• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Peut Nagan Raya) Gusti Wahyuni1, Irfan 2 dan Veranita 2 1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Peut Nagan Raya) Gusti Wahyuni1, Irfan 2 dan Veranita 2 1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Peut Nagan Raya)

Gusti Wahyuni 1, Irfan 2 dan Veranita 2

1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh 2DosenJurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh

Email : gustisuaklayang@gmail.com

ABSTRAK

Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya merupakan pertemuan dari empat lengan simpang yang melayani arus 4 lajur (2 arah) jalan utama dan 2 lajur (2 arah) jalan minor yang menghubungkan jalur arah perkantoran, perumahan penduduk, perdagangan, dan jalur lintas kabupaten atau provinsi serta sebagai jalur menuju ke pusat kota sehingga arus lalu lintasnya cukup padat. Arus lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut terdiri dari berbagai macam kendaraan, diantaranya mobil penumpang, mini bus antar kota/provinsi, kenderaan berat dan sepeda motor. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan utama yaitu sering terjadi konflik arus lalu lintas berupa kecelakaan sehingga pengemudi berebutan untuk membelok dan kemacetan yang menimbulkan penundaan dan antrian. Berdasarkan keadaan tersebut maka pada persimpangan Simpang Peut Jeuram perlu mendapatkan perhatian lebih agar dapat melayani arus lalu lintas dengan baik dan menghindari terjadinya kemacetan pada kenderaan yang berada pada areal persimpangan tersebut dan bagi pengguna lalu lintas tidak akan menimbulkan kerugian seperti biaya dan waktu perjalanan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kinerja simpang tak bersinyal (Simpang Peut Jeuram) berdasarkan metode MKJI 1997. Adapun batasan penelitian adalah lokasi survey di Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya yang merupakan simpang tak bersinyal, kinerja simpang dihitung berdasarkan metode MKJI 1997, hambatan samping yang digunakan hanya kendaraan tak bermotor dan bundaran simpang berperan sebagai simpang empat tak bersinyal. Berdasarkan hasil analisa perhitungan volume arus lalu lintas yang terjadi pada persimpangan Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya, kinerja dari persimpangan yang ditinjau dalam kondisi baik dan mampu menampung volume lalu lintas rata per lengan yang ada yaitu sebesar 1635 smp/jam dengan kapasitas rata-rata 3113 smp/jam, yang menurut metode MKJI (1997) kapasitas dasarnya 3400 smp/jam untuk simpang berlengan 4, jadi persimpangan tersebut dalam kondisi lancar walaupun ada kemacetan yang tidak signifikan, bila dilihat dari persentase peluang antrian rata-rata kenderaan antara 12 – 26 det/smp dengan total rata-rata derajat kejenuhan keseluruhan lengan simpang sebesar 0.52 det/smp.

Kata Kunci :simpang tak bersinyal, kinerja simpang.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Simpang merupakan suatu daerah pertemuan dari jaringan jalan raya dan juga tempat bertemunya kendaraaan dari berbagai arah dan merubah arah termasuk didalamnya fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk pergerakan lalu lintas. Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya merupakan pertemuan dari empat lengan simpang yang melayani arus 4 lajur (2 arah) jalan utama dan 2 lajur (2 arah) jalan minor yang menghubungkan jalur arah perkantoran, perumahan penduduk, perdagangan, dan jalur lintas kabupaten atau provinsi serta sebagai

jalur menuju ke pusat kota sehingga arus lalu lintasnya cukup padat.

(2)

tidak efisien dan berbahaya. Pentingnya strategi penanganan simpang perlu diperhatikan dalam menciptakan transportasi kota yang lebih baik.

Berdasarkan keadaan tersebut maka pada persimpangan Simpang Peut Jeuram perlu mendapatkan perhatian lebih agar dapat melayani arus lalu lintas dengan baik dan menghindari terjadinya kemacetan pada kendaraan yang berada pada areal persimpangan tersebut dan bagi pengguna lalu lintas tidak akan menimbulkan kerugian seperti biaya dan waktu perjalanan. Arus yang melintas di sebuah jalan utamanya terdiri dari berbagai macam kendaraan, diantaranya mobil penumpang, mini bus antar kota/ provinsi, kenderaan berat dan sepeda motor.

1.2 Rumusan Masalah

Kemampuan pelayanan jalan pada persimpangan tak bersinyal tergantung dari kemampuan ruas jalan dan kapasitas persimpangan. Pada Simpang Peut Jeuram, sering terjadi konflik arus lalu lintas berupa kecelakaan sehingga pengemudi berebutan untuk membelok karena tidak ada lampu lalu lintas dan juga sering terjadi kemacetan yang menimbulkan penundaan dan antrian. Untuk itu diperlukan strategi penanganan kinerja pada simpang tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui kinerja simpang tak bersinyal (Simpang Peut Jeuram) berdasarkan metode MKJI 1997.

1.4 Batasan Masalah

Batasan penelitian yang akan digunakan agar penelitian ini lebih terarah antara lain :

1. Lokasi penelitian di Simpang Peut Jeuram

Kabupaten Nagan Raya yang merupakan simpang tak bersinyal.

2. Kinerja simpang tak bersinyal dihitung berdasarkan metode MKJI 1997.

3. Hambatan samping yang digunakan untuk kendaraan bermotor dan tidak bermotor.

1.5 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui kinerja Simpang Peut Jeuram yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam perbaikan kinerja persimpangan.

2. Menerapkan dan meningkatkan pemahaman ilmu yang diperoleh di perkuliahan dan memberikan sumbangan bagi instansi terkait untuk melakukan perbaikan kinerja persimpangan.

1.6 Hasil Penelitian

(3)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Dasar Teori

Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Daerah perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, dimana pengemudi harus memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan pindah jalan untuk mencapai satu tujuan. Simpang dapat didefenisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas didalamnya, (Khisty, 2005).

Simpang dibedakan menjadi dua jenis yaitu simpang jalan tak bersinyal dan simpang jalan dengan sinyal. Sinyal disini adalah lampu lalu lintas (traffic lights). Pada simpang tak bersinyal, para pemakai jalan memutuskan sendiri apakah mereka cukup aman untuk langsung melewati atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang tersebut. Sedangkan yang bersinyal, para pemakai jalan harus mematuhi lampu lalu lintas, yaitu bila menunjukan warna hijau berarti boleh melewati, warna merah berarti harus berhenti, dan warna kuning boleh melewati tetapi harus hati-hati dan siap untuk berhenti, (Morlok, 1995).

2.2 Pengaturan Simpang

Tujuan dari pembuatan persimpangan adalah mengurangi potensi konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan, (MKJI, 1997). Berikut ini adalah empat elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merancang persimpangan sebidang :

a. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu pengambilan keputusan dan waktu reaksi;

b. Pertimbangan lalu lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan kendaraan, dan ukuran serta penyebaran kendaraan;

c. Elemen-elemen fisik, seperti karakteristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling berdampingan, jarak pandang dan fitur-fitur geometris;

d. Faktor ekonomi, seperti biaya, manfaat, dan konsumsi energi.

2.2.1 Pengaturan simpang tak bersinyal Pengaturan pergerakan pada simpang tak bersinyal pada MKJI 1997 dilakukan secara komperhensif dimana kinerja yang dihasilkan sebagai acuan penentuan dan prosedur pergerakan yang akan ditetapkan dengan memperhatikan besarnya parameter tundaan, kapasitas, derajat kejenuhan, peluang antrian dan kondisi geometrik yang ada pada simpang yang ditinjau. Ukuran-ukuran kinerja dari simpang tak bersinyal untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik lingkungan lalu lintas adalah :

a. Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam atau smp/jam;

b. Derajat kejenuhan yaitu rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas;

c. Tundaan yaitu waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan tanpa melewati suatu simpang; d. Peluang antrian yaitu kemungkinan terjadinya

(4)

memperkirakan pengaruh terhadap kapasitas dan ukuran-ukuran terkait lainnya akibat kondisi geometrik, lingkungan dan kebutuhan lalu lintas. Simpang tak bersinyal dikategorikan menjadi : a. Simpang tanpa pengontrol

Pada simpang ini tidak terdapat hak berjalan (right of way) terlebih dahulu yang diberikan pada suatu jalan dari simpang tersebut. Bentuk simpang ini cocok pada simpang yang mempunyai arus lalu lintas rendah.

b. Simpang dengan prioritas

Simpang dengan prioritas memberi hak yang lebih kepada suatu jalan yang pesifik. Bentuk operasi ini dilakukan pada simpang dengan arus yang berbeda dan pada pendekat jalan yang mempunyai arus yang lebih rendah sebaiknya dipasang rambu. c. Persimpangan dengan pembagian ruang

Simpang jenis ini memberikan prioritas yang sama dan gerakan yang berkesinambungan terhadap semua kendaraan yang berasal dari masing-masing lengan. Arus kendaraan saling berjalan pada kecepatan relatif rendah dan dapat melewati persimpangan tanpa harus berhenti. Pengendalian simpang pada jenis ini umumnya diberlakukan dengan operasi bundaran.

2.2.2 Pengaturan simpang bersinyal

Menurut MKJI 1997, pada umumya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut :

a. Untuk menghindari kemacetaan simpang akibat tingginya arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak; b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan

dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama;

c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tundaan lalu lintas. Dengan menggunakan sinyal, kapasitas dapat di distribusikan ke berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisah lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflik-konflik utama). Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua).

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka untuk pengaturan sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase, pada umumnya berarti kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.

2.3 Karakteristik Lalu Lintas

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, arus lalu lintas yaitu jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (lalu lintas harian rata-rata tahunan). Arus lalu lintas yaitu jumlah kendaraan yang melintas pada suatu titik dan pada suatu jalur gerak dalam satu satuan waktu, (Morlok, 1995).

(5)

kan dua kategori, yaitu : 1. Makroskopis

Arus lalu lintas secara makroskopis merupakan suatu karakteristik secara keseluruhan dalam suatu lalu lintas yang dapat digambarkan dengan 4 parameter, yaitu :

a. Karakteristik volume lalu lintas (flow volume) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan (mobil penumpang) yang melalui suatu titik tiap satuan waktu. Kebutuhan pemakaian jalan akan selalu berubah berdasarkan waktu dan ruang. b. Kecepatan

Kecepatan menentukan jarak yang dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikan kecepatan untuk memperpendek waktu perjalanan.

c. Kerapatan

Kerapatan adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan tertentu atau lajur yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan tiap kilometer.

d. Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah perbandingan dari volume (nilai arus) lalu lintas terhadap kapasitasnya atau rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

2. Mikroskopis

Arus lalu lintas secara mikroskopis merupakan suatu karakteristik secara individual dari kendaraan yang meliputi headway dan spacing.

a. Time headway merupakan salah satu variabel dasar yang digunakan untuk menjelaskan pergerakan lalu lintas. Time headway adalah interval waktu antara dua kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada jalan raya secara berurutan dalam arus lalu lintas. Pengukuran dilakukan dari bumper depan ke bumper depan kendaraan yang berurutan. Data headway diukur dengan memakai stopwatch. b. Spacing didefinisikan sebagai jarak antara

kendaraan yang berurutan di dalam arus lalu lintas, yang dihitung dari muka kendaraan yang satu dengan muka kendaraan dibelakangnya (meter/ kendaraan). Data spacing diperoleh dengan survei dari foto udara.

Volume lalu lintas tergantung pada time headway, demikian berlaku pula sebaliknya. Jika arus lalu lintas mencapai maksimum, maka time headway akan mencapai minimum dan jika volume mengecil, time headway akan mencapai maksimum.

2.4 Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal Dengan Metode MKJI 1997

Kinerja simpang adalah suatu kondisi pada simpang yang harus dicari untuk mengetahui tingkat pencapaian simpang tersebut. Parameter yang harus dicari untuk mengetahui kinerja simpang adalah rasio antara kapasitas (capacity/C) dan arus lalu lintas yang ada (Q). Dari rasio kapasitas dan arus akan diperoleh angka derajat kejenuhan (degree of saturation/DS). Dengan nilai derajat kejenuhan (DS) dan nilai kapasitas (C), dapat dihitung tingkat kinerja dari masing-masing pendekat maupun tingkat kinerja simpang secara keseluruhan. Adapun tingkat kinerja yang diukur pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah tundaan (delays/D) dan peluang antrian.

2.4.1 Kondisi geometrik

Sketsa pola geometrik digambarkan pada Formulir USIG-I, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1. Nama jalan minor dan utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama pilihan dari alternatif rencana. Untuk orientasi sketsa sebaiknya juga memuat panah penunjuk arah. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi tertinggi. Untuk simpang 3 lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama.

(6)

notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D. Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa sebaiknya memberikan gambaran yang baik dari suatu simpang mengenai informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Jika median cukup lebar sehingga memungkinkan melintasi simpang dalam dua tahap dengan berhenti di tengah (biasanya ≥ 3 m), kotak dibagian bawah sketsa dicatat sebagai “lebar”, jika tidak dicatat “sempit” atau “tidak ada” (jika tidak ada). Informasi dalam sketsa digunakan pada Formulir USIG-II sebagai data masukan untuk analisa kapasitas.

Gambar 2.1 : Contoh Sketsa Data Masukan Geometrik

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.4.2 Kondisi lalu lintas

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus perjam (umum untuk perancangan). Sketsa arus lalu lintas gambar 2.2 dibawah ini memberikan informasi lalu lintas lebih rinci dari yang diperlukan untuk analisa simpang tak bersinyal. Sketsa sebaiknya menunjukan gerakan lalu lintas bermotor dan tak bermotor (kend/ jam) pada pendekat ALT, AST, ART dan seterusnya. Gambar 2.2 : Contoh Sketsa Arus Lalu Lintas

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.4.3 Arus lalu lintas

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, rumus untuk menghitung besarnya arus lalu lintas adalah :

Q = QLV + (QHV x empHV) + (QMC x empMC)…..(2.1) dimana :

QLV = Arus kenderaan ringan (kend/jam); QHV = Arus kenderaan berat (kend/jam); empH = Ekivalen kenderaan penumpang

kenderaan berat (kend/jam);

QMC = Arus kenderaan sepeda motor (kend/ jam);

empMC= Ekivalen kenderaan sepeda motor (kend/jam).

a) Prosedur perhitungan arus lalu lintas dalam (smp), kemudian hasilnya di masukkan ke dalam tabel, data arus lalu lintas klasifikasi perjam tersedia untuk masing-masing gerakan.

b) Data arus lalu lintas perjam (bukan klasifikasi) tersedia untuk masing-masing gerakan, beserta informasi tentang komposisi lalu lintas keseluruhan dalam %. Menghitung faktor smp FSMP dari smp yang diberikan dan data komposisi arus lalu lintas kendaraan bermotor dengan menggunakan rumus berikut.

