• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Benziladenin (BA) terhadap Kandungan Minyak Atsiri Kalus Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Benziladenin (BA) terhadap Kandungan Minyak Atsiri Kalus Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 99-103

 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta ♥ Alamat korespondensi:

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: olich@mipa.uns.ac.id

Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Benziladenin (BA) terhadap

Kandungan Minyak Atsiri Kalus Daun Nilam (

Pogostemon cablin

Benth.)

The effect of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and benziladenin (BA) on essensial oil

production from neem (

Pogostemon cablin

Benth.) callus culture

ANNISA DANIAR PALUPI 1, SOLICHATUN1,♥, SOERYA DEWI MARLIANA2

1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126

Diterima: 25 Pebruari 2004. Disetujui: 11 Maret 2004

ABSTRACT

The objectives of the research were to study the effect of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and benziladenine (BA) on essential oil production from neem callus culture. The outline of the research was Pogostemon cablin as a plant herb potentially to be developing with cultured method. The addition of 2,4-D and BA in culture’s medium would induced protein synthesis, further more it would influenced cell proliferation and cell metabolism with regulation enzyme action, so that both of induced secondary metabolism production from the cell that be cultured. The research used factorial completely randomized design with two factors (2,4-D concentration: 0 mgl-1; 0,1 mgl-1; 0,3 mgl-1; 0,5 mgl-1; 1,0 mgl-1 and BA concentration: 0 mgl-1; 0,5 mgl-1; 1,0 mgl-1) with 3 replicates.

Data that be collected were qualitative data (callus morphology included texture and color callus) and quantitative data (callus wet weight, callus dry weight, and essential oil content). Data were analyzed using ANOVA be followed by DMRT 5% confidence level and correlation analysis. The result of the research indicated that the treatment (addition of 2,4-D and BA on MS medium) induced the production of essential oil of neemcallus. Addition 2,4-D 1,0 mgl-1 and BA 1,0 mgl-1 was the optimum combination concentration to

promote the production of essential oil.

Keywords: Pogostemon cablin , 2,4-D, BA, callus, essential oil.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara pengekspor minyak nilam

(patchouli oil) terbesar di dunia. Indonesia mampu

meng-hasilkan minyak nilam sekitar 90% dari kebutuhan minyak nilam dunia (Santoso, 1991). Minyak nilam diperoleh dari hasil ekstraksi daun tanaman nilam (Suyono, 2001). Ta-naman nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) merupakan jenis tanaman nilam yang menghasilkan minyak nilam dengan kadar minyak tertinggi dan mempunyai komposisi minyak yang paling bagus dibandingkan jenis tanaman nilam yang lain seperti Pogostemon heyneanus dan

Pogostemon hortensis. Kandungan minyak nilam terbanyak

terdapat pada daun nilam (Santoso, 1991).

Minyak nilam termasuk salah satu jenis minyak atsiri yang mempunyai sifat-sifat: (a) sukar tercuci, (b) sukar menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, (c) dapat larut dalam alkohol dan (d) dapat dicampur dengan minyak atsiri lainnya. Karena sifat-sifat inilah minyak nilam dipakai sebagai fiksatif (unsur pengikat) untuk industri wewangian (Santoso, 1991). Lutony (1994) dalam Rahmawati (1999) menyatakan bahwa peranan minyak

nilam sebagai fiksatif wangi-wangian tersebut ternyata belum dapat digantikan oleh minyak atsiri yang lain sehingga sangat penting dalam industri parfum.

Teknik kultur in vitro selain untuk perbanyakan dan pemuliaan tanaman, sering dimanfaatkan untuk mem-produksi senyawa metabolit sekunder (Kyte dan Kleyn, 1996). Teknik kultur in vitro yang sering digunakan untuk memacu produksi metabolit sekunder adalah kultur kalus dan kultur suspensi sel (Scragg, 1997). Sel atau kalus dapat dimanipulasi untuk memproduksi senyawa tertentu dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan penambahan zat pengatur tumbuh (Toruan dkk., 1990).

Auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering dipakai dalam kultur jaringan untuk inisiasi kalus, organogenesis atau untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder. Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) merupakan auksin sintetik yang sangat efektif untuk induk-si pertumbuhan kalus dan untuk memprodukinduk-si metabolit sekunder (Chalwa, 1994), sedangkan benziladenin (BA) merupakan sitokinin sintetik yang sering dikombinasikan dengan auksin (Kyte dan Kleyn, 1996). Pemberian 2,4-D dan BA ini akan merangsang pembentangan dan pem-belahan sel serta meningkatkan sintesis protein, akibatnya metabolisme sel akan terpengaruh yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan kalus dan produksi metabolit sekunder (Wattimena, 1988).

