• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1 Kode 596 / Ilmu Hukum

USULAN PENELITIAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU

DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

(Studi Kasus di Rumah Sakit se-Kota Denpasar)

TIM PENGUSUL

1. IDA BAGUS PUTRA ATMADJA, SH.,MH / 0031125433 2. A.A. NGURAH WIRASILA, SH.,MH / 0014055804 3. A.A SRI INDRAWATI, SH, MH / 0014105707

4. MONIQUE ANASTASIA TINDAGE / 1203005143 (MAHASISWI)

5. I GUSTI NGURAH AGUNG KIWERDIGUNA / 1303005227 (MAHASISWA)

PROGRAM STUD ILMU HUKUM/ ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)

3 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ... 1 HALAMAN PENGESAHAN …….….. 2 DAFTAR ISI …….….. 3 RINGKASAN …….….. 4 BAB I PENDAHULUAN …….…… 5 1. Pendahuluan …….…… 5 2. Tujuan Khusus ….……... 6 3. Tujuan Umum …….…... 6 4. Urgensi Penelitian ………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………… 10

BAB III METODELOGI PENELITIAN ………… 21

1. Jenis Penelitian ………… 21

2. Metode Pendekatan ………… 21

3. Bahan dan Sumber Hukum ………… 22

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ………… 23

BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ………... 24

Lampiran 1. Justifikasi Anggaran

Lampiran 2. Sarana dan Prasarana Pendukung

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas Lampiran 4. Biodata Ketua dan Anggota Peneliti

(4)

4 RINGKASAN

Pelayanan di bidang kesehatan, tidak terpisah akan adanya penyedia jasa kesehatan dengan konsumen pengguna jasa kesehatan. Pasien dalam hal ini berkedudukan sebagai konsumen dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan. Status pasien sebagai konsumen jasa kesehatan, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kemajuan di bidang kesehatan telah dapat menyembuhkan dan merawat kesehatan pasien untuk dalam jangka waktu tertentu. Namun, adakalanya sakit pasien tidak dapat disembuhkan lagi. Untuk pasien yang yang telah lama sakit dan dirawat, dalam keadaan seperti itu, tidak jarang keluarga pasien menjadi iba juga selain sudah tidak ada biaya perawatan (ekonomi) sehingga meminta dokter untuk segera melakukan tindakan medis untuk mengakhiri penderitaan pasien yang lebih dikenal dengan euthanasia atau dengan kata lain mercy killing.

Permasalahan yang diambil dalam penulisan ini meliputi beberapa masalah yang menjadi topik pembahasan adalah yang pertama bagaimana perspektif hukum perlindungan konsumen terhadap tindakan euthanasia? yang kedua adalah apakah tindakan pihak keluarga pasien yang mengajukan permohonan untuk dilakukan tindakan euthanasia dikategorikan pelanggaran hukum ditinjau dari undang-undang perlindungan konsumen?

Peneliti hendak melakukan pengkajian, mengingat dari fakta hukum yang ada, kebutuhan akan adanya suatu undang-undang yang mengatur tentang euthanasia di Indonesia, menurut penulis sangatlah mendesak untuk segera dilaksanakan dimana di dalamnya juga harus membuat syarat dan prosedur yang cukup ketat serta pelaksanaannya harus disertai rasa tanggung jawab.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Penelitian ini mengkaji hukum Undang-Undang sebagaimana oleh berbagai faktor sosial yang melahirkan aliran-aliran baru yang amat kritis pada pengkajian hukum yang beraliran legisme murni. Milanovic dan pengikutnya juga menyebutnya sebagai kajian dalam ranah the sociological jurisprudence, the functional jurisprudence, and the critical legal studies. Pendekatan yang digunakan adalah : conceptual approach, statue approach serta comparative approach

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk pertama kali di Indonesia seseorang yang mengakhiri penderitaan orang lain dengan cara disuntik mati diajukan oleh keluarga pasien kepada negara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hasan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, yang tergolek koma tak berdaya di ruang perawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak 2 bulan terakhir dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan yang lain.

Pada tanggal 21 Februari 2005, sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia juga telah diajukan oleh seorang suami bernama Rudi Hartono, 25 tahun, kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena tidak tega melihat istrinya yang bernama Siti Zulaeha, 23 tahun mengalami koma selama 3,5 bulan dengan tingkat kesadaran dibawah level binatang. Hal ini terjadi setelah menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada Oktober 2004, dengan diagnosa hamil diluar kandungan namun setelah dioperasi ternyata hanya ada cairan di sekitar rahim. Permohonan euthanasia yang ditanda-tangani oleh suami, orang tua serta kakak dan adik Siti Zulaeha.

Dalam keadaan seperti itu, tidak jarang keluarga pasien menjadi iba juga selain sudah tidak ada biaya perawatan (ekonomi) sehingga meminta dokter untuk segera melakukan tindakan euthanasia dan kalau alat tersebut dicabut kemungkinan besar ia akan segera mati, yang menjadi persoalan adalah :

1. Bagaimana perspektif hukum perlindungan konsumen terhadap tindakan euthanasia?

2. Apakah tindakan pihak keluarga pasien yang mengajukan permohonan untuk dilakukan tindakan euthanasia dikategorikan pelanggaran hukum ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

(6)

6 Tujuan Khusus Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang akan diteliti, maka dapat dikemukakan tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perspektif hukum perlindungan konsumen terhadap tindakan euthanasia dalam hal pelayanan kesehatan.

2. Untuk mengetahui apakah tindakan pihak keluarga pasien yang mengajukan permohonan untuk dilakukan tindakan euthanasia dikategorikan pelanggaran hukum ditinjau dari undang-undang perlindungan konsumen.

Tujuan Umum Penelitian

Sedangkan tujuan umum dari penelitian ini adalah :

1. Untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta staf akademik dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian hukum.

2. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian hibah unggulan didalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Sebagai tambahan referensi bahan bacaan dalam lingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

(7)

7 Urgensi Penelitian (Keutamaan Penelitian)

Manusia yang hidup secara vegetatif, berarti ia tida ada bedanya dengan tumbuh-tumbuhan. Ia sudah tidak mempunyai rohani karena otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Ia sudah tidak mampu memberi tanggapan, sedangkan kita tahu manusia itu mempunyai dua aspek, yaitu aspek jasmani dan rohani. Aspek rohani inilah yang merupakan fungsi hakiki bagi manusia dan yang membedakan manusia dengan mahkluk hidup yang lainnya.