Fsmp = (empLV × LV% + empHV × HV% + empMc × MC%) / 100 ……….….. (2.2) c) Data arus lalu lintas hanya tersedia dalam LHRT

(lalu lintas harian rata-rata tahunan).

-Mengkonversikan nilai arus lalu lintas yang diberikan dalam LHRT melalui perkalian dengan faktor-k, dengan menggunakan rumus berikut. QDH = k × LHRT ………...……. (2.3)

-Mengkonversikan arus lalu lintas dari kend/jam menjadi smp/jam melalui perkalian dengan faktor-smp (Fsmp) sebagaimana yang telah diuraikan.

(7)

1997, data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang baik. Nilai normal yang diberikan dapat digunakan untuk keperluan perancangan sampai data yang lebih baik tersedia.

2.4.5 Kondisi lingkungan

Data lingkungan sangat diperlukan seperti kelas ukuran kota yang memperkiraan jumlah penduduk dari suatu daerah perkotaan dalam juta, tipe lingkungan jalan untuk mengetahui tata guna tanah dan aksesibilitas jalan dari aktivitas sekitarnya, dan kelas hambatan samping guna menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan tersebut.

2.4.6 Kapasitas

Menurut Oglesby dan Hicks 1988, kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan raya adalah jumlah kenderaan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Berkurangnya kapasitas jalan tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya ruang yang dibutuhkan dan sebagian. Kapasitas total suatu simpang dapat dinyatakan sebagai hasil perkiraan antara kapasitas dasar (CO) yaitu kapasitas ideal dan faktor-faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas. Untuk gambar-gambar faktor penyesuaian diperlihatkan pada gambar 2.3 sampai dengan gambar 2.6.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, memberikan formula untuk menghitung kapasitas adalah;

C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI....(2.4) dimana :

CO : Kapasitas dasar (smp/jam); FW : Faktor penyesuaian lebar masuk;

FM : Faktor penyesuaian tipe median jalan utama;

FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota;

FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kenderaan tak bermotor;

FLT : Faktor penyesuaian belok kiri; FRT : Faktor penyesuaian belok kanan;

FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor. Gambar 2.3 : Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Gambar 2.4 : Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Gambar 2.5 : Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Gambar 2.6 : Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor

(8)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 2.4.7 Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan dihitung sebagai hasil pembagian antara arus lalu lintas total dengan kapasitasnya, dapat dihitung dengan persamaan, (MKJI, 1997).

QTOT : Arus total (smp/jam); C : Kapasitas (smp/jam);

2.4.8 Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal yaitu tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik, (MKJI, 1997). Untuk grafik tundaan pada suatu simpang diperlihatkan pada gambar 2.7 dan gambar 2.8 berikut ini.

Gambar 2.7 : Grafik Tundaan Lalu Lintas Simpang Dengan Derajat Kejenuhan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Gambar 2.8 : Grafik Tundaan Lalu Lintas Jalan

Utama VS Derajat Kejenuhan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 a. Tundaan lalu lintas simpang

Untuk DS  0,6 : b. Tundaan lalu lintas jalan utama

Untuk DS  0,6 : c. Tundaan lalu lintas jalan minor

MI

QTOT : Arus lalu lintas total; QMA : Arus lalu lintas jalan utama; QMI : Arus lalu lintas jalan minor. d. Tundaan geometrik simpang

Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kenderaan bermotor yang masuk simpang, (MKJI, 1997). DG dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DG : Tundaan geometrik simpang; DS : Derajat kejenuhan;

PT : Rasio belok total. e.Tundaan simpang

(9)

D=DG+DTI...(2.12) dimana :

DG : Tundaan geometrik simpang; DTI : Tundaan lalu lintas simpang.

2.4.9 Peluang antrian

Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan secara empiris, (MKJI, 1997). Rentang nilai peluang antrian ditentukan berdasarkan gambar 2.9. QP dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Batas atas :

QP% = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 +

56,47 x DS3...(2.13) Batas bawah :

QP% = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 +

10,49 x DS3...(2.14) Gambar 2.9: Grafik Peluang Antrian Terhadap

Derajat Kejenuhan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah awal seperti permasalahan, kasus, gejala, fenomena atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk mendapatkan jalan yang rasional. Metode yang digunakan berdasarkan MKJI 1997 dan data-data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan untuk bahan analitis serta data pendukung dari beberapa intansi terkait maupun data yang diperoleh dari Internet.

