• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA JANDA CERAI MATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA JANDA CERAI MATI"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

RESILIENSI PADA JANDA CERAI MATI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Dyah Ayu Sekar Ambarini NIM : 149114081

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“If you can’t fly, then run. If you can’t run, then walk. If you can’t walk, then crawl. But whatever you do, you have to keep moving forward” – Martin Luther

King Jr.

“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan kebimbangan. Sedangkan teman yang paling setia yaitu keberanian dan

keyakinan yang teguh” – Andrew Jackson

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Allah SWT yang telah memberikan saya kekuatan, kemudahan, kesehatan, kelancaran dan karuniaNya sehingga saya bisa menyelesaikan karya ini.

Keluarga yang saya hormati dan cintai, yaitu Bapak Ambardi, Ibu Marsini, Hanif Atha Ammar yang telah memberi saya cinta, dukungan dan doa mereka untuk

saya.

Ibu Diana Permata Sari, S.Psi., M.Sc. yang selalu membantu saya dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada saya agar saya dapat

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA JANDA CERAI MATI

Dyah Ayu Sekar ambarini

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati. Subjek dalam penelitian ini adalah janda yang suaminya telah meninggal dan memiliki anak dengan jumlah 120 subjek. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial dan skala resiliensi. Skala dukungan sosial terdiri dari 36 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.964 dan skala resiliensi terdiri dari 28 item dengan koefisien reliabilitas yang dimiliki yaitu 0.953. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho dikarenakan sebaran data pada kedua skala dalam penelitian ini bersifat tidak normal (skala dukungan sosial dan skala resiliensi). Selain itu, penelitian ini menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0.788 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh janda, maka semakin tinggi pula resiliensi yang dimiliki oleh janda. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh janda, maka kan semakin rendah pula resiliensi yang dimiliki oleh janda.

(8)

viii

THE CORELLATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCE

OF WIDOWHOOD

Dyah Ayu Sekar Ambarini

ABSTRAK

This research was intended to investigate the correlation between social support and resilience on widows. The hypothesis in this research said that there was a positive and significant correlation bertween social support and resilience on widows. Subjects in this research were 120 widows. There were two instrumenst in this research namely social support scale and resilience scale. The social support scale had 36 items with 0.964 of reliability coefficient and the resilience scale had 28 items with 0.953 of reliability coefficient. The data

analysis technique in this research used Spearman’s Rho correlation test because

the distribution of social support scale and the distribution of resilience scale were not normal. Then, this research produced r = 0.788 of correlation value and 0.000 or p < 0.05 significance value. The result in this research showed that there was a positive and significant correlation between social support and resilience on widows. It meant that the higher social support which was received by widows, the higher resilience they had. Otherwise, the lower social support was received by widows, the lower resilience they had.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik. Selanjutnya, tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam memberikan penulis bantuan dan dukungan untuk menyelesaikan karya ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Monica Eviandaru M., M.App., Ph.D selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Maria Laksmi Anantasari M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia membantu dalam memberikan masukan, kritik serta saran yang berkaitan dengan mata kuliah dan skripsi selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi

mengenai penulisan skripsi tetapi juga mengajarkan banyak nilai-nilai kehidupan.

5. Bapak Ambardi dan Ibu Marsini selaku orangtua dari penulis yang selalu memberikan dukungan baik berupa dukungan emosional maupun dukungan materiil untuk penulis serta memberikan arahan dan kasih sayangnya agar penulis dapat cepat menyelesaikan pendidikan hingga akhirnya penulis mampu menyelesaikannya. Penulis berharap untuk ke depannya, orangtua akan selalu tetap memberikan dukungannya dan kasih sayangnya kepada penulis.

6. Hanif Atha Ammar selaku adik dari penulis. Terima kasih atas dukungan, kasih sayang dan semangat yang diberikan iuntuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Fiyogananto Primatmojo, terima kasih untuk selama ini selalu membantu, mendoakan, memberi semangat, menemani, meluangkan banyak waktunya, tenaga, perhatian dan kasih sayangnya guna mendukung penulis agar segera menyelesaikan penulisan skripsi. Makasih yaaaa, walaupun sering berantem tapi aku padamu 

8. Bapak Opik, selaku pengurus Komunitas Pengajian Ummu Salamah. Terima kasih telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi dan dalam proses pengambilan data.

(12)

xii

10. Seluruh anggota Pengajian Ummu Salamah dan seluruh anggota Komunitas Gereja di GKJ Sarimulyo. Terima kasih atas bantuan dalam kesediaannya dalam mengisi skala penelitian.

11. Teman-teman “KONCO KESEL” yakni Carys, Nungky, Dwina, Ana, Mega, Sekar, Joste terima kasih telah memberikan perhatian, semangat, hiburan, perjuangan dan kesabarannya untuk penulis. Semoga kita awet yaa, kalian terbaekk!

12. Teman sejak SMA yakni Alyssa Bella, Anita, Deta, Esty, dan Martha terimakasih selalu ada untuk penulis dan selalu memberi semangat serta perhatiannya kepada penulis. Secara tidak langsung kalian adalah motivasi penulis untuk segera menyusul kalian lulus.

13. Teman sejak SMP yaitu Dina Novitasari, terima kasih sudah memberikan semangat dan motivasi untuk segera lulus serta menghibur penulis ketika sedang pusing skripsi.

14. Teman-teman Psikologi Kelas D 2014, terima kasih untuk dinamikanya selama 4 tahun ini. Sangat senang bisa menjadi bagian dari kalian. See you on top, gaes!

(13)
(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

(15)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Resiliensi... 11

B. Dukungan Sosial ... 17

C. Janda ... 23

D. Dinamika Hubungan antara Dukungan Sosial dan Resiliensi ... 26

E. Kerangka Berpikir ... 32

F. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian... 35

C. Definisi Operasional ... 35

1. Resiliensi ... 35

2. Dukungan Sosial ... 36

D. Subjek Penelitian ... 36

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37

1. Resiliensi ... 38

2. Dukungan Sosial ... 38

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39

1. Validitas Alat Ukur ... 39

2. Seleksi Item ... 41

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 47

G. Metode Analisis Data ... 49

(16)

xvi

2. Uji Hipotesis ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pelaksanaan Penelitian... 52

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 53

C. Deskripsi Data Penelitian ... 54

D. Analisis Data Penelitian ... 61

1. Uji Asumsi ... 61

2. Uji Hipotesis ... 64

E. Analisis Tambahan ... 66

F. Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Keterbatasan Penelitian ... 74

C. Saran ... 75

1. Bagi Subjek ... 75

2. Bagi Keluarga inti/besar dan orang terdekat ... 75

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian skala Likert ... 37

Tabel 2. Blueprint skalaresiliensi sebelum tryout ... 38

Tabel 3. Blueprint skaladukungan sosial sebelum tryout... 39

Tabel 4. Sebaran Itemresiliensisetelah tryout ... 43

Tabel 5. Sebaran Itemresiliensisesudah dilakukan penguguran manual ... 45

Tabel 6. Sebaran Item dukungan sosial setelah tryout ... 46

Tabel 7. Sebaran Item dukungan sosial sesudah dilakukan penguguran manual .. 47

Tabel 8. Deskripsi subjek berdasarkan usia ... 53

Tabel 9. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan status pekerjaan ... 53

Tabel 10. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan rentang waktu menjanda ... ………54

Tabel 11. Deskripsi data empiris skala resiliensi ... 56

Tabel 12. Hasil uji beda antara mean empiris dan mean teoritis skala resiliensi ... 56

Tabel 13. Deskripsi rumus penggolongan variabel berdasarkan standar pembagian kategori ... 57