(2)

Penggunaan kombinasi BA dengan 2,4-D dapat meningkatkan metabolit sekunder. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Syahid dan Hernani (2001) yang berhasil mendapatkan kandungan sinensetin yang tinggi dari kalus tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) yang diperbanyak pada media MS dengan penambahan 0,1 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh 2,4-D dan BA terhadap kandungan minyak atsiri kalus daun nilam (P. cablin).

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan adalah daun P. cablin urutan ketiga dari pucuk, bahan kimia untuk sterilisasi (larutan sublimat (HgCl2) 0,05 %, akuades), media MS (Murashige-Skoog), bahan perlakuan (BA dan 2,4-D), bahan untuk ekstraksi kalus (etanol), media induksi kalus (media MS dengan 0,5 mg/l 2,4-D dan 0,5 mg/l BA).

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah pemberian 2,4-D dengan 5 taraf, yaitu 2,4-D dengan konsentrasi 0 mg/l; 0,1 mg/l; 0,3 mg/l; 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Faktor kedua adalah pemberian BA dengan 3 taraf, yaitu 0 mg/l; 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan.

Prosedur penelitian dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: (1) percobaan pendahuluan, (2) perlakuan dan (3) analisis kandungan minyak atsiri nilam.

Percobaan pendahuluan. Percobaan ini dilakukan

untuk menghasilkan kalus yang akan digunakan dalam media perlakuan. Tahapan dalam percobaan pendahuluan adalah sterilisasi eksplan (dengan larutan sublimat 0,05% selama 2 menit, lalu dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali), proses penanaman (dalam Laminar Air Flow

Cabinet), proses pemeliharaan (disemprot dengan alkohol

70 % tiap 3 hari sekali). Tahap pembentukan kalus diamati saat muncul kalus, tekstur dan warna kalus (5 minggu setelah subkultur kalus dari penanaman eksplan selama 4 minggu dalam media inisiasi kalus).

Perlakuan. Kalus yang diperoleh dari media inisiasi

kalus ditanam pada media perlakuan. Tahap pertumbuhan kalus pada media perlakuan diamati tekstur dan warna kalus (5 minggu dari awal penanaman kalus pada media perlakuan), berat basah kalus, berat kering kalus.

Analisis kandungan minyak atsiri nilam. Analisis ini

dilakukan dengan 2 tahap, yaitu: (a) tahap ekstraksi kalus. Kalus hasil dari media perlakuan diekstraksi dengan 1 ml etanol. (b) tahap analisis kuantitatif minyak atsiri nilam. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan alat Gas

Chromatography Hitachi 263-50 (GC) dengan temperatur

kolom 120oC-210oC, temperatur blok injektor 225oC, temperatur blok detektor (Flame Ionization Detector (FID) dengan Stationary Phase Carbowax 20 M) 225oC dan kecepatan alir gas pembawa N2 30 ml/menit.

Data berat basah kalus, berat kering kalus dan kandungan minyak atsiri nilam dianalisis dengan ANAVA dan dilanjutkan dengan DMRT taraf 5 % selanjutnya dilakukan analisis korelasi. Warna dan tekstur kalus dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Inisiasi kalus

Penggunaan 2,4-D 0,5 mg/l dan kinetin 0,5 mg/l mampu menginduksi terbentuknya kalus dari eksplan daun

P. cablin. Inisiasi kalus mulai terlihat pada bagian eksplan

yang luka pada saat eksplan berumur 7-9 hari, kalus yang terbentuk memiliki warna putih bening dengan tekstur remah. Kalus membesar dan menjadi berwarna kuning bening dengan tekstur remah setelah berumur 4 minggu. Kalus yang telah berumur 4 minggu disubkultur pada media MS yang baru.

Warna dan tekstur kalus pada media MS yang baru setelah berumur 5 minggu mengalami perubahan warna dan tekstur dari kuning bening dengan tekstur remah menjadi berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur kompak. Perubahan warna dari kuning bening menjadi kuning kecoklatan disebabkan semakin dewasanya umur sel atau jaringan kalus dan menandakan terjadinya sintesis senyawa fenol. Kalus yang telah berumur 5 minggu segera disubkultur ke media perlakuan.