3.1 Konsep Umum

Untuk mengetahui kinerja simpang tak bersinyal parameter yang diperlukan adalah :

a. Jumlah kendaraan yang melintas di simpang tak bersinyal yaitu MC (motor cycle), LV (light vehicle) dan HV (heavy vehicle) jenis pasangan kendaraan yang melewati lokasi penelitian. b. Distribusi pergerakan arus lalu lintas yang

melewati lokasi penelitian yaitu dari arah lurus (ST/straight), belok kanan (RT/right) dan belok kiri (LT/left), yang mencakup beberapa jenis kendaraan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diambil di lapangan pada persimpangan yang diamati kemudian dikumpulkan dan dicatat kedalam Formulir yang telah disediakan. Hasilnya disusun dalam bentuk tabel. Untuk dapat diketahui volume arus lalu lintas kendaraan, pengambilan data dilakukan pada waktu puncak kesibukan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Pencatatan dimulai dari jam 07.00 s/d 09.00 WIB pagi, jam 12.00 s/d 14.00 WIB siang dan jam 16.30 s/ d 18.30 WIB sore. Jumlah tenaga personil untuk pengambilan data berjumlah 12 (dua belas) orang.

3.3 Survei Pendahuluan

Sebelum dilaksanakan pengambilan data di lapangan, dilakukan survei pendahuluan dengan tujuan agar survei sesungguhnya dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien serta menentukan lokasi survei, mengetahui jenis kendaraan yang lewat, menentukan hari yang dapat mewakili gambaran lalu lintas pada simpang tersebut. Adapun yang dimaksud adalah pengumpulan data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data primer

(10)

dari pencatatan langsung di lapangan secara manual. Data yang diperoleh meliputi volume lalu lintas, hambatan samping, foto kondisi dilapangan dan bentuk layout geometrik jalan.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk peta Kabupaten Nagan Raya, layout lokasi penelitian, data jumlah penduduk dan MKJI 1997 serta buku-buku/literatur yang terkait dengan penulisan. Data ini diperoleh dari instansi maupun data yang diperoleh dari Internet.

3.4 Alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pengambilan data survey di lapangan antara lain :

1. Formulir data survey lapangan, 2. Kertas dan alat tulis,

3. Jam, untuk mengetahui jam operasi awal dan berakhirnya operasi dalam sehari,

4. Alat penghitung dan kamera digital.

3.5 Volume dan Komposisi Arus Lalu Lintas

Volume arus lalu lintas diperoleh dari pencatatan seluruh jenis kendaraan dan arah geraknya melintasi persimpangan tersebut. Hasil pencatatan dicatat pada formulir yang telah disedikan sebelumnya.

3.5.1 Tipe simpang

Tipe simpang menentukan jumlah lengan pada simpang dan jumlah lajur pada jalan utama dan jalan minor pada simpang tersebut dengan kode tiga angka. Didalam tabel diatas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua jalan utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344 dan 444, karena tipe simpang ini tidak di jumpai selama survei di lapangan. Jika analisa kapasitas harus

dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut dianggap sebagai 324 dan 424.

3.5.2 Kapasitas dasar

Nilai kapasitas dasar sebagai variabel masukan tipe simpang IT.

3.5.3 Faktor penyesuaian lebar pendekat Penyesuaian lebar pendekat (Fw), diperoleh dari gambar 2.3. Variabel masukan adalah lebar rata-rata semua pendekat W, dan tipe simpang IT. Batas nilai yang diberikan dalam gambar adalah rentang dasar empiris dari manual.

3.5.4 Faktor penyesuaian median jalan utama Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung pada daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas pada jalan utama. Hal ini mungkin terjadi jika lebar median 3 m atau lebih. Pada beberapa keadaan, misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika median lebih sempit. Faktor penyesuaian median jalan utama diperoleh dengan menggunakan tabel faktor penyesuaian median jalan utama (FM). Penyesuaian hanya digunakan untuk jalan utama dengan 4 lajur. Variabel masukan adalah tipe median jalan utama.

3.5.5 Faktor penyesuaian ukuran kota Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel faktor penyesuaian kota.

3.5.6 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor

(11)

dan kendaraan tak bermotor (FRSU). Variabel masukan adalah tipe lingkungan jalan RE, kelas hambatan samping SF dan rasio kendaraan tak bermotor UM/ MV.

Berdasarkan anggapan bahwa pengaruh kendaraan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti kendaraan ringan, yaitu empUM = 1,0. Persamaan berikut dapat digunakan jika pemakai mempunyai bukti bahwa empUM = 1,0 yang mungkin merupakan keadaan jika kendaraan tak bermotor tersebut terutama berupa sepeda.

FRSU (PUM sesungguhnya) = FRSU (PUM = 0) × (1- PUM × empUM)

3.5.7 Faktor penyesuaian belok kiri

Faktor penyesuaian belok-kiri (FLT) dapat ditentukan seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4, variabel masukan adalah belok kiri. Batas nilai yang diberikan untuk PLT adalah rentang dasar empiris dari manual.

3.5.8 Faktor penyesuaian belok kanan

Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5, untuk simpang berlengan 3. Variabel masukan adalah belok kanan, batas nilai yang diberikan untuk PRT adalah rentang dasar empiris dari manual. Untuk simpang 4 lengan FRT = 1,0.

3.5.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor ditentukan pada variabel masukan adalah rasio arus jalan minor PMI. Batas nilai yang diberikan untuk PMI pada gambar 2.6 Halaman 7 adalah rentang dasar empiris dari manual.

3.5.10 Kapasitas

Analisis kapasitas ruas jalan yang berada pada Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya dilakukan dengan berpedoman pada Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Perhitungan hasil kapasitas jalan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4 Halaman 7.

3.5.11 Derajat kejenuhan

Pengaruh perkembangan dan perubahan guna lahan terhadap kinerja pelayanan ruas jalan di Simpang Peut Jeuram maka dilakukan analisis tentang kapasitas jalan dan derajat kejenuhan jalan.

3.5.12 Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang yang ditentukan berdasarkan kurva empiris antara DT dan DS, lihat gambar 2.7 Halaman 8.

3.5.13 Peluang antrian

Rentang nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan, dapat dilihat pada gambar 2.9 Halaman 9.

3.5.14 Geometrik persimpangan

Untuk mengetahui kondisi geometrik persimpangan, dilakukan pengukuran panjang arah memanjang dan melintang pada jalan dan lapisan permukaan jalan tersebut.

3.6 Metode Pengolahan Data

(12)

Pencatatan volume lalu lintas dilakukan pada jam-jam sibuk selama 2 jam, dan hasilnya dimasukkan kedalam formulir yang sudah disediakan. Komposisi lalu lintas yang terdapat pada aliran lalu lintas bervariasi menurut jenis dan arah geraknya.

3.7 Analisa dan Penyajian Data

Analisis data untuk menentukan tingkat arus lalu lintas persimpangan lengan empat dilakukan dengan prosedur perhitungan menurut MKJI 1997 yang disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan data akan disajikan berdasarkan rumus-rumus dan teori yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya. Adapun hasil yang dikemukakan yaitu mengenai seluruh hasil dari perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian ini mengambil data volume arus lalu lintas yang terdiri dari tiga jenis kendaraan motor cycle (MC), light vehicle (LV) dan heavy vehicle (HV).

IV.1 Hasil

Hasil pengumpulan data diolah berdasarkan rumus-rumus dan teori-teori yang telah disebutkan pada bab sebelumnya sehingga diperoleh hasil yang menjadi tujuan dari penelitian ini. Hasil yang didapat berdasarkan pengolohan data yang berhubungan dengan volume lalu lintas dan geometrik persimpangan yang terjadi pada Simpang Peut Jeuram, Kabupaten Nagan Raya.

4.1.1 Layout simpang dan komposisi volume arus lalu lintas

Layout persimpangan dari objek pengamatan diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1 : Layout Lengan Persimpangan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2015

Hasil volume arus lalu lintas (dalam satuan kend/jam) yang diperoleh dari pencatatan di lapangan selama 6 jam pengamatan, seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 : Volume Arus Lalu Lintas (kend/jam)

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2015 Keterangan :

A = Jalan minor (di Pos 4), B = Jalan utama (di Pos 3), C = Jalan utama (di Pos 2), D = Jalan minor (di Pos 1), LT = Belok kiri (left), ST = Lurus (straight), RT = Belok kanan (right),

LV = (Light vehicle) kenderaan ringan, HV = (Heavy vehicle) kenderaan berat, MC = (Motor cycle) sepeda motor,

UM = (Unmotorized) kendaraan tak bermotor. Pengamatan volume lalu lintas setiap pendekat pada masing-masing jam puncak diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan pencatatan dan perhitungan setiap kendaraan yang melewati titik pengamatan. Tabel 4.1 di atas dapat dihitung parameter lalu lintas persimpangan antara lain kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.

(13)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 4.1.2 Tipe simpang dan kapasitas dasar

Tipe persimpangan pada Simpang Peut Jeuram dari hasil pengamatan dan perhitungan lebar pendekat serta jumlah lajur adalah 424 (4 lengan simpang 2 lajur jalan minor dan 4 lajur jalan utama), maka diambil kapasitas dasar CO = 3400 (smp/jam).

4.1.3 Faktor penyesuaian lebar pendekat Hasil dari lebar pendekat untuk jalan minor dan jalan utama serta lebar pendekat rata-rata (WI) diperlihatkan dalam Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 : Lebar Pendekat dan Tipe Samping

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Berdasarkan lebar pendekat rata-rata (WI) dan persamaan dari grafik yang diperoleh faktor penyesuaian lebar masuk :

FW = 0.61 + 0.0740 x WI

= 0.61 + 0.0740 (4.50) = 0.94 m (untuk simpang pada Pos D dan A) dan,

FW = 0.61 + 0.0740 x WI

= 0.61 + 0.0740 (5.38) = 1.01 m (untuk simpang pada Pos C dan B)

4.1.4 Faktor penyesuaian median jalan utama (FM)

Persimpangan jalan utama yang ditinjau memiliki median jalan dan jalan minor tidak bermedian, maka diperoleh faktor penyesuaian median jalan utama (FM) = 1,05 dan jalan minor (FM) = 1,00.

4.1.5 Faktor penyesuaian ukuran kota

Data jumlah penduduk Kabupaten Nagan Raya yang berada di 10 kecamatan sebanyak 158.596 juta jiwa penduduk, maka Kabupaten Nagan Raya merupakan kategori kota kecil dengan faktor penyesaian ukuran kota (FCS) = 0,88.

4.1.6 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor

Tipe lingkungan jalan yang ditinjau adalah komersial dikarenakan jalan tersebut kenderaan masuk dan keluar sebanyak 380/jam serta kenderaan yang parkir/berhenti sebanyak 32/jam dengan jumlah pejalan kaki 152/jam dan kenderaan lambat 43/jam yang telah dikalikan dengan masing-masing faktor frekuensi berbobot hambatan samping. Hasil total penjumlahan penentuan frekwensi kejadian hambatan samping yang terjadi pada persimpangan adalah tinggi, disebabkan daerah tersebut merupakan daerah niaga dan aktivitas sisi jalan yang tinggi, dengan rasio kendaraan tak bermotor PUM = 0.04 dan FRSU = 0,88.

4.1.7 Faktor penyesuaian belok kiri dan belok kanan

Nilai rasio belok kiri jalan minor D dan A adalah PLT = 0.30 smp/jam dan 0.47 smp/jam, sedangkan jalan utama C dan B adalah PLT = 0.13 smp/jam dan 0.40 smp/jam, maka berdasarkan persamaan dari grafik diperoleh nilai faktor penyesuaian belok kiri sebagai berikut :

FLT (D)

= 0.84 + 1.61 x PLT

FLT (A)

(14)

= 0.84 + 1.61 (0.30) = 1.32 smp/jam FLT (C)

= 0.84 + 1.61 x PLT = 0.84 + 1.61 (0.30) = 1.32 smp/jam

= 0.84 + 1.61 (0.47) = 1.59 smp/jam FLT (B)

= 0.84 + 1.61 x PLT = 0.84 + 1.61 (0.47) = 1.59 smp/jam

Nilai rasio belok kanan jalan minor D dan A adalah PRT = 0.32 smp/jam dan 0.29 smp/jam, sedangkan jalan utama C dan B adalah PRT = 0.49 smp/jam dan 0.31 smp/jam, berdasarkan persamaan dari grafik untuk nilai faktor penyesuaian belok kanan pada masing-masing lengan simpang (baik untuk jalan minor atau jalan utama) dianggap FRT = 1.00 smp/jam karena simpang tersebut mempunyai 4 lengan simpang.

4.1.8 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

Nilai hasil dari 0.325 smp/jam yang diambil dari hasil total perbandingan jalan minor dan jalan utama terhadap rasio arus jalan minor FMI mendapatkan hasil FMI = 0.87 smp/jam. Hasil yang dipaparkan tadi sama juga bila berdasarkan persamaan pada tipe simpang 424, maka diperoleh nilai faktor penyesuaian rasio arus jalan minor sebagai berikut : FMI = 16.6 x PMI4 – 33.3 x PMI3 + 25.3 x PMI2

8.6 x PMI + 1.95

= 16.6 x (0.325)4 – 33.3 x (0.325)3 + 25.3 x (0.325)2 – 8.6 x (0.325) + 1.95

= 0.87 smp/jam

4.1.9 Kapasitas

Hasil perhitungan kapasitas bila dibandingkan dengan hasil volume lalu lintas, maka dapat dilihat bahwa volume lalu lintas total 7328 smp/ jam (jalan utama + jalan minor) yang terjadi lebih besar dari pada kapasitas per lengan simpang atau dengan rata-rata 3113 smp/jam.

Tabel 4.4 : Kapasitas

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

4.1.10 Derajat kejenuhan

Hasil derajat kejenuhan perbandingan antara arus lalu lintas maksimum yang terjadi pada per lengan simpang dengan kapasitas ruas jalan pada Simpang Peut Jeuram, diperlihatkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 : Derajat Kejenuhan

4.1.11 Tundaan

Hasil perhitungan nilai tundaan lalu lintas simpang (DTI) untuk jalan minor D dan A adalah 1.93 det/smp dan 5.48 det/smp, sedangkan jalan utama C dan B adalah 7.81 det/smp dan 6.51 det/smp, sedangkan total tundaan simpang (D) untuk keseluruhan per simpang dari hasil penjumlahan antara tundaan lalu lintas simpang (DTI) dan tundaan geometrik simpang (DG) adalah untuk jalan minor D dan A adalah 6.62 det/smp dan 9.87 det/smp, sedangkan jalan utama C dan B adalah 12.04 det/smp dan 10.82 det/smp.