Tabel 14. Deskripsi Kategorisasi Skala resiliensi ... 57

Tabel 15. Deskripsi data empiris skaladukungan sosial ... 58

Tabel 16. Hasil uji beda antara mean teoritik dan mean empiris skala dukungan sosial ... 59

Tabel 17. Deskripsi rumus penggolongan variabel berdasarkan standar pembagian kategori ... 60

(18)

xviii

Tabel 19. Deskripsi data keseluruhan skala dukungan sosial dan resiliensi ... 61

Tabel 20. Hasil uji normalitas dukungan sosial dan resiliensi ... 62

Tabel 21. Hasil uji linearitas antara dukungan sosial dan resiliensi ... 63

Tabel 22. Hasil uji hipotesis Spearman’s Rho Correlations ... 65

Tabel 23. Tabel deskripsi tingkat korelasi dan kekuatan hubungan ... 65

Tabel 24. Hasil uji beda resiliensi berdasarkan status bekerja ... 68

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Penelitian ... 85

Lampiran 2 Reliabilitas dan Korelasi Item Total Skala Resiliensi ... 99

Lampiran 3 Reliabilitas dan Korelasi Item Total Skala Dukungan Sosial... 103

Lampiran 4 Data Empiris Skala Penelitian ... 107

Lampiran 5 Uji Normalitas ... 108

Lampiran 6 Uji Linearitas ... 109

Lampiran 7 Uji Korelasi Spearman’s Rho ... 109

Lampiran 8 Analisis Tambahan ... 110

Lampiran 9 IVI-I & IVI-R Skala Penelitian ... 112

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan sebuah ikatan yang dilakukan secara sah antara pria dan wanita sesuai dengan peraturan-peraturan negara yang berlaku (Walgito, 2002). Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Perkawinan, pernikahan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu pernikahan dianggap ideal jika dapat memberikan keintiman, komitmen, pertemanan, kasih sayang, pemenuhan kebutuhan seksual, kebersamaan, perkembangan emosional, dan harga diri bagi seseorang (Papalia, Olds, & Feldmann, 2009).

(22)

sepanjang kehidupan manusia yang akan terus dialami kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Shear & Shair, 2005). Setelah terjadinya kehilangan, individu akan merasakan keadaan berduka yang merupakan respon normal akibat mengalami kehilangan (Shear & Shair, 2005). Kehilangan pasangan yang disebabkan karena kematian merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan stres (Aprilia, 2013).

Menurut Berk (2012), individu yang harus mengatur ulang hidup, identitas dan status mereka dengan meninggalkan identitas atau atribut dari pasangannya yang sudah meninggal disebut kondisi menjanda atau menduda. Menurut Badan Pusat Statistik tentang kependudukan terdapat dua kategori janda atau duda, yaitu cerai mati dan cerai hidup. Cerai hidup didefinisikan sebagai status dari seseorang yang telah hidup secara terpisah dengan suami atau istrinya karena bercerai. Sedangkan cerai mati merupakan status bagi seseorang yang telah hidup terpisah dengan suami atau istrinya karena meninggal dunia (Badan Pusat Statistik, 2015).

(23)

Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Disdukcapil jumlah laki-laki dengan status duda akibat cerai hidup mencapai 1.845 jiwa sedangkan akibat cerai mati mencapai 2.142 jiwa (JawaPos, 2017). Hal tersebut menunjukkan bahwa populasi janda memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah duda walaupun setiap tahunnya selalu meningkat (JawaPos, 2017).

Akan tetapi pada pria biasanya status menduda tidak berlangsung lama karena adanya keterbatasan untuk merawat dirinya sehingga membuat duda memilih untuk menikah kembali (Desiningrum, 2015). Sedangkan bagi janda, kehilangan suami menjadi fenomena yang traumatik dan menyedihkan bagi sebagian wanita karena untuk menjalani kehidupan sebagai orangtua tunggal merupakan hal yang tidak mudah dan berat (Aprilia, 2013). Menurut Perlmutter dan Hall (dalam Aprilia, 2013) berperan sebagai orangtua tunggal bagi wanita akan membuatnya mengalami perubahan yang dapat menimbulkan masalah karena seseorang yang seharusnya hanya berperan sebagai ibu saja pada akhirnya harus berperan ganda. Keadaan menjanda bagi wanita dengan usia lansia akan mengalami permasalahan yaitu menurunnya kesehatan dan fisiknya serta memiliki persaaan kesepian (Desiningrum, 2015). Selain itu, menurut Jahja (2011) terdapat masalah umum pada masa menjanda, yakni masalah keuangan, masalah sosial, masalah keluarga, masalah praktis, masalah seksual, dan masalah tempat tinggal.

(24)

kepergian dari suami yang tidak terduga, kehilangan peran suami, kesulitan dalam mengurus anak dan permasalahan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari (Mardhika, 2013). Perubahan status menjadi seorang janda juga menyebabkan permasalahan bagi wanita dalam lingkungan sosialnya (Fernandez & Soedagijono, 2018). Menjadi janda juga menimbulkan masalah pada kesehatan baik fisik maupun mentalnya (Hendrickson et al., 2018).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 2 Februari 2018 di Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta oleh salah satu subjek dengan inisial YR permasalahan mengenai anggapan atau persepsi negatif tentang status janda masih sering terdengar direndahkan. Beberapa orang di lingkungannya janda sering kali dianggap lemah dan serba kekurangan. Selain itu, subjek juga menganggap bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu permasalahan pada janda. Seorang janda dengan latar belakang pendidikan yang tinggi akan mudah mendapatkan pekerjaan, sedangkan bagi yang memiliki latar belakang rendah akan kesulitan dalam mencari penghasilan.

(25)

TribunJambi (2018) yang mana seorang janda 53 tahun dengan 5 anak yang ditinggal suaminya meninggal dunia memilih nekat menjual ganja untuk membiayai hidupnya sehari-hari dan membayar hutang sebanyak 12 juta. Selain itu, terdapat permasalahan janda di lingkungan sosialnya yaitu status sebagai janda masih dipandang dengan sebelah mata, seolah-olah kehadiran janda masih sulit diterima di tengah-tengah masyarakat bahkan banyak dari masyarakat yang menganggap janda sebagai suatu aib, sering disudutkan, disalahkan bahkan status janda sering dijadikan lelucon (Bernas.id, 2017).

Banyaknya masalah yang muncul selama menjadi seorang wanita dengan peran orangtua tunggal membutuhkan penyesuaian diri untuk menghadapi banyaknya perubahan (Aprilia, 2013). Janda juga memerlukan kemampuan diri agar dapat menghadapi tekanan-tekanan maupun permasalahan hidup agar dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik (Naufaliasari & Andriani, 2006). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kemampuan resiliensi pada wanita yang kehilangan suaminya akibat meninggal dunia (Fernandez & Soedagijono, 2018). Kemampuan atau kapasitas yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau mengubah kondisi kehidupan yang menyedihkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi yang disebut kemampuan resiliensi (Desmita, 2007).

(26)

Menurut Sagor (dalam Patilima, 2015) resiliensi adalah kumpulan atribut dari seorang individu berupa kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi hambatan besar dalam kehidupannya. Pada kenyataannya, penelitian yang memfokuskan pada resiliensi khususnya pada janda masih terbilang minim (Bennett, 2010). Selain itu, Bennett (2010) juga menyatakan bahwa masih terdapat janda yang memiliki tingkat resiliensi rendah semenjak meninggalnya sang suami atau pasangannya.

