• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan poloxamer 407:PVA dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin: aplikasi metode peenguapan pelarut menggunakan spray dryer - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan poloxamer 407:PVA dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin: aplikasi metode peenguapan pelarut menggunakan spray dryer - USD Repository"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN POLOXAMER 407:PVA DALAM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN : APLIKASI

METODE PENGUAPAN PELARUT MENGGUNAKAN SPRAY DRYER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Yansen Purwanto

NIM : 158114112

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

Halaman Judul

PERBEDAAN POLOXAMER 407:PVA DALAM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN : APLIKASI

METODE PENGUAPAN PELARUT MENGGUNAKAN SPRAY DRYER

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Yansen Purwanto

NIM : 158114112

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Perbedaan Poloxamer 407:PVA dalam Dispersi Padat Ekstrak Kunyit Terhadap

Disolusi Kurkumin : Aplikasi Metode Penguapan Pelarut Menggunakan Spray

Dryer. Skripsi ini disusun guna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm.). Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat

waktu, antara lain:

1. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji pada skripsi ini, atas waktu, wawasan, bimbingan mulai dari

penyusunan proposal, proses penelitian dan penyusunan naskah skripsi, serta

penyediaan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian.

3. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. atas diperbolehkannya bergabung dalam penelitian payung “Formulasi Dispersi Padat Ekstrak Kunyit Terstandar untuk

Meningkatkan Disolusi dan Bioavailabilitas Kurkumin”.

4. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.. dan Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt.

selaku dosen penguji pada skripsi ini yang telah memberikan saran dan

bimbingan mulai dari penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi ini.

5. Nacalai Tesque, Inc. Jepang selaku supplier standar kurkumin.

6. PT. Phytochemindo Reksa selaku supplier ekstrak kunyit.

7. PT. Konimex selaku supplier Poloxamer 407.

8. Pak Bima Windura, Pak Wagiran, Pas Musrifin, dan seluruh laboran atas

(8)

9. Papa, Mama, dan kedua kakak Stefanus dan Andreas atas dukungannya selama

dalam pembuatan naskah skripsi ini.

10. Rekan seperjuangan skripsi kurkumin, Anggita, Melody, Vivi, Monica,

Glenys, Nia, Tata, dan Elsa.

11. Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi namun tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini terdapat banyak keslahan

dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Yogyakarta , 9 Desember 2018

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

METODOLOGI ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

KESIMPULAN ... 12

SARAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

LAMPIRAN ... 16

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Dispersi Padat dan Campuran Fisik ... 5

Tabel II. Hasil Akurasi dan Presisi ... 8

Tabel III. Hasil Uji Drug Load Campuran Fisik dan Dispersi Padat ... 9

Tabel IV. Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat (DP) dan Campuran Fisik (CF) ... 9

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Hubungan Antara Konsentrasi vs Absorbansi ... 7

Gambar 2. Grafik Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat (n=3) ... 10

Gambar 3. Kurva % Terdisolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat ... 11

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (COA) ekstrak kunyit ... 16

Lampiran 2. Product Information Standar Kurkumin ... 17

Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kurkumin Dalam Medium Disolusi ... 18

Lampiran 4. Kurva Baku Kurkumin Dalam Metanol ... 21

Lampiran 5. Hasil Verifikasi Akurasi dan Presisi ... 22

Lampiran 6. Pembuatan Dispersi Padat ... 23

Lampiran 7. Tabel Association of Official Analytical Chemist (AOAC) ... 23

Lampiran 8. Penetapan Kadar Kurkuminoid pada Serbuk Ekstrak Kunyit ... 24

Lampiran 9. Statistika Uji Kelarutan ... 25

Lampiran 10. Data disolusi DP dan CF ... 28

Lampiran 11. Statistika Uji DisolusI ... 29

Lampiran 12. Statistika DE120 Antar Formula Dispersi Padat ... 30

(13)

