• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV USIA PERKAWINAN DI DUNIA MUSLIM MODERN A. Negara Yordania - PEMBARUAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Peraturan Perundang-Undangan tentang Batas Usia Perkawinan) - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV USIA PERKAWINAN DI DUNIA MUSLIM MODERN A. Negara Yordania - PEMBARUAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Peraturan Perundang-Undangan tentang Batas Usia Perkawinan) - Raden Intan Repository"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

USIA PERKAWINAN DI DUNIA MUSLIM MODERN

A. Negara Yordania

1. Profil Singkat Negara Yordania

Kerajaan Hasyimiyah Yordania, yang biasanya disebut Yordania,

ialah sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Suriah di

sebelah utara, Arab Saudi di timur dan selatan, Irak di timur laut, serta

Israel dan tepi barat di barat. Yordania menerima arus pengungsi Palestina

selama lebih dari 3 dasawarsa, menjadikannya sebagai salah satu

penampung pengungsi terbesar di dunia. Negara yang miskin bahan

tambang ini mengimpor minyak bumi dari negara-negara tetangga.1

Sekitar 95% penduduknya beragama Islam dengan menganut Madzhab

Hanafi dan beraliran Sunny. Selainnya 4 % beragama kristen dan 1% lagi

gabungan Druze dan Bahni. 2

Penduduk Yordania menurut data yang dilaporkan Inggris kepada

PBB tahun 1924 berjumlah sekitar 900.000 jiwa dengan 90% Arab

Muslim, 10.000 jiwa Cireassian dan Cherchen, serta 15.000 jiwa Arab

Kristen. Cireassian dan Cherchen adalah kelompok imigran dari Rusia.3

Jumlah ini diperkirakan naik sampai 3,8 juta jiwa pada bulan September

1991 akibat aliran pengungsi Palestina pada saat pembagian wilayah

Palestina pada tahun 1948 dan pendudukan Israel di wilayah tepi sungai

barat tahun 1967 serta kembalinya lebih dari 300.000 orang Palestina dan

Yordania dari Kuwait selama perang teluk 1990-1991.4

Berdasarkan jumlah tersebut sebagaimana yang dikemukakan

Ahmad al-Usairi yang dikutip oleh Amin Suma, bahwa dunia Islam adalah

1

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta: Raja

Grafindo, 2004) h. 156 2

Khoiruddin Nasution, dkk., Hukum Perkawinan dan Warisan di Dunia Muslim Modern

(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2012) h. 65 3

Dawoud El Alami dan Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws of the

Arab World (London: CIMEL and Kluwer Law International, 1996) h. 4 4

(2)

negeri-negeri atau negara-negara yang persentase penduduk muslimnya

lebih 50% dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan demikian, Yordania

menjadi salah satu negara yang ikut mengambil bagian menjadi salah satu

negara dalam dunia Islam. Pertimbangan jumlah ini merupakan

pertimbangan pertama dan terpenting. Selain pertimbangan jumlah

penduduk, pertimbangan Undang-undang yang terkait dengan

pemberlakuan Undang-undang Islam di Yordania juga merupakan salah

satu ciri dari sebuah negara Islam.5

Negara modern Yordania pertama kali muncul pada tahun 1921

sebagai Emirat (keemiran atau keamiran) Transyordan. Hingga

penghujung Perang Dunia I wilayah ini merupakan bagian dari Suriah

yang lebih besar di bawah kekuasaan Utsmaniyah. Setelah kekalahan

Kesultanan Utsmaniyah pada 1918, sekutu membagi Timur Tengah

menjadi kawasan-kawasan di bawah pengaruh mereka, dengan Transyor

dan Palestina berada dalam mandat dan perwalian Inggris. Pada tahun

1946, Transyor mencapai kemerdekaannya untuk kemudian menjadi

kerajaan Hasyimiyah Yordania dengan Pangeran Abdullah Ibn al-Husein

sebagai raja pertamanya. Nama Hasyimiyah menunjukkan kepada Hasyim,

yang merupakan moyang Nabi Muhammad saw.6

Peta politik Yordania dapat dilihat dari dominannya partai

Ikhwanul Muslimin karena dukungan partainya dalam perang Arab-Israel

dan dukungan terbukanya kepada Raja Abdullah dan terus berlanjut

sampai pada pemerintahan Raja Hussein. Hubungan manis itu semakin

jelas ketika kedua rezim dan partai itu bersama-sama menghadapi

serangan berbagai rezim Arab dan gerakan pan-Arab sekuler terutama

pada tahun 1950-1960-an. Akibatnya selama hampir empat dekade

Ikhwanul Muslimin mampu mengonsolidasikan posisinya dengan pesan

religius politik dan memperkuat dukungan melalui kontrolnya yang luas

5

Khoiruddin Nasution, dkk., Op.Cit., h. 65-66

6

John L. Eposito, Ensiklopedia Hukum Islam Modern (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,

(3)

terhadap organisasi dan institusi yang memberi pelayanan terhadap

masyarakat.7

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga Di Yordania

Reformasi substansi hukum dilakukan dengan cara takhayyur

(pemilihan pendapat hukum), talfiq (amalgamasi mazhab hukum), dan

ijtihad (inovasi/penemuan hukum). Takhayyur dilakukan dengan

mengadopsi ketentuan dari pendapat hukum yang ada yang dinilai sesuai

dengan masyarakat. Talfiq dilakukan dengan cara eklektik, dengan

mengkombinasikan beberapa pendapat hukum yang ada sehingga

didapatkan ketentuan hukum yang sesuai dengan masyarakat. Ijtihad

dilakukan dengan cara melakukan interpretasi ulang terhadap teks-teks

keagamaan. Ijtihad dilakukan jika takhayyur dan talfiq tidak bisa

dilakukan.8

Negara Yordania dalam membuat aturan perundangan mengambil

model talfiq atau mencampurkan aturan-aturan hukum dari

mazhab-mazhab yang ada yang kemudian dijadikan undang-undang yang dapat

diterima masyarakat. Hal ini disebabkan karena di antara mazhab fikih

yang ada, tidak banyak perbedaan yang sangat signifikan. Sebelum adanya

pembaharuan Undang-undang Hukum Keluarga Muslim No. 61 Tahun

1976, negara Yordania lebih cenderung mengambil pendapat mazhab

Hanafi dalam pembuatan Undang-undang.9

Mengenai sejarah pembentukan hukum di Yordania, awal mulanya

negara ini menggunakan aturan hukum yang disebut dengan Ottoman Law.

Hal ini disebabkan karena Yordania merupakan bagian dari negara yang

dikuasai oleh kerajaan di masa Bani Turki Utsmani. Sistem hukum yang

diterapkan salah satunya mengenai aspek hukum di bidang hukum

keluarga yang aturan tersebut dinamai Ottoman Law of Family Rights

(4)

1917. Yordania menerapkan aturan hukum Islam secara utuh dengan

melandasinya kepada hasil pemikiran mazhab Hanafi.10

Pada tahun 1947, Yordania menerapkan aturan hukum sementara

dalam memberlakukan hukum keluarga. Hal ini tetap berlaku sampai

diubah pada tahun 1951 dengan undang-undang yang baru, sebagian besar

aturan di dalamnya mengikuti bentuk Ottoman Law of Family Rights.

Jordania Law of Family Rights 1951 adalah aturan hukum yang pertama

dalam serangkaian kodifikasi Hukum Keluarga Islam yang diresmikan

pada tahun 1950 oleh badan legislatif nasional. Sebuah konstitusi baru

diadopsi pada tahun 1952, dengan mempertahankan dasar agama dan

kekuasaan peradilan dalam menyelesaikan sengketa perdata.11

Ottoman Law of Family Right terus diterapkan sampai hukum

keluarga Yordania No. 26 Tahun 1947 dikeluarkan. Aturan hukum ini

sementara diterapkan selama empat tahun sampai dikeluarkannya hukum

keluarga Yordania No. 92 Tahun 1951, yang kemudian diubah dan diganti

dari kedua aturan yaitu Ottoman Law dan UU Yordania No. 26. UU serta

No. 92 tahun 1951 yang berlaku selama dua puluh lima tahun lalu

kemudian diterbitkanlah aturan hukum keluarga No. 61 tahun 1976.