Menurut Resnick, Gwyther dan Roberto (2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi pada seseorang yaitu self-esteem,

spiritualitas, emosi positif dan salah satu sumber yang menjadi fokus penelitian ini yaitu berhubungan dengan dukungan sosial yang diberikan lingkungan untuk dirinya. Menurut Grotberg (dalam Patilima, 2015) kualitas resiliensi yang dimiliki pada setiap orang tidak sama dikarenakan hal tersebut ditentukan oleh salah satu faktornya yaitu seberapa besar dukungan sosial dalam pembentukan resiliensi seseorang tersebut. Menurut Gollieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial adalah informasi verbal atau non verbal serta bantuan yang nyata atau perilaku yang diberikan dari orang-orang di sekitar subjek di dalam lingkungan sosialnya baik berupa kehadiran atau hal-hal yang memberi kekuatan emosional yang dapat mempengaruhi perilaku subjek.

(27)

berfokus pada received support yang mana dukungan sosial dilakukan dengan menghitung berdasarkan bentuk atau jumlah dukungan sosial yang diberikan oleh orang lain. Dukungan sosial yang diterima oleh individu dapat berasal dari keluarga, teman, rekan kerja, komunitas atau organisasi yang diikuti (Sarafino, 2008).

Sumber lain dari dukungan sosial yang terpenting yaitu berasal dari dukungan anak karena bagi seorang janda anak merupakan motivasi penting untuk dapat menjadi kuat dan bersemangat dalam menghadapi permasalahan (Hendrickson, Kim, Tol, Shrestha, Kafle, Luitel, Thapa, & Surkan, 2018). Seorang janda memiliki keinginan kuat untuk mampu memberikan masa depan yang terbaik bagi anak-anaknya sehingga anak merupakan kekuatan seorang janda dalam menghadapi tekanannya dan tidak akan mempengaruhi tekadnya dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya (Aprilia, 2013). Pada umumnya yang terjadi pada lansia janda, anak-anak cenderung sudah mandiri dan berumah tangga sehingga rumah terasa sepi dan janda harus mampu mengatasi masalah ekonomi dan sosialnya secara mandiri (Desiningrum, 2015). Selain itu, bentuk dari dukungan sosial yang dilakukan dengan cara menjalin hubungan dengan orang lain dan terlibat dengan lingkungan sosial merupakan faktor penting terkait tingkat keberhasilan seseorang dalam mencapai resiliensi (Hendrickson et. al., 2018).

(28)

2018). Hingga pada akhirnya, janda yang mampu beresiliensi akan mampu menemukan jalan untuk menempuh kehidupannya sehari-hari tanpa adanya suami (Hahn, 2011). Akan tetapi pada kenyataannya, Aprilia (2013) mengatakan bahwa pada umumnya beberapa janda mengatakan bahwa dukungan sosial yang mereka terima masih sangat minim dan terbatas dikarenakan adanya isolasi sosial terkait dengan anggapan miring mengenai statusnya sebagai janda.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Prastitis (2015) menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki korelasi yang positif dengan resiliensi yang mana apabila dukungan sosial tinggi maka resiliensi juga cenderung tinggi, dan sebaliknya jika dukungan sosial rendah maka resiliensi juga rendah. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Tampi, Kumaat dan Masi (2013) memperoleh hasil bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat resiliensi seseorang.

(29)

Berdasarkan perbedaan hasil di atas, maka peneliti membuat penelitian ini guna ingin menguji kembali mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi dengan subjek janda. Penelitian yang dilakukan ini dikhususkan bagi perempuan yang ditinggalkan oleh pasangannya akibat kematian, yang mana seorang janda yang ditinggal meninggal oleh pasangannya akan memiliki resiko lebih besar secara psikologis (Andriani & Naufaliasari, 2013) serta beberapa hal yang dialami oleh janda bahwa dukungan sosial yang mereka terima masih tergolong terbatas dikarenakan adanya isolasi sosial dan anggapan miring mengenai statusnya sebagai janda (Aprilia, 2013).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu “Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resiliensi pada janda yang ditinggal

meninggal oleh suami?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada janda yang ditinggal mati oleh suami.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang terkandung dalam penelitan ini mencakup dua macam: 1. Manfaat teoretis

(30)

janda yang ditinggal mati oleh suami di bidang psikologi khususnya perkembangan dan sosial.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi lingkungan sekitar

Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu memberikan evaluasi bagi orang-orang terdekat janda terkait dukungan sosial yang diberikan memiliki hubungan dengan tingkat resiliensi yang dimiliki oleh janda.

b. Bagi janda

(31)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Desmita (2007) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang, kelompok atau pihak masyarakat dalam menghadapi, mencegah, dan menghilangkan dampak negatif dari situasi yang tidak menyenangkan serta mengubah sesuatu yang sulit menjadi sesuatu yang wajar untuk diatasi. Menurut Werner (dalam Desmita, 2007) resiliensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk kembali mencapai keberhasilannya dalam beradaptasi dari kesulitan dengan mengembangkan kemampuan sosial, pendidikan dan kejuruannya untuk menghadapi stres.

(32)

mengembalikan keseimbangan dan memulihkan keadaan mentalnya seperti semula dengan cepat (Reich et al., 2010).

Penelitian ini mengacu pada konsep dari Reivich dan Shatte (dalam Jackson & Chris, 2004) mengatakan bahwa reseliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dan beradaptasi terhadap suatu tekanan yang sulit. Reivich and Shatte juga mengatakan bahwa resiliensi bukan hanya membuat seseorang dapat pulih dari suatu kesulitan, tetapi resiliensi juga mampu meningkatkan kehidupan seseorang lebih positif (Suyasa, 2011). Selain itu, konsep resiliensi dari Reivich dan Shatte dapat digunakan karena dapat memperlihatkan tingkat resiliensi yang dimiliki oleh seseorang (Jackson & Chris, 2004).

2. Aspek-aspek Resiliensi

(33)

a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

Dalam regulasi emosi, kemampuan resiliensi dianggap sebagai kemampuan untuk tetap tenang ketika berada dalam kondisi yang tertekan sehingga seseorang yang resilien menggunakan kemampuannya untuk mengontrol/mengelola emosi dan perilakunya. b. Pengendalian Impuls (Impuls Control)

Kontrol impuls merupakan kemampuan dalam mengontrol dorongan-dorongan, keinginan, kesukaran dan tekanan yang ada di dalam diri untuk kepuasan dirinya. Individu yang memiliki kemampuan dalam mengontrol impulsnya akan mampu mencegah kesalahan dalam berpikir, dapat berpikir jernih dan mampu memberikan respon yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Kontrol impuls ini juga berhubungan dengan regulasi emosi.

c. Analisis Kausal (Causal Analysis)

(34)

kemampuannya untuk dapat mengidentifikasi permasalahan, berfokus pada masalah dan menemukan solusi

d. Efikasi Diri (Self-Efficacy)

Self-Efficacy merupakan keyakinan individu bahwa dirinya dapat menyelesaikan masalahnya secara efektif. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tergolong tinggi akan yakin pada kemampuannya untuk dapat berhasil dalam mencapai kesuksesannya serta memiliki komitmen dalam pemecahan masalahnya dan tidak mudah menyerah dalam kegagalan menentukan strategi-strategi pemecahan masalahnya.

e. Optimisme (Realistic Optimism)

Optimis merupakan kemampuan individu untuk tetep positif dalam memandang masa depannya. Individu akan meyakini bahwa berbagai hal yang terjadi di dalam dirinya dapat berubah menjadi lebih baik, memiliki harapan masa depan dan percaya untuk mampu mengontrol atau menangani masalah yang akan muncul di masa depan. Individu yang optimis cenderung akan lebih sehat secara fisik, dapat berprestasi dengan baik serta dapat lebih produktif dalam bekerja.

f. Empati (Emphaty)

(35)

non verbal maupun verbal seseorang guna dapat membangun relasi yang lebih baik. Individu yang resilien akan mampu berempati dengan membaca tanda-tanda non verbal orang lain dan cenderung memiliki hubungan sosial yang positif.

g. Pencapaian (Reaching Out)

Pencapaian merupakan kemampuan seseorang untuk meningkatkan aspek positif di dalam dirinya yang berkaitan dengan keberanian individu untuk mencoba mengatasi masalah ataupun berani mengambil resiko dan menganggap masalah sebagai sebuah tantangan. Pada akhirnya, resiliensi tidak hanya berfungsi untuk mengatasi masalah atau trauma yang berat, akan tetapi berguna untuk memperkaya hidup, memperdalam relasi dan menambah pengalaman yang baru.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi memiliki tujuh aspek yaitu regulasi emosi, kontrol impuls, analisis kausal, efikasi diri, optimisme, empati dan pencapaian.