INTISARI

Kurkumin merupakan kandungan utama yang terdapat di kunyit (Curcuma longa L). Kurkumin mempunyai banyak manfaat baik digunakan untuk industri makanan maupun kesehatan. Kurkumin termasuk dalam BCS kelas II yang mempunyai permasalahan dalam kelarutan namun tidak dengan permeabilitas. Rendahnya kelarutan kurkumin menyebabkan rendahnya kecepatan disolusi dan mengakibatkan rendahnya bioavaibilitas kurkumin setelah pemberian oral. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk meningkatkan profil disolusi kurkumin dengan penambahan poloxamer 407:PVA (PolyVinly Alcohol) dengan sistem dispersi padat.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan profil disolusi

kurkumin dalam DP (Dispersi Padat) ekstrak kunyit dengan berbagai rasio

poloxamer 407:PVA. DP (Dispersi Padat) ekstrak kunyit poloxamer 407 : PVA

dibuat dengan proporsi ekstrak kunyit sebesar 30% (1:4; 1:6; 1:8) dengan metode

penguapan pelarut menggunakan spray dryer. Hasil penelitian ini menunjukkan

formulasi DP (Dispersi Padat) ekstrak kunyit poloxamer 407 : PVA memberikan

peningkatan disolusi kurkumin dibandingkan dengan CF (Campuran Fisik) dengan rasio poloxamer 407: PVA sebesar 1:6 menunjukkan DE120 paling tinggi yaitu 67,48±10,02%. Peningkatan PVA terhadap Poloxamer 407 memberikan peningkatan disolusi namun peningkatan terjadi pada rasio tertentu yaitu 1:6

(Poloxamer 407: PVA).

(14)

ABSTRACT

Curcumin is the main content found in turmeric (Curcuma longa L) Curcumin has many benefits both used for the food industry and health. Curcumin belongs to BCS class II which encountered bioavaibility problem due to its poor aquous solubility. Therefore, this study seeks to increase the dissolution profile of curcumin with the addition of poloxamer 407: PVA (polyvinyl Alcohol) with a solid dispersion system.

The purpose of this study was to determine the differences in curcumin dissolution profiles in SD (Solid Dispersion) turmeric extract with various poloxamer 407 ratios: PVA. SD (Solid Dispersion) Poloxamer 407 turmeric extract: PVA is made with a proportion of 30% turmeric extract (1: 4; 1: 6; 1: 8) using a solvent evaporation method using a spray dryer. The results of this study showed SD formulation (Solid Dispersion) of turmeric extract poloxamer 407: PVA gave an increase in dissolution of curcumin compared to PM (Physical Mixture) with a ratio of poloxamer 407: PVA of 1: 6 showed DE120 at the highest at 67.48 ± 10.02 %. The increase in PVA for Poloxamer 407 provides a dissolution increase. However, the ratio PVA/Poloxamer was applied only to 1:6 ( Poloxamer 407:PVA).

(15)

PENDAHULUAN

Kurkumin merupakan senyawa yang mempunyai biaovaibilitas rendah jika dikonsumsi secara oral. Oleh karena itu, efek farmakologisnya tidak dapat mencapai kadar yang maksimal. Data menunjukkan bahwa kurkumin memiliki bioavailabilitas yang relatif rendah dan kelarutannya yang buruk dalam pelarut air. Kurkumin diberikan secara oral dengan dosis 2 g / kg pada tikus, konsentrasi serum maksimum 1,35 ± 0,23 µg / mL diamati pada waktu 0,83 jam, sedangkan pada manusia, kurkumin dosis yang sama tidak terdeteksi atau sangat rendah dengan kadar 0,006 ± 0,005 µg / mL kurkumin pada 1 jam serum darah manusia (Prasad et al., 2014). Keamanan kurkumin sudah terbukti dari beberapa uji klinik phase I yang melaporkan bahwa kurkumin dapat ditoleransi sampai 12 g/hari (Goel et al., 2008).

Kurkumin termasuk dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS) kelas II. Obat BCS kelas II dapat digambarkan dengan laju disolusi suatu senyawa. Kelarutan kurkumin dalam air sangat rendah yaitu 11ng/ml pada pH 5,0 (Hu et al., 2015) sehingga dibutuhkan sebuah carrier yang lebih hidrofilik. Menurut persamaan Noyes-Whitney, faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi obat didefinisikan sebagai luas permukaan efektif, koefisien difusi, ketebalan lapisan difusi, saturasi kelarutan, jumlah obat terlarut, dan volume media disolusi. Peningkatan kelarutan saturasi dan luas permukaan efektif memiliki dampak positif pada laju disolusi obat pengurangan ukuran partikel, self emulsification, modifikasi pH, dan amorphization dianggap efektif untuk meningkatkan disolusi obat-obatan BCS kelas II.