Undang-undang ini didasarkan pada pemikiran selain pemikiran Hanafi,

ketentuan ini dibuat dalam 180 pasal sebagai landasan yang paling tepat

dari berbagai pendapat Imam Abu Hanifah dalam kasus di mana tidak ada

ketentuan tekstual tertentu ditemukan.12

Mengenai aspek hukum keluarga di Yordania yang terbentuk pada

tahun 1951, pada perjalanannya mengalami perubahan secara rinci dari

aturan hukum yang sebelumnya yaitu Ottoman Law of Family Rights

1917, adapun poin-poin yang diubah adalah, sebagai berikut:

a. Pencatatan Pernikahan,13

10

Abdullahi A. An-Na‟im (ed), Islamic Family Law in a Changing World: A Global

Resource Book (London: Zed Books, 2002), h. 119 11

Ibid. 12

Dawoud El Alami dan Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws of the

Arab World (London: CIMEL and Kluwer Law International, 1996) h. 79 13Ottoman Law

(5)

b. Walimatul „Ursy,14

c. Hak wali mengenai pernikahan seorang perempuan,15

d. Akibat dari pernikahan yang sah,16

e. Kewajiban suami mengenai mahar,17

f. Kewajiban dan hak suami istri,18

g. Perceraian,19

h. Rujuk,20 dan

i. Hak dan kewajiban seorang istri selama masa iddah.21

undang yang diterapkan di Yordania adalah

Undang-undang tentang hukum perdata dan hukum-hukum tambahan 1976 (The

Code of Personal Status and Supplementary Laws 1976) sebagai

undang-undang hukum keluarga Islam. Undang-undang-undang ini merupakan hasil

perjuangan yang panjang para ahli hukum dengan melakukan

pengkodifikasian berbagai macam sumber hukum. Nampaknya dengan

kelahiran undang-undang ini merupakan awal dari langkah sebuah

pembaruan hukum yang relevan dengan perkembangan zaman.22

Landasan yang diambil sebagai pemikiran pokok para ahli hukum

lebih banyak merujuk langsung pada mazhab Hanafi sebagaimana yang

disinggung sebelumnya karena mazhab Hanafi mempunyai pengaruh yang

sangat dominan di negara Yordania. Akan tetapi, ketika dilakukan

pembaharuan hukum, beberapa mazhab selain mazhab Hanafi juga

dijadikan sumber rujukan untuk memperbaiki materi hukum keluarga yang

sudah ada.23

14Ottoman Law

, Pasal 35-36; Jordanian Law, Pasal 18-19

15Ottoman Law

, Pasal 48-49; Jordanian Law, Pasal 25-26

16

Ottoman Law, Pasal 69-70, 73-74; Jordanian Law, Pasal 31-32, 35-36 17

Ottoman Law, Pasal 80 sampai 89; Jordanian Law, Pasal 40 sampai 42, 44 sampai 50, 52 sampai 54

18Ottoman Law

, Pasal 93 sampai 100; Jordanian Law, Pasal 57 sampai 63

19Ottoman Law

, Pasal 102-103; Jordanian Law, Pasal 66-67

20

Ottoman Law, Pasal 112 sampai 124; Jordanian Law, Pasal 78 sampai 88 21Ottoman Law

, Pasal 139 sampai 147, 151-152; Jordanian Law, Pasal 101-112.

22

Khoiruddin Nasution, dkk., Op.Cit., h. 64

(6)

Untuk lebih jelasnya, kami paparkan tahun-tahun penting periode

perkembangan hukum keluarga di Yordania:

a. Tahun 1917, diberlakukannya hukum keluarga Turki “Qanun qarar al

Huquq al-„Ailah al Utsmaniyyah (The Ottoman Law of Family Rights)

selama 4 tahun. Hukum ini diberlakukan karena Yordania masih di

bawah kekuasaan Turki Usmani.

b. Pemberlakuan perundangan-undangan hukum keluarga negara

Yordania dimulai dari terbentuknya UU No. 26 Tahun 1947.

c. Tahun 1951, UU No. 92 yang mulai berlaku bulan 15 Agustus

1951.”Qanun al Huquq al „Ailah” ( The Yordania Law of Family Rights ) Lahirnya UU ini menghapus Undang-Undang yang terdahulu.

Mencakup 132 Pasal, yang dibagi dalam 16 bab. Isi UU ini sangat

mirip dengan UU Turki tahun 1917, baik dari strukturnya maupun

aturan rinciannya.

d. Tahun 1976, UU. No.61 merevisi UU No. 92 Tahun 1951 dengan

nama Undang-undang Hukum status perorangan atau yang disebut

dengan Qanun al Ahwal al Shakhsiyyah (Comprehensive Law of

Personal Status ). UU ini mempunyai cakupan yang lebih luas dalam

membahas perkawinan.24

3. Hukum Keluarga di Yordania Tentang Batas Usia Nikah

Pada tahun 1917 Yordania memberlakukan Ottoman Law of

Family Rights sebelum lahirnya Undang-undang No. 92 tahun 1951.

Namun menurut catatan Dawoud El-Alami, sebelum lahirnya

undang-undang tersebut, Yordania pernah memberlakukan Qanun Huquq

al-„A`ilah al-Urduniah No. 26 tahun 1947. Oleh karenanya, dengan lahirnya undang-undang No. 92 tahun 1951 maka semua undang-undang terdahulu

sudah terhapuskan.

24

Mardani, Hukum perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Jakarta: Graha ilmu 2011)

(7)

Undang-undang No. 92 tahun 1951 ini mencakup 132 pasal yang

dibagi dalam 16 bab.25 Konon undang-undang ini sangat mirip dengan

undang-undang Turki tahun 1917, baik dari segi strukturnya maupun

aturan rinciannya.26 Kemudian undang-undang ini diperbaharui dengan

undang-undang yang lebih lengkap (comprehensive) dengan lahirnya Law

of Personal Status atau yang lebih dikenal dengan istilah Qanun al-Ahwal

al-Syakhshiyyah No. 61 Tahun 1976 yang mencakup 187 pasal dan terbagi

dalam 19 bab.27

Reformasi hukum keluarga yang dilakukan di Negara Yordania

salah satunya terkait dengan masalah usia menikah. Mengenai usia

pernikahan dinyatakan bahwa syarat usia perkawinan adalah 17 tahun bagi

laki-laki dan 15 tahun bagi perempuan.28 Hal ini merupakan ketentuan

yang merupakan perubahan dari Undang-undang No. 92 Tahun 1951.

Sebelumnya, ketentuan usia nikah adalah 18 tahun untuk laki-laki dan 17

tahun untuk perempuan. Jika melanggar ketentuan tentang usia tersebut,

maka pelanggaran akan dikenai hukum pidana.29 Akan tetapi, apabila

perempuan telah mencapai usia 15 tahun dan mempunyai keinginan untuk

menikah sementara walinya tidak mengizinkan tanpa alasan yang sah,

maka perempuan tersebut pada dasarnya tidak melanggar

prinsip-prinsip kafa`ah dan pengadilan dapat memberikan izin pernikahan.

Demikian juga apabila perempuan telah mencapai umur 18 tahun dan

walinya keberatan memberikan izin tanpa alasan kuat, maka pengadilan

25

Bab yang dimaksud adalah : (I) Peminangan, (II) Syarat-syarat Mempelai, (III) Akad

Nikah, (IV) Kafa‟ah, (V) Pembatalan Perkawinan, (VI) Hakam, (VII) Mahar, (VIII) Nafkah, (IX)

Aturan Tentang Perceraian, (X) Pilihan untuk Cerai, (XI) „Iddah, (XII) Nafkah Keluarga, (XIII dan

XIV) Pemeliharan Anak, (XV) Orang Hilang / mafqud, (XVI) Aturan Umum. Lihat, Khoiruddin

Nasution, Sejarah Singkat Pembaruan Hukum Keluarga Islam, dalam M. Atho‟ Mudzhar dan

Khoiruddin Nasution (ed), Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Modern Studi Perbandingan

dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fikih (Jakarta: Ciputat Press, 2003) h. 14 26

Anderson, Recent Development in Shari‟a Law VIII: The Yordanian Law of Family

Rights 1951 (The Muslim World, No. 42, 1952), h. 190 27

Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim Marriage (New Delhi: t.p., 1972)

(8)

dapat memberi izin pernikahan. Ketentuan ini merupakan langkah maju

jika dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam kitab fikih mazhab. Sebab

batasan yang dijelaskan dalam kitab fikih mazhab cukup dengan batasan

bahwa laki-laki atau perempuan yang akan menikah itu telah baligh.

Syafi‟i dan Hanbali menyatakan usia baligh untuk anak laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun, sedangkan Maliki menetapkannya 17 tahun.

Sementara itu Hanafi menetapkan usia baligh bagi anak laki-laki adalah 18

tahun dan anak perempuan 17 tahun.30 Tampaknya pembaharuan peraturan

tentang usia menikah tidak lagi merujuk pada satu mazhab tertentu akan

tetapi disesuaikan dengan kondisi di mana pada batasan usia tersebut

laki-laki atau perempuan Yordania dalam kondisi siap untuk menikah.

B. Negara Tunisia

1. Profil Singkat Negara Tunisia

Secara geografis, Tunisia terletak di bagian utara benua Afrika. Di

sebelah utara dan timur berbatasan dengan Laut Mediterania, di sebelah

selatan dan tenggara berbatasan dengan Libya, dan di sebelah barat

berbatasan dengan Aljazair. Tunisia berjarak 137 km dari Sicilia, Italia.