3. Faktor – Faktor Resiliensi

(36)

a. Self-esteem

Seseorang yang memiliki self-esteem atau kepercayaan diri yang baik, dapat membantunya untuk dapat bangkit dalam menghadapi kesengsaraan atau keterpurukan.

b. Dukungan Sosial (Social Support)

Resiliensi berhubungan dengan dukungan sosial dimana dalam menghadapi kesulitan atau kesengsaraan dibutuhkan dukungan atau

support dari lingkungan sekitarnya untuk dapat meningkatkan resiliensi dalam menyelesaikan masalah serta dapat bangkit dari keterpurukan yang dialami seseorang. Selain itu, menurut Hendrickson et. al. (2018) dukungan sosial merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam mencapai resiliensi.

c. Spiritualitas

Faktor lain yang dapat mempengaruhi bahkan meningkatkan resiliensi yaitu spiritualitas. Pada faktor ini, manusia cenderung memandang dan mempercayai bahwa ketika seseorang mengalami kesulitan, ia akan selalu ditolong oleh Tuhan sehingga seseorang merasa mampu untuk menyelesaikan segala kesulitannya atau kesengsaraannya.

d. Emosi Positif

(37)

Seseorang yang sedang menghadapi situasi sulit atau kritis sangat membutuhkan emosi positif karena dengan memiliki emosi positif seseorang dapat mengurangi tekanan atau stres secara lebih efektif. Selain itu, dengan adanya rasa syukur yang baik, seseorang mampu mengendalikan emosi negatif dan dapat meningkatkan emosi positif dalam menghadapi segala kesulitan akan permasalahan yang ada dalam hidupnya.

B. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial (Sarafino, 2008) mengacu pada pemberian kenyamanan, kepedulian dan penghargaan serta bantuan yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelompok dengan merawat, menerima dan menghargainya. Santrock (2006) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan informasi atau tanggapan dari pihak lain yang disayangi, dicintai yang menghargai dan menghormatinya, serta yang memiliki hubungan saling bergantung satu sama lain.

(38)

dukungan yang dapat mempengaruhi kesehatan individu baik secara fisik maupun psikologis, baik pada individu maupun kelompok sosial.

Menurut Schwarzer dan Leppin (dalam Smet, 1994) dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang diberikan orang lain kepada individu (perceived support) dan dianggap sebagai kognisi individu yang mengacu pada pesepsi terhadap dukungan yang diterima (received support). dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada dukungan yang diterima oleh individu dari orang lain (perceived support). Selain itu, Sarafino (2008) mengatakan bahwa individu yang mendapatkan dukungan sosial akan memiliki keyakinan bahwa dirinya dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang berarti dari lingkungannya.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan berupa fisik dan emosional yang diberikan oleh lingkungan sekitar terdiri dari keluarga, teman dan orang-orang yang terlibat dengan individu sehingga dapat membantu individu agar merasa dihargai, dirawat dan dicintai.

2. Dimensi dari Dukungan Sosial

(39)

a. Dukungan Emosional (emotional support)

Dimensi dari dukungan sosial yaitu dukungan emosional terdiri atas pengakuan sosial dari orang lain seperti pujian atau penghargaan terhadap suatu perilaku yang dilakukan individu serta mencakup penguatan sosial seperti rasa empati, kepedulian, percaya, penyemangat, penerimaan secara positif dan meyakinkan sebagai penilaian terhadap perilaku, penguatan sosial atau aspek dari dorongan sosial.

b. Dukungan Instrumental (instrumental support)

Dimensi dari dukungan sosial yaitu dukungan instrumental ini terdiri dari pemberian informasi atau masukan-masukan serta saran atau arahan guna membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah atau tugas-tugas yang diberikan secara langsung dari individu yang bersangkutan. Dukungan instrumental juga merupakan dukungan yang diberikan dalam bentuk tenaga, waktu, keterampilan atau pengetahuan yang diberikan kepada individu yang bersangkutan guna menyelesaikan masalah atau tugas dari individu.

3. Sumber Dukungan Sosial

(40)

atau tempat kerja yang biasa diberikan oleh supervisor, atasan, maupun rekan kerja (Taylor et al., 2006).

Selain itu, dukungan sosial yang terpenting yaitu berasal dari dukungan anak karena bagi seseorang anak merupakan motivasi penting untuk dapat menjadi kuat dan bersemangat dalam menghadapi permasalahan (Hendrickson, Kim, Tol, Shrestha, Kafle, Luitel, Thapa, & Surkan, 2018). Menurut Cohen dan Syrne (dalam Aprilia, 2013) dukungan sosial lain juga dapat bersumber dari tempat kerja, keluarga, dan teman di lingkungan sekitarnya.

4. Dampak dari Dukungan Sosial

Terdapat beberapa dampak dari dukungan sosial meliputi:

a. Dukungan sosial dapat mengurangi atau mencegah seseorang mengalami stres.

(41)

tekanan psikologis atau stress dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat dukungan rendah (Sarafino, 2008).

Selain itu, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Fleming, Baum, Gisriel dan Gatchel (dalam Sarafino, 2008) terkait dengan pengaruh dukungan sosial terhadap stres yang dialami oleh orang-orang memperoleh hasil bahwa penduduk dengan tingkat dukungan emosional yang tinggi akan memiliki ketegangan psikologis, stress dan gangguan kognitif yang rendah dibandingkan penduduk yang memiliki tingkat dukungan emosional rendah. b. Dukungan sosial dapat bermanfaat untuk kesehatan seseorang.

(42)

c. Dukungan sosial membuat seseorang memiliki harga diri dan rasa dimiliki yang kuat.

Sarafino (2008) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki dukungan sosial tinggi akan memiliki harga diri dan rasa memiliki yang kuat. Dalam penelitiannya Sarason, Levine, Basham dan Sarason (1983) mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki dukungan sosial tinggi lebih sering mengalami pengalaman yang lebih positif dalam kehidupannya, memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung memiliki pandangan hidup yang lebih optimis dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki dukungan sosial rendah. Orang-orang yang memiliki dukungan sosial yang rendah memiliki keterkaitan dengan external locus of control, relatif memiliki ketidakpuasan terhadap kehidupannya, dan mengalami kesulitan untuk bertahan dalam suatu masalah tanpa menghasilkan solusi.

d. Dukungan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang

(43)

terhadap resiliensi yang dimiliki oleh kelompok (Resnick et al., 2011).

C. Janda

1. Pengertian Janda

Single mother atau janda merupakan orangtua tunggal yang terdiri dari ibu yang menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab penuh dan mampu mengurus anak-anaknya dengan berani mengambil segala resikonya (Sari, 2015). Menurut Dwiyani (dalam Akmalia, 2013) seseorang dikatakan janda atau single mother apabila seorang perempuan atau ibu yang mengasuh anak-anaknya secara mandiri tanpa didampingi oleh sosok suami atau pasangannya yang disebabkan karena perceraian, kematian, tempat tinggal yang terpisah, kehamilan diluar nikah dan mengadopsi anak atau mengasuhnya secara mandiri.