Cara meningkatkan laju disolusi kurkumin salah satunya dengan metode dispersi padat. Dispersi padat dapat memperbaiki profil disolusi obat. Mekanisme dispersi padat dalam peningkatan disolusi dengan cara meningkatkan area luas permukaan dengan memperkecil partikel sehingga meningkatkan kelarutan jenuh (Cs) yang memberi efek solubilisasi pada obat (Singh et al., 2010). Meningkatkan laju disolusi rasional untuk melihat bioavabilitas karena tingkat disolusi obat memberikan pengaruh yang besar pada penyerapannya oleh saluran pencernaan. Ketersediaan hayati yang rendah dari produk dikarenakan disolusi yang buruk dalam cairan pencernaan (Shinkuma et al., 1984).

Peneliti memilih menggunakan metode dispersi padat karena mudah mendapatkan hasil, dan sudah terbukti dapat digunakan diberbagai macam produk yang mempunyai bioavaibilitas rendah (reabilitas tinggi) (Vasconcelos et al., 2007; Nguyen et al., 2015). Keterbatasan metode dispersi padat adalah drug load

(16)

menggunakan drug load 30% agar meningkatkan patient compliance sehingga kadar obat dalam darah secara per oral dapat mencapai dosis tertentu hanya dengan jumlah serbuk yang lebih sedikit. Pemilihan drugload berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa drugload 30% mempunyai presentase disolusi terbaik yaitu 35,95±1,22 % (Luciana, 2016). Selain itu terdapat banyak penelitian yang menggunakan sistem dispersi padat terhadap obat yang mempunyai kecenderungan kristalisasi (Baghel et al., 2016).

Carrier dispersi padat dapat terdiri dari Polyethylene glycol (PEG), Polyvinylpyrrolidone (PVP), Hydroxypropylmethylcellulose phthalate (HPMCP), Urea, Sugar, dan Other carriers. Peneliti memilih carrier PVA (Polyvinyl alcohol) karena larut dalam air dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik dan hanya sedikit larut dalam etanol. PVA mempunyai melting point 180 - 190℃(Brough et al., 2016a). Polivinil alkohol (PVA) tidak hanya dianggap sebagai polimer hidrofilik tidak beracun tapi juga larut dalam air dan memiliki kemampuan untuk membentuk film. Demikian juga, ia memiliki sifat fisik dan kimia yang cocok sebagai carrier. Penambahan Poloxamer 407 digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan antara obat dan pelarut, peningkatan karakteristik pembasahan (Savić et al., 2006).

(17)

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Mettler Toledo), mortar dan stemper, shaker (Innova 2000), mikropipet (Socorex), makropipet disolusi (Socorex), alat uji disolusi (Guoming RC-6D Dissolustion Tester), ayakan nomer mesh 60, spray dryer (BUCHI Mini spray dryer B-290),

alat-alat gelas (Pyrex Iwaki Glass®), yellowtip dan bluetip, stainless steel spoon, centrifuge (Gemmy Industrial Cprp. PLC-05), tabung centrifuge, spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu UV-1800), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co), pH – meter (Wissenschaflich-Technische Werkstaten), ekstrak kunyit terstandar (PT. Phytochemindo Reksa) yang mengandung kurkumin sebesar 97,191% (ditetapkan dengan spektrofotometer di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), metanol p.a. (Merck), etanol 96%, akuades, cangkang kapsul keras ukuran 00 (Kapsulindo Nusantara), alumiunium foil, PVA, Poloxamer 407 (PT Konimex), Sodium Lauryl Suphate (SLS) (Merck) dan sodium dihydrogen phosphate dehydrate/NaH2PO4 (Merck).