Morfologi kalus

Kondisi kalus yang disubkultur pada media perlakuan mempunyai warna kuning kecoklatan dengan tekstur kompak. Tekstur dan warna kalus pada media perlakuan pada akhir pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Warna dan tekstur kalus P. cablin pada media perlakuan. Media perlakuan Morfologi kalus

2,4-D (mg/l)

BA

(mg/l) Warna Tekstur

0 Coklat tua Kompak

0,1 Coklat tua Kompak

0,3 Coklat Kompak

0,5 Coklat Kompak

1,0

0

Coklat kekuningan Kompak

0 Kuning bening Remah

0,1 Kuning bening Remah

0,3 Kuning bening Remah

0,5 Kuning bening Remah

1,0

0,5

Kuning bening Remah 0 Kuning bening, coklat Agak remah 0,1 Kuning bening, coklat Agak remah 0,3 Kuning bening, coklat Agak remah 0,5 Kuning bening, coklat Agak remah 1,0

1,0

Kuning kecoklatan Agak remah

Tabel 1 menunjukkan warna kalus yang dihasilkan pada akhir pengamatan berbeda-beda, antara lain adalah coklat, kuning bening dan kuning kecoklatan dengan tekstur kalus yang berbeda-beda yaitu kompak, remah dan agak remah. Kalus akan menunjukkan warna kuning bening dan akan berubah menjadi kecoklatan seiring dengan pertumbuhan kalus yang semakin tua (Abdullah et al., 1998).

Benziladenin (BA) merupakan salah satu jenis sitokinin yang berperan dalam memperlambat proses senesensi sel dengan menghambat perombakan butir-butir klorofil dan protein dalam sel (Wattimena, 1988). Kalus yang berwarna kuning bening merupakan kalus yang belum mengalami

(3)

penuaan. Proses penuaan pada kalus tersebut terhambat oleh BA yang diberikan dalam media. Kalus yang berwarna coklat merupakan kalus yang mengalami penuaan, hal ini disebabkan karena tidak adanya BA dalam media sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan (senesensi) sel.

Kalus pada media perlakuan 2,4-D 1,0 mg/l dengan BA 1,0 mg/l berwarna kuning kecoklatan (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi tinggi 2,4-D dan BA mampu memacu terjadinya proses penuaan yang dapat menghambat proses pertumbuhan kalus. Hendaryono dan Wijayani (1994) menyatakan bahwa pada kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan. Selain disebabkan oleh proses penuaan, warna coklat pada kalus juga dapat disebabkan karena adanya sintesis senyawa fenol dalam kalus.

Pertumbuhan kalus Berat basah kalus

Peningkatan berat basah kalus disebabkan adanya peningkatan jumlah sel (pembelahan sel) dan peningkatan ukuran sel (pembesaran sel) (Gunawan, 1988). Peningkatan berat basah kalus P. cablin disajikan pada Tabel 2. Tabel ini menunjukkan bahwa semua media perlakuan berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus P. cablin. Kalus pada semua media perlakuan mengalami pertambahan

volume karena terjadi pembesaran ukuran sel-selnya. Ukuran kalus yang dihasilkan pada tiap media perlakuan berbeda-beda. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan jaringan dalam menyimpan air dan unsur hara berbeda-beda (dalam hal ini meliputi kemampuan mengadakan difusi, osmosis dan pengaturan tekanan turgor sel) (Sriyanti, 2000).

Peningkatan berat basah kalus P.

cablin tertinggi terjadi pada media dengan

kombinasi 0,1 mg/l 2,4-D dan 0,5 mg/l BA (D1B1) sebesar 2,3969 gram. Hal ini terjadi karena adanya 2,4-D yang berperan dalam pembesaran dan pemanjangan sel (peningkatan ukuran sel) dan BA yang berperan dalam pembelahan sel (peningkatan jumlah sel). Menurut Jona dan Menini (1987) dalam Gerungan dan Sumardi (1995), jika kandungan hormon dalam media berimbang atau sesuai dengan kebutuhan eksplan maka jaringan meristem atau parenkim akan membelah terus menerus menghasilkan kalus.