Menurut Balson (dalam Aprilia, 2013) orangtua tunggal yaitu orangtua yang dalam menjalankan rumah tangganya hanya sendirian atau seorang diri tanpa adanya pasangan yang mendampingi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa janda atau single mother yaitu seorang sosok ibu yang harus menjalankan tugasnya untuk mengurus keluarganya sebagai tanggung jawabnya tanpa didampingi oleh suaminya.

2. Kondisi Psikologis Janda

(44)

suaminya meninggal mengalami penurunan karena sumber pendapatan dari suami terhenti sehingga menyebabkan janda mengalami permasalahan keuangan dan mata pencaharian keluarga tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan keluarganya. Kedua, janda juga mengalami permasalahan sosial. Hal tersebut terjadi karena masalah statusnya sebagai janda serta sulitnya bergabung ke dalam lingkungan sosial masyarakat karena tidak ada yang membantunya dalam mengurus kehidupan sehari-hari.

Ketiga, masalah keluarga karena janda cenderung memiliki peran ganda sebagai ayah sekaligus sebagai ibu serta diharuskan dapat menyelesaikan barbagai masalah yang ada di dalam keluarga dan dalam mengurus anak. Keempat, masalah praktis yang janda alami seperti mencoba menghadapi masalah yang ada di rumah dan menjalankan rumah tangganya secara mandiri setelah sebelumnya terbiasa dibantu oleh suaminya.

(45)

Selain itu, terdapat permasalahan spesifik yang terjadi pada janda sepeninggal suaminya yaitu kesedihan yang mendalam dan berkepanjangan karena suami meninggal tanpa terduga akan mempengaruhi atau mengganggu kehidupannya sehari-hari (American Psychiatric Association, 2013 dalam Hendrickson, Kim, Tol, Shrestha, Kafle, Luitel, Thapa, dan Surkan, 2018). Menurut Arizmendi (dalam Hendrickson et al., 2018).kehilangan pasangan dapat membuat seseorang mengalami masalah pada kesehatannya baik secara fisik maupun secara mentalnya dan menyandang status sebagai janda memiliki resiko yang besar mengalami depresi dan kematian dini dibandingkan dengan wanita yang menikah.

(46)

D. Dinamika Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada

Janda

Dukungan sosial merupakan pemberian kepedulian, kenyamanan maupun bantuan yang diberikan oleh orang lain kepada individu (Sarafino, 2008). Dukungan sosial juga merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan keberhasilan janda dalam mencapai resiliensinya (Hendrickson, 2018). Sumber dari dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman, komunitas maupun organisasi (Sarafino, 2018). Taylor et. al (2006) menambahkan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari lingkungan tempat kerja seperti supervisor, atasan maupun rekan kerja. selain itu, dukungan lain dapat berasal dari dukungan anak agar janda mampu menjadi kuar dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya (Hendrickson et. al., 2018). Dengan adanya dukungan sosial, maka individu akan mampu merasa dicintai, dihargai dan diterima oleh lingkungannya sehingga ketika individu memiliki kesulitan akan menerima bantuan (Sarafino, 2008).

(47)

orang lain (Eisenberg et al., 2000). Seseorang yang memiliki tingkat regulasi emosi yang tinggi akan dapat meredam emosinya dan mengelola emosi negatifnya ketika menghadapi pengalaman yang buruk (Wills & Bantum, 2012).

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya maka orang tersebut dapat meregulasi emosinya sehingga dapat mencapai resiliensi. Pada konteks penelitian ini, seorang janda dapat dikatakan resiliensi jika bersikap tetap tenang serta dapat mengontrol emosi ketika menghadapi berbagai persoalan karena memiliki kemampuan meregulasi emosi (Reivich & Shatte, 2002 dalam Smith, 2013). Sebaliknya, jika dukungan sosial yang diterima oleh individu rendah, maka individu akan kesulitan dalam meregulasi dan mengontrol emosinya dalam mencapai kemampuan resiliensinya (Reivich & Shatte, 2002 dalam Smith, 2013).

(48)

membuktikan bahwa individu yang mendapat dukungan sosial maka individu tersebut memiliki kontrol terhadap impuls sehingga dapat menjadi resilien.

Dalam konteks ini, seorang janda yang dapat mengontrol perilaku atau dorongan-dorongan atas keinginannya dapat meningkatkan kemampuan resiliensinya untuk melindungi dirinya dari dampak negatif stres (Garnefski & Kraaji., 2006; Jinyao, Y, et. al., 2012 dalam Cai et al, 2017) dan dengan adanya dukungan sosial yang baik maka seseorang akan memiliki efek kesehatan yang positif (Berkman L.F, Glass T., Brissette, I., Seeman, T.E, 2000 & Cohen, 2004). Lalu, apabila dukungan sosial yang diterima individu rendah maka individu akan mengalami dampak negatif dari stres dan memiliki efek kesehatan yang buruk serta memiliki kemampuan resiliensi yang buruk.

(49)

Dalam penelitian ini, seorang janda dapat dikatakan resilien apabila janda dapat memiliki pemikiran optimis dan realistik bahwa segala permasalahan yang terjadi dalam hidupnya dapat berubah menjadi sesuatu yang baik (Reivich & Shatte, 2002 dalam Jackson & Chris, 2004). Namun, apabila individu mendapatkan dukungan sosial yang rendah maka individu merasa tidak dicintai, dihormati serta tidak memiliki sikap optimisme dalam mencapai resiliensi.

Seorang janda dalam mencapai resiliensinya juga memerlukan keyakinan akan dirinya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan permasalahannya dan mencapai kesuksesannya (Reivich & Shatte, 2002 dalam Jackson & Chris, 2004). Kemampuan untuk meyakini kemampuan dalam diri individu untuk menghadapi masalah secara efektif disebut dengan efikasi diri (self-efficacy) (Jackson & Chris, 2004). Menurut Brooks, self-efficacy dilihat sebagai salah satu karakteristik untuk mencapai resiliensi seseorang dan bertolak belakang dengan meningkatnya stres seseorang (2006, dalam Yendork & Somhlaba, 2015).

(50)

Menurut Rutter (dalam Wolkow & Ferguson, 2001), dukungan sosial yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahannya, dukungan tersebut khususnya dukungan penghargaan karena dapat meningkatkan penerimaan diri yang akan berpengaruh pada meningkatnya harga dirinya dan efikasi dirinya (self-efficacy). Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seorang janda yang memiliki dukungan sosial tinggi maka dapat meningkatkan efikasi dirinya ( self-efficacy) dan kemampuan resiliensinya dalam menghadapi permasalahannya dibandingkan seorang janda yang memiliki dukungan sosial rendah.

Hal lain yang dibutuhkan oleh janda dalam meningkatkan resiliensinya yaitu dengan adanya kemampuan berpikir analisis kausal yaitu, seorang janda mampu mengidentifikasi penyebab dari masalahnya guna menyelesaikan segala masalah yang dialaminya (Reivich dan Shatte, 2002 dalam Jackson & Chris, 2004). Tumbuhnya kemampuan berpikir yang fleksibel didukung dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan keluarga maupun dari lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, Sarafino (2008) menjelaskan bahwa dengan adanya dukungan sosial khususnya dukungan informatif maka seorang janda akan memiliki wawasan atau pengetahuan yang lebih luas dari keluarga, anak, orangtua, teman atau lingkungan sekitarnya sehingga janda dapat lebih berpikir positif dan fleksibel dalam menghadapi masalahnya.

(51)

masalahnya sehingga akan menumbuhkan kemampuan berpikir secara fleksibel (Reivich K dan Shatte.A, 2002 dalam Aprilia, 2013). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang tinggi maka seorang janda dapat menumbuhkan kemampuan berpikir analisis kausal untuk menyelesaikan masalahnya dan mencapai resiliensi. Namun sebaliknya, seorang janda yang memiliki dukungan sosial rendah maka janda kurang mampu berpikir analisis kausal dalam menyelesaikan segala masalahnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menghadapi segala masalahnya janda membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat berasal dari berbagai macam pihak yaitu orang yang dicintai, keluarga, teman, dokter, dan komunitas atau organisasi (Sarafino, 2008). Adanya dukungan sosial yang diberikan kepada janda, maka seorang janda akan merasa lebih dicintai, dihargai, dihormati, dan merasa diterima oleh lingkungan sekitarnya sehingga seorang janda mampu mencapai kemampuan resiliensi (Sarafino, 2008).