4.1.12 Peluang antrian

(15)

12 - 27 det/smp dengan derajat kejenuhan 0.19 det/ smp dan 0.54 det/smp, sedangkan jalan utama C dan B persentase peluang antriannya adalah 22 - 43 det/ smp dan 17 - 35 det/smp dengan derajat kejenuhan 0.73 det/smp dan 0.64 det/smp.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukannya penelitian yang diambil dari hasil perhitungan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan mengenai perilaku arus lalu lintas dan kinerja persimpangan pada Simpang Peut Jeuram, Kabupaten Nagan Raya bagi para pengguna jalan dalam sehari-hari. Beberapa saran masukan yang berkenaan dengan penelitian dan pelaksanaan apabila ingin dilakukan penelitian atau pengembangan lebih lanjut hasil penelitian ini dapat menjadi acuan awal.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kinerja persimpangan Simpang Peut Jeuram

Kabupaten Nagan Raya yang ditinjau dalam kondisi baik dan mampu menampung volume lalu lintas rata-rata per lengan simpang sebesar 1635 smp/jam dengan total kapasitas rata-rata 3113 smp/jam, yang kapasitas dasarnya 3400 smp/jam menurut metode MKJI (1997).

2. Persentase peluang antrian rata-rata kenderaan antara 12 – 26 det/smp.

3. Rata-rata derajat kejenuhan keseluruhan lengan simpang sebesar 0.52 det/smp.

4. Persimpangan Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya dalam kondisi lancar walaupun ada terjadi kemacetan yang tidak begitu signifikan.

5.2 Saran

Beberapa saran masukan yang berkenaan

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah : 1. Diharapkan bagi pemda setempat khususnya

instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum, sangat diperlukan baik dalam segi perbaikan atau peningkatan Simpang Peut Jeuram Kabupaten Nagan Raya yang lebih baik lagi dan teratur. 2. Pengaturan simpang sangat diperlukan baik signal

persimpangan dan rambu-rambu lalu lintas, bila dilihat dari waktu pengambilan data lapangan yang sangat tidak beraturan seperti parkiran ataupun berhentinya kenderaan sembarangan tempat, dan pihak-pihak instansi terkait masih kurang dalam memperhatikannya pada saat-saat jam puncak atau padat volume arus lalu lintas.

3. Kemacetan persimpangan sangat nyata terlihat baik pada saat pengambilan data lapangan dan setelah dibuktikan dengan analisa perhitungan, memang pada dasarnya tidak terlalu signifikan terjadinya kemacetan lalu lintas kenderaan, tetapi sangat diperlukan pengaturan simpang dan rambu-rambu lalu lintas harus memadai serta pihak-pihak instansi terkait tegas dalam menindak setiap pelanggaran lalu lintas yang ada.

IV.2 Pembahasan

(16)

kejenuhan keseluruhan lengan simpang sebesar 0.52 det/smp.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anonim, 2014, Data Jumlah Penduduk, Badan Pusat Statistik, Nagan Raya.

2. Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Dinas Pekerjaan Umum, Jakarta.

3. Khisty, C. Jotin., and Lall B. Kent., 2005, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi, Jilid 1 Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

4. Morlok, E.K.,1995, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga Jakarta. 5. Oglesby, C.H., and Hicks, R. G., 1982, Editor :

Gambar

Gambar 2.1 :
Gambar 2.3 : Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
gambar 2.8 berikut ini.
Gambar 2.9: Grafik  Peluang  Antrian  Terhadap
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dukungan sahabat terhadap tingkat depresi pada perempuan yang menderita kanker payudara di RSUD Dr.. Pirngadi Medan

Sebuah skripsi diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Pendidikan Khusus. © Tira Haemi

Apabila disesuaikan kembali hubungannya dengan masing- masing aspek usability dalam tabel diatas, dapat dikatakan bahwa perangkat lunak aplikasi android yang telah

Peningkatan skor baik pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada kelompok intervensi mengindikasikan bahwa metode yang dipergunakan dalam pelatihan ini

ditambah pupuk kandang berupa kotoran ayam dan kapur tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan benih ikan betok (Anabas testudineus Bloch) yang dipelihara

Atap pada lokasi apakah bersifat permanen dan bisa langsung digunakan jika terjadi

Pencapaian Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Jumlah Penjualan pada Kon veksi Zacky’s Collection, serta hasil penelitian dan implikasi penelitian. BAB V

Seseorang yang menyatakan setuju pada variabel keamanan, kepercayaan dan variabel keberagaman produk memiliki peluang untuk ingin melakukan pembelian secara online melalui