Kehadiran euthanasia sebagai suatu hak manusia berupa hak untuk mati, dianggap sebagai konsekuensi logis adanya hak untuk hidup. Mengenai hak untuk hidup, memang telah diakui oleh dunia yaitu dengan dimasuk-kannya dan diakuinya Universal Declaration of Human Right oleh perserikatan bangsa-bangsa tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan mengenai “hak untuk mati”, karena tidak dicantumkan secara tegas dalam suatu deklarasi dunia, maka masih merupakan perdebatan dan pembicaraan dikalangan ahli berbagai bidang dunia, seperti diperagakan dalam “Peradilan Semu” dalam rangka Konperensi Hukum Se-Dunia di Manila.

Oleh karena setiap orang mempunyai hak untuk hidup, maka setiap orang juga mempunyai hak untuk memilih kematian yang dianggap menyenangkan bagi dirinya. Kema-tian yang menyenangkan inilah kemudian muncullah istilah euthanasia. Dalam eutha-nasia, untuk mendapatkan kematian yang menyenangkan, seorang yang menginginkan atau dianggap menginginkan memerlukan bantuan dari orang lain untuk mendapatkan kematian tersebut. Peranan orang lain itulah yang membedakan euthanasia dari bunuh diri, seorang tidak menggunakan orang lain memperoleh kematian.

Berkembangnya etika pelayanan sebagai suatu bidang khusus dan pencarian berbagai hak melalui pengadilan telah membantu untuk menetapkan banyak hak dalam konteks pelayanan kesehatan diantaranya adalah penghormatan atas hak pasien. Dalam hal ini penghormatan atas hak pasien untuk penen-tuan nasib sendiri masih memerlukan pertimbangan dari seorang dokter terhadap pengobatannya. Pasien harus diberikan kesempatan yang luas untuk memutuskan nasibnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun setelah diberi informasi yang cukup, sehingga putusannya diambil melalui pertimbangan yang jelas.

Pelayanan kesehatan berbeda dengan berbagai pelayanan lainnya. Hasil pelayanan kesehatan tidaklah pernah bersifat pasti. Pelayanan kesehatan yang sama yang diberikan

(8)

8 kepada dua orang pasien yang sama dapat saja memberikan hasil yang berbeda. Dengan karakteristik yang seperti ini maka jelaslah pada pelayanan kesehatan yang dijanjikan bukanlah hasilnya, melainkan upaya yang dilakukan, yang dalam hal ini adalah harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan perkataan lain pada pelayanan kese-hatan, para pelaku usaha, yakni para dokter dan atau berbagai saran pelayanan kesehatan, tidak pernah dapat memberikan jaminan dan/atau garansi.

Sekalipun Undang-undang No. 8 Tahun 1999 pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik dan Sumpah Dokter, bukan lalu berarti Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 ter-sebut dapat langsung diterapkan pada pela-yanan kesehatan. Pelayanan kesehatan sebagai suatu jasa memiliki berbagai karakteristik tersendiri. Dengan demikian penerapan Un-dang-undang No. 8 Tahun 1999 pada pelayanan kesehatan harus memperhatikan berba-gai karakteristik tersebut. Pasien tidak sama sekali dengan konsumen biasa, karena pasien memiliki hakikat, ciri-ciri, karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan konsumen yang dikenal dalam dunia dagang pada umumnya.

Dengan demikian, dalam hubungan antara pasien sebagai penerima pertolongan medis dengan dokter sebagai pemberi perto-longan medis, merupakan hubungan antar subjek hukum. Dimana hubungan hukum tersebut terjalin pada dasarnya secara kon-traktual dan konsensual seperti dengan adanya persetujuan (consent) dari pasien atau keluar-ganya untuk dilakukan tindakan medis baik lisan maupun tertulis setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan atau informasi (informed) secara rinci atas tindakan kedokteran yang akan dilakukan tersebut oleh dokter, serta dokter yang menyatakan secara lisan maupun sikap atau tindakan yang menunjukan kese-diaan dokter untuk menangani pasien tersebut.

Hubungan pasien dan dokter merupakan suatu perjanjian yang objeknya berupa pelayanan medik atau upaya penyembuhan, yang dikenal sebagai transaksi terapeutik. Perikatan yang timbul dari transaksi terapeutik itu disebut inspanningverbintenis, yaitu suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras (met zorg en ispanning). Pada dasarnya transaksi terapeutik ini bertumpu pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia, yaitu : 1). Hak untuk menentukan nasibnya sendiri (the right to selft-determination); dan 2). Hak atas informasi (the right of information).

Setiap dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien tentu mengetahui tentang segala penderitaan yang dialami pasien. penderitaan yang dialami oleh pasien

(9)

9 dapat diakibatkan oleh penyakit yang dideritanya atau kecelakaan yang dialaminya. Seorang dokter dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan adalah semata-mata untuk meng-hilangkan rasa sakit dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien. Dengan kata lain tindakan medis yang dilakukan oleh seorang dokter demi kepentingan kesehatan pasien. Oleh karena itu, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi kedokteran telah menambahkan beberapa konsep fundamental tentang kematian. Kalau dahulu mati dide-finisikan sebagai berhentinya denyut jantung dan pernafasan, maka dengan ditemukannya alat bantu pernafasan (respirator) dan alat pacu jantung (face maker), maka seseorang yang oleh karena suatu hal mengalami mengalami henti nafas mendadak (respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest), masih ada kemungkinan ditolong dengan menggunakan alat tersebut, artinya pasien belum meninggal.

Persoalan yang kemudian timbul adalah sampai berapa lama orang itu bertahan dengan alat bantu tersebut. Keadaan semacam ini berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tanpa diketahui kapan akan berakhir, yang jelas kehidupannya tergantung kepada alat, dan kalau alat tersebut dicabut kemungkinan besar ia akan segera mati.

Dalam keadaan seperti itu, tidak jarang keluarga pasien menjadi iba juga selain sudah tidak ada biaya perawatan (ekonomi) sehingga meminta dokter untuk segera melakukan tindakan euthanasia atau berupa mengakhiri penderitaan pasien dengan cara melepas semua alat bantu, dan kalau alat tersebut dicabut kemungkinan besar ia akan segera mati.

(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak diatur dengan jelas mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan seorang konsumen. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 menyatakan, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Karena kedudukan pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlin-dungan Konsumen. Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeli-ruan karena kelalaian.

Masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. Ada sebagian orang yang menyetujui euthanasia ini. Sebagian pihak lain menolaknya. Dalam hal ini tampak adanya batasan karena adanya sesuatu yang mutlak berasal dari Tuhan dan batasan karena adanya hak asasi manusia. Pembicaraan mengenai euthanasia tidak akan memperoleh suatu kesa-tuan pendapat etis sepanjangan masa. Secara sederhana, perdebatan euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas nama penghor-matan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna. Apakah pengakhiran hidup macam itu bisa dibenarkan?

Secara spesifik alasan pro euthanasia aktif:

1. Adanya hak moral untuk setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang memiliki hak memilih cara kematiannya.

2. Adanya hak ‘privacy’ yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka sesorang berhak sesuai privacy-nya (Pro choice dalam kasus aborsi). 3. Euthanasia adalah tindakan belas kasihan/ kemurahan pada si sakit. Maka

tidak bertentangan dengan perikemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.

4. Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meri-ngankan penderitaan si

(11)

11 sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khusus-nya penderitaan psikologis.

5. Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Daripada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.

6. Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.

Alasan-alasan kontra euthanasia aktif, dikemukakan sebagai berikut:

1. Tidak ada alasan moral apapun yang me-ngijinkan seseorang melakukan ‘pembu-nuhan’ maupun ‘bunuh diri’. Kematian adalah hak Tuhan, maka tidak ada hak manusia untuk memilih cara kematiannya.

2. Hak ‘privacy’ adalah hak yang dinikmati dalam hidup. Hak hidup memang tak terbatas, tetapi hak ‘privacy’ selalu terbatas, bahkan dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Selalu privacy bisa dibatasi oleh hak privacy orang lain. Maka hak privacy tidak relevan digunakan mengklaim hak un-tuk memilih cara kematian seseorang.

3. Meskipun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah sesuatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia, itu sama artinya meng- halalkan cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak bisa diterima secara moral.

4. Penderitaan memiliki fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup manusia. Penderitaan melahirkan ketekunan, peng-harapan dan kesempurnaan hidup. Maka penderitaan tidak bisa dijadikan sebagai alat pembenaran praktek euthanasia.1

Manusia lebih berharga dari materi. Maka materi harus melayani kepentingan manusia. Maka melakukan euthanasia demi untuk kepentingan penghematan ekonomi tidak diizinkan secara moral.

Intervensi hukum ke dalam dunia kesehatan memang tidak terelakkan sebagai konsekuensi logis dari adanya “the police power”, yaitu suatu kekuasaan yang dimiliki oleh negara untuk melindungi kesehatan, kese-lamatan, moral dan kesejahteraan sosial bagi warganya (the power of the state to protect the health, safety, moral, and social of it’s citizen).2

Konstruksi Yuridis munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas”

1

Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1999, “Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan”, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.

(12)

12 inilah persoalan euthanasia akan bermuara. Kejelasan tentang sejauh mana hukum memberikan regulasi/ pengaturan terhadap persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut. Karena kedudukan pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu. Ketentuan peralihan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (pasal 64) berbunyi: “segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertu-juan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diUndang-undangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini”. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengandung asas “Lex specialis derogat lex generalis” artinya ketentuan umum Undang-undang Kesehatan sebagai lex specialis, Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai lex generalis. Artinya jika kedua-duanya mengatur, maka yang berlaku adalah yang bersifat khusus, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Namun jika dalam Undang-Undang-Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak mengatur sendiri, maka Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berlaku un-tuk jasa pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, aspek yuridis bagi pasien sebagai perlindungan pasien selaku konsumen meliputi dua hal yaitu aspek hukum pidana perlindungan pasien dan aspek hukum perdata perlindungan pasien.3

Sekalipun Undang-undang No. 8 Tahun 1999 pada dasarnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Kode Etik serta Sumpah Dokter , bukan lalu berarti Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut dapat langsung diterapkan pada pelayanan kesehatan. Pelayanan kese-hatan sebagai suatu jasa memiliki berbagai karakteristik tersendiri. Dengan demikian penerapan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 pada pelayanan kesehatan harus memper-hatikan berbagai karakteristik tersebut. Pasien tidak sama sekali dengan konsumen biasa, karena pasien memiliki hakikat, ciri-ciri, karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan konsumen

(13)

13 yang dikenal dalam dunia dagang pada umumnya. Utamanya dalam pemenuhan hak-hak pasien, yaitu hak-hak atas informasi dan hak-hak untuk menentukan nasib sendiri, namun perlu dicermati bahwa orang sakit sebagai pasien berbeda dengan konsumen. Ada beberapa hal yang perlu dicermati:

a. Pasal 4 b: hak untuk memilih barang dan/atau jasa. Hal ini tidak dapat diberla-kukan pada keadaan gawat darurat, demi keselamatan pasien.

b. Pasal 4 c: hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur. Dalam keadaan tertentu, demi kepentingan pasien, dokter dapat me-nahan seluruh atau sebagian informasi.

c. Pasal 4 h: hak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Perlu diingat tidak semua kerugian yang timbul pada pelayanan kesehatan berhak men-dapatkan kompensasi atau ganti rugi.

d. Pasal 7 e: kewajiban memberikan jaminan dan/atau garansi. Pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan garansi, karena sifatnya inspanning verbitenis, suatu usaha.4

Indonesia sebagai negara yang berasaskan Pancasila, dengan sila yang perta-manya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak mungkin dapat menerima tindakan euthanasia " terutama euthanasia aktif".

Jelas bahwa hukum perlindungan konsumen di Indonesia belum memberikan ruang bagi euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Hal ini sesuai dengan asas perlindungan konsumen yaitu Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; juga tujuan dari adanya Undang-Undang Perlindungan Kon-sumen yaitu pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Tanpa harus mengesampingkan pendapat lain, kesimpulan normatif ini urgen untuk disampaikan mengingat berbagai hal. Seperti munculnya permintaan tindakan medis eutha-nasia hakikatnya menjadi indikasi, betapa masyarakat sedang mengalami pergeseran nilai kultural. Penulis melihat dilakukannya euthanasia atas dasar legal, dan juga dengan pandangan bahwa apabila dilegalisir, euthanasia dapat disalahgunakan. Tindakan melegalisir voluntary euthanasia dapat mengarah kepada dilakukannya involuntary euthanasia dan membuat orang-orang lemah seperti orang lanjut usia dan para cacat berada dalam risiko.