Pembuatan Larutan Baku Kurkumin

1. Larutan Stok Kurkumin (Konsentrasi 1000 µg/ml)

Standar kurkumin ditimbang seksama kurang lebih 1,0 mg dilarutkan dalam metanol sebanyak 1 mL dalam wadah terlindung cahaya.


2. Larutan Intermediet (Konsentrasi 10 µg/ml )

Larutan stok kurkumin diambil sebanyak 0,05 mL kemudian dilarutkan dengan 5,0 mL metanol dalam wadah terlindung cahaya. 


Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum (λ Maksimum) 1.Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Kurkumin dengan Pelarut Medium 
Disolusi
Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak 1,0 mL; 1,5 mL; dan 2,5 
mL, lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 ml kemudian diencerkan dengan medium disolusi (dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5 %). Larutan ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang antara 400-600 nm. 


2. Panjang Gelombang Serapan Maksimum

(18)

Pembuatan Medium Disolusi

Medium disolusi yang digunakan yaitu 0,5 %(b/v) sodium lauryl sulfate dalam 20

mM dapar fosfat pH 6,0

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin

1. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi


Larutan intermediet kurkumin dibuat seri konsentrasi yaitu 0,0098; 0,0197; 0,0394; 0,0787; 0,0984; 0,197; 0,394; 0,492; 0,984; 1,968; 2,953; 3,937; 4,922; 6,400 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut medium disolusi. Replikasi sebanyak tiga kali. Larutan ini diukur absorbansinya pada λ maksimum. Persamaan kurva baku didapat dengan menghitung regresi linear.

2. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol

Larutan intermediet kurkumin dibuat seri konsentrasi yaitu 0,488; 0,978; 1,955; 2,938; 3,910; dan 4,888 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut metanol. Replikasi sebanyak tiga kali. Larutan ini diukur absorbansinya pada λ maksimum (421 nm) (Setthacheewakul et al., 2010). Persamaan kurva baku didapat dengan menghitung regresi linear.

Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode analisis dilakukan dengan penetapan parameter akurasi, presisi, dan linearitas. Akurasi dihitung dari nilai persen perolehan kembali (% recovery), presisi dinyatakan dengan nilai koefisien variasi (KV), sementara linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) persamaan regresi linear dari tiga replikasi kurva baku.

Linearitas 
Larutan seri baku dibuat dengan rentang konsentrasi 0,010; 0,020; 0,039; 0,079; 0,098; 0,1969; 0,394; 0,492; 0,984; 1,969; 2,953; 3,937; 4,922; 6,398 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan medium disolusi. Replikasi dilakukkan sebanyak tiga kali. Serapan diukur pada λ maksimum, lalu dianalisis dengan Least Square Analysis. 


Penetapan Akurasi dan Presisi
Larutan intermediet kurkumin dibuat larutan seri dengan konsentrasi 
1,968; 2,953; 4,922 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut medium disolusi. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali, lalu dihitung nilai % recovery dan KV-nya. 


(19)

dilarutkan dengan akuades yang dipanaskan. Kedua larutan dicampurkan dengan

pengadukan dan pemanasan 40°C. Larutan dikeringkan menggunakan spray dryer

dengan parameter operasi: suhu inlet 125°C, suhu outlet 80°C, feeding solution

8-10 % , dan 2 way noozle. Serbuk yang didapat di timbang untuk dihitung hasil

perolehan kembali (rendemen) kemudian disimpan dalam desikator.

Tabel I. Formula Dispersi Padat

Bahan Formula (%b/b)

Dispersi padat dan campuran fisik masing-masing ditimbang sebanyak

10,0 mg, dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu takar 10 mL hingga batas

tanda, di-stirrer hingga larut, kemudian di sentrifuge, ambil supernatan lalu

diukur absorbansinya dan dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan

kurva baku metanol. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.

Uji Kelarutan

Dispersi padat dan campuran fisik masing-masing ditimbang sebanyak

20,0 mg, lalu dilarutkan dalam 20,0 mL dapar fosfat pH 6,0 di dalam Erlenmeyer,

diaduk menggunakan shaker dengan kecepatan 75 rpm selama 48 jam di suhu

ruangan dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya (Sharma et al., 2013).

