-nilai unik, sikap dan kebutuhan yang

mendorong individu menjadi wirausaha. Classical School fokus pada karakteristik wirausaha, yaitu memiliki sikap berinovasi. Management School fokus pada individu yang memahami perekonomian, mengorganisasi dan berani menerima resiko. Leadership School fokus terhadap kemampuan individu untuk memimpin. Serta yang terakhir, Intrapreneurship School fokus terhadap kemampuan individu dalam organisasi yang kompleks, bagaimana

(36)

mengembangkan unit independen untuk membuat, menjual dan meningkatkan pelayanan.

2.1.5 Pengukuran intensi berwirausaha

Pengukuran intensi berwirausaha pernah dilakukan oleh beberapa tokoh dalam penelitian sebelumnya. Davidsson (1995) membuat skala pengukuran untuk intensi berwirausaha. Skala ini terdiri dari tiga item dan memakai skala Likert mulai 1 (sangat tidak setuju) hingga 6 (sangat setuju). Nilai Alpha Cronbach pada keseluruhan skala ini yaitu 0,84.

Terdapat skala EIQ (Entrepreneurial Intention Questionnaire) yang didapat dari mengembangkan sumber teoritis dan empiris dari aplikasi teori planned behavior untuk menjadi seorang wirausaha. Skala ini terdiri dari enam item dan memakai tipe skala Likert (Linan & Chen, 2009). Nilai Alpha Cronbach pada keseluruhan skala ini yaitu 0,943. Sedangkan nilai Alpha Cronbach pada masing-masing item berkisar antara 0, 654 sampai 0, 914.

Peneliti memutuskan untuk menggunakan skala EIQ (Entrepreneurial Intention

Questionnaire) yang dikonstruk oleh Linan dan Chen (2009). Hal ini karena skala

EIQ (Entrepreneurial Intention Questionnaire) dikembangkan melalui teori planned

behavior. Dimana teori tersebut merupakan landasan yang dipakai peneliti untuk

(37)

2.2 Attitudes Toward Behavior

2.2.1 Definisi attitudes toward behavior

Ajzen (2005) mengatakan attitudes toward behavior merupakan keyakinan yang diakses tentang konsekuensi dari hasil perilaku tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya yang dikeluarkan dengan melakukan sebuah perilaku. Individu percaya bahwa melakukan perilaku tertentu akan menyebabkan hasil yang sebagian besar akan menampilkan sikap yang menguntungkan, sementara orang yang percaya bahwa melakukan perilaku tertentu akan memberikan hasil yang negatif akan menampilkan sikap yang tidak menguntungkan.

Linan dan Chen (2009) menjelaskan bahwa sikap merupakan tingkah laku individu untuk mempertahankan nilai diri yang positif atau negatif. Dalam praktiknya tidak hanya afeksi yang diperhatikan tetapi juga evaluasi. Sehingga individu bertingkah laku sesuai nilai yang ia miliki dalam dirinya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti memutuskan untuk menggunakan definisi menurut Ajzen (2005). Attitudes toward behavior merupakan keyakinan yang diakses tentang konsekuensi dari hasil perilaku tertentu. Hal ini menunjang tujuan peneliti untuk mengetahui pengaruh attitudes toward behavior terhadap intensi berwirausaha.

2.2.2 Dimensi attitudes toward behavior

Kolvereid (1996) dalam Gurbuz dan Aykol (2008) menyebutkan dimensi dari attitude

toward self-employment yang merupakan istilah lain attitudes toward behavior dalam

(38)

2.2.2.1 Autonomy and authority. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan otoritas individu. Dimana individu mampu untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri serta dapat menentukan keputusannya sendiri secara independen.

2.2.2.2 Economic opportunity and challenge. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan bagaimana individu berani mengambil tantangan dalam pekerjaannya. Individu bisa termotivasi oleh pekerjaannya dan merasa memiliki kesempatan untuk memiliki ekonomi yang baik.

2.2.2.3 Security and workload. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan individu terhadap pekerjaannya, dimana individu merasa aman dengan pekerjaannya. Dimensi ini juga melihat apakah individu menyukai pekerjaan yang stabil dengan jam kerja yang pasti atau tidak.

2.2.2.4 Avoid responsibility. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan kemauan individu untuk bertanggung jawab dan berkomitmen. Dimensi ini melihat apakah individu hanya bersedia melakukan pekerjaan yang mudah atau justru bersedia melalui pekerjaan yang rumit.

2.2.2.5 Self-realization and participation. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan kreativitas individu untuk membuat sesuatu yang baru atau justru hanya mengikuti kebiasaan yang sudah ada. Dimensi ini juga melihat apakah individu bersedia ikut terlibat dalam seluruh proses pekerjaan atau tidak.

(39)

2.2.2.6 Social environment and career. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan partisipasi individu dalam lingkungan sosial. Dimensi ini juga melihat apakah individu menjadi bagian dari lingkungan sosial dan mendapatkan promosi untuk mendapat kesempatan dalam jenjang karirnya. 2.2.2.7 Perceived confidence. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan

kepercayaan diri individu akan kesuksesannya dalam membangun sebuah usaha. Dimensi ini melihat apakah individu yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan sebagai wirausaha atau tidak.

2.2.3 Pengukuran attitudes toward behavior

Terdapat skala Occupational Status Choice Attitude Index untuk mengukur attitudes

toward behavior. Pengukuran ini dilakukan oleh Kolvereid (1996) dalam Gurbuz dan

Aykol (2008). Skala ini memiliki 34 item yang mengukur tujuh dimensi attitudes

toward behavior. Nilai Alpha Cronbach pada skala ini berkisar antara 0,526 hingga 0,

913.

Angriawan, et.al., (2012) melakukan pengukuran terhadap attitudes toward

behavior. Digunakan empat item yang didapatkan dari modifikasi item yang dibuat

oleh Linan dan Chen (2009). Semua item tersebut diukur dengan lima poin skala Likert, dimana poin 1 (sangat tidak setuju) dan 5 (sangat setuju).

Peneliti memutuskan untuk menggunakan skala Occupational Status Choice Attitude

Index. Alasannya karena skala ini mengukur attitudes toward behavior dengan

membaginya sesuai dimensi-dimensinya. Hal ini sesuai dengan tujuan peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan mengacu pada teori planned behavior secara utuh.

(40)

2.3 Subjective Norms

2.3.1 Definisi subjective norms

Subjective norms merupakan fungsi dari keyakinan, yaitu keyakinan individu bahwa individu atau kelompok tertentu menyetujui atau menolak untuk melakukan perilaku; atau bahwa referen sosial sendiri terlibat atau tidak terlibat di dalamnya (Ajzen, 2005). Referen sosial termasuk orang tua individu, pasangan, teman dekat, maupun rekan kerja. Individu yang percaya bahwa kebanyakan referen tersebut berkaitan, maka akan memotivasi mereka untuk patuh dan memiliki pikiran bahwa mereka harus melakukan perilaku sesuai dengan tekanan sosialnya.

Subjective norms merupakan persepsi sosial untuk menunjang atau justru

menekan perilaku berwirausaha (Linan & Chen 2009). Hal ini mengacu pada “reference people” individu yang akan turut menentukan pilihan untuk menjadi wirausaha atau tidak. Reference People itu sendiri dapat berasal dari keluarga, teman maupun lingkungan sekitar individu.

Subjective norms merupakan persepsi individu tentang pentingnya persetujuan atau ketidaksetujuan anggota keluarga atau teman atas keputusan mereka untuk melakukan suatu tingkah laku (Angriawan, et.al., 2012). Subjective norms ini berhubungan dengan pikiran individu terhadap penilaian serta persetujuan keluarga maupun temannya apabila ia memilih suatu keputusan dalam hidupnya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti memutuskan untuk menggunakan definisi menurut Ajzen (2005). Karena subjective norms berarti keyakinan individu bahwa individu atau kelompok tertentu akan menyetujui atau menolak untuk

(41)

melakukan sebuah perilaku; atau bahwa referen sosial sendiri terlibat atau tidak terlibat di dalamnya. Hal ini menunjang tujuan peneliti untuk mengetahui pengaruh

subjective norms terhadap intensi berwirausaha. 2.3.2 Dimensi subjective norms

Subjective norms terdiri atas dua komponen, yaitu:

2.3.2.1 Normative belief. Normative belief fokus pada kemungkinan mengenai pentingnya referensi dan persetnjuan dari individu atau kelompok dalam memunculkan perilaku. Belief ini meyangkut harapan normatif dari pihak lain (Fishbein dan Ajzen 1975).

2.3.2.2 Motivation to comply. Orang yang memiliki normative belief akan memiliki motivasi untuk memunculkan perilaku yang disetujui oleh referensi sosial mereka, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut menekankan peran persepsi mereka atas tekanan sosial untuk memunculkan sebuah perilaku (Fishbein dan Ajzen 1975).

2.3.3 Pengukuran subjective norms

Armitage dan Conner (2001) pernah melakukan pengukuran terhadap subjective

norms. Terdapat enam kategori didalamnya. Namun dari seluruh item yang

dikonstruk, terdapat 32 item yang merupakan multiple item. Sementara 52 item lainnya adalah single item. Multiple item yang digunakan untuk mengukur subjective

norms memiliki korelasi yang signifikan dengan intensi. Nilai korelasi pada skala ini

(42)

Angriawan, et.al., (2012) pernah melakukan pengukuran terhadap subjective

norms. Digunakan tiga item yang didapatkan dari item yang dibuat oleh Linan dan

Chen (2009). Semua item tersebut diukur dengan lima poin skala Likert, dimana poin 1 (sangat tidak setuju) dan 5 (sangat setuju).

Peneliti memilih menggunakan skala subjective norms yang dikonstruk oleh Linan dan Chen (2009). Hal ini karena itemnya tunggal dan sudah berbentuk pernyataan. Selain itu, skala ini juga mengacu pada teori planned behavior.

2.4 Perceived Behavioral Control

2.4.1 Definisi perceived behavioral control

Perceived behavioral control didefinisikan sebagai persepsi individu tentang

kemudahan atau kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu (Armitage & Conner 2001). Dengan kata lain, individu dapat diharapkan untuk terlibat dalam suatu perilaku ketika mereka percaya bahwa perilaku mereka dapat diterima (Armitage, et.al., 2001). Teori ini menunjukkan bahwa individu akan menjadi pengusaha jika dia memiliki niat dan merasa mampu mengontrol perilakunya.

Perceived behavioral control merupakan fungsi dari keyakinan tentang ada atau

tidak adanya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control didasarkan pada pengalaman masa lalu dengan perilaku, informasi tentang perilaku, atau dengan mengamati pengalaman kenalan maupun teman-teman, serta faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan untuk melakukan perilaku yang bersangkutan.

(43)

Perceived behavioral control didefinisikan sebagai persepsi atas mudah atau

sulitnya menjadi seorang wirausaha. Konsep ini sekilas mirip dengan self efficacy Bandura (1997) dalam Linan dan Chen (2009). Terdapat perbedaan antara perceived

behavioral control dan self efficacy, yaitu perceived behavioral control tidak hanya

perasaan mampu namun juga persepsi tentang mengontrol sebuah perilaku (Linan & Chen, 2009).

Peneliti memutuskan untuk menggunakan definisi menurut Ajzen (2005). Hal ini karena dalam definisi ini, perceived behavioral control merupakan fungsi dari keyakinan tentang ada atau tidak adanya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku. Sehingga mendukung peneliti yang ingin meneliti tentang faktor yang mendukung atau menghambat individu dalam mengambil langkah berwirausaha.

2.4.2 Dimensi perceived behavioral control

Fishbein dan Ajzen (1975) menyebutkan dimensi-dimensi perceived behavioral

control, antara lain :

2.4.2.1 Control Belief. Dimensi ini berdasarkan atas pengalaman masa lalu terhadap perilaku tertentu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh informasi orang lain mengenai perilaku, pengalaman kenalan atau teman seta faktor lain yang mengembangkan atau mengurangi kesulitan yang dipersepsikan atas pemunculan perilaku.

2.4.2.2 Perceived Power. Dimensi ini tentang kendali yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku. Setiap control belief dilipatgandakan oleh perceived power

(44)

dari faktor kendali tertentu untuk memfasilitasi atau menghambat pemunculan perilaku. Perceived power sendiri berhubungan dengan rasa percaya diri dari individu untuk menghadapi faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghalangi pemunculan perilaku.

2.4.3 Pengukuran perceived behavioral control

Pengukuran mengenai perceived behavioral control pernah dilakukan oleh Kolvereid (1996) dan Autio, et.al., (2001) dalam Gurbuz dan Aykol (2008). Partisipan diminta untuk meranking pernyataaan yang disediakan peneliti dengan menggunakan skala. Dimulai dari “strongly disagree” untuk poin=satu sampai dengan “strongly agree” untuk nilai poin=enam. Skala ini memiliki nilai Alpha Cronbach antara 0, 811 sampai 0, 833.

Angriawan, et.al., (2012) melakukan pengukuran terhadap perceived behavioral

control. Digunakan enam item yang didapatkan dari modifikasi item yang dibuat oleh

Linan dan Chen (2009). Semua item tersebut diukur dengan lima poin skala Likert, dimana poin 1 (sangat tidak setuju) dan 5 (sangat setuju).

Peneliti memutuskan untuk menggunakan skala perceived behavioral control yang dikonstruk oleh Linan dan Chen (2009). Hal ini karena skala ini dikembangkan melalui teori planned behavior. Dimana teori tersebut merupakan landasan yang dipakai peneliti untuk melakukan penelitian ini.

(45)

2.5 Self Efficacy

2.5.1 Definisi self efficacy

Boyd dan Vozikis (1994) mengatakan self efficacy adalah sebuah konstruk yang berguna untuk menjelaskan proses dinamis dari evaluasi dan pilihan dalam pengembangan niat kewirausahaan dan selanjutnya menjadi keputusan untuk terlibat dalam perilaku kewirausahaan. Integrasi self efficacy menyediakan tambahan wawasan tentang proses kognitif dimana niat kewirausahaan yang baik dikembangkan dan dilakukan melalui perilaku tertentu.

Istilah self efficacy berasal dari teori pembelajaran sosial Bandura (1977) dan mengacu pada keyakinan individu tentang kemampuannya untuk melakukan tugas yang diberikan. Menurut Bandura (1977) dalam Baron dan Byrne (2000), self efficacy adalah evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Self efficacy membuat penilaian tentang kemampuan individu untuk melaksanakan sebuah tugas dalam hal yang spesifik. Self efficacy cenderung konsisten sepanjang waktu, tetapi bukan berarti tidak bisa berubah.

Peneliti menggunakan definisi menurut Bandura (1977). Hal ini karena self

efficacy adalah evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk

melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Sehingga mendukung peneliti yang ingin meneliti tentang pengaruh self efficacy terhadap intensi individu dalam berwirausaha.

(46)

2.5.2 Dimensi self efficacy

Bandura (1997) dalam Zimmerman (2000) membagi self efficacy menjadi tiga dimensi. Setiap dimensi memiliki implikasi yang penting terhadap performa individu. Dimensi dari self efficacy yaitu :

2.5.2.1 Level. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Tugas tersebut berpengaruh pada individu, dimana individu merasa mampu atau tidak dalam menyelesaikan tugas tersebut. Sehingga individu memiliki keyakinan terhadap kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas yang ia hadapi.

2.5.2.2 Strength. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan individu tentang kemampuan dirinya. Hal ini diukur dengan jumlah kepastian individu tentang tugas yang diberikan. Sejauh mana besar dan kekuatan keyakinan digeneralisasikan dalam tugas dan situasi yang dialami.

2.5.2.3 Generality. Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan keyakinan individu tentang kemampuannya dalam menyelesaikan tugas. Dimana keyakinan tersebut berkaitan pada kepastian dalam keberhasilan melakukan tingkat kesulitan tugas tertentu. Sehingga individu dapat yakin pada kemampuannya dalam banyak bidang.

2.5.3 Pengukuran self efficacy

Pengukuran mengenai self efficacy pernah dilakukan oleh Zhao, Seibert, dan Hills (2005). Partisipan diminta untuk meranking pernyataaan yang disediakan peneliti

(47)

dengan menggunakan skala. Dimulai dari “no confidence” untuk poin=satu sampai dengan “complete confidence” untuk nilai poin=lima. Nilai alpha Cronbach pada skala ini sebesar 0,78.

Terdapat skala General Self Efficacy (GSE) untuk mengukur self efficacy, Imam (2007). Digunakan tujuh belas item yang diukur dengan lima poin skala Likert, dimana poin 1 (sangat tidak setuju) dan 5 (sangat setuju). Nilai Alpha Cronbach dari skala ini sebesar 0,85.

Peneliti memilih menggunakan skala self efficacy yang dikonstruk oleh Imam (2007). Hal ini karena skala GSE menggambarkan self efficacy individu secara umum.

2.6 Kerangka Berpikir

Attitudes toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control

merupakan prediktor yang positif dan signifikan dari intensi berwirausaha (Angriawan, et.al., 2012). Attitudes toward behavior merupakan keyakinan individu tentang konsekuensi dari hasil perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Attitudes toward

behavior memiliki tujuh aspek di dalamnya antara lain autonomy and authority, economic opportunity and challenge, security and workload, avoid responsibility, self-realization and participation, social environment and career, dan perceived confidence (Kolvereid, 1996 dalam Gurbuz dan Aykol, 2008). Asumsinya adalah,

jika individu memiliki attitudes toward behavior yang tinggi maka kemungkinan intensi berwirausahanya juga akan tinggi sebaliknya jika nilai attitudes toward

(48)

Autonomy and authority berkaitan dengan otoritas individu, dimana individu

mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri serta dapat menentukan keputusan secara independen. Apabila individu memiliki autonomy and authority yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa ia siap untuk berwirausaha. Hal ini karena dalam berwirausaha sangat dibutuhkan sikap kepemimpinan dan kemampuan mengambil keputusan.

Economic opportunity and challenge berkaitan dengan keyakinan individu

tentang kesempatan memiliki ekonomi yang lebih baik dengan keberaniannya mengambil tantangan dalam pekerjaannya. Individu dengan economic opportunity

and challenge yang tinggi akan lebih berani mengambil langkah berwirausaha. Hal

ini karena ia ingin memiliki ekonomi yang lebih baik.

Security and workload berkaitan dengan tingkat kepercayaan individu terhadap

pekerjaannya, dimana individu merasa aman dengan pekerjaannya. Apabila individu memiliki nilai security and workload yang tinggi pada sikap berwirausaha, maka kemungkinannya untuk mengambil langkah berwirausaha dalam kehidupannya akan lebih tinggi.

Avoid responsibility berkaitan dengan kemauan individu untuk bertanggung

jawab dan berkomitmen. Nilai-nilai ini tentu penting ketika individu memutuskan untuk berwirausaha. Berhasil tidaknya sebuah usaha sangatlah ditentukan oleh komitmen individu dalam menjalankan usahanya tersebut. Avoid responsibility yang tinggi akan membuat intensi berwirausaha individu menjadi tinggi pula.

(49)

Self-realization and participation berkaitan dengan kemampuan individu untuk

membuat sesuatu yang baru dan partisipasinya dalam melakukan sebuah pekerjaan. Dalam kegiatan berwirausaha sangat diperlukan pengembangan usaha dan partisipasi aktif pemilik di dalamnya. Hal inilah yang akan menentukan keberhasilan usaha yang dilakukan oleh individu.

Social environment and career berkaitan dengan partisipasi individu dalam

lingkungan sosial dan jenjang karir yang ingin diraih. Apabila individu memiliki

social environment and career yang tinggi, kemungkinan intensi berwirausahanya

juga akan tinggi. Hal ini karena kegiatan berwirausaha mengharuskan individu untuk banyak bersosialisasi dengan lingkungan.

Perceived confidence berkaitan dengan kepercayaan diri individu akan

kesuksesannya dalam membangun sebuah usaha. Perceived confidence yang tinggi dalam diri individu akan meningkatkan intensi berwirausahanya. Apabila individu yakin dan percaya ia akan sukses menjalankan sebuah usaha, maka ia akan lebih cepat pula dalam mengambil langkah berwirausaha.

Subjective norm merupakan keyakinan individu bahwa individu atau kelompok

tertentu akan menyetujui atau menolak untuk melakukan perilaku (Ajzen, 2005).

Subjective norm berpengaruh terhadap intensi berwirausaha karena individu yang

berwirausaha akan mempertimbangkan bagaimana lingkungan di sekitarnya menilai tindakannya itu. Misalnya, individu mempertimbangkan persetujuan orang tuanya ketika hendak berwirausaha. Asumsinya adalah, jika individu memiliki subjective

(50)

sebaliknya jika nilai subjective norm individu rendah, maka kemungkinan intensi berwirausahanya pun mengecil.

Perceived behavioral control merupakan fungsi dari keyakinan tentang ada atau

tidak adanya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku (Ajzen, 2005). Hal ini berpengaruh terhadap intensi berwirausaha karena individu dengan perceived behavioral control tinggi akan yakin bahwa kegiatan berwirausahanya mampu mendapatkan faktor-faktor pendukung yang dapat memfasilitasi usahanya. Asumsinya adalah, jika individu memiliki perceived

behavioral control yang tinggi maka kemungkinan intensi berwirausahanya juga akan

tinggi sebaliknya jika nilai perceived behavioral control individu rendah, maka kemungkinan intensi berwirausahanya pun mengecil.

Faktor lain yang turut mempengaruhi intensi berwirausaha adalah self efficacy.

Self efficacy merupakan evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya

untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan (Bandura, 1977 dalam Baron & Byrne, 2000). Self efficacy memiliki dimensi antara lain,

level,strength dan generality. Asumsinya adalah, jika individu memiliki self efficacy

yang tinggi maka kemungkinan intensi berwirausahanya juga akan tinggi sebaliknya jika nilai self efficacy individu rendah, maka kemungkinan intensi berwirausahanya pun mengecil.

Level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Tugas dalam penelitian ini yaitu

Gambar

Gambar 2.1 Theory planned behavior (Ajzen, 2005)  .............................................
Gambar 2.1 Theory  planned behavior (Ajzen, 2005)
Gambar 2.2 Pengaruh attitudes toward behavior, subjective norms,  perceived  behavioral control, self efficacy dan latar belakang pekerjaan orang tua terhadap  intensi berwirausaha
Tabel 4.10  Tabel R Square
+3

Referensi

Dokumen terkait

0,005 maka hal ini menunjukkan signifikansi, artinya hipotesis yang diterima dalam penelitian ini adalah Ha (hipotesis alternatif), yaitu terdapat hubungan antara

PROGRAM- PROGRAM INI DITUJUKAN UNTUK MENGHASILKAN MASYARAKAT YANG MANDIRI DALAM MENINGKATKAN STANDAR KEHIDUPAN MEREKA DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI EKONOMI YANG ADA...

Untuk mengetahui besarnya pengaruh harmonisa pada sistem tenaga listrik digunakan istilah Total Harmonic Distortion (THD) yang didefinisikan sebagai sebagai persentase

Beberapa jenis kelelawar memilih gua sebagai tempat bersarang karena kondisi gua yang lembab, suhu stabil, dan jauh dari kebisingan.Pada kondisi yang demikian,

[r]

KA YU rotan adalah material terbaik sebagai pengganti tulang manusia karena struktur kayu rotan memiliki rongga di bagian dalam sehingga darah, serabut saraJ, dan materi lain

[r]

Secara umum system yang diusulkan yaitu berupa website yang menjadi media penyampaian informasi seputar airplanesystm bandung berserta informasi tentang