(52)

E. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Skema hubungan dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati

Dukungan Sosial

 Mampu berpikir positif dan fleksibel dalam menyelesaikan masalah  Meningkatnya self-efficacy

 Meningkatnya sikap optimisme  Mampu memahami perasaan orang

lain atau berempati

 Mampu meningkatkan aspek positif dan berani mengambil resiko dalam kehidupan

 Memiliki kemampuan kontrol terhadap impuls yang buruk

 Kurang mampu berpikir positif dan fleksibel dalam menyelesaikan masalah

 Menurunnya self-efficacy

 Memiliki sikap optimisme yang rendah  Kurang mampu memahami perasaan

orang lain atau berempati

 Kurang mampu meningkatkan aspek positif dan berani mengambil resiko dalam kehidupan

Resiliensi Tinggi Resiliensi Rendah

 Memiliki tekanan psikologis dan tingkat stres yang rendah.  Memiliki tingkat kesehatan

yang baik.

 Memiliki harga diri dan rasa memiliki yang kuat.

 Memiliki tekanan psikologis dan tingkat stres yang tinggi  Memiliki tingkat kesehatan

yang buruk.

(53)

F. Hipotesis Penelitian

(54)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan dengan metode kuantitatif analisisnya lebih menekankan pada penggunaan data berbentuk numerik atau angka yang dikumpulkan melalui prosedur pengukuran dan diolah dengan metode analisis statistika (Azwar, 2016). Dengan menggunakan metode kuantitatif maka akan diperoleh bukti signifikan perbedaan kelompok atau signifikansi dalam hubungan antar variabel yang dilibatkan (Azwar, 2016).

(55)

B. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang variansinya mempengaruhi variabel lain. Selain itu, variabel tergantung merupakan variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel lain (Azwar, 2017). Variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Variabel Bebas : Dukungan Sosial b. Variabel Tergantung : Resiliensi

C. Definisi Operasional

1. Resiliensi

Resiliensi yaitu kemampuan yang dimiliki seorang janda untuk bertahan serta mengatasi masa tersulit dalam hidupnya guna dapat kembali ke keadaan normal seperti semula. Resiliensi memiliki 7 aspek kemampuan, yaitu emotional regulation, impulse control, realistic optimis, causal analysis, self-efficacy, empathy and reaching out.

(56)

2. Dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan bantuan berupa dukungan verbal maupun non verbal yang diberikan oleh lingkungan sekitar yang terdiri dari keluarga, pasangan, teman dan orang-orang yang terlibat dengan individu sehingga dapat membantu individu agar merasa dirinya dihargai, dan dicintai oleh lingkungan sekitarnya. Terdapat dua dimensi dari dukungan sosial yaitu instrumental support dan emotional support.

Dukungan sosial yang dimiliki oleh seorang subjek diukur dengan skala dukungan sosial. Jika subjek memiliki skor yang tinggi pada skala dukungan sosial, maka dukungan sosial yang diterima subjek juga tinggi. Sebaliknya, jika subjek memiliki skor yang rendah pada skala dukungan sosial, maka dukungan sosial yang dimiliki subjek juga rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini yaitu janda yang mengalami cerai mati. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode dengan pemilihan subjek yang didasarkan atas kriteria-kriteria tertentu (Siregar, 2013).

Adapun kriteria-kriteria yang dapat diambil sebagai subjek dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Wanita yang menyandang status sebagai janda karena suami yang meninggal dunia.

(57)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode penyebaran skala dukungan sosial dan skala resiliensi yang diisi oleh subjek yang bersangkutan sesuai dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan model skala yang digunakan guna melihat dan mengukur sikap subjek terhadap atribut psikologis tertentu atau mengenai kepemilikan subjek terhadap suatu atribut psikologis tertentu (Supratiknya, 2014). Dalam skala Likert, terdapat pernyataan yang menggunakan empat pilihan jawaban sebagai respon dari subjek yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) (Azwar, 2017). Setiap isi dari pernyataan-pernyataan tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu pernyataan favorable (pernyataan yang bersifat positif dan mendukung) dan pernyataan unfavorable (pernyataan yang bersifat negative dan menyangkal atau mengingkari) (Supratiknya, 2014). Berikut tabel 1 sistem pemberian skor menggunakan skala likert dalam penelitian ini:

Tabel 1.

Penilaian Skala Likert

Respon Pernyataan Favorable Unfavorable

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sesuai (S) 3 2

(58)

1. Skala Resiliensi

Dalam skala resiliensi terdapat 56 item yang digunakan dalam penelitian ini. Skala resiliensi disusun berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh Reivich dan Shatte (2002, dalam Jackson & Chris, 2004). Resiliensi memiliki 7 aspek yaitu emotional regulation, impulse control, realistic optimism, causal analysis, self-efficacy, emphaty dan

reaching out. Berikut pada tabel 2 blue print dari skala resiliensi.

Tabel 2.

Blueprint Skala Resiliensi sebelum tryout

No. Aspek

Resiliensi Favorable Unfavorable

Jumlah

2. Skala Dukungan Sosial

(59)

support dan instrumental support. Berikut ini pada tabel 3 blue print dari skala dukungan sosial.

Tabel 3.

Blueprint Skala Dukungan Sosial sebelum tryout

No.

Dimensi Dukungan

Sosial

Favorable Unfavorable Jumlah

Item %

F. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur

1. Validitas Alat Ukur

Validitas merupakan kualitas esensial yang melihat sejauh mana sebuah instrumen baik berupa tes maupun non-tes sebagai metode asesmen psikologi dapat benar-benar mengukur suatu atribut psikologi sebagai objek atau sasaran yang ingin diukur (Supratiknya, 2014). Selain itu, validitas memiliki pengertian lain yaitu suatu taraf yang menunjukkan sejauh mana bukti-bukti empiris atau teoritis dalam mendukung penafsiran skor tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes (Supratiknya, 2014).

Dalam Supratiknya (2014) terdapat tiga jenis dari validitas, yaitu

(60)

berorientasi dengan kriteria), dan construct validity (validitas konstruk). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi (content validity) yang merupakan prosedur validasi yang digunakan untuk menguji isi suatu tes untuk melihat sejauh mana item-item tes mencakup keseluruhan isi objek yang ingin diukur dengan menggunakan professional judgement

yang diperoleh melalui penilaian dosen pembimbing (Supratiknya, 2014). Selain itu, peneliti menggunakan content validity atau validitas isi karena peneliti ingin mengetahui kesesuaian antara isi tes dengan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan indeks validitas isi (IVI) dengan menghitung IVI-I dan IVI-S. Indeks validitas isi dari masing-masing item (IVI-I) dan indeks validitas isi skala (IVI-S) yaitu metode yang peneliti pakai dengan meminta penilaian pada tiga expert judgement yaitu dosen pembimbing dan dua expert guna menilai masing-masing item dari keseluruhan item dalam skala terkait relevansi dengan konstruk yang akan diukur (Supratiknya, 2016). Tingkat validitas dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai IVI-I minimal 0.78 dan IVI-S minimal 0.90 (Supratiknya, 2016).

a. Skala Resiliensi

(61)

mencapai indeks validitas isi untuk masing-masing item (IVI-I) sebesar 1 dan juga mencapai indeks validitas skala (IVI-S) sebesar 1. Hal tersebut membuktikan bahwa untuk masing-masing item dalam skala resiliensi dapat dinyatakan valid dan layak untuk digunakan karena memiliki indeks validitas isi dari masing-masing item (IVI-I) melebihi 0.78 dan indeks validitas skala (IVI-S) melebihi 0.90. b. Skala Dukungan Sosial

Hasil perhitungan dari validitas isi pada skala dukungan sosial, diperoleh bahwa skala dukungan sosial mencapai indeks validitas isi untuk masing-masing item (IVI-I) sebesar 1 dan juga mencapai indeks validitas skala (IVI-S) sebesar 1. Hal tersebut membuktikan bahwa untuk masing-masing item dalam skala dukungan sosial dapat dinyatakan valid dan layak untuk digunkan karena memiliki indeks validitas isi dari masing-masing item (IVI-I) melebihi 0.78 dan indeks validitas skala (IVI-S) melebihi 0.90.

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan guna mengeleminasi item-item yang memiliki daya diskriminasi yang rendah dan memilih item-item yang akan membentuk sebuah skala yang memiliki daya diskriminasi yang baik (Supratiknya, 2014).

(62)

cobakan kembali sebelum dimasukkan ke dalam bentuk final tes, dan bagian mana yang harus langsung digugurkan karena memiliki ciri-ciri statistik yang terlalu jauh dari persyaratan.

Batasan yang digunakan sebagai kriteria pemilihan item yaitu suatu item yang dianggap baik jika memiliki koefisien korelasi item-total (𝑟𝑖𝑥)

≥ 0,30 (Azwar, 2011). Segala item yang mampu mencapai koefisien

korelasi item-total (𝑟𝑖𝑥) ≥ 0,30 dapat dikatakan bahwa daya pembeda atau daya diskriminasi yang dimiliki item tersebut dianggap memuaskan (Azwar, 2011). Begitu juga sebaliknya, jika sebuah item memiliki korelasi item-total kurang dari 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang rendah (Azwar, 2011). Dalam seleksi item, jika suatu item memiliki nilai korelasi item-total yang mendekati angka 1, maka akan semakin baik (Supratiknya, 2014).

Daya diskriminasi dilakukan guna untuk mengetahui sejauh mana suatu item mampu membedakan suatu atribut yang tinggi ataupun rendah sesuai dengan apa yang diukur (Supratiknya, 2014). Suatu item yang memiliki koefisien korelasi item-total (𝑟𝑖𝑥) yang tidak mencapai 0,30 dapat dilakukan pengguguran atau dapat dilakukan revisi terhadap item-item tersebut (Supratiknya, 2014).

(63)

sesuai kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini merupakan hasil seleksi dari dua skala yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Skala Resiliensi

Berdasarkan hasil dari tryout yang sudah dilakukan, peneliti menemukan bahwa terdapat 28 item dari 56 item yang telah terujikan dan memiliki kualitas yang memuaskan. Hasil dari korelasi item-total sebelum seleksi item adalah (𝑟𝑖𝑥) = - 0.006 hingga (𝑟𝑖𝑥) = 0.737. Setelah dilakukan seleksi item, diperoleh hasil koefisien korelasi item-total menjadi (𝑟𝑖𝑥) = 0.519 hingga (𝑟𝑖𝑥) = 0.750.

Tabel 4.

Sebaran item skala resiliensi sesudah dilakukan tryout

Tabel 4 menggambarkan mengenai sebaran item untuk skala resiliensi setelah dilakukan tryout. Dilihat bahwa terdapat angka

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

(64)

yang diberi tanda dua bintang (**), hal tersebut menandakan bahwa nomor-nomor tersebut gugur dikarenakan memiliki nilai (𝑟𝑖𝑥) < 0.30. Berdasarkan hal tersebut, item antar dimensi yang ada di skala resiliensi menjadi tidak seimbang, sehingga peneliti menyeimbangkan atau menyamaratakan jumlah item pada masing-masing dimensi. Penyetaraan item dilakukan karena jika tidak ada teori atau hal lain yang mengatakan bahwa jumlah item boleh dibuat tidak seimbang maka lebih baik jumlah item dibuat seimbang atau sama banyak (Azwar, 2011; Widhiarso, 2011).

(65)

Tabel 5

Sebaran item skala resiliensi sesudah dilakukan pengguguran secara manual

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Presentase

Emotional

b. Skala Dukungan Sosial

(66)

Tabel 6.

Sebaran item skala dukungan sosial setelah dilakukan tryout

Tabel 6 merupakan gambaran sebaran item dari skala dukungan sosial setelah dilakukan tryout. Terdapat item dengan tanda bintang dua (**) yang menandakan bahwa item tersebut gugur karena memiliki nilai 𝑟𝑖𝑥 < 0,30. Selain itu, dikarenakan item yang gugur memiliki jumlah yang seimbang sehingga peneliti tidak perlu untuk melakukan pengguguran secara manual sehingga masing-masing dimensi memiliki jumlah seimbang yaitu 18 item. Tabel 7 merupakan gambaran hasil dari skala dukungan sosial setelah terdapat item yang gugur.

Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah

(67)

Tabel 7.

Sebaran item dari skala dukungan sosial setelah dilakukan pengguguran item.

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi dari hasil pengukuran apabila pengetesannya dilakukan secara berulang kali terhadap suatu populasi individu maupun kelompok (AERA, APA & NCME, 1999 dalam Supratiknya, 2014). Reliabilitas dilakukan guna mengetahui sejauh mana suatu hasil dari pengukuran tetap konsisten jika dilakukan pengukuran beberapa kali terhadap gejala dengan menggunakan alat ukur yang sama (Noor, 2011). Sehingga, dapat dikatakan bahwa reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya maupun diandalkan (Noor, 2011).

Dalam penggunaannya, reliabilitas dapat ditentukan oleh rentang dari koefisien reliabilatasnya (𝑟𝑥𝑥′) yaitu antara 0 hingga 1.00 (Azwar, 2011). Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau semakin mendekati angka 1.00, maka semakin tinggi pula reliabilitasnya. Begitu juga

Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah Presentase

(68)

sebaliknya, koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati angka 0, maka akan semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perhitungan reabilitas dari alat ukur menggunakan koefisien alpha cronbach menggunakan Program IBM SPSS Statistic 22. Supratiknya (2014) menyatakan bahwa koefisien minimum suatu alat ukur dikatakan memuaskan apabila memiliki nilai

koefisien reliabilitas ≥ 0.70.

a. Skala Resiliensi

Pada skala resiliensi, koefisien alpha cronbach setelah dilakukan tryout memiliki nilai 0.947. Lalu setelah dilakukan seleksi item terhadap item yang memiliki nilai korelasi item-total dibawah 0.30 kemudian mendapatkan koefisien alpha cronbach sebesar 0.953. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa skala resiliensi memiliki tingkat reliabilitas yang baik dan memadai untuk digunakan dalam penelitian.

b. Skala Dukungan Sosial

(69)

G. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi Data Penelitian

Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui linearitas dari suatu data atau populasi serta mengetahui apakah suatu data atau populasi dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak (Siregar, 2013).

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki sebaram data yang berdistribusi secara normal atau tidak (Siregar, 2013; Santoso, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik uji normalitas yaitu kolmogorov smirnov dengan bantuan Program IBM SPSS Statistic 22. Sesuai dengan Nazir (2005) bahwa penelitian ini menggunakan uji kolmogorov smirnov dengan sampel besar dikarenakan sampel yang dimiliki melebihi 30 subjek. Selain itu, uji

kolmogorov smirnov juga perlu dilakukan sebagai prasyarat untuk analisis parametrik (Priyatno, 2012).