Setelah itu, sampel di sentrifuge diambil supernatan, diukur absorbansinya

kemudian data yang diperoleh diuji statistik untuk melihat signifikansi perbedaan

tiap drug load.

Uji Disolusi

Kapsul yang berisikan 500,0 mg serbuk ekstrak kunyit Poloxamer

407/PVA dilakukan pengujian disolusi menggunakan alat disolusi tipe 2 (dayung)

yang mengandung 0,5% SLS dalam 20 mM dapar fosfat pH 6,0. Kecepatan

paddle diatur 75 rpm dalam suhu 37 ± 0,5°C (USP, 1995). Cuplikan diambil

sebanyak 5 mL pada menit ke-10, 20, 30, 45, 60, 90,dan 120 menit. Sampel yang

diambil, digantikan dengan 5 mL medium disolusi yang baru pada suhu yang

(20)

Pengukuran kadar kurkumin terdisolusi

Sebanyak 5,0 mL cuplikan yang telah diambil kemudian di-centrifuge

dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan diencerkan dengan

medium disolusi dalam labu takar 10 mL kemudian diukur absorbansinya dan

dihitung kadarnya.

Analisis Hasil Uji Kelarutan dan Uji Disolusi

Profil disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat dan campuran fisik dihitung nilai efisiensi disolusi (DE120) dengan metode trapezoid.

𝐷𝐸% = ()%

Y100 : Luas segiempat 100% zat aktif larut dalam medium untuk waktu t (Fudohli, 2013) Data hasil uji kelarutan dan uji disolusi yang diperoleh kemudian diuji

menggunakan Shapiro Wilk untuk melihat distribusi data, bila data terdistribusi

normal selanjutnya dilakukan unpaired t-test dan jika data terdistribusi tidak

normal dilakukan uji Mann-Whitney. Sedangkan untuk melihat signifikansi

pengaruh formulasi kandungan ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin diuji

dengan menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan profil disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat dengan berbagai macam rasio Poloxamer 407:PVA (1:4), (1;6), dan (1:8) dengan drug load 30%. Pemilihan drug load 30% agar dapat meningkatkan patient compliance sehingga kadar obat dalam darah secara per oral dapat mencapai dosis tertentu hanya dengan jumlah serbuk yang lebih sedikit. Pada penelitian ini pembuatan dispersi padat menggunakan metode penguapan pelarut, dimana penghilangan pelarut menggunakan metode spray drying.

(21)

Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode analisis bertujuan untuk memastikan bahwa metode yang digunakan pada penelitian ini valid. Verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini berupa linearitas, akurasi, dan presisi. Pada penelitian ini didapatkan panjang gelombang maksimum yaitu 421nm untuk pelarut methanol dan 429nm untuk pelarut medium disolusi.

Gambar 1. Kurva baku kurkumin dalam medium disolusi

Linearitas digunakan untuk melihat keaslian suatu metode dengan cara pengukuran berbagai macam konsentrasi zat pada suatu kurva baku yang dilihat dengan nilai kolerasi (r) (Rohman, 2009). Linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) persamaan regreasi linear dari tiga replikasi kurva baku (ICH, 2005). Pada penelitian ini didapatkan persamaan baku y= 0,1279x+0,009 dengan nilai kolerasi r = 0,9987. Menurut AOAC (2002), suatu metode dapat diterima jika mempunyai koefisien kolerasi r > 0,99.

Akurasi adalah kurang yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut AOAC (2016), syarat nilai % recovery yang dapat diterima untuk konsentrasi 0,1 µg/mL hingga 10 µg/mL adalah dalam rentang batas 80-110%. Pada penelitian ini didapatkan hasil % nilai recovery 86-95%.

Presisi merupakan ukuran nilai keterulangan hasil analisis secara berulang pada sampel. Menurut AOAC (2016) syarat CV untuk konsentrasi 1 – 10 µg/mL yaitu < 7,3%. CV yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu 0,72- 1,4 sehingga dapat dikatakan penelitian ini sudah memenuhi persyaratan linearitas, akurasi, dan presisi metode menurut AOAC.