Peningkatan berat basah kalus P.

cablin terendah terjadi pada media tanpa

pemberian 2,4-D dan BA (D0B0) sebesar 0,0319 gram. Hal ini diduga terjadi karena dalam kalus P. cablin terkandung auksin dan sitokinin endogen yang relatif sedikit, sehingga dengan tidak adanya auksin dan sitokinin eksogen (2,4-D dan BA) akan membuat kalus mengalami pertumbuhan yang lambat. Menurut Wattimena, dkk. (1992) eksplan merupakan jaringan atau sel tanaman yang diisolasi dari tanaman, apabila dikulturkan memerlukan auksin dan sitokinin eksogen untuk tumbuh dan berkembang.

Tabel 2 juga menunjukkan pertumbuhan kalus P. cablin

mulai menurun pada media 1,0 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA (D4B2). Hal ini dapat terjadi karena tingginya konsentrasi 2,4-D dan BA yang diberikan, yang diduga akan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik yang diikuti dengan keluarnya air dari dalam sel. Penurunan tekanan osmotik menyebabkan pertumbuhan sel terhambat (Wattimena, 1988).

Berat kering kalus

Pertumbuhan kalus selain ditentukan dengan peningkatan berat basah kalus juga dapat ditentukan dengan berat kering kalus. Berat kering kalus P. cablin

yang diperoleh tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel ini menunjukkan berat kering kalus P. cablin

tertinggi diperoleh pada media dengan kombinasi 0,1 mg/l 2,4-D dan 0,5 mg/l BA (D1B1) yaitu sebesar 0,1671 gram. Oleh karena itu, media dengan kombinasi 0,1 mg/l 2,4-D dan 0,5 mg/l BA dapat dikatakan sebagai media optimum untuk pertumbuhan kalus. Sel-sel kalus pada media ini diduga aktif melakukan pembelahan dan pembesaran sel,

Tabel 2. Peningkatan berat basah kalus P. cablin (gram). Pemberian 2,4-D (mg/l) Pemberian BA (mg/l) 0 0,1 0,3 0,5 1,0 Rerata 0 0,0319 m 0,1808 j 0,2720 i 1,0993 e 0,0953l 0,3359 z 0,5 1,3749 b 2,3969 a 1,2643 d 0,7836 f 0,6081 g 1,2856 x 1,0 0,2701 i 0,1552 k 1,3230 c 0,4825 h 0,1638 k 0,4789 y Rerata 0,5590 u 0,9110 s 0,9531r 0,7885 t 0,2890 v

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 3. Berat kering kalus P. cablin (gram).

Pemberian 2,4-D (mg/l) Pemberian BA (mg/l) 0 0,1 0,3 0,5 1,0 Rerata 0 0,0756 bc 0,0743 bc 0,0696 bc 0,0834 bc 0,0702 bc 0,07463 x 0,5 0,0997 bc 0,1671 a 0,0639 bc 0,0582 c 0,0726 bc 0,09229 x 1,0 0,0806 bc 0,1114 b 0,0951 bc 0,0676 bc 0,0512 c 0,08117 x Rerata 0,0853 s 0,1176 r 0,0762 s 0,0697 s 0,0647 s

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 4. Kandungan minyak atsiri kalus P. cablin.

Pemberian 2,4-D (mg/l) Pemberian BA (mg/l) 0 0,1 0,3 0,5 1,0 Rerata 0 5,19efg 13,37bcd 12,31bcd 3,04fg 11,51bcde 9,09 x 0,5 4,74efg 0,64g 15,60bc 18,25b 11,00cde 10,05 x 1,0 3,53fg 1,19g 2,30fg 8,52def 29,54a 9,02 x Rerata 4,49t 5,07t 10,07s 9,94s 17,35r

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.

(4)

menaikkan tekanan osmotik dan meningkatkan sintesis protein. Menurut Wattimena (1988), perubahan tekanan osmotik sel dapat mempengaruhi proses-proses biokimia sel. Peningkatan sintesis protein akan mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme primer dan sekunder yang ada di dalam sel untuk mensintesis senyawa-senyawa penting untuk pertumbuhan. Berat kering kalus terendah diperoleh pada media dengan pemberian kombinasi 1,0 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA (D4B2)sebesar 0,0512 gram. Hal ini terjadi karena kalus pada media tersebut mengalami pertumbuhan yang terhambat, sehingga metabolit primer yang terbentuk rendah.

Kandungan minyak atsiri kalus P. cablin

Uji sidik ragam terhadap kandungan minyak atsiri kalus

P. cablin menunjukkan beda nyata yang disebabkan oleh

perlakuan kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BA. Hal ini berarti pemberian variasi kombinasi 2,4-D dan BA mempengaruhi kandungan minyak atsiri kalus P. cablin. Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian kombinasi 2,4-D dan BA pada konsentrasi yang rendah ternyata sudah dapat meningkatkan kandungan minyak atsiri nilam.

Hasil analisis kandungan minyak atsiri kalus P. cablin

menggunakan kromatografi gas menunjukkan bahwa perlakuan 1,0 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA menghasilkan senyawa minyak atsiri nilam sekitar 29,54 %, hasil ini lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena 2,4-D dan BA yang diberikan pada media, kemungkinan oleh sel kalus tidak hanya digunakan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang bekerja di dalam pertumbuhan kalus, tetapi juga digunakan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang bekerja di dalam metabolisme minyak atsiri nilam. Pertumbuhan kalus pada media perlakuan 1,0 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA mengalami pertumbuhan yang terhambat. Menurut Manuhara (1995), pertumbuhan kalus yang terhambat akan lebih banyak memproduksi metabolit sekunder sebagai manifestasi untuk pertahanan diri.

Kandungan minyak atsiri kalus P. cablin terendah terdapat pada media dengan pemberian 0,1 mg/l 2,4-D dan 0,5 mg/l BA sebesar 0,64 %. Hal ini terjadi karena 2,4-D dan BA yang diberikan dalam media, kemungkinan oleh sel kalus lebih banyak digunakan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang bekerja dalam metabolisme primer untuk pertumbuhan kalus. Penurunan kadar minyak atsiri ini diduga disebabkan oleh penurunaan aktivitas enzim yang terlibat langsung dalam sintesis minyak atsiri kalus P.

cablin (minyak nilam).

Kadar suatu metabolit di dalam sel atau organel dapat ditingkatkan atau diturunkan melalui peningkatan dan penurunan aktifitas beberapa enzim yang berkaitan dengan rangkaian reaksi dalam jalur metabolik (Hartiko, 2000). Peningkatan jumlah enzim yang terlibat dalam metabolisme sekunder akan meningkatkan senyawa metabolit sekunder yang akan dihasilkan. Sintesis enzim ekspresinya tergantung dari sintesis RNA dan sintesis protein. Jika sintesis RNA meningkat maka akan meningkat pula sintesis protein yang akan mengaktifkan enzim-enzim di dalam sel (Wattimena dkk., 1992). Pemberian auksin dan sitokinin pada suatu jaringan akan

meningkatkan sintesis RNA baru dan pembentukan protein, oleh karena itu kehadiran auksin dan sitokinin berpengaruh terhadap sintesis protein.

Zat pengatur tumbuh dapat mempengaruhi aktivitas gen. Aktivitas gen dimulai dengan transkripsi DNA menjadi mRNA, yang diikuti oleh translasi mRNA. Selanjutnya, mRNA meninggalkan inti menuju ke sitosol. Di sitosol, mRNA ditranslasikan di ribosom. Translasi mRNA ini menyebabkan terbentuknya enzim-enzim baru maupun pengaktifan enzim-enzim tertentu yang mengarah pada proses pertumbuhan dan perkembangan serta sintesis senyawa metabolit sekunder secara langsung yang terjadi melalui pengaturan kerja enzim (Salisbury dan Ross, 1995).

Zat pengatur tumbuh berperan dalam pengikatan membran protein yang berpotensi untuk aktivitas enzim. Zat pengatur tumbuh (2,4-D dan BA) terikat pada membran protein penerima di membran plasma sel. Kompleks ikatan ini mengaktifkan enzim fosfolipase c (PLC). Enzim PLC ini menghidrolisis fosfatidil inositol 4,5-bifosfat (P1P2) menghasilkan inositol 1,4,5-trifoafat (IP3) dan diasil gliserol (DAG). IP3 bergerak menuju vakuola sehingga menyebabkan terlepasnya Ca2+ masuk ke dalam sitosol. Meningkatnya Ca2+ di sitosol menyebabkan empat buah Ca2+ bergabung membentuk kompleks dengan kalmodulin tidak aktif menjadi kalmodulin aktif, hal ini mengaktifkan beberapa enzim yang berperan dalam sintesis minyak atsiri nilam seperti enzim kinase dan NAD+ kinase. Sedangkan DAG yang tidak larut dalam air berfungsi dalam membrab plasma. DAG mengaktifkan enzim pada membran yaitu protein kinase c (PKC). Enzim ini menggunakan ATP untuk memfosforilisasi beberapa enzim tertentu yang mengatur pada tahap-tahap metabolisme (Salisbury dan Ross, 1995).