Cukup waktu 45 menit penerbangan dari Roma dan 2 jam dari Paris.31

Tunisia memiliki luas wilayah 164.150 km2 dan garis pantai

sepanjang 1.298 km yang terbentang di sebelah barat serta daerah

pegunungan di sepanjang perbatasan Aljazair.32

Dalam hal kependudukan menurut Institusi Statistik Nasional

Tunis data terbaru tercatat populasi Tunisia saat ini mencapai 10.982.754

Juta Jiwa. Untuk pertama kalinya juga jumlah perempuan lebih banyak

30

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Alih Bahasa. Maskur A.B. dkk.,

(Jakarta: Lentera Basritama, 2001), Cet. Ke-7, h. 317-318 31

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tunis dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI)

Tunisia, Tunisia Selayang Pandang, (Tunisia: KBRI Tunis, 2006), h. 1

(9)

dibandingkan pria, seperti dikutip Middle East Online.33 Dengan

persentase pemeluk Islam 99,5 %.34

Pada pertengahan abad ke-19 dalam kondisi kekuatan ekonomi

Eropa yang semakin meningkat dan lemahnya kekuatan ekonomi dalam

negeri, para penguasa Tunisia telah mencoba melakukan modernisasi di

berbagai bidang. Ini dilakukan ketika Tunisia masih berada di bawah

pengawasan protectorate Perancis (tahun 1884)

Dari tahun 1880-an sampai 1930-an bermunculan para pemimpin

Tunisia baik berlatar belakang ulama maupun birokrat. Pada umumnya

mereka menerima kekuasaan Perancis di Tunisia dan berkonsentrasi pada

bidang pendidikan dan budaya. pada tahun 1888 para alumni Zaetuna dan

college Sadiqi mengeluarkan surat kabar mingguan al-Hadira yang

digunakan sebagai media untuk mengomentari tentang Eropa dan

peristiwa-peristiwa dunia, dan untuk mendiskusikan isu-isu politik,

ekonomi dan sastra.35

Para alumni itu juga mensponsori pendirian sekolah Khalduniyah

pada tahun 1896. Pendirian ini untuk menyuplai pendidikan Zaetuna

dengan subyek-subyek modern. Hasil dari dua lembaga pendidikan ini

adalah: pemuda-pemuda Tunisia yang berenergikan Arab Timur. Mereka

mempromosikan modernisasi dan westernisasi masyarakat Tunisia dan

kebangkitan Arab.36

Kelompok pemuda itu melakukan berbagai reformasi. Mereka

mensponsori reformasi hukum Islam, pendidikan, dan administrasi wakaf.

Mereka juga mensponsori sekolah al-Qur‟an yang di dalamnya diajarkan

aritmatika, geografi, sejarah, dan bahasa Perancis di samping subyek

33

Dalam http://news.okezone.com/read/2014/09/12/412/1038411/, Diakses tanggal 05 Oktober 2015

34

Dalam http://www.religion-facts.com/id/255, Diakses tanggal 05 Oktober 2015 35

Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (New York: Cambridge University

Press, 1988) h. 699 36Ibid

(10)

Qur‟an dan bahasa Arab. Pada tahun 1907 untuk mengekspresikan aspirasi

politiknya, kelompok pemuda ini membuat jurnal: The Tunisian.37

Pada tahun 1932, Bourguiba menuntut kemerdekaan Tunisia dan

menawarkan perjanjian persahabatan untuk menjamin kepentingan

Perancis. Pada tahun 1934, Bourguiba dan kelompoknya mengambil alih

pimpinan partai dan membuat partai Neo-Destour dengan Materi sebagai

presiden dan Bourguiba sebagai sekretaris jenderalnya. Selanjutnya pada

tahun 1938, pemberontakan terhadap penguasa Perancis terjadi, dan

Bourguiba dimasukkan dalam penjara. Akhirnya pada tahun 1956, Tunisia

resmi merdeka dan protectorate Perancis di Tunisia dihapus.38

Bentuk pemerintahan Negara Tunisia adalah republik yang

dipimpin oleh seorang presiden dengan presiden pertamanya Habib

Bourguiba. Undang-undang Dasarnya disahkan pada tanggal 1 Juni 1959,

yang secara tegas dalam pasal 1 menyebutkan bahwa Tunisia adalah

Negara yang berdasarkan agama Islam. Bahkan lebih jauh lagi, dalam

pasal 38 dinyatakan bahwa presiden Republik Tunisia haruslah seorang

muslim.

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Tunisia

Islam masuk dan berkembang di Tunisia pada masa Khilafah

Bani Umayyah hingga Khilafah Turki Utsmani (1574-1591). Di masa

Khilafah Utsmaniah ini, Tunisia menjadi wilayah otonom di bawah

pemerintahan Dinasti Dey (1591-1659), Mouradi (1659-1705) dan

Huseini (1705 –1957) mayoritas penduduknya menganut mazhab

Maliki. Namun demikian, Tunisia juga dipengaruhi oleh mazhab Hanafi

sebagai konsekuensi dari posisinya yang merupakan salah satu daerah

otonom dinasti Usmaniyah (sejak tahun 1574). Karena itu Tunisia bisa

dikata sebagai salah satu wilayah penopang peradaban Islam ketika itu.

Seluruh aktivitas masyarakat di atur ketat dengan prinsip syariat Islam,

37Ibid

.,h. 700

38

Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (New York: Cambridge University

(11)

mulai dari sistem politik, ekonomi, sosial-budaya dan hukum termasuk

dalam persoalan hukum keluarga.

Ketika Prancis menguasai Tunisia pada rentang abad ke 19 dan

20 masehi, mereka memberikan otoritas berimbang kepada

hakim-hakim kedua mazhab tersebut untuk menyelesaikan kasus-kasus

perkawinan, perceraian, warisan dan kepemilikan tanah. Imbas dari

pendudukan Prancis atas Tunisia mengakibatkan sistem hukum Prancis

memiliki tempat dalam kebijakan politik pengadopsian sistem hukum di

Tunisia. Tidak jauh berbeda seperti Indonesia yang pernah dijajah

Belanda cukup lama. Posisi Sistem Hukum Pidana (Wetboek Van

Straprecht) dan hukum perdata (Burgelijk Wetboek) warisan belanda

masih digunakan hingga saat ini.

Secara umum sistem hukum di Tunisia berasal dari sistem

hukum sipil prancis dan hukum Islam. Sebab Tunisia menjadi negara

protektorat Prancis pada tahun 1881. Hukum Keluarga di Tunisia

dominan terinspirasi dari Hukum keluarga madzhab Maliki dan

Madzhab Hanafi.39

Dalam konstitusi pasal 1 dijelaskan: Islam adalah agama negara,

kemudian pasal 38 ditetapkan bahwa President harus seorang Muslim.

Konstitusi semacam ini jarang ditemukan di negara-negara Islam lain

yang dahulu pada umumnya berada dalam pendudukan negara-negara

barat Eropa yang sekuler. Walaupun dalam konstitusi tersebut Islam

nampaknya memiliki tempat yang sangat istimewa, namun Hukum

Islam tidak sepenuhnya diterapkan selain pada ranah keperdataan atau

Hukum Keluarga (The Law of Personal Status).

Dalam perjalanannya, secara perlahan-lahan mereka juga

mengadopsi prinsip-prinsip hukum Prancis. Sehingga output sistem

hukum yang dihasilkan merupakan perpaduan sinergis antara

prinsip-prinsip hukum Islam (Maliki dan Hanafi) dan prinsip-prinsip-prinsip-prinsip hukum

39

(12)

sipil Prancis (French civil law). Inilah yang mereka namakan upaya

reformasi atau pembaruan hukum Islam di negara mereka.

Setelah kemerdekaan pemerintah Tunisia memberlakukan

undang-undang hukum keluarga yang disesuaikan dengan

perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Tunisia. Upaya pembaharuan ini

didasarkan kepada penafsiran liberal terhadap syari„ah terutama yang

berkaitan dengan hukum keluarga.

Undang-undang tersebut bernama Majallat Ahwal

al-Syakhshiyah Nomor 66 tahun 1956. Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah

(Code of Personal Status)40 mencakup materi hukum perkawinan,

perceraian, dan pemeliharaan anak yang berbeda dengan ketetapan

hukum Islam Klasik.

Pada tanggal 1 Januari 1957 negara ini resmi memberlakukan

Code of Personal Status (Majallat al-ahwal al-syakhshiyah) No. 66

tahun 1956 sebagai UU keluarga pertama, baik di Pengadilan Negeri

maupun pengadilan Agama. UU ini hasil perpaduan konsep Hanafi dan

Maliki yang dituangkan dalam kitab berjudul Laihat Majallat Al-Ahkam

Al-Syakhshiyah oleh sekelompok ahli Hukum.41 Usaha ini sangat

direspon baik oleh pemerintah sehingga dibentuklah komisi dibawah

pimpinan Syekh Islam Muhammad Ja‟it untuk membuat UU keluarga dengan merujuk kepada kitab tersebut dan UU keluarga Maroko,

Yordani, syiria, serta Turki. UU ini diperbaharui (diamandemen)

beberapa kali dengan keluarnya Law No. 70 tahun 1958, No. 77 tahun

1959, No. 61 tahun 1961, dan No. 7 tahun 1980.42

Pembaruan Hukum keluarga yang kemudian berdampak pada

hukum perkawinan di Tunisia tidak jauh berbeda dengan negara-negara

timur tengah yang lain. Masyarakat Tunisia pada umumnya bermadzhab

Maliki, saat Turki utsmani menjadikan Tunisia bagian dari wilayah

40

Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata Islam Indonesia & Perbandingan Hukum

Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2009) h. 172 41Ibid

. 42Ibid

(13)

Kekhilafahan, masyarakat Tunisia berada dalam dua madzhab. Sebab

saat itu Khilafah Utsmani (Ottoman Empire) menjadikan madzhab

Hanafi sebagai madzhab resmi negara, yang di kemudian hari kedua

madzhab tersebut turut mempengaruhi proses pembaruan hukum

perkawinan.

Penerapan hukum keluarga Islam di Tunisia terkhusus dalam

bidang perkawinan dan pembaruannya melewati proses yang cukup

panjang sebagaimana di alami negeri-negeri Islam lainnya saat

memisahkan diri dari kesatuan wilayah Turki Utsmani dan memutuskan

menjadi negara independen. Setelah memerdekakan diri menjadi negara

republik, beberapa ahli hukum Tunisia mulai memikirkan tentang

sebuah kesatuan perundangan hukum keluarga yang diadopsi dari

madzhab Maliki. Di saat yang bersamaan mereka terinspirasi dari

kodifikasi dan pembaruan hukum keluarga di Mesir, Sudan, Jordan dan

Syria. 43 Dalam perkembangannya Hukum Keluarga di Tunisia telah

mengalami empat kali amandemen, yakni pada tahun 1962, 1964, 1966,

1981 sumber lain menyebutkan enam kali amandemen.44

3. Hukum Keluarga di Tunisia Tentang Batas Usia Nikah

Ketentuan batas usia perkawinan pertama kali sebelum diperbarui

yaitu wanita 15 tahun dan pria 18 tahun.45 Setelah dilakukan perubahan

laki-laki dan perempuan di Tunisia dapat melakukan perkawinan jika telah

berusia minimal 20 tahun. Hal ini merupakan ketentuan yang merubah isi

pasal 5 UU 1956 yang mana sebelum diubah, ketentuannya adalah 17

tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi laki-laki. Berdasarkan ketentuan

tersebut, untuk dapat melangsungkan perkawinan, pasangan yang berusia

di bawah 20 tahun harus mendapat izin dari wali. Jika wali tidak

memberikan izin, perkara tersebut dapat diputus oleh pengadilan.46

(14)

Bunyi pasal 5 dan 6 dalam The Code of Personal Status yang

mengatur tentang batas usia pernikahan dapat dilihat di bawah ini, sebagai

berikut:

Pasal 5

a. Pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan harus bebas dari

halangan pernikahan

b. Seseorang laki-laki yang belum berumur 20 tahun dan seorang wanita

yang belum berumur 17 tahun tidak dapat melakukan kontrak

pernikahan

c. Pernikahan seseorang di bawah umur tersebut harus mendapatkan izin

dari pengadilan. Izin tersebut tidak diberikan kecuali ada alasan yang

kuat dan ada kepentingan yang jelas dari kedua belah pihak.

Pasal 6

Pernikahan seseorang yang tidak sampai umur dewasa harus mendapatkan

izin dari wali. Jika wali menolak untuk memberikan izin terhadap

pernikahan tersebut, maka persoalan tersebut diputuskan oleh

pengadilan.47

Penelusuran aturan-aturan hukum fikih menunjukkan kemajuan

baru dalam hukum keluarga Islam dengan ditetapkannya batas usia

pernikahan dalam The Code of Personal Status. Seluruh mazhab hukum

fikih mengakui adanya hak wali untuk menikahkan putrinya tanpa adanya

izin dari kedua belah pihak. Dengan hak ini, maka orang tua dapat

menikahkan putra atau putrinya walaupun ia masih berumur belum

baligh.48

Al-Kasani mendasarkan pendapatnya bahwa boleh menikahkan

anak-anak yang belum dewasa, pada sebuah hadis yang menyatakan

bahwa Nabi Muhammad menikahi „Aisyah r.a yang ketika itu dalam suatu

riwayat masih berumur enam tahun dan pada riwayat yang lain berumur 9

47

Rahmat Arijaya, Hukum Perkawinan Tunisia (Studi Pemikiran Hukum Islam di

Tunisia) (Tesis: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004), h.109-110 48

Muhammad bin Abi Sahal Al-Sarakhsi Abu Bakar, Al-Mabsut (Beirut: Dar al-Ma‟rifah,

(15)

tahun. Berbeda dengan pendapat ini, Ibnu Syabramah berpendapat lain

bahwa tidak boleh menikahkan anak kecil kecuali ia telah sampai umur

baligh (dewasa). Ibnu Syabramah kemudian menjelaskan bahwa apabila

boleh pernikahan anak kecil maka tidak ada gunanya ditetapkannya

perwalian bagi anak kecil. Apabila suatu pernikahan bertujuan

menyalurkan kebutuhan biologis (pleasure) dan untuk mendapatkan

keturunan (recreation) maka pernikahan anak kecil tidak dapat

mewujudkan tujuan tersebut.49

Melihat keberadaan pendapat-pendapat ulama fikih tentang nikah

anak-anak menunjukkan bahwa penetapan umur sebagai sebuah kapasitas

seseorang baik laki-laki atau perempuan adalah suatu aturan yang maju.

Bagi wanita khususnya, demikian juga halnya laki-laki, aturan hukum ini

akan memungkinkan mereka mendapatkan kesempatan menikmati

pendidikan, kerja yang lebih luas. Dengan pendidikan yang lebih baik,

memungkinkan wanita dapat menunjukkan jati diri dan kemampuannya.50

C. Negara Pakistan

1. Profil Negara Pakistan

Negara Pakistan terletak di Asia Selatan dan menurut perhitungan

kalkulasi populasi tahun 2004 berjumlah 159.196.336 juta jiwa merupakan

negara muslim terbesar kedua di dunia. Negara ini dihuni oleh beragam

kelompok etnis yang berbeda, yang seluruhnya hidup berdampingan

secara damai di bawah panji agama yang beragam pula. Islam tercatat

sebagai agama terbesar yang dianut oleh 97 % jumlah penduduk Pakistan.

Sementara agama lain seperti Kristen, Hindu dan lainnya, hidup secara

damai di negara yang berbatasan dengan Iran di Barat, Afghanistan di

Barat Laut, India di Tenggara dan Kashmir di Timur Laut.51

(16)

Negara yang beribukota Islamabad ini adalah bekas koloni Inggris

ketika menjadi bagian dari wilayah India. Sejarah kontemporer anak benua

India dan Pakistan bermula dari hancurnya Imperium Mughal dan

pendudukan Inggris di India. Penjajahan Inggris telah menghancurkan

posisi politik tertinggi yang dimiliki umat Islam. Kehidupan pribumi,

pedagang kecil, pengrajin dan kaum buruh sangat menderita.52

Tidak hanya kerugian dalam bidang ekonomi dan politik,

kolonisasi ini juga mempunyai dampak dan kerugian lebih jauh pada

budaya (kultural) di mana pada awalnya mereka bersikap simpatik

terhadap program pendidikan tradisional Muslim dan terhadap kultur

klasik bangsa India. Namun lambat laun mereka mulai menindas praktek

keagamaan di mana mereka sering menjatuhkan hukuman secara sadis dan

kejam. Adapun bahasa Inggris menjadi bahasa pemerintahan dan

pengajaran dan bahasa Mughal dihapus sebagai bahasa resmi di

pengadilan. Islam merupakan agama mayoritas di Pakistan. Dalam

kehidupan keagamaan, di mana yang berbahasa resmi Urdu ini tumbuh

beberapa aliran mazhab, mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab

mayoritas, ditambah mazhab lain seperti Syi‟ah dan Hambali.53

Toleransi antara umat beragama terjalin baik di Pakistan. Mereka

yang minoritas seperti Hindu, Kristen dan Budha hidup dalam alam

demokrasi dan toleransinya yang menjunjung tinggi kebebasan beragama

dan lebih dari itu mereka dianggap sahabat. Kehidupan keberagamaan di

Pakistan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan

keberagamaan di negara muslim lainnya. Islam menjadi jalan hidup (way

of life) yang mereka anut secara mendalam. Pandangan hidup, rasa dan

kecenderungan mereka sepenuhnya adalah Islam, sementara tradisi dan

budaya tidak berpengaruh pada karakteristik Islam secara esensial.54

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Pakistan

(17)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zamroni

menyatakan bahwa Pakistan memiliki tradisi teo-demokrasi constitutional

yang sudah berjalan cukup lama ketika dipengaruhi Inggris, terlihat dari

kurikulum pendidikan hukum dan praktik perundang-undangan yang

berlaku. Konstitusi 1956 yang didasari atas pemikiran Abu A‟la Al

-Maududi dan Muhammad Assad menyatakan sebagai Republik Islam

dapat dirasakan sebagai sebuah karakter religius sampai tahun 1962. 55

Pada waktu yang bersamaan kekuatan Islam politik bersaing

dengan kekuatan yang memperjuangkan Republik Pakistan (tanpa kata

“Islam”) berusaha mengganti frase “Al-Quran dan Sunnah”. Perebutan kekuasaan antara semangat Negara Islam dengan Negara sekuler

tergambar dalam Pasal 1 Konstitusi 1956 yang inti bunyinya bahwa

Pakistan akan menjadi republik federal yang dikenal sebagai republik

Islam Pakistan.56

Lanjutnya dalam penelitian menyatakan bahwa dalam amandemen

ketiga yang terjadi pada 1973 melahirkan konstitusi pertama yang

disahkan melalui sebuah majelis nasional dengan menempatkan

dasar-dasar pemerintahan Islam dengan prinsip demokrasi seperti dinyatakan

pada mukadimah konstitusi yang inti bunyinya bahwa dalam

prinsip-prinsip keadilan demokrasi, kebabasan, kesertaraan, toleransi dan sosial

sebagaimana yang diutarakan dalam Islam harus sepenuhnya diamati

secara seksama. Yang mana pada setiap umat Islam haruslah diterapkan

untuk menata hidup mereka baik idividu maupun secara bersama sesuai

dengan ajaran Islam dan pula yang disyaratkan dalam Al-Quran dan

Sunnah.57

Inilah yang menjadi gambaran tradisi yang diterapkan sejak lama

oleh Negara Pakistan dan menjadi sebuah aturan dalam menetapkan

55

Muhammad Zamroni, Sumber Hukum dan Konstitusionalitas Undang-undang:

Perbandingan Indonesia dengan Beberapa Negara Muslim (Pakistan, Mesir dan Iran), (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 78

56

Lihat, Constitution of Pakistan 1956, Chapter 1 57

(18)

sebuah hukum yang ingin diterapkan oleh Negara tersebut. Sehingga kita

pun akhirnya tahu bahwa Pakistan merupakan Negara yang memilki

karakteristik sangat kental dengan nuansa religius dalam menetapkan

pasal-pasalnya. Hal ini pun juga tentutnya yang menjadikan corak hukum

keluarga Islam yang diterapkan di Negara Pakistan pun pastinya

berasaskan tradisi teo-demokrasi.

Sejarah hukum di Pakistan hingga 14 Agustus 1947 berbagi dengan

India. Pada saat pembentukan negara ini pada tanggal tersebut, ia mewarisi

dari negara induknya India. Untuk lebih jelasnya tentang sejarah

terbentuknya UU Hukum Keluarga di Pakistan, seperti berikut ini:

a. UU Penghapusan Ketidakcakapan Hukum Kasta Sosial Tahun 1850;

b. UU Perceraian tahun 1869 dan UU Perkawinan Kristen Tahun 1872;

c. UU Orang Dewasa Tahun 1875;

d. UU Perwalian dan Orang yang di Bawah Perwalian Tahun 1890;

e. UU Validasi Wakaf Tahun 1913-1930;

f. UU Wakaf tahun 1923 (diamandemen di Propinsi Sind oleh UU lokal,

yakni UU No.18/1935);

g. UU Pencegahan Perkawinan Anak Kecil tahun 1929;

h. UU Hukum Keluarga Islam (Syariah) Tahun 1937; dan

i. UU Perceraian Islam Tahun 1939. 58

Pada tahun 1961, Komisi Nasional negara Pakistan

merekomendasikan beragam masalah keluarga bagi penyempurnaan UU

Hukum Keluarga yang ada. Atas dasar rekomendasi yang dibuat Komisi

tersebut, suatu ordinansi yang dikenal sebagai Ordinansi Hukum Keluarga

Islam disahkan pada tahun 1961. Konstitusi pertama Republik Islam

Pakistan yang diresmikan pada tahun 1956 menetapkan bahwa tidak satu

pun UU yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam akan

diberlakukan, dan UU yang demikian harus ditinjau ulang dan direvisi

agar sejalan dengan ajaran-ajaran dasar Islam. Akan tetapi konstitusi ini

58

Mufti, "Hukum Keluarga Islam di Pakistan", dalam http://www.scribd.com/, Artikel

(19)

dicabut pada tahun 1958. Ketika Konstitusi 1956 dicabut, pemerintah

Pakistan meresmikan Ordonansi Hukum Keluarga Islam 1961 yang

didasarkan pada rekomendasi yang disampaikan dalam laporan Komisi

Nasional.59

Suatu konstitusi baru disahkan di Pakistan pada tahun 1962, yang

sekali lagi memberi mandat atau amanat kepada negara untuk tidak

memberlakukan UU yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam

dan konstitusi ini mengakomodasi kembali ajaran-ajaran dasar Islam

seperti yang terdapat dalam konstitusi terdahulu.

Bidang hukum Islam seperti didefinisikan dalam UU Hukum

Keluarga 1961 itu adalah lebih luas dibanding yang ada di bawah UU

Syariat 1937. Pada tahun 1964 UU Peradilan keluarga mengamanatkan

pembentukan peradilan keluarga di seluruh wilayah Pakistan, yang

tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berkenaan dengan

perselisihan keluarga dan perkawinan.

Konstitusi Pakistan yang baru, yang diumumkan pada tahun 1973,

menyatakan bahwa semua UU yang ada harus disesuaikan dengan

ajaran-ajaran dasar Islam seperti ditetapkan Al-Quran dan Sunnah serta tidak satu

pun UU yang diberlakukan bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam.

Pada 1979 Pemerintah Pakistan memutuskan untuk kembali

menegakkan supremasi Syariah dalam semua bidang hukum. Sepanjang

1980-1985, Konsitusi 1973(sejak mengalami sejumlah amandemen)

diamandemen kembali, yakni berkenaan dengan perihal norma-norma

Syariah. Dalam UU Hukum Keluarga yang berlaku di Pakistan yaitu The

Muslim Family Laws Ordinance, kita akan mendapatkan

ketentuan-ketentuan penting mengenai intisari dari undang-undang tersebut, berikut

penjelasannya:

a. Ketentuan kewajiban pencatatan perkawinan;

(20)

b. Ketentuan keharusan adanya persetujuan lebih dahulu dari Majelis

Arbitrase bagi perkawinan bigami atau poligami;

c. Ketentuan keharusan pemberitahuan perceraian yang diberikan kepada

pegawai negeri sipil yang berkompeten membentuk Majelis Arbitrase

dan ketentuan perdamaian selama tiga bulan dalam perceraian;

d. Ketentuan hukuman bagi perbuatan melawan hukum tentang

maskawin dan pembatasan biaya serta hadiah perkawinan;

e. Pengenalan prinsip reperesentasi dalam hukum kewarisan bagi

kemaslahatan ahli waris, yakni ahli waris pengganti;

f. Ketentuan penanganan sengketa atau perselisihan perkawinan oleh

pengadilan keluarga secara khusus.60

3. Hukum Keluarga di Pakistan Tentang Batas Usia Nikah

Materi hukum keluarga terkait dengan batas usia pernikahan di

Pakistan, dinyatakan bahwa perkawinan dapat dilakukan jika laki-laki

sudah berumur 18 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Hal tersebut

termaktub dalam Ordonansi No. 8 Tahun 1961 pasal 4, 5 dan 6 ayat 1.

Maka jika terjadi pernikahan antara pria yang berusia diatas 18 tahun

terhadap perempuan di bawah usia nikah, dapat dihukum penjara

maksimal 1 bulan atau denda maksimal 1000 rupee ataupun keduanya

sekaligus. Sanksi yang sama juga akan dijatuhkan kepada pihak yang

menyelenggarakan, memerintahkan atau memimpin pernikahan mempelai

di bawah umur.61

D. Negara Malaysia

1. Profil Singkat Negara Malaysia

Berbicara tentang Negara Malaysia ada keunikan tersendiri.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia menyuguhkan suatu

pengalaman Islam yang unik. Malaysia adalah sebuah masyarakat yang

multi-etnik, multi-komunal dan multi-agama tempat bangsa Melayu yang

60Ibid . 61

(21)

merupakan 45% dari seluruh penduduknya. Namun demikian bangsa

melayu mempunyai kekuatan politik dan budaya yang dominan. Sisanya

terdiri dari berbagai kelompok etnik dan keagamaan dan yang terbesar

adalah komunitas Cina (35%) dan India (10%). Tidak dapat dielakkan

bahwa keberadaan dua etnik tersebut di Malaysia merupakan produk

sejarah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia (Melayu) berada pada

persimpangan jalur perdagangan Asia Tenggara, Semenananjung Melayu

menjadi pusat berkumpulnya berbagai pengaruh Agama dan Kebudayaan

karena disinilah para pedagang dari India, Arab, dan Cina serta kaum

penjajah Portugis, Belanda dan Inggris membawa serta ajaran Hindu,

Budha, Kristen dan Islam ke Asia sehingga membentuk mozaik

kebudayaan yang sangat kaya warna. Dua proses kebudayaan yang paling

kuat membentuk wilayah tersebut adalah Indianisasi yang berlangsung

selama berabad-abad yang kemudian disusul dengan Islamisasi dari abad

keempatbelas disaat para pedagang Muslim dan para Sufi dari Arab dan

India mengajak para penguasa (sultan) Melayu untuk memeluk Agama

Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh wilayah Asia Tenggara.62

Karena Negara Malaysia juga merupakan bekas daerah jajahan

Portugis dan Belanda yang kemudian disusul dengan kedatangan Inggris

pada akhir abad ke-18. Tentunya hal tersebut nantinya akan berpengaruh

terhadap produk hukum yang dibuat Malaysia, karena tidak menutup

kemungkinan hukum yang dibawa penjajah juga membumi di Malaysia.

Dari beberapa uraian diatas merupakan pijakan penulis untuk membahas

Hukum Keluarga Islam di Malaysia karena disamping menengok sejarah

Malaysia ke belakang tentunya juga harus melihat kondisi sosio politik

yang berkembang di Malaysia yang kesemuanya itu merupakan faktor

penentu dari produk hukum yang dihasilkan.

Malaysia merupakan Negara bagian yang memiliki tiga belas

Negara Federasi diantaranya Johor, Kedah, Kelantan, Malaka,

62

John L. Esposito dan John O.Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim (Jakarta:

(22)

Negerisembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak,

Selangor dan Trengganu dan tiga wilayah persektuan63 diantaranya Kuala

Lumpur, Labuan dan Putra Jaya. Negara Malaysia pernah berada di bawah

kekuasaan Portugis dan Belanda sebelum menjadi wilayah jajahan Inggris

sejak akhir abad ke-18. Traktat Inggris-Belanda yang ditandatangani pada

tahun 1824 di London meresmikan kekuasaan Inggris di wilayah yang

sekarang dikenal sebagai Malaysia dan Singapura. Kedua Negara ini

adalah penerus wilayah-wilayah yang pada masa penjajahan disebut Straits

Settlement ( Penang, Singapura dan Malaka), Federated Malay States (

Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan) dan Unfederated Malay States

(Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor). Sabah dan Serawak

yang dulu disebut sebagai Borneo Inggris, kemudian bergabung dengan

Malaysia.64

Federasi Malaysia telah merdeka dari jajahan Inggris pada tanggal

31 Agustus 1957. Penganut Agama Islam pada tahun 2004 sekitar 60

persen dari keseluruhan jumlah penduduk, sebagian besar umat Islam di

Malaysia bermazhab Syafi'I sekalipun ada juga yang menganut mazhab

Hanafi walau dalam jumlah sedikit. Agama-agama lain yang ada di

Malaysia diantaranya Budha (Cina dan India), Hindu dan Kristen.

Sebagaimana termaktub dalam konstitusi Malaysia pada bagian 1 Pasal 3

dinyatakan bahwa “Islam adalah agama Federasi”, tetapi agama-agama

lain diterima dan diperkenankan. Dalam konstitusi Malaysia juga

menetapkan bahwa Kepala Negara bagian adalah kepala agama Islam.

Dalam pasal 11 juga disebutkan bahwa Malaysia menerima prinsip

kebebasan beragama.65

63

Wilayah persekutuan adalah salah satu negeri atau wilayah yang membentuk persekutuan tanah Melayu (Malaysia). Wilayah persekutuan diperintah secara langsung oleh kerajaan persktuan dibawah kekuasaan Perdana Mentri. Lihat, Taufik Adnan Kamal dan Samsu

Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam Dari Indonesia Hingga Negeria (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2004) h. 156 64Ibid

. 65Ibid

(23)

Hal yang menarik dari Konstitusi Malaysia sebagaimana dikatakan

John L. Esposito66 adalah bahwa konstitusi tersebut mengabadikan

identifikasi agama dan etnik (kedudukan istimewa bagi Islam, Sultan dan

kaum Muslim Melayu). Menurutnya konstitusi tersebut mendefinisikan

orang melayu sebagai “Orang yang mengaku memeluk agama Islam,

terbiasa berbicara dengan bahasa melayu, dan menyesuaikan diri dengan

adat-isitiadat Melayu”. Orang-orang melayu menikmati hak istimewa yang

mencakup system kuota Melayu dalam pendidikan, pemerintahan, dan

bisnis.

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Malaysia

Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia merupakan Negara

multikomunal, Sejak awalnya dengan adanya dua etnis yakni Cina dan

India merupakan masa di mana Malaya dalam proses Indianisasi, yang

kemudian disusul pula upaya Islamisasi dari beberapa pedagang muslim

dan para Sufi dari Arab. Atas dasar itu maka John L. Espositro67

menganggap bahwa sejak periode paling awal di Malaysia, Islam

mempunyai ikatan erat dengan politik dan masyarakat, secara tradisional

di Negara-negara bagian Melayu, seluruh aspek pemerintahan, jika tidak

diambil langsung dari sumber dan prinsip keagamaan, diliputi oleh aura

kesucian agama. Islam menjadi unsur inti identitas dan kebudayaan

Melayu, memberikan kesadaran tentang agama, nilai-nilai tradisional,

kehidupan pedesaan dan kehidupan keluarga secara terpadu. Lebih jauh

lagi dikatakan bahwa Islam merupakan sumber legitimasi para sultan,

yang memegang peran sebagai pemimpin agama, pembela iman, dan

pelindung hukum Islam, sekaligus pendidikan dan nilai-nilai adat. Islam

dan identitas Melayu saling berjalin berkelindan, menjadi orang Melayu

berarti menjadi Muslim.

Pada saat Melayu dijajah oleh Inggris nilai-nilai Islam sebagaimna

tersebut diatas menjadi terusik, karena memang watak kolonialisme

66

John L. Esposito, Op.Cit., h. 167

(24)

Inggris adalah politik pecah belah, di samping itu juga adanya upaya

Inggris untuk memisahkan antara agama dan Negara. Hal ini terwujud

dengan diperkenalkannya administrasi sipil dan sistem hukum yang

berbeda dengan sistem hukum dan peradilan Islam. Pada saat yang sama,

masyarakat juga menjadi lebih pluralistis yang disebabkan adanya imigrasi

besar-besaran orang-orang non- Muslim Cina dan India. Usulan –usulan

Inggris kepada serikat Melayu untuk bersatu dengan kesamaan hak warga

negara bagi semua orang ditolak oleh bangsa Melayu, karena

dikhawatirkan adanya pertumbuhan populasi, kekuatan ekonomi, serta

pengaruh komunitas Cina dan India.

Dari serentetan gejolak politik bangsa Melayu maka pada saat yang

sama yakni pada tahun 1951 munculah Partai Islam pan Melayu (PMIP :

Pan Malaya Islamic Party) yang kini dinamakan dengan PAS (Partai

Islam Se-Malaysia) yang menawarkan pesan dan program partai yang

menggabungkan nasionalisme Melayu dan Islam.68 Menurut Taufik Adnan

bahwa partai ini lebih bersifat konservatif karena ingin menjadikan Islam

sebagai landasan perjuangannya serta menjadikan Islam yang mereka

pahami sebagai sistem cara hidup sempurna, yang mencakup aturan-aturan

pidana Islam, sebagai konstitusi dan hukum yang berlaku di Malaysia.69

Sementara UMNO (United Malaya National Organization) yang didukung

oleh ABIM70 (Angkatan Belia Islam Malaysia) lebih kepada menggunakan

pendekatan akomodatif dan moderat tetapi tidak kaku dalam memaknai

Islam. Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa dalam kancah

perpolitikan nasional Malaysia terdiri dari dua kubu yang bersimpangan

pendangan mengenai Islam. PAS lebih cendurung untuk menjadikan

Negara Islam dalam arti Negara yang menjadikan hukum Allah sebagai

68

Ibid. 69

Taufik Adnan Kamal dan Samsu Rizal Panggabean, Loc.Cit

70

ABIM adalah gerakan pemuda Islam yang lebih mendukung UMNO dipimpin oleh oleh aktivis muda Anwar Ibrahim almunus Universitas Malaysia, diantara pemikirannya adalah dia tidak sepakat dengan adanya usaha pembentukan undang-undang yang ditawarkan PAS mngenai khalwat yang dan bagian-bagian kecil lain dari ajaran Islam. Menurutnya bahwa hal yang perlu mendapat perhatian pada persoalan hubungan komunal, politik dan ekonomi. Lihat, John L.

(25)

hukum yang berdaulat yang berarti syariat Islam menjadi konstitusi

Negara. Sedangkan UMNO dan ABIM lebih kepada upaya menghidupkan

nilai-nilai Islam dalam konteks masyarakat yang pluralis serta bersikap

akomodatif terhadap dua etnis (Cina dan India) yang ada di Malaysia.

a. Sebelum Kekuasaan Inggris

Sebelum datangnya penjajah, hukum yang berlaku di Malaysia

adalah hukum Islam bercampur hukum adat. Ada dua bentuk hukum

adat yang berlaku di Malaysia, yakni: (1) Adat Perpateh, yang

mengandung struktur matrilineal, dan (2) Adat Temanggung, yang

mengandung struktur bilateral. Adat Perpateh yang aslinya dibawa

oleh para imigran Minangkabau ke Malaysia sekitar abad 16 berlaku di

wilayah negeri sembilan, Melaka dan daerah Naning.71

Dengan ungkapan lain oleh Abdul Monir bin Yaacob, seorang

yang banyak menulis tentang Perundang-undangan Keluarga Malaysia,

Undang-undang yang berlaku di negara-negara Melayu sebelum

campur tangan Inggris adalah Adat Perpateh untuk kebanyakan

orang-orang Melayu di Negeri Sembilan dan beberapa kawasan Naning di

Melaka, dan Adat Temanggung di bagian-bagian lain Semenanjung.

Sedang orang Melayu di Sarawak mengikuti UU Mahkamah Melayu

Sarawak. UU tersebut sangat dipengaruhi Hukum Islam, khususnya

dalam masalah perkawinan dan perceraian.72 Lebih rinci Yacoob

menulis, pada masa kesultanan Melayu sebelum datangnya pengaruh

Barat, UU yang berlaku di samping hukum Kanun Malaka terdapat

(Philadelpia: Dissertation di Temple University, 1985) h. 30, 35-37, 50; Abdul Monir b. Yaacob,

An Introduction to Malaysian Law (Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, 1989) h. 27 72

Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata…op.cit., h. 101-102; Lihat, Abdul Munir

Yacoob, Pelaksanaan Undang-undang Islam dalam Mahkamah Syariah dan Mahkamah Sivil di

(26)

undang Melayu tersebut dipengaruhi Hukum Kanun Melaka.73

Kanun-kanun tersebut dapat disimpulkan bersumber pada Adat dan Islam

(Syari‟ah). Bagian-bagian yang dipengaruhi Islam adalah pada bab-bab

perkawinan, jual beli, dan pengadilan.74 Sementara Islam

diimpelementasikan di Malaysia sejak Sultan Malaka pertama

memeluk Islam. Buku yang dipakai ketika itu adalah Fath al-Qarib

oleh al-Qasim al-Ghazi dan Mejelle, yang lahir semasa kekuasaan

Ottoman Turki. Mejelle digunakan pula di beberapa waktu di Johor

dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan diberlakukan di

beberapa pengadilan di negera Johor. Namun perlu dicatat pula bahwa

dalam bidang hukum perdata, telah dilaksanakan oleh sekelompok

pedagang muslim sebelum Sultan Malaka memeluk Islam. Sebab

sultan memberi mereka yurisdiksi untuk melaksanakannya di kalangan

mereka.75 Disebutkan pula bahwa Sultan Malaka melahirkan dua buku

hukum tertulis, yakni Hukum Kanun Melaka dan Risalah Hukum

Kanun, di samping masih ada Undang-undang Laut Melaka. Hukum

Kanun Melaka dan Risalah Kanun Melaka didasarkan pada pandangan

mazhab Syafi‟i.76

Adapun penegak keadilan sebelum masuknya pengaruh Inggris

di Negara Melayu diserahkan kepada raja-raja, orang-orang besar

negeri dan ketua-ketua kampung. Ada bukti seperti di Trengganu dan

Perak yang menunjukkan bahwa Sultan sendiri yang menjalankan

tugas kehakiman sebagai Mahkamah Agung (Mahkamah Rayuan). Di

Kelantan, Mufti dan Kadi menjalankan tugas pengadilan di Pengadilan

Agama (PA) atau Mahkamah Syari‟ah tingkat satu.77 Hal ini berbeda

dengan Negara-negara Selat. Dicatat juga, Kadi dan Mufti diangkat di

73

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 102; Abdul Monir Yacoob, Undang-undang Keluarga

Islam di Malaysia: Perlaksanaan dan Penyeragaman, Paper Seminar Serantau UU Keluarga Islam dan Wanita, 9-10 Maret 1998, oleh Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), h. 3-4

74

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 102

75

Ibid., h. 102-13

76

Lihat, Sharifah Suhana Ahmad, Malaysian Legal System (Kuala Lumpur: Malayan Law

Journal Sdn Bhd., 1999) h. 3 77

(27)

Kelantan sejak awal tahun 1830-an. Sebelumnya tugas ini dijalankan

oleh raja.78

Rekaman terawal UU Islam di Malaysia adalah Batu Surat di

Trengganu, yang bertuliskan tahun 702/1303. Undang-undang Batu

Bersurat Trengganu ini memuat sembilan atau sepuluh aturan, yakni

diawali dengan Mukaddimah disertai dengan penetapan pada bulan

Rajab 702 H. Tiga undang-undang pertama hilang karena serpihan batu

tersebut hilang. Aturan keempat berhubungan dengan hutang-piutang

(tetapi agak samar), demikian juga aturan kelima hilang. Aturan

keenam adalah tentang hukuman bagi pelaku zina, yaitu rajam dengan

batu bagi orang yang sudah nikah, dan rotan seratus kali bagi orang

belum nikah. Aturan ketujuh tentang aturan bagi wanita yang kurang

sopan, aturan kedelapan tentang hukuman tuduhan zina antara suami

dan istri, dan aturan kesembilan tentang penetapan, bahwa

undang-undang ini berlaku bagi semua tanpa pandang bulu.79 Dengan

demikian, isi Undang-undang Batu Bersurat ini adalah hukuman bagi

orang-orang yang melakukan kesalahan. Adapun hukuman yang

tertulis dalam Batu Surat ini adalah hukuman bagi orang-orang yang

melakukan kesalahan. Adapun hukuman yang tertulis dalam Batu

Surat ini mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi.80 Yacoob menyebut

bahwa keberadaan Batu Tertulis ini sebagai bukti adanya pengaruh

Islam di Malaysia.81 Sedang Kanun Melaka (disebut juga

Undang-undang Melaka), merupakan UU tertulis kedua, setelah Batu Surat

Trengganu. Meskipun ada yang berpendapat isi Kanun Melaka sebagai

Undang-undang Negara dalam lingkungan Temanggung, tetapi

78

Lihat, Abdullah Alwi Haji Hassan, The Adminstration of Islamic Law in Kelantan

(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1996) h. 2-3 79

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 103-104; Lihat, Abdul Karim bin Haji Muhammad,

Sejarah Penulisan Hukum Islam di Malaysia,(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1996) h. 2-3

80

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 104; Lihat, Tan Sri Datuk Ahmad Muhamed Ibrahim,

Penghakiman UU Keluarga Islam, Paper Seminar Serantau Undang-undang Keluarga Islam dan Wanita, tanggal 9-10 Maret 1998, oleh Institut Kesefahaman Islam Malaysia (IKIM), h. 5

81

(28)

mayoritas berpendapat bahwa Kanun Melaka mengandung unsur

Islam, yang bercampur dengan hukum Adat. Misalnya Abu Hassan

Syams berpendapat Kanun Melaka adalah UU Negara dalam

lingkungan Adat Temanggung. Dasar kajian Abu Hassan adalah

“Risalah Hoekoem Kanoen” edisi S. van Roukel, naskah yang lebih awal. Menurut Azizah Abdel Razak, kanun ini mengandung hukum

Islam dan Adat, tetapi unsur Islamnya lebih banyak. R.O. Winstedt

mengatakan naskah tersebut mengandung unsur Islam. Menurut Liaw

Yock Fang, S. van Roukel telah menghilangkan empat bab yang

berbicara nikah, dan 13 bab yang menguraikan jual beli. Roukel tidak

menjelaskan sebab-sebab hilangnya. Roukel hanya mencatat bahwa

pasal 24 edisinya adalah pasal 29 dalam naskah lain, dan pasal 27

edisinya adalah pasal 44 dalam naskah lain. Adapun pasal-pasal yang

dihilangkan Roukel, menurut Liaw Yock Fang adalah:

1) Pasal 25 tentang Hukum Perempuan,

2) Pasal 26 tentang Saksi dan Nikah,

3) Pasal 27 tentang Khiyar,

4) Pasal 28 tentang Talak,

5) Pasal 30 tentang Orang Berdagang Dan Mengambil Riba,

6) Pasal 31 tentang Berdagang Tanah,

7) Pasal 32 tentang Muflis,

8) Pasal 33 tentang Hukum Memberi Modal Kepada Seseorang,

9) Pasal 34 tentang Amanah,

10)Pasal 35 tentang Ikrar,

11)Pasal 36 tentang Orang Murtad,

12)Pasal 37 tentang Saksi,

13)Pasal 38 tentang Menuntut dan Yang Dituntut,

14)Pasal 39 tentang Jenayah Membunuh,

(29)

16)Pasal 41 tentang Memaki Anak Haram (Anak Zina).82

Sejalan dengan pandangan Azizah Abdel Razak dan Liaw Yock

Fang, adalah pendapat Abu Bakar Abdullah, bahwa Kanun Melaka

mengandung unsur Undang-undang Islam. Kesimpulan diambil setelah

mempelajari tiga naskah Kanun Melaka, yakni: (1) naskah van Roukel,

yang mengandung 17 pasal, (2) naskah dari Musium British yang

berisi 40 pasal, dan (3) naskah Liaw Yock Fang yang berisi 44 pasal.

Adapun pasal-pasal yang mengandung unsur Islam menurut Abu Bakar

Abdullah, adalah:

1) Undang-undang tentang Jenayah,

2) Undang-undang tentang Muamalah,

3) Undang-undang tentang Keluarga, dan

4) Undang-undang tentang Hukum Acara, yang jumlahnya 28 pasal.83

M. B. Hooker, yang juga mendasarkan kajiannya pada versi

Liaw Yock Fang, membagi isi Undang-undang Melaka kepada enam

kelompok, yakni:

1) Hukum Umum [pasal 1 s/d 23 (1)];

2) Hukum Kelautan [pasal 23 (2-5) s/d 24 (1-2) + 29];

3) Hukum Perkawinan [pasal 25 s/d 28];

4) Muamalat dan Acara [pasal 30 s/d 43 (1)];

5) Hukum Tatanegara [pasal 43 (2) s/d 44 (1-8); dan

6) Hukum Johor [pasal 44 (9-11)].

Sebenarnya di kelompok Muamalat dan Acara dimasukkan juga

hukum Jinayat, yakni pasal 39 s/d 42. Pada bagian pertama pun

menurut Hooker ada unsur ajaran Islam, yakni pada pasal 5 (1) s/d 16

(1).84

Karena itu Yacoob mengatakan, pada masa kesultanan Melayu

sebelum datangnya pengaruh Barat, kerjaan Melaka memerintah

(30)

mengikuti Hukum Kanun Malaka yang bercampur antara Islam dan

Adat.85

Hukum Kanun Pahang adalah Undang-undang Islam tertulis

ketiga. Adapun kegiatan penulisan Hukum Kanun Pahang menurut

para sejarawan, dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Abdul

Ghafur Muhayyudin Shah Pahang (1592-1614). Kanun ini merupakan

lanjutan dari Hukum Kanun Melaka. Namun Hukum Kanun Pahang

diketahui dari dua naskah yang tersimpan di negeri Perak. Atas usaha

British kedua naskah itu disalin, yang kemudian salinannya dibawa ke

Inggris. Kedua peninggalan Maxwell dan tersimpan di perpustakaan

Royal Asiatic London. Manuskrip pertama dikenal dengan halaman 17,

sedangkan manuskrip kedua dikenal dengan halaman 20.86

Manuskrip 17 disalin tahun 1926/1879, untuk Maxwell yang

menjadi Residen British di Larut, Perak. Manuskrip ini disalin dari

manuskrip yang dimiliki bendahara, yang kemudian dikenal dengan

Sultan Idris ibn Raja Iskandar, dan disalin oleh seseorang yang

bergelar Fakih Si Raja Mantri dari Melaka tahun 1234/1819.

Penyalinan untuk Maxwell tidak dinyatakan. Sementara naskah kedua

disalin tahun 1300/1884 oleh Luakang bin Muhammad Rasyid yang

bertuliskan (tercatat) 1248/1832, milik Dato Sri Adika Raja.87

Hukum Kanun Pahang ini mempunyai pasal yang lebih banyak

dari Hukum Kanun Melaka, yakni 93 pasal. Namun menurut Abu

Bakar Abdullah, Hukum Kanun Pahang ini hanya memuat 65 pasal.88

Sayangnya belum ada data pembanding untuk menentukan mana di

antara kedua pendapat ini yang sesuai dengan fakta sejarah.

Undang-undang berikutnya yang mengandung unsur Islam di

Malaysia adalah undang Sembilan puluh Sembilan.

85

M.B. Hooker, Islamic Law in South-East Asia (Oxford, New York, Singapore: Oxford

University Press, 1984) h. 9-15 86

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 108

87Ibid

., h. 108-109 88Ibid

(31)

undang ini terdapat di Perak. Menurut J. Rigby, undang-undang ini

dibawa oleh Syed Hasan ke Perak ketika negeri itu berada di bawah

pemerintahan Sultan Ahmad Tajuddin Shah dan Tuan Syed Abdul

Majid sebagai menterinya. J. Rigby yang bertanggung jawab

menerjemahkan Undang-undang Sembilan puluh Sembilan ke dalam

bahasa Inggris tidak menyatakan dengan tepat tahun penetapan

undang ini dibawa ke Perak. Hanya saja disebutkan

undang-undang ini dibawa masuk pada masa pemerintahan Sultan Ahmad

Tajuddin Shah dan Tuan Syed Abdul Majid sebagai menterinya.

Sementara berdasar sejarah Sultan Ahmad Tajuddin Shah memerintah

pada tahun 1577 sampai dengan 1584 ketika Perak berada di bawah

kekuasaan (takluk) Aceh, dan merupakan Sultan Perak ke-3. Karena

itu mestinya undang-undang ini disalin dan digunakan tidak lebih dari

tahun 1584. Dengan demikian, pernyataan buku ini dibawa ke Melayu

pada abad ke-17, dan dilaksanakan pada abad ke-18 tidak sejalan

dengan fakta sejarah.89

Menurut R.O. Wistedt undang-undang ini dibawa ke Perak oleh

Syed Husein pada abad ke-17 selanjutnya dicatat:

“The fullest and most interesting of these laws the Ninety nine law of Perak, purport to have been brought to Malay in the seventeenth

century by a Sayyid Husein al-Faradz of the great Hadramaut house of

Ahmad bin Isa al-Muhajir and to have been used by his descendants,

who form the middle of the eighteenth century held the post of Mantri

in Perak for several generations.”90

Meskipun ada pendapat yang mengatakan undang-undang ini

secara tidak langsung dipengaruhi oleh undang-undang Melaka dan

undang-undang negeri Melayu lainnya, akan tetapi undang-undang ini

89Ibid ., h. 109 90Ibid

(32)

ditulis dalam bentuk soal jawab antara Raja Nushirwan dengan

menterinya Buzurjumhur.91

Menurut Abu Bakar Abdullah, bentuk susunan undang-undang

ini kira-kira sama dengan isi kitab Ihkam fi Tamyiz Fatwa

al-Ahkam wal Tasarrufat al-adi wal Imam, karangan Imam al-Qarafi,

pada masa pemerintahan Abbasiyyah. Hanya saja kitab ini berisi 40

soal jawab, semntara undang-undang Perak berisi Sembilan puluh

Sembilan soal jawab.92

Dengan demikian, Hukum Kanun Pahang dan Undang-undang

Sembilan puluh Sembilan termasuk di antara undang-undang Melayu

lama, di samping undang-undang Kedah dan Undang-undang Johor.

Sayang tidak ditemukan penjelasan tentang keberadaan undang-undang

Kedah dan Undang-undang Johor.

Kemudian Perundang-undangan Islam ini diikuti dengan kitab

Shirot al-Mustaqim karangan Nuruddin ar-Raniry,93 kemudian kitab

Syekh Abdul Rauf al-Fansury yang berjudul Mira‟atul al-Thulab li

Ma‟rifati asy-Syari‟ati al-Maliki al-Wahab.94

Sepanjang kekuasaannya di Semenanjung Melayu (dengan

ditaklukkannya Melaka pada tahun 1511)95, Portugis mengambil dan

menggunakan Undang-undang Melaka dengan beberapa perbaikan ke

negeri-negeri Melayu, seperti Pahang, Johor, Kedah dan Berunai.96

Pada kesempatan lain Yacoob menulis, penjajah Portugis dan Belanda

(1641) tidak begitu jelas (maksudnya barang kali tidak begitu banyak)

merubah undang-undang dan adat Melayu, bahkan menjadi kebijakan

bagi keduanya untuk memperlakukan dan mengamalkan

undang-undang dan adat Melayu. Berbeda dengan Inggris yang sangat

Richard O. Wintedt, A history of Melaya (Singapore: Marican & Sons, 1962) h. 56

96

(33)

mempengaruhi Perundang-undangan Malaysia.97 Hanya saja seperti

dicatat Yacoob pada masa penjajahan Portugis hubungan Islam dengan

Kerajaan terputus.98

Dengan demikian dapat disimpulkan, baik Belanda maupun

Portugis tidak melakukan perubahan yang berarti terhadap

undang-undang dan adat yang sudah berlaku di Malaysia selama ke dua Negara

ini menjajah Malaysia.

b. Masa Kekuasaan Inggris

Berbeda dengan Portugis dan Belanda yang tidak banyak

mempengaruhi UU dan Adat Malaysia, Inggris99 sangat mempengaruhi

perundang-undangan dan hukum adat Malaysia. Ketika berkuasa di

Malaysia, Inggris memperkenalkan dan menggunakan UU Inggris

secara berangsur-angsur, yang akhirnya menggantikan UU Islam.100

Untuk mempermudah pembahasan tentang perkembangan

Perundang-undangan Perkawinan dan Perceraian pada masa penjajahan Inggris ini

diurutkan sesuai dengan pembagian Malaysia di bawah kekuasaan

Inggris sebelum merdeka, yakni (1) negara Selat; (2)

Negara-negara Melayu Bersatu; dan (3) Negara-Negara-negara Melayu Tidak

Bersatu.101

1) Negara-negara Selat

Negara-negara Selat terdiri dari tiga wilayah jajahan

Inggris, yaitu: (1) Pulau Pinang, (2) Melaka, dan (3) Singapura.

Penyatuan ketiga negara ini menjadi satu, dengan nama

Negara-negara Selat terjadi pada tahun 1826, yang dikepalai oleh

Governor. Pada tahun 1826 tiga negara; Pulau Pinang, Melaka dan

Singapura, disatukan dengan nama Negara-negara Selat, dengan

97Ibid . 98

Khoiruddin Nasution, Op.Cit., h. 111

99

Meskipun secara resmi Inggris berkuasa di Malaysia tahun 1786, tetapi sejak abad

ke-16 sudah banyak pelancong-pelancong Inggris yang berkmukim di Malaysia. Isma‟il bin Mat,

op.cit., h. 46-47 100

Ahmad Muhamed Ibrahim, Op.Cit., h. 6

101

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjani (2010) yang menyatakan bahwa variabel jumlah Surat Setoran Pajak memiliki

Analisis perbandingan kepercayaan diri sebelum dan setelah perlakuan dengan uji Wilcoxon dan perbandingan beda peningkatan kepercayaan diri pada kedua kelompok

Hal tersebut diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan

Subyek pada penelitian ini berjumlah 5 orang guru PAUD Terang Bangsa yang memiliki kepribadian sesuai dengan tugas dan tanggunjawabnya sebagai seorang guru serta berdedikasi untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) bentuk tekstual dalam naskah drama Lampoe Plenthong 15 Watt, (2) aspek kontekstual dalam naskah drama Lampoe

Analysis frequency of risk that occurred at coal loading process by using FTA (Fault Tree Analysis) method.. Analysis consequence of risk that occurred at

Eka Cahyani dkk., Pengaruh Human Relation (Hubungan Antar Manusia) Dan Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Dinas Pekerjaan

keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk memainkan satu instrumen pilihan utama (mayor) dengan tingkat terampil dalam konteks Musik pop. KOMPETENSI DASAR INDIKATOR