• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

IV.1 Tektonik Regional

Tatanan tektonik Cekungan Sumatra Tengah tidak terlepas dari Mandala Tektonik Regional Pulau Sumatera dan tektonik Asia Tenggara secara keseluruhan. Tiga periode tektonik penting yang mempengaruhi perkembangan struktur regional di Asia Tenggara yaitu kurang lebih 45 Ma, 25 Ma, dan 5 Ma. Pada periode-periode tersebut menandai adanya perubahan pergerakan dan batas-batas lempeng.

Cekungan Sumatra Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal, sehingga batuan sedimen Tersier yang menutupinya sangat mudah dipengaruhi oleh tektonik batuan dasar. Struktur geologi di batuan Tersier yang dijumpai tidak terlepas dari pengaruh posisi tumbukan menyudut antara lempeng Asia Tenggara dengan Samudera Hindia di Sumatera yang menimbulkan dextral wrenching stress yang kuat (Gambar IV.1). Dengan demikian struktur-struktur yang ada di Cekungan Sumatra ini kebanyakan memiliki karakteristik wrench tectonic, termasuk sesar besar bersudut, upthrust dan flower structure. Struktur tersebut mempunyai arah kemiringan ke timur laut, dan arah jurus ke barat laut, sehingga membentuk sudut yang besar terhadap vektor konvergen (Yarmanto dan Aulia, 1988).

Pola struktur besar yang terdapat di Cekungan Sumatra Tengah bisa dikelompokkan menjadi dua pola besar yaitu pola-pola yang lebih tua (Paleogen) cenderung berarah utara-selatan dan pola-pola yang lebih muda (Neogen Akhir) berarah baratlaut-tenggara. Pola struktur Paleogene didominasi oleh adanya linked half graben yang terbentuk oleh sistim transtensional. Sedangkan pola struktur yang lebih muda didominasi oleh pergerakan struktur dengan baratlaut-tenggara yang dipengaruhi oleh adanya perubahan arah gaya yang bersifat

(2)

struktur yang sudah ada sebelumnya oleh arah dan sifat gaya yang berbeda di sepanjang periode Tersier-Kwarter.

Heidrick dan Aulia, 1993 membagi tatanan tektonik Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dalam tiga episode tektonik yaitu F1 (50-26 Ma), F2 (26-13 Ma), F3 (13 Ma-sekarang) (Gambar IV.2).

Gambar IV.1: Tatanan tektonik regional Asia Tenggara pada saat sekarang (Heidrick, et.al., 1996)

(3)

IV.1.1 Episode tektonik F1 (50-26 Ma)

Berlangsung pada kala Eo-Oligosen (50-26 Ma). Tektonik eposide ini terjadi berkaitan dengan tumbukan lempeng Hindia terhadap lempeng Asia Tenggara pada sekitar 45 Ma yang membentuk suatu sistem rekahan transtensional memanjang ke selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick dan Aulia, 1996). Perekahan ini menyebabkan terbentuknya serangkaian half graben di Cekungan Sumatra Tengah. Struktur-struktur half graben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimen-sedimen-sedimen dari Grup Pematang.

Pada Akhir episode F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan yang ditandai oleh adanya pembalikan struktur yang lemah, denudasi, dan pembentukan dataran peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Fomasi Pematang Upper Red Bed.

IV.1.2 Episode tektonik F2 (26-13 Ma)

Berlangsung pada Awal Miosen hingga Miosen Tengah. Pada awal episode F3 atau akhir dari episode F1 terbentuk sesar geser kanan yang berarah utara-selatan. Selama episode tektonik ini Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan terjadi pengendapan sedimen-sedimen dari Grup Sihapas.

(4)

Gambar IV.2: Diagram perkembangan tektonik Tersier di Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick, et.al., 1996)

TERTIARY TECTONIC DEVELOPMENT

CENTRAL SUMATRA BASIN

EP IS ODE TE C T O N IC ST Y L E F3L DYNAM IC F3E PA SSI V E I N V E R S I O N F2L INVERS IO N F2E DYN AM IC PA SS IV E F1L F1M DYNAM IC F1E RI F T T E CT ONIS M F0 ACCRE TI ON PL U T O N IS M ME T A M O R P H IS M UP L IF T EXT ENS IO N Balam-Kiri

Border Fault F1Wrench Fault Aman Border Fault F1M Inversion Border FaultBengkalis

DUCTILE ZONE CENTRAL SUMATRANDETACHMENT

DUCTILE ZONE CENTRAL SUMATRANDETACHMENT 6 - 8 KM

Major NE - SW Directed Compression. Giant Inversion -and Thrust - Related Traps Form Along

FOArches, F1 Border Faults and NNW

-NW - Trending Wrench Faults

Indo - Australian Plate Reorganization. Initiate Barisan Subduction, Transform Faulting, and Island Arc Volcanism. Fold-dominated Inversion Along NNW-NW - Trending Dextral Wrench Faults, and Transfer Zones.

5 MA 13 MA 26 - 28 MA 43 - 50 MA 21 MA DYNAMIC PA S S IV E E -W , + 20 O EX T E N S IO N WRENCH T E CT ONIS M TLH/BFT, 95 Malacca Microplate Permo-Carboniferous (PC) Kiri Granite 426 Ma Kuet - Alas Fms Fo Paleozoic Basement (OS) PC Bohorok Fm OS T R Mutus Suture Idris Granite 295 Ma Mutus (E) Fo PC CENTRAL SUMATRAN DETACHMENT OS PC TLH/BFT, 95 Malacca Microplate Permo-Carboniferous (PC) Kiri Granite 426 Ma Kuet - Alas Fms Fo Paleozoic Basement (OS) PC Bohorok Fm OS T R T R Mutus Suture Idris Granite 295 Ma Mutus (E) Fo PC CENTRAL SUMATRAN DETACHMENT OS PC URB BS LRB 6 - 8 KM Submarine Volcanism Submarine Volcanism NE -S W DEXT R A L S H EAR COUP LE N -S , COM P R E S S ION

(5)

IV.2.3 Episode tektonik F3 (13 Ma-sekarang)

Berlangsung pada Miosen Akhir hingga Sekarang. Episode tektonik F3 dicirikan adanya pembalikan struktur (inversi) akibat gaya kompresi. Pada awal episode F3 atau akhir episode F2 cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan terjadi proses pengendapan sedimen-sedimen Formasi Petani. Pada akhir episode tektonik ini diendapkan Formasi Minas secara tidak selaras di atas Formasi Petani.

IV.2 Stratigrafi Regional

Eubank dan Makki (1981), Yarmanto dan Aulia (1988), dan Heidrick, et.al., (1996) membagi unit stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah dari Kala Eosen sampai Pliosen menjadi tiga Grup yaitu Grup Pematang, Grup Sihapas, dan Grup Petani. Endapan paling atas di Cekungan Sumatra Tengah merupakan endapan aluvial Formasi Minas (Gambar IV.3).

IV.2.1 Batuan Dasar

Menurut Eubank dan Makki (1981), Kompleks Pra-Tersier atau batuan dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari kompleks metamorf Paleozoikum dan Mesozoikum. Batuan Pra-Tersier tersebut dari Timur ke barat terbagi dalam tiga kelompok yaitu Malacca Terrane, Mutus Assemblage dan Mergui Terrane.

1. Mallaca Terrane

Kelompok ini terdiri dari batuan-batuan kuarsit, argilit, philit, batugamping kristalin dan pluton-pluton granit yang berumur Paleozoikum. Kelompok ini dijumpai pada di daerah coastal plain yaitu bagian timur laut dari Cekungan Sumatra Tengah dengan penyebaran yang relatif luas.

(6)

2. Mutus Assemblage

Merupakan zona suture yang memisahkan Malacca Terrane dan Mergui Terrane. Kelompok Mutus Assemblage yang berumur Trias dan Jura dapat dijumpai di sebelah barat daya dari coastal plain, terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping, dan batuan beku basalt.

3. Mergui Terrane

Kelompok Mergui Terrane terletak di bagian barat dari Kelompok Mutus Assemblage dengan penyebaran yang cukup luas. Kelompok ini terdiri dari Formasi Bohorok (Grup Tapanuli) di bagian barat dari Cekungan Sumatra Tengah dan Formasi Kluet di bagian paling utara dari Cekungan Sumatra Tengah. Formasi Bohorok dicirikan oleh batuan-batuan greywacke dan quartzite yang berumur Permo-Karbon sedangkan Formasi Kluet dicirikan oleh batuan-batuan argilit, philit, dan batugamping

IV.2.2 Grup Pematang

William H.H., et.al. (1985) membagi Grup Pematang (Eosen Bawah-Oligosen Atas) menjadi lima formasi berdasarkan ciri-ciri batuan dari beberapa contoh keratan pemboran, yaitu Formasi Lower Red Beds, Formasi Brown Shale, Formasi Lake Fill, Formasi Coal Zone dan Formasi Fanglomerate.

1. Formasi Lower Red Beds,

Terdiri dari batuan-batuan mudstone, batulanau, batupasir dan sedikit konglomerat. Distribusi fasies dari Formasi Lower Red Beds sangat sulit ditentukan karena terbatasnya data pemboran sumur yang dalam. Formasi ini kemungkinan diendapkan pada lingkungan danau atau rawa.

(7)

2. Formasi Brown Shale

Secara regional Formasi Brown Shale diendapkan di atas Formasi Lower Red Beds, di beberapa tempat kedua formasi ini menunjukkan adanya hubungan menjari dan kesamaan fasies secara lateral. Batuan penyusunnya terdiri dari serpih dengan laminasi baik, kaya akan material organik, berwarna coklat sampai hitam, yang diendapkan pada kondisi lingkungan air tenang. Pada bagian cekungan yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang kemungkinan diendapkan oleh mekanisme arus turbid.

3. Formasi Coal Zone

Di beberapa tempat, Formasi Coal Zone dijumpai sebanding secara lateral dengan Formasi Brown Shale sedangkan di tempat lain menunjukkan posisi menumpang di atasnya. Batuan penyusunnya terdiri atas serpih, batubara, dan sedikit batupasir. Pada sumur Jingga-01, formasi ini mempunyai ketebalan lebih dari 2000 kaki yang mengindikasikan adanya pengaruh tektonik dalam proses sedimentasi (tectonic thickening) yang cukup berperan di lokasi ini.

4. Formasi Lake Fill

Batuannya teridiri dari batupasir fluvial dan delta, konglomerat. dan shale yang diendapkan di lingkungan danau dangkal (shallow lacustine shale). Ketebalannya mencapai 2000 kaki dengan proses pengendapan yang berjalan cepat pada lingkungan fluvio-lacustrine-delta yang kompleks. Pada posisi cekungan yang lebih dalam formasi ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Brown Shale dan Formasi Coal Zone yang ada di bawahnya. Di beberapa tempat Formasi Lake Fill dijumpai downlap terhadap Formasi Brown Shale.

(8)

5. Formasi Fanglomerat

Tersusun atas batupasir, konglomerat dengan sedikit batulumpur berwarna merah sampai hijau. Formasi ini diendapkan terutama sepanjang batas gawir sesar sebagai suatu seri sistem endapan alluvial fan. Formasi ini secara vertikal dan lateral mengalami transisi menuju Formasi-formasi Lower Red Beds, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.

Pengendapan Grup Pematang diakhiri oleh adanya pengangkatan regional pada periode tektonik Akhir F1 yang dicirikan adanya ketidak-selarasan menyudut dengan formasi di atasnya. Di dalam penamaan seismic event, disebut sebagai horison SB 25,5.

IV.2.3 Grup Sihapas

Grup Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Grup Pematang. Unit-unit sedimennya merupakan sikuen transgresif yang secara genetik saling berhubungan, dimulai dengan endapan darat berumur Oligosen Akhir yang tepat berada di atas ketidakselarasan Paleogen dan diakhiri dengan transgressive marine shale berumur akhir Miosen Awal dari Formasi Telisa. Bagian atas dari Formasi Telisa menunjukkan puncak dari periode transgresi (Yarmanto dan Aulia, 1988). Grup Sihapas ini dipisahkan menjadi empat formasi yaitu Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Grup Sihapas merupakan reservoir utama perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatra Tengah.

1. Formasi Menggala

Formasi Menggala merupakan formasi paling tua di Grup Sihapas, diperkirakan berumur N4 atau Miosen Awal. batuannya tersusun dari batupasir halus sampai kasar yang bersifat konglomeratan. Formasi ini diendapkan di lingkungan non marine/braidded river.

(9)

Ketebalan formasi ini mencapai 1.800 kaki (Dawson, et. al., 1997).

2. Formasi Bangko

Formasi Bangko berumur awal N5 atau akhir Miosen Awal, batuannya berupa serpih dengan sisipan-sisipan batupasir dan sedikit batugamping. Formasi Bangko menandai adanya transgresi laut pertama di sebagian besar Cekungan Sumatra Tengah. Secara lokal serpih Bangko berperan sebagai batuan tudung untuk jebakan reservoir Menggala. Diendapkan di lingkungan estuarin sampai dengan outer neritic. Ketebalan formasi ini mencapai 300 kaki (Dawson, et. al., 1997).

3. Formasi Bekasap

Formasi Bekasap mempunyai kisaran umur dari akhir N5 sampai N8, tersusun atas batupasir berukuran sedang sampai kasar dengan sedikit serpih. Diendapkan mulai dari lingkungan estuarin, intertidal, inner neritic sampai dengan middle/outer neritic. Ketebalan formasi ini mencapai 1.300 kaki (Dawson, et. al., 1997).

4. Formasi Duri

Formasi Duri merupakan formasi teratas dari Grup Sihapas, diperkirakan berumur N9 yang tersusun oleh batupasir berukuran halus sampai medium dan di beberapa tempat berselang-seling dengan serpih. Diendapkan di lingkungan outer neritic. Ketebalan formasi ini mencapai 900 kaki (Dawson, et. al., 1997).

5. Formasi Telisa

(10)

(N9-Sihapas Bagian Atas. Formasi Telisa terdiri dari serpih gampingan dan batulanau, berwarna abu-abu kecoklatan dan terkadang dijumpai batugamping. Lingkungan pengendapannya mulai dari outer neritic sampai dengan bathyal. Di beberapa bagian dari Formasi Telisa terdapat slow pelagic sedimentation selama periode maximum flooding, ditafsirkan interval ini berperan sebagai regional super seal dari petroleum system Central Sumatra basin. Ketebalan formasi ini mencapai 1.600 kaki (Dawson, et. al., 1997).

IV.2.4 Grup Petani

Formasi Petani diendapkan di atas Formasi Telisa, merupakan endapan yang terjadi pada periode regresi Miosen Tengah-Pliosen. Formasi Petani terbentuk setelah berakhirnya periode transgresi yang panjang di Cekungan Sumatra Tengah. Batas antara Formasi Petani dengan Formasi Telisa merupakan batas ketidakselarasan (hiatus) yang dibuktikan dengan adanya zona fauna yang hilang kecuali di daerah paling barat Cekungan Sumatra Tengah tidak memperlihatkan adanya zonasi fauna yang hilang (Yarmanto dan Aulia, 1988). Formasi Petani tesusun oleh serpih, batupasir, dan batulanau berwarna abu-abu kehijauan. Di Formasi Petani hanya dijumpai cadangan gas biogenik, sedangkan minyak dan gas termogenik belum pernah dijumpai. Ketebalan formasi ini mencapai 6.000 kaki (Dawson, et. al., 1997).

IV.2.5. Formasi Minas Aluvial

Formasi Minas merupakan endapan kuarter yang diendapkan tidak selaras di atas Formasi Petani. Formasi Minas tersusun oleh lapisan-lapisan tipis kerikil, pasir dan lempung yang merupakan ciri endapan aluvial.

(11)

Gambar IV.3: Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick, et.al., 1996)

TECTONOSTRATIGRAPHIC CHART - CSB

L a t e M i d d l e E a r l y R i f t P h a s e E o O l i g o c e n e F1 F0 N 17 N 16 N 15 N 14 N 13 N 12 N 11 N 10 N 8 N 7 N 6 NN 9 NN 8 NN 7 NN 6 NN 5 N 9 N 5 N 4 2.8 5.2 6.6 10.3 15.5 16.5 22.5 Epoch 25.5 Faunal Zones 45 Structural Episode 65 Forami-nifera NN 4 Nanno-plankton NN 3 Pleistocene and Recent NN 2 Pliocene NN 1 P r e -Tertiary L i t h o l o g y U n i t s SW

Brownish Gray, Calcareous Shale and Siltstone, Occasional Limestone

Greywacke, Quartzite, Granite, Argillite

Lake Fill/Upper Red Bed Coalzone

Brown Shale Dark Brown Shale, Lower Red Bed

Red and Green Claystone and Fine to Medium Grained Conglomeratic Sandstone

Bekasap Fm.

Fine to Coarse Grained Sandstone, Conglomeratic Gray, Calcareous Shale W ith Sandstone interbeds and Minor Limestone Menggala Fm. F3 F2 25.5 Telisa Fm. "A" Marker "B" Marker 13.8 B a ri s a n C o m p re s s io na l P h a s e S a g P h a s e Bangko Fm.

Medium to Coarse Grained Sandstone and Minor Shale

M.Y. BP

Duri

Gravel, Sand and Clay

NE

Greenish Gray Shale, Sandstone and Siltstone

P e t a n i G r o u p S i h a p a s G r o u p Pem at ang G roup Basement Duri Event (Hiatus) Minas Fm./Alluvium M i o c e n e

Gambar

Gambar IV.1:  Tatanan tektonik regional Asia Tenggara pada saat sekarang  (Heidrick, et.al., 1996)
Gambar IV.2:  Diagram perkembangan tektonik Tersier di Cekungan Sumatra  Tengah (Heidrick, et.al., 1996)
Gambar IV.3:  Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick, et.al.,  1996) TECTONOSTRATIGRAPHIC  CHART  - CSBL a t eM i d d l eE a r l yR i f t   P h a s eE o  O l i g o c e n eF1F0N 17N 16N 15N 14N 13N 12N 11N 10N 8N 7N 6NN 9NN 8NN 7NN 6NN 5N 9N 5N

Referensi

Dokumen terkait

membantu mempertahankan ketersediaan air tanah.Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis dan mengevaluasi Kebutuhan luasan RTH terhadap suhu udara mikro di

Dalam pengemasan kembali informasi, guru tidak menulis sendiri dari awal (from nothing atau from scratch), tetapi guru memanfaatkan buku – buku teks dan informasi yang

Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia (tindakan pihak keluarga), yaitu ketentuan Pasal 356

Kajian ini mendapati tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya pengajaran guru dengan gejala ponteng sekolah dalam kalangan pelajar.. Kajian ini selari

Asimilasi pada pernikahan campuran (amalgamasi) juga meliputi hal-hal seperti diatas. Dalam hal pernikahan amalgamasi, asimilasi akan ditandai dengan adanya dominasi

Dari hasil penelitian, dapat disarankan untuk dilakukan analisis lebih lanjut terhadap gen yang bertanggung jawab terhadap reduksi merkuri yaitu gen mer A untuk

Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang

Kelima kondisi tersebut diatas sesuai dengan pendapat Goleman (2004) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik dapat menunjukkan kelima