(70)

maka dapat menggunakan uji analisis non-parametrik (Santoso, 2010).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan guna untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dan variabel tergantung memiliki hubungan yang linier atau tidak (Priyatno, 2012). Menurut Santoso (2010), uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antarvariabel yang akan diteliti mengikuti garis lurus atau tidak. Suatu data dari dua variabel dapat dikatakan linear apabila memiliki nilai signifikansi pada linearitas < 0.05. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi pada linearitas > 0.05, maka hubungan antara dua variabel dapat dikatakan tidak linier (Priyatno, 2012). Santoso (2010) mengatakan bahwa apabila data memperoleh hasil tidak linier maka data akan memiliki kecenderungankekuatan hubungan yang lemah antara dua variabel. 2. Uji Hipotesis

(71)

itu, dalam pengujian hubungan guna mengetahui apakah hubungan antar dua variabel signifikan atau tidak, maka dapat menggunakan signifikansi 0.05 (Priyatno, 2012). Apabila nilai signifikansi < 0.05 maka memiliki arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan, sedangkan jika nilai signifikansi > 0.05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dua variabel (Priyatno, 2012).

Data yang memiliki nilai signifikan (p) < 0.05 maka memiliki hipotesis nol ditolak, artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel. Namun, jika data memiliki nilai signifikan (p) > 0.05 maka memiliki hipotesis nol diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel yang diteliti.

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dibantu dengan

Program IBM SPSS 22 Statistic. Jika data dalam penelitian ini memperoleh data distribusi yang normal maka perhitungan koefisien korelasi menggunakan Product Moment Pearson. Namun, jika data memperoleh hasil tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis dapat dilakukan dengan Spearman Rho Correlation atau dengan uji korelasi

(72)

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penyebaran skala dilakukan pada periode 7 Oktober 2018 hingga 22 Oktober 2018. Penyebaran skala penelitian dilakukan di dua komunitas khusus janda yaitu di Pengajian Ummu Salamah Yogyakarta dan Komunitas GKJ Sarimulyo Yogyakarta.

Penyebaran skala di Komunitas Pengajian Ummu Salamah Yogyakarta dilaksanakan pada saat pertemuan komunitas tanggal 7 Oktober 2018 dengan cara membagikan skala kepada masing-masing subjek untuk diisi sesuai dengan keadaan subjek. Kemudian, skala diambil kembali setelah masing-masing subjek menyelesaikan pengisian skala. Pelaksanaan penyebaran skala ini berlangsung selama dua jam dengan jumlah subjek sebanyak 70 orang.

Selain itu, penyebaran skala dilaksanakan juga di Komunitas GKJ Sarimulyo Yogyakarta. Penyebaran skala dilakukan dengan cara menitipkan skala penelitian kepada koordinator wilayah dari masing-masing kelompok. Peneliti menitipkan skala penelitian kepada koordinator wilayah pada tanggal 9 Oktober 2018. Kemudian, pada tanggal 22 Oktober 2018, peneliti mengambil kembali skala yang sudah terisi. Skala yang didapatkan dari Komunitas GKJ Sarimulyo Yogyakarta berjumlah 50 orang.

(73)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek yang berpartisipasi yaitu subjek dengan status janda, memiliki anak dan dapat membaca maupun menulis. Jumlah subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 120 subjek.

Tabel 8.

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia

Usia Jumlah Presentase

21 – 30 Tahun 1 1 %

31 – 40 Tahun 7 6 %

41 – 50 Tahun 26 22 %

51 – 60 Tahun 36 30 %

61 – 70 Tahun 39 32 %

71 – 80 Tahun 11 9 %

Total 120 100 %

Tabel 8 menggambarkan deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan usia subjek. Dari tabel terlihat bahwa mayoritas subjek berada di rentang usia 61 – 70 tahun dan sisanya tersebar di rentang usia sesuai dengan tabel.

Tabel 9.

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan status pekerjaan

Status Pekerjaan Jumlah Presentase

Bekerja 61 51 %

Tidak Bekerja 59 49 %

(74)

Tabel 9 menggambarkan deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan status pekerjaan. Pada tabel terlihat bahwa perbandingan pada subjek yang bekerja dan tidak bekerja memiliki selisih jumlah yang tidak jauh.

Tabel 10.

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan rentang waktu menjanda

Usia Jumlah Presentase

0 – 5 Tahun 35 29 %

6 – 10 Tahun 31 27 %

11 – 15 Tahun 22 18 %

16 - 20 Tahun 17 14%

21 - 25 Tahun 6 5%

26 - 30 Tahun 7 6%

31 – 35 Tahun 1 1%

Total 120 100 %

Tabel 10 merupakan gambaran deskripsi subjek berdasarkan rentang waktu menjadi janda. Dari tabel terlihat bahwa mayoritas subjek memiliki rentang waktu menjanda selama 0 – 5 tahun. Subjek dengan rentang waktu tersebut berjumlah 35 subjek dan presentase subjek mencapai 29 %.

C. Deskripsi Data Penelitian

(75)

melakukan uji one-sample test guna melihat perbedaan yang signifikan antara

mean empiris dan mean teoritis yang ditunjukkan dengan nilai signifikan.

Mean teoritis dari penelitian ini dapat dilihat dari perhitungan secara manual berdasarkan skor tertinggi maupun skor terendah yang didapatkan dalam suatu skala. Mean teoritis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mean teoritis = Skor Terendah x Jumlah Item + (Skor Tertinggi x Jumlah Item )

2

Mean empiris yaitu rata-rata skor berdasarkan respon atau jawaban subjek dalam penelitian ini. Mean empiris dalam penelitian ini dapat dilihat melalui analisis Program IBM Statistic 22. Jika mean empiris memiliki nilai lebih tinggi daripada mean teoritis, artinya hal tersebut menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat resiliensi dan menerima dukungan sosial yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, apabila mean empiris lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritis, maka hal tersebut menandakan bahwa subjek memiliki tingkat resiliensi dan penerimaan dukungan sosial yang rendah.

1. Skala Resiliensi

Dalam penelitian ini, nilai mean teoritis dari skala resiliensi memiliki hasil sebesar 70. Hasil tersebut dapat diketahui melalui perhitungan secara manual, yaitu

Gambar

Tabel 23. Tabel deskripsi tingkat korelasi dan kekuatan hubungan .....................
Gambar 1. Kerangka Berpikir ...............................................................................
Gambar 1. Skema hubungan dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati
Tabel 1. Penilaian Skala Likert
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus anak autis yang memasuki masa puber, orang tua dituntut untuk dapat menciptakan komunikasi yang baik agar dapat membantu perkembangan sang anak dalam

1) Amount of Information (Kuantitas Informasi), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh suatu prosedur pengolahan informasi mampu memenuhi kebutuhan banyaknya informasi.. 2)

Konsep desain yang akan di buat yaitu dengan membuat permainan yang simple yaitu user friendly atau mudah digunakan oleh pengguna baik itu dari segi design

Untuk mendukung hal tersebut, dari berbagai penelitian beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa efek dari MSC ini bersifat parakrin dan dimediasi oleh

Modul location intelligence untuk data tanaman hortikultura menggunakan SpagoBI telah berhasil dibangun dengan fungsi visualisasi map zone , fungsi visualisasi

Kapasitas adsorpsi terbesar pada kedua adsorben diperoleh pada konsentrasi awal metilen biru 100 ppm, yaitu sebesar 4,895 mg/g oleh adsorben SSzM dan 4,924 mg/g oleh adsorben SSzC

Oleh itu tumpuan kajian ini adalah untuk melihat kesan suhu pensinteran terhadap sifat mekanik bahan seperti ketumpatan, kekerasan dan keliatan patah serta mikrostruktur bahan

Strategi manajemen SI/TI diperoleh dari hasil identifikasi solusi SI/TI sehingga dibutuhkanrekrutmen SDM pada struktur organisasi yaitu unit kerja IT yang terdiri dari