Selanjutnya hal ini juga dapat memberikan tekanan kepada mereka yang merasa diabaikan atau merasa sebagai beban keluarga atau teman. Kelompok pro-euthanasia

(14)

14 mungkin akan menentang pendapat ini dengan menggu-nakan argumen quality of life, autonomi dan inkonsistensi hukum. Namun demikian, argu-men-argumen yang telah dikemukakan di atas lebih kuat karena sulitnya untuk melegalisir euthanasia dalam membuat standar prosedur yang efektif. Selanjutnya hal ini juga dapat memberikan tekanan kepada mereka yang merasa diabaikan atau merasa sebagai beban keluarga atau teman.

Masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu. Perlu diketahui karena pasien itu adalah konsumen maka hukum yang mengatur adalah Undang-Undang Perlindu-ngan Konsumen No. 8 Tahun 1999 akan tetapi karena undang-undang ini belum secara jelas mengatur pasien euthanasia maka berdasarkan Ketentuan Peralihan Undang-Undang Perlin-dungan Konsumen (pasal 64) maka berlaku dari aspek hukum pidana perlindungan pasien selaku konsumen. Pasal 64 Undang-Undang Perlindungan Konsumen berbunyi: “segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini”. Berdasar-kan hal tersebut patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk eutha-nasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri (volun-tary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :5

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas

5 Guwandi J, 2000, “Grup Kasus Bioethics & Biolaw”, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

(15)

15 permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.6

Mengacu pada ketentuan tersebut di atas, maka munculnya kasus permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan seperti yang pernah terjadi (kasus Hasan Kesuma yang mengajukan suntik mati untuk istrinya, dan terakhir kasus Rudi Hartono yang mengajukan hal yang sama untuk istrinya, Siti Zuleha) perlu dicermati secara hukum. Kedua kasus ini secara konseptual dikualifikasi seba-gai non-voluntary euthanasia, tetapi secara yuridis formal (dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dua kasus ini tidak bisa di-kualifikasi sebagai euthanasia sebagaimana diatur dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).7 Secara yuridis formal kualifikasi (yang paling mungkin) untuk kedua kasus ini adalah pembunuhan biasa seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), atau pembunuhan berencana sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 340 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam ketentuan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas dinyatakan,

“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Sementara dalam ketentuan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia (tindakan pihak keluarga), yaitu ketentuan Pasal 356 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”. Selain itu patut juga diper-hatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 . Dalam ketentuan Pasal 304 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan,

6

Franz Magnis-Suseno, 1998, “Model Pendekatan Etika”, Kanisius, Yogyakarta.

7 Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, 1984, “Euthanasia, Hak Asasi Manusia, dan

(16)

16 “Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiar-kan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Sementara dalam ketentuan Pasal 306 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikena-kan pidana penjara maksimal sembilan tahun”. Dua ketentuan terakhir tersebut di atas memberikan penegasan, bahwa dalam konteks hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dua pasal terakhir ini juga bermakna melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di Indonesia.

Melalui penelitian ini, mendapatkan hasil bahwa faktor-faktor seseorang melakukan euthanasia tidak suka rela adalah faktor medis, yaitu ada kepastian bahwa penyakit pasien menurut pertimbangan medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Selain itu juga faktor ekonomi maksudnya dari faktor ini adalah euthanasia dilakukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan apabila pasien terlalu lama dirawat dirumah sakit. Jadi pada kasus ini keluarga pasien memang sudah tidak mampu menanggung biaya rumah sakit karena pasien sudah terlalu lama dalam koma-nya selain itu harga pengobatan dan tindakan medis sudah terlalu mahal. Pada kondisi ini pihak keluargalah yang meminta agar alat-alat pendukung kehidupan pasien dicabut hal ini didasari adanya anggapan bahwa memberikan pengobatan dan perawatan sama halnya dengan memperpanjang penderitaan pasien.

Dalam hal ini, Penulis melihat tindakan pihak keluarga pasien yang mengajukan permohonan untuk dilakukan euthanasia dika-tegorikan suatu pelanggran hukum dari aspek hukum pidana perlindungan konsumen selaku pasien. Walaupun dengan berbagai alasan, yaitu baik alasan penderitaan maupun alasan ekonomi, sebab manusia adalah makhluk mulia yang harus mampu menahan penderitaan dan lebih penting dari pada materi.Tugas setiap orang adalah menghibur si sakit untuk terus dalam penderitaan dan meyakinkannya untuk menghadapi kematian dengan sukacita. Alasan lain di balik penolakan terhadap praktek euthanasia, bahwa manusia diberi penghargaan dan kasih

(17)

17 karunia oleh Tuhan untuk melang-sungkan kehidupannya, akan tetapi juga untuk menemukan kematiannya.

Sedangkan Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui penye-lenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).Berdasarkan pengertian diatas, pelaku usaha dalam hal ini adalah dokter, pihak Rumah Sakit, maupun petugas kesehatan yang memiliki hubungan hukum dengan pasien selaku konsumen jasa medis. Dasar hubungan tersebut adalah konsensus dan perjanjian antara pelaku usaha medis dengan pasien/ konsumen medis.8

Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia. Tetapi karena kedudukan pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlin-dungan Konsumen. Dalam hal ini, hukum perlindungan konsumen di Indonesia belum memberikan ruang bagi euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Maka berdasarkan ketentuan peralihan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (pasal 64) berbunyi: “segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsu-men yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak berten-tangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini”.9

Berdasarkan ketentuan diatas, bagaima-napun karena masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit men-dekati unsur-unsur euthanasia itu. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, khususnya pasal-pasal yang membi-carakan masalah kejahatan terhadap nyawa manusia, yang

8

D. Veronica Komalawati, 1989, “Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter”, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.

(18)

18 dapat dijumpai dalam Bab XIX, buku II, dari pasal 338 sampai pasal 350 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal yang menyinggung masalah euthanasia ini secara pasti tidak ada, tetapi satu-satunya pasal yang lebih mengena yaitu pasal 344, pada Bab XIX, buku II, yaitu:

"Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

Dalam pasal di atas, kalimat “permintaan sendiri yang dinyatakan dengan kesung-guhan hati” hati harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh (erbstig), jika tidak maka orang itu dikenakan pembunuhan biasa, dan haruslah mendapatkan perhatian, karena unsur inilah yang akan menentukan apakah orang yang melakukannya dapat dipidana berdasarkan pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau tidak. Agar unsur ini tidak disalahgunakan, maka dalam menentukan benar tidaknya seseorang telah melakukan pembunuhan karena kasihan ini, unsur permintaan yang tegas (unitdrukkelijk), dan unsur sungguh (ernstig), harus dapat dibuktikan baik dengan adanya saksi atau pun oleh alat-alat bukti lainnya.10

Undang-undang yang tertulis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya eutha-nasia aktif dan dianggap sebagai suatu pem-bunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkannya nyawa seseorang. Dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal-pasal dalam undang-undang yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.11

10 Chrisdiono M. Achadiat, 2007, “Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran”, Penerbit Kedokteran

(19)

19 Sementara untuk euthanasia pasif dan tidak langsung, dokter harus bisa membuk-tikan bahwa tindakan medik terhadap pasien sudah tidak ada gunanya lagi (euthanasia pasif) atau membuktikan bahwa tindakan medik yang dilakukannya itu bertujuan untuk meri-ngankan penderitaan pasien (euthanasia tidak langsung).

Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedok-teran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada pasien, disebutkan bahwa “seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahkluk insani”. Ini berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut.

Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman. Selain harus pula dipertimbangkan keinginan pasien, keluarga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hi-dup pasien. sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.12

Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai penga-niayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu ke-dokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan diluar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan diluar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis.

Namun ketika pasien dipastikan mengalami kematian otak maka pasien dinyatakan telah meninggal. Tindakan penghentian terapeutik diputuskan oleh dokter

11 Chandrawila Supriadi, 2001, Wila, “Hukum Kedokteran”, CV. Mandar Maju, Bandung. 12 Amir Amri, 1197, “Bunga Rampai Hukum Kesehatan”, Penerbit Widya Medika, Jakarta.

(20)

20 yang telah berpengalaman, selain harus pula dipertim-bangkan keinginan pasien, keluarga pasien, dan kualitas hidup yang diharapkan.

Dalam kondisi di mana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagi diharapkan untuk memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaannya.

Oleh karena itu setiap dokter seha-rusnya memahami Kode Etik Kedokteraan serta aspek hukum pelayanan kesehatan, khususnya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(21)

21

2.2 Bagan Alur Penelitian

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumya bahwa kegiatan ini adalah kegiatan penelitian yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan dokumentasi.

BAGAN ALUR PENELITIAN, DOKUMENTASI, PUBLIKASI, DAN TAHAPAN MEKANISME KEGIATAN

PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DARIPERSPEKTIF

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN1999 TENTANGPERLINDUNGAN HUKUM

KONSUMEN

(Studi Kasus di Rumah Sakit se-Kota Denpasar)

Tahun 1

1. Hasil dari penelitian ini akan dipublikasikan dalam jurnal yang mempunyai ISSN.

2. Hasil dari penelitian ini akan dibawa kedalam pertemuan ilmiah (Focus Grup Discussion) dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit se Kota Denpasar 3. Hasil dari penelitian ini dijadikan

sebagai pengayaan bahan ajar dalam perkuliahan Hukum Kesehatan dalam program S1

Fokus Kegiatan Tahun 1

Tahun 2

1. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan evaluasi bagi Dinas Kesehatan dan Kanwil Kesehatan beserta Rumah Sakit se Kota Denpasar dalam menentukan proses Euthanasia

2. Sebagai bahan masukan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Denpasar untuk disosialisasikan kepada seluruh Dokter yang tergabung didalam IDI.

3. Hasil penelitian ini akan dibawa kedalam seminar berskala lokal dan nasional.

Fokus Kegiatan Tahun 2

(22)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

1. Konsep, Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Konsep Penelitian

Dalam konteks kedudukan hukum pasien Euthanasia terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Hukun dan Konsumen, konsep hukum yang dikedepankan adalah konsep hukum yang berkeadilan bagi pasien sebagai konsumen dan pihak rumah sakit, serta berkeadilan bagi end user dalam hal ini masyarakat sebagai konsumen dari rumah sakit. Konsep keadilan dalam penelitian ini adalah keadilan yang berbasis masyarakat secara keseluruhan.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Penelitian ini mengkaji hukum Undang-Undang sebagaimana oleh berbagai faktor sosial yang melahirkan aliran-aliran baru yang amat kritis pada pengkajian hukum yang beraliran legisme murni. Milanovic dan pengikutnya juga menyebutnya sebagai kajian dalam ranah the sociological jurisprudence, the functional jurisprudence, and the critical legal studies.13

Penelitian hukum dengan aspek normatif ini menggunakan data sekunder sebagai data awal yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan data primer yang diperoleh dari studi bahan hukum. Penelitian hukum dengan aspek normatif bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya yang esensi hukum tertuang dalam bentuk norma-norma, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan ataupun ketentuan hukum lainnya.

Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : conceptual approach, statue approach serta comparative approach.

13

(23)

23

2. Bahan dan Sumber Hukum

Bahan dan sumber hukum yang diteliti dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang bersumber dari pihak-pihak yang terlibat dalam amsalah yang menjadi objek penelitian.

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum, sedangkan bahan hukum sekunder adalah yang bersumber dari buku-buku serta tulisan-tulisan hukum.14

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklasifikasikan, mengidentifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, konvensi serta literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dikemukakan. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara sistematis sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen.

(24)

24 BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya

Tabel Ringkasan Anggaran Biaya yang diajukan setiap Tahun

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)

Tahun I Tahun II

1 Gaji dan upah (Maks. 30%) Rp. 15.000.000,- Rp. 15.000.000,- 2 Bahan habis pakai dan peralatan

(30-40%)

Rp. 20.000.000,- Rp. 20.000.000,-

3 Perjalanan (Maks. 15-25%) Rp. 7.500.000,- Rp. 7.500.000,- 4 Lain-lain (publikasi, seminar, laporan,

lainnya sebutkan) (15%) Rp. 7.500.000,- Rp. 7.500.000,- Jumlah Rp. 50.000.000,- Rp. 50.000.000,- 4.2 Jadwal Kegiatan No Jenis Kegiatan TAHUN I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Tahap persiapan 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan data 4. Penyusunan draft laporan penelitian 5. Seminar/Konsultasi 6. Penyempurnaan laporan penelitian 7. Penggandaan dan penyerahan laporan hasil penelitian

(25)

25 DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Amir Amri, 1197, “Bunga Rampai Hukum Kesehatan”, Penerbit Widya Medika, Jakarta.

Chandrawila Supriadi, 2001, Wila, “Hukum Kedokteran”, CV. Mandar Maju, Bandung. Chrisdiono M. Achadiat, 2007, “Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran”, Penerbit

Kedokteran EGC, Jakarta.

D. Veronica Komalawati, 1989, “Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter”, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.

Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, 1984, “Euthanasia, Hak Asasi Manusia, dan Hukum Pidana”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Franz Magnis-Suseno, 1998, “Model Pendekatan Etika”, Kanisius, Yogyakarta. Ilyas Efendi, 1989, “Euthanasia Ratu Cleoprata Dua Puluh Abad Lalu”, Kartini.

Imron Halimi, 1990, “Euthanasia Cara Mati Terhormat Orang Modern”, CV. Rmadhani, Solo.

Jaques P. Ethics, 1995, “Theory and Practice”, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1999, “Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan”, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.

Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, “Bahan Bacaan Penulisan Disertasi”, UNDIP, Semarang.

(26)

26 LAMPIRAN 1

JUSTIFIKASI BIAYA 1. Gaji dan Upah

Honor/ Jam Waktu Honor/ Tahun

(Rp) (Jam/ Minggu) Tahun I

Ketua 17.361 6 48 5.000.000 Anggota 1 17.361 6 48 5.000.000 Anggota 2 17.361 6 48 5.000.000 15.000.000 2. 1. Peralatan Penunjang Biaya (Rp) Tahun I

Flash Disc 8GB Pembuatan

Proposal dan Analisis Data

4 buah 400.000 1.600.000

Modem Internet idem 1 paket 250.000 250.000

CD Blank idem 2 Paket 50.000 50.000

Ballpoint, Blinder Clips, Amplop, stabilo

Bahan utama dan penunjang analisis data

1 set 500.000 500.000

1.900.000 2.2. Bahan Habis Pakai

Biaya (Rp) Tahun I Belanja Konsumsi penelitian

Snack 50 Kotak 15.000 750.000

Nasi kotak 50 Kotak 30.000 1.500.000

Belanja Bahan Penelitian

Kertas A4 80 gram Proposal,

Kuisioner, Laporam

25 rim 50.000 1.250.000

Tinta Printer Idem 8 buah 275.000 2.200.000

Cartridge Printer Idem 3 buah 500.000 1.500.000

Block Note Idem 30 buah 10.000 300.000

Pembelian Literatur Bahan utama

penelitian data sekunder

1 set 4.500.000

Foto copy perbanyak kuisioner dan proposal, Jurnal Hukum

Idem 1 set (10.000

lembar)

160 1.600.000

Cetak/ Download bahan hukum dari Internet

Idem 1.000 eksemplar 1.000 1.500.000

15.100.000 3. Perjalanan

Biaya (Rp) Tahun I FH UNUD - Rumah Sakit

Negeri se Kota Denpasar

Survey, Pengurusan ijin, Penelitian Lapangan 3 1.500.000 4.500.000 FH UNUD - Dinas Kesehatan Kota Denpasar

Survey, Pengurusan ijin,

Penelitian Lapangan

2 750.000 1.500.000

FH UNUD - Rumah Sakit Swasta se Kota Denpasar

Survey, Pengurusan ijin, Penelitian Lapangan 2 750.000 1.500.000 FH UNUD - Dinas Kesehatan Propinsi Bali

Survey, Pengurusan ijin, Penelitian Lapangan 3 1.000.000 3.000.000 10.500.000 4. Lain-Lain Biaya (Rp) Tahun I Tabulasi data lapangan di

Denpasar

1 set 1.250.000 1.250.000

Penyusunan 1 set (20 buah) 200.000 4.000.000

Seminar Hasil 1 paket 1.500.000 1.500.000

Publikasi hasil penelitian melalui Jurnal Hukum Lokal

1 paket 750.000 750.000 7.500.000 50.000.000 Sub Total (Rp) Honor Minggu Sub Total (Rp) Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total (Rp) Material Justifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total (Rp) Grand Total (Rp)

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total Material Justifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

(27)

27 LAMPIRAN 2

DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA

Sarana yang digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian ini meliputi sarana-sarana sebagai berikut :

1. Laboratorium : Lab Elektronik IT Fakultas Hukum UNUD dapat menunjang sekitar 50% dukungan dalam kegiatan penelitian terutama untuk mencari data sekunder (data kepustakaan)

2. Perpustakaan Fakultas Hukum UNUD mendukung dalam hal pencarian data atau literatur-literatur yang diperlukan terkait dalam permasalahan dalam penelitian ini. 3. Peralatan utama : meliputi laptop, computer, printer, kamera, scanner untuk

mendukung kegiatan operasional dalam hal pecarian dan pengolahan serta analisa data.

(28)

28 LAMPIRAN 3

SUSUNAN ORGANISASI TIM DAN PEMBAGIAN TUGAS

No. Nama/NIDN Instansi

Asal Bidang Ilmu Alokasi Waktu (jam/minggu) Uraian Tugas 1. I.B Putra Atmadja, SH, MH. (0031125433) Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Ketua Tim Peneliti

bertugas :

1. Membuat kerangka

dasar usulan penelitian

2. Membuatkan daftar pembagian tugas 3. Memberikan analisa di bidang hukum 4. Menyempurnakan laporan penelitian 2. AA Ngurah Wirasila, SH, MH. (0014055804) Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Anggota Tim Peneliti

bertugas : 1. Menganalisis materi penelitian 2. Mempersiapkan materi penelitian 3. Melakukan pengolahan

data hukum untuk

penelitian 3. A.A Sri Indrawati, SH, MH. (0014105707) Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Anggota Tim Peneliti

bertugas untuk : 1. Memberikan analisa di bidang terhadap permasalahan 2. Penyusunan laporan penelitian 3. Persiapan kegiatan

seminar hasil penelitian

4. Penggandaan laporan

(29)

29 LAMPIRAN 4

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Ida Bagus Putra Atmadja, SH.,MH L/P

2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala

3. Jabatan Struktural Pembina / IVb

4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19541231 198303 1 001

5. NIDN 0031125433

6. Tempat dan Tanggal Lahir Gianyar, 31 Desember 1954

7. Alamat Rumah Jl. Gunung Penulisan No. 3 Denpasar

8. Nomor Telepon/ HP 0361-488507

9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No. 1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail putra_atmadja@unud.ac.id

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= orang; S-2= Orang; S-3= Orang

13. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Perikatan

2. Hukum Perdata

3. Hukum Dagang

4. Hukum Perbankan

5. Hukum Kesehatan

6. Pengantar Hukum Bisnis

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2

Perguruan Tinggi Universitas Udayana Universitas Airlangga, Surabaya

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Ilmu Hukum

Tahun Masuk 1974 2002

Tahun Lulus 1981 2005

Judul Skripsi/Thesis Masalah yang Timbul di Dalam

Perkawinan Setelah Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974

Prinsip Pembuktian Dalam

Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UU No.8 Tahun 1999

Nama Pembimbing 1.Anak Agung Oka Suwetja, SH.

2.Dewa Made Sukawati, SH.

1. Dr. Pieter Mahmud Marzuki,

SH, MS, LLM

2. Sri Handayani, SH.,M.Hum

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2010 Pengaturan Perdagangan Valuta Asing

Bukan Bank

Direktorat

Hukum Bank

Indonesia

70.000.000

2. 2010 Pelaksanaan Pembuatan Akta Kelahiran

Sebagai Identitas Kelangsungan Hidup Anak di Wilayah Pemerintahan Kota Denpasar

DIPA FH UNUD

3. 2010 The Golden Keys dalam Hubungannya

dengan sahnya Perjanjian Sewa Beli (Hurkoop)

(30)

30

4. 2012 Kedudukan Bank sebagai Kreditur

dalam Hal Tidak Dilaksanakannya Pendaftaran Jaminan Fidusia

Program Magister

Kenotariatan FH UNUD

6.000.000

5. 2015 Keterangan Ahli Dalam Proses

Pembuktian Peradilan Pidana

Dana DIPA FH UNUD no. Kontrak 961C/UN14.1.11/ KU/2015, Tanggal 4 Mei 2015 9.000.000

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta

Rp.)

1. 2012 Sosialisasi Ketentuan Pasal 18 UU

Perlindungan Konsumen Dalam Perumusan Klausula Baku Perjanjian Standar Kredit Bank di BPR Kintamani, Perdana, Bangli

DIPA FH UNUD

1.500.000

2. 2013 Sosialisasi Hukum Perkawinan dan

Pembagian Harta Bersama dalam Perkawinan Menurut Hukum Positif di Indonesia di Banjar Manut Negara, Desa Tegal Kertha, Kota Denpasar

DIPA FH UNUD

1.500.000

3. 2013 Sosialisasi Prinsip Kehati-hatian dan

GLG dalam Mengelola Bank di PT. BPR Gianyar Parta Sedana Blahbatuh, Gianyar Dana DIPA BLU Prodi Magister (S2) Ilmu Hukum UNUD 2.862.500

4. 2014 Sosialisasi Malpraktek di Tinjau Dari

Sudut Pandang Pidana dan Etik Kedokteran

Dana DIPA PNBP UNUD

5.000.000

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Tanggung Gugat Dokter dan Rumah

Sakit atas Kesalahan dalam Pelayanan Medis pada Pasien

Vol. 15 No. 1 Januari 2014 Majalah Ilmu Hukum Kertha Wicaksana Universitas Warmadewa

2. Prisip Tanggung Gugat Tanpa Kesalahan

Dalam Sengketa Konsumen

Edisi Khusus Ulang Tahun Fakultas Hukum Universitas Udayana, September 2010 Majalah Kertha Patrika FH UNUD

(31)
(32)

32

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Anak Agung NgurahWirasila,S.H.,M.H. L Jabatan Fungsional Lektor

Jabatan Struktural -

NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19580514 198702 1 001

NIDN 0014055804

Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar dan 14 Mei 1958

Alamat Rumah Jl. Singosari, Gg. Belibis No. 26 Denpasar Nomor Telepon/Faks /HP 081338612090

Alamat Kantor Jl. Pulau Bali no. 1 Denpasar Nomor Telepon/Faks (0361) 222666

Alamat e-mail -

Lulusan yang telah dihasilkan S1= 20 orang Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Pidana

2. Hukum Kesehatan 3. Hukum Pidana Lanjutan

4. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP

B. Riwayat Pendidikan

Program S1 S2

Nama Perguruan Tinggi Fakultas Hukum Unud Pascasarjana Unud

Bidang Ilmu Ilmu hukum Ilmu Hukum

Tahun Masuk 1978 2007 Tahun Lulus 1985 2010 Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan dan Kejahatan Oleh Generasi Muda Di Kabupaten Badung

Euthanasia Dalam Pandangan

Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia

Nama Pembimbing/ Promotor

- I Ketut Mertha, SH. - I Dewa Nyoman Sekar., SH.

- Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH,M.Hum

- I Made Tjatrayasa, SH,MH

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jumlah

1. 2011 Upaya Penanggulangan

Penyalahgunaan Dan Kejahatan Narkotika Di Kota Denpasar,

(33)

33 Oktober 2011

2. 2010 Tindak Pidana Terhadap Harta Benda

Mandiri -

3. 2011 Tindak Pidana Narkotika Dan Psikotropika

Mandiri -

4. 2011 Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika Di Bali

DIPA FH 3.000.000

4. 2012 Delik Adat Lokika Sanggraha Dalam Kaitannya Dengan Pembaharuan KUHP

DIPA FH 3.000.000

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No. Tahu

n

Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jumlah 1. 2009 Pelaksanaan BaktiSosial Program

Ekstensi FH UnudDesa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan

F H Unud -

2. 2009 Penyuluhan Hukum Tentang

NarkotikaDesa Selan Bawak Kecamatan Marga–Kabupaten Tabanan

FH UNUD -

4. 2010 PelaksanaanKerjaSosial FH Unud, di Desa Selan Bawak Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan.

FH UNUD -

9. 2013 Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai upaya untuk mencegah

perkawinan anak di bawah umur di desa Pancasari kabupaten Buleleng.

Penerapan IPTEKS-SOSBUD

4.000.000

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Pengaruh Minuman Keras Terhadap Timbulnya Kriminalitas di Bali Majalah Kertha Patrika FH Unud, No. 49. Tahun XV. Desember 1989 Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana KERTHA PATRIKA

(34)

34 Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Hibah Unggulan Udayana dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DARI

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN (Studi Kasus di Rumah Sakit se-Kota Denpasar)

(35)

35

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) A.A Sri Indrawati, SH.,MH L/P

2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala

3. Jabatan Struktural Pembina Tingkat I/ IVa

4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19571014 198601 2001

5. NIDN 0014105707

6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 14 Oktober 1957

7. Alamat Rumah Jl. P. Adi VIII/No. 1 Denpasar

8. Nomor Telepon/ HP 0361-264704

9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No. 1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail agungsri_indrawati@unud.ac.id

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= orang; S-2= Orang; S-3= Orang

13. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Perikatan

2. Hukum Perdata

3. Hukum Jaminan

4. Hukum Pembiayaan

5. Hukum Perbankan dan Lembaga Pembiayan

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Perguruan Tinggi Universitas Udayana Universitas Udayana

Bidang Ilmu Hukum Perdata Hukum Bisnis

Tahun Masuk 1978 2005

Tahun Lulus 1983 2007

Judul Skripsi/Thesis Putusan Perdamaian

Dalam Perkara Perdata Dengan Permasalahannya Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Berkaitan Dengan SistemHak Kekakayaan Intelektual

Nama Pembimbing 1. Anak Agung

Suweca, SH. 2. I Ketut Tjukup, SH. 1. Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH, SU. 2. Ni Ketut Supasti Darmawan, SH.,MH

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2011 Implementasi Corporate Social

Responcibillity (CSR) Pada

Perusahaan Industri Pariwisata di Bali Kelompok, Dana NPT Nuffic IDN 223 Strengthening Faculty Law UNUD -

2. 2012 Pelaksanaan Pendaftaran Karya

Desain Industri Kerajinan Kursi

DIPA

FAKULTAS TA. -

(36)

36

Bambu Di Desa Blege Kecamatan Balhbatuh Kabupaten Gianyar

201

3. 2012 Kedudukan Bank Sebagai Kreditur

Dalam Hal Tidak didaftarakannya Jaminan Fidusia. DIPA Prodi Magister Kenotariatan TA 2012 -

4. 2013 Pengajuan Restrukturisasi Dalam

Proses Kepailitan (Studi Empiris

Model Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang Pada Perusahaan Penanaman Modal di Provinsi Bali.

USAID E-2 -

5. 2013 Pembentukan Model Dukumentasi

dan Publikasi Format Buku Dalam Usaha Meningkatkan Kepastian

Perlindungan hukum Terhadap

Ingatable Asser (HKI) Di Bidang Pengetahuan Tradisional Ekspresi Budaya Bali ( EBT)

Hibah Unggulan Udayana

50.000.000-

6. 2014 Hak Pasien Untuk Mendapatkan Isi

Rekam Medik Tanggung Jawab Dokter Yang Telah Mendapatkan Informed Consent Dari Pasien dalam Melakukan Tindakan Kedokteran

DIPA

FAKULTAS TA. 2014

-

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta

Rp.)

1. 2009 Sosialisasi UU No. 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak dan UU No.23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

DIPA PNBP 4.000.000,-

2. 2010 Konsultasi dan Pembinaan

Awig-Awig di Desa Pekraman, Abang Tegalalang Gianyar

DIPA PNBP 4.000.000,-

3. 2012 Sosialisasi Bahaya Penyalahgunaan

Narkotika Dan Psikotropika Di Sekaa Teruna-Teruni Br Pande, Desa Jegu-Tabanan

Anggaran B.O. PTN Tahun 2012

-

4. 2012 Sosialisasi Undang-Undang Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Krambitan, Kec. Kerambitan, Kabupaten Tabanan DIPA Fakultas Hukum Universitas Udayana,Tahun Anggaran 2012 -

5. 2012 Sosialisasi Pembekalan Materi

Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dana Prodi Magister Kenotariatan

(37)

37

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Persetujuan Tindakan Medik serta

Kaitannya Dengan Perwakilan Sukarela (Psl 1354 KUHPer)

No 66 Tahun XX FH UNUD

Majalah Kertha Patrika

2. Sifat Keperdataan Di dalam

Perjanjian Penyembuhan (( Transactie Trapeutik ) No 70 Tahun XXIV FH UNUD Majalah Kertha Patrika

(38)

38 LAMPIRAN 5

SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

1. Nama Lengkap : I. B Putra Atmadja, SH, MH.

NIP/NIDN : 19580514 198702 1 001/ 0031125433

PS/Fakultas : Ilmu Hukum/ Hukum

Status dalam Penelitian : Ketua

2. Nama Lengkap : A.A Ngurah Wirasila, SH, MH.

NIP/NIDN : 19580514 198702 1 001/ 0014055804

PS/Fakultas : Ilmu Hukum/ Hukum

Status dalam Penelitian : Anggota

3. Nama Lengkap : A.A Sri Indrawati, SH, MH.

NIP/NIDN : 19580514 198702 1 001/ 0014105707

PS/Fakultas : Ilmu Hukum/ Hukum

Status dalam Penelitian : Anggota

Menyatakan bahwa kami secara bersama-sama telah menyusun proposal penelitian Hibah Unggulan Udayana yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN (Studi Kasus di Rumah Sakit se-Kota Denpasar)”dengan jumlah usulan dana sebesar Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah).

Apabila proposal ini disetujui maka kami secara bersama-sama akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian ini sampai tuntas sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian.

Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dan ditandatangani bersama sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bukit Jimbaran, 15 Maret 2016

(I.B Putra Atmadja, SH.,MH) (A.A Sri Indrawati, SH.,MH)

(A.A Ngurah Wirasila, SH, MH.)

Gambar

Tabel Ringkasan Anggaran Biaya yang diajukan setiap Tahun
Foto copy perbanyak  kuisioner dan proposal,  Jurnal Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Penentuan selang waktu penggantian komponen dengan

Penelit ian ini bertujuan mendeskripsikan proses pengembangan dan kualitas buku suple men yang dike mbangkan, meliputi aspek kevalidan, keefe ktifan, dan kepra

Tujuan dari di laksanakannya program itu adalah untuk membantu perekonomian warga sekitar khususnya warga kampung margajaya kecamatan serpong yang ingin peneliti

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa LKS adalah media cetak yang Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa LKS adalah media cetak yang terdiri

Merupakan tahap pengujian yang dilakukan dari hasil klasifikasi menggunakan metode support vector machine (SVM), serta menganalisis performansi sesuai dengan parameter yang

Pada spesifikasi rawai tuna dengan jumlah 11 pancing tiap pelampung, albakora lebih banyak tertangkap pada posisi pancing nomor 3/9 dengan nilai rata-rata kedalaman yaitu 138,16

Therefore, considering the acidity of catalysts, then the Keggin structure of polyoxometalate after oxidative desulfurization of benzothiophene is investigated deeply using

Wittgenstein, menurutnya setiap proposisi logis harus dapat direduksi menjadi proposisi mendasar atau atomic yang dapat dicirikan sebagai deskripsi atau' gambar