Berdasarkan biosintesisnya, minyak atsiri nilam dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena (monoterpena dan seskuiterpena) yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenilpropanoid (Agusta, 2000). Pemberian 2,4-D dan BA diduga akan mengaktifkan enzim-enzim yang bekerja di dalam jalur asam fosfoenol piruvat dan jalur isopentenil pirofosfat untuk memproduksi minyak atsiri kalus P. cablin.

Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) kemungkinan akan mempengaruhi jalur metabolisme minyak atsiri kalus

P. cablin melalui asam fosfoenol piruvat. Hal ini terjadi

karena auksin endogen terbentuk dari asam fosfoenol piruvat, sehingga dengan adanya pemberian 2,4-D (auksin eksogen) akan mempengaruhi kerja enzim-enzim di dalam jalur metabolisme minyak atsiri nilam. Pengaruh 2,4-D terhadap asam fosfoenol piruvat diduga akan mempengaruhi enzim-enzim yang bekerja dalam jalur metabolisme pembentukan senyawa fenilpropanoid dan senyawa terpenoid yang merupakan senyawa komponen penyusun minyak atsiri nilam (patchouli oil).

Benziladenin (BA) kemungkinan akan mempengaruhi jalur metabolisme minyak atsiri kalus P. cablin melalui isopentenil pirofosfat. Hal ini terjadi karena sitokinin

(5)

endogen (isopentenil adenin) terbentuk dari isopentenil pirofosfat, sehingga dengan adanya pemberian BA (sitokinin eksogen) akan mempengaruhi kerja enzim-enzim di dalam jalur metabolisme minyak atsiri nilam. Pengaruh BA terhadap isopentenil pirofosfat diduga akan mempengaruhi jalur metabolisme pembentukan senyawa terpenoid yang merupakan senyawa komponen utama penyusun minyak atsiri nilam.

Produksi minyak atsiri nilam berkaitan dengan pertumbuhan kalus yang meliputi peningkatan berat basah kalus dan berat kering kalus. Produksi dari minyak atsiri nilam tidak menunjukkan hubungan yang positif dengan pertumbuhan kalus. Hal ini menunjukkan adanya kompetisi antara pembentukan metabolit primer dengan metabolit sekunder. Nilai negatif pada analisis uji korelasi antara kandungan minyak atsiri nilam dengan berat kering dan berat basah kalus menunjukkan bahwa jika kandungan minyak nilam meningkat maka berat kering dan berat basah kalus menurun. Oleh karena itu dapat disimpulkan, jika kandungan minyak atsiri nilam meningkat maka pertumbuhan kalus menurun.

Dodds dan Robert (1983) dalam Rahmawati (1999) menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur jaringan terjadi tiga fase: fase log ( fase penyesuaian), fase eksponensial (fase pembelahan sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai maksimum), fase stasioner (fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan). Pada fase stasioner pertumbuhan kalus terhenti dan selama inilah terjadi produksi metabolit sekunder. Menurut Soegihardjo (1990) dalam Rahmawati (1999) pada fase pertumbuhan (eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat lambat bahkan seringkali belum dimulai.

Kombinasi 2,4-D dan BA dapat meningkatkan metabolit sekunder. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian Tjondronegoro dalam Syahid dan Hernani (2001) yang juga telah berhasil meningkatkan kandungan diosgenin pada kultur Dioscorea bulbifera dengan penambahan 2,4-D dan BA dan penelitian Toruan dkk. (1990) yang juga telah berhasil menginduksi kalus dan memproduksi diosgenin dari kultur jaringan Costus

speciosus yang dikulturkan pada media MS dengan

penambahan 1,0 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BAP.

KESIMPULAN

Pemberian kombinasi 2,4-D dan BA dalam media MS merupakan kombinasi zat pengatur tumbuh yang dapat

meningkatkan kandungan minyak atsiri kalus P. cablin. Kombinasi 1,0 mgl-1 2,4-D dan 1,0 mgl-1 BA merupakan kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BA yang memberikan pengaruh secara optimum terhadap kandungan minyak atsiri kalus P. cablin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.A., M. Ali, N.H. Marziah, dan A.B. Arrif. 1998. Establisment of cell suspension cultures of Morinda elliptica for the production of anthraquinoes. Plant Cell Tissue and Organ Culture. 54: 173-182.

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Chalwa, H.S. 1994. Introduction to Plant Biotechnology. New York: Science Publishers.

Gerungan, R.F.I, dan I. Sumardi. 1995. Organogenesis padi (Oryza sativa L.) melalui budidaya secara in vitro. Berkala Penelitian Pasca Sarjana 8 (2B): 247-259.

Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Hartiko, H. 2000. Biteknologi Tanaman. Yogyakata: PAU UGM. Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan.

Yogyakarta: Kanisius.

Kyte, L and Kleyn, J. 1996. Plants From Test Tubes, An Introduction To Plant Mikropropagation. USA: Timber Press Inc.

Manuhara, Y.S.W. 1995. Pengaruh manipulasi media terhadap kandungan alkaloid vinkristina kalus daun Catharanthus roseus (L.).G.Don. Berkala Penelitian Hayati PBI Komisariat Surabaya 1: 1-7. Rahmawati, E.S. 1999. Variasi Kadar Kalium Dihidrogenfosfat Dalam

Media MS Terhadap Sintesis Minyak Atsiri Pada Tunas Hasil Kultur In Vitro Daun Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.

Salisbury, F.B dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 Penerjemah: Lukman, D.R. dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB. Santoso, H.B. 1991. Bertanam Nilam. Yogyakarta: Kanisius.

Scragg, A.H. 1997. The Production Of Aromatis by Plant Cell Culture. England: Faculty of Applied Biology, University of the West of England.

Sriyanti, D.P. 2000. Pelestarian tanaman nilam (Pogostemon heyneanus Benth.) melalui kultur mikrostek. BioSMART 2 (2): 19-22.

Suyono, A.A. 2001. Nilam, Tanaman Semak Pencetak Dolar. Intisari Online: www. Indomedia.com/intisari (September 2001).

Syahid, S.F. dan Hernani. 2001. Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pembentukan dan pertumbuhan serta kandungan sinensetin dalam kalus pada tanaman kumis kucing (Ortosiphon aristatus). Jurnal Penelitian Tanaman Industri (Littri) 4 (4): 99-103.

Toruan, N., S. Solahuddin, W. Livy, D. Sastradipradja, dan K. Padmawinata. 1990. Pengaruh 2,4-D, kolesterol dan radiasi Co-60 terhadap pertumbuhan dan kandungan diosgenin dalam kultur jaringan Costus speciosus. Buletin Forum Pascasarjana 13 (1): 1-14. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU

Institut Pertanian Bogor.

Wattimena, G.A., L.W. Gunawan, M.A. Mattjik, E. Syamsudin, N.M.A. Wiendi, dan A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi.

Gambar

Tabel 1. Warna dan tekstur kalus P. cablin pada media perlakuan.   Media perlakuan  Morfologi kalus

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian adalah orang – orang yang dapat memberikan sebuah informasi tentang sesuatu yang sedang di teliti. Peneliti akan memfokuskan penelitiannya

memberitahukan tentang terjadinya Keadaan Kahar kepada PIHAK lainnya secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya Keadaan Kahar, dengan

Namun saat ini film yang banyak digandrungi anak-anak salah satunya adalah film animasi Upin-Ipin, film ini tidak hanya disukai anak-anak tetapi juga remaja dan orang

(1) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Tim Kelompok Kerja Tertib Administrasi Kependudukan Nasional, Tim Kelompok Kerja Tertib

Semakin besar nilai C/N dari substrat maka semakin banyak unsur karbon dan nitrogen yang dapat dicerna oleh bakteri anaerob untuk menghasilkan volume biogas. Hal

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh lingkungan kerja fisik terhadap kinerja pustakawan di Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh?.. Tujuan penelitian

T he main advantage of this novel method is that high degree of basis functions can be easily constructed without additional finite element nodes (such as mid-side and

Hadhrat Khalifatul Masih bersabda bahwa seandainya setiap orang mawas diri, maka ia pun dapat menyadari siapakah yang sebenarnya mengikuti nasehat penting Hadhrat Masih Mau’ud as