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000

(22)
(23)

Tabel III. Hasil Uji Drug Load Dispersi Padat (DP) dan Campuran Fisik (CF)

Uji kelarutan bertujuan untuk membandingkan kelarutan antara dispersi padat dan campuran fisik pada medium disolusi. Hasil uji kelarutan ditunjukkan pada Tabel IV. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat peningkatan kelarutan secara signifikan (p<0,05) pada formula DP dengan rasio (1:4) sebesar 1,02 kali dari CF, pada formula DP dengan rasio (1:6) sebesar 1,52 kali dari CF, dan untuk formula (1:8) sebesar 0,8 kali dari CF. Dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan karena dapat mengecilkan ukuran partikel sehingga luas permukaan suatu partikel semakin besar (Chiou dan Riegelman, 1971). PVA digunakan karena memiliki kelebihan sebagai polimer induk yang hidrofilik dapat meningkatkan pembasahan yang mengarah ke peningkatan kelarutan (Clemons et al., 2013).

Tabel IV. Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat (DP) dan Campuran Fisik (CF)

(24)

Gambar 2. Grafik kelarutan dp dan cf

Uji Disolusi

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui jumlah kurkumin terlarut dalam medium disolusi sebagai fungsi waktu. Medium disolusi yang digunakan terdiri dari 0,5 % b/v SLS dalam sodium phosphate buffer pH 6,0. Penggunaan dapar fosfat pH 6,0 dikarenakan kurkumin paling stabil pada pH tersebut (Wang et al., 1997). Menurut British Pharmacopeia (2011), untuk obat golongan BCS kelas II disarankan menggunakan surfaktan. SLS sebagai surfaktan digunakan untuk mengkondisikan medium disolusi agar mencerminkan kondisi fisiologis manusia yang memiliki surfaktan alami (garam empedu) pada saluran gastrointestinal (Gurusamy and Nath, 2006). Metode uji disolusi yang digunakan adalah metode dayung dengan volume medium disolusi sebanyak 500 mL, suhu 37 ± 0,5 .

Hasil % rata-rata uji disolusi dengan kadar kurkumin dari tinggi ke rendah yaitu DP2>CF2>CF1>DP1>CF3>DP3. Peneliti mengamati bahwa dengan rasio tertentu yaitu 1:6 didapatkan bahwa kapsul dapat pecah dengan cepat. Sedangkan pada formula 1 dan 3 kapsul akan terosi secara perlahan dan tidak semua serbuk DP mampu terlarut setelah 120 menit dalam medium disolusi. Formula dengan rasio PVA tertentu akan mempengaruhi pecahnya kapsul dalam medium disolusi. Oleh karena itu, formula 1 tidak mempunyai ikatan PVA dan Poloxamer 407 yang cukup adekuat sehingga menyebabkan rendah nya disolusi sedangkan pada formula 3 yang mempunyai penambahan PVA terbanyak juga tidak menghasilkan hasil yang lebih baik.

0

Formula 1 Formula 2 Formula 3

(25)

dimasukkan ke dalam medium disolusi, aglomerasi atau larutan rekristalisasi yang dimediasi ekstensif dari obat ini. Efek ini dapat dilihat melalui pengurangan konsentrasi obat. Tingkat pengurangan konsentrasi obat setelah profil lonjakan awal menyiratkan kecenderungan rekristalisasi / aglomerasi yang jelas dalam sistem SD. Alih-alih menghasilkan sistem disolusi yang diperbaiki, kecenderungan ini dapat memperburuk proses rekristalisasi dan mengarah pada aglomerasi atau pengendapan ekstensif yang akhirnya mengimbangi manfaat "keuntungan amorf". Kemudian, obat dan pembawa dapat melepaskan sebagai satu kesatuan yang menyebabkan pelepasan obat yang lebih lambat pada tahap selanjutnya. Salah satu penyebab nya adanya paparan kelembaban, konsep ini juga dikenal konsep spring and parachute (Chan et al., 2015; Baghel et al.,

2016).

Gambar 3. Kurva waktu (menit) vs rata –rata persen terdisolusi (%)

Pada formula 3 juga terdapat penambahan PVA yang paling tinggi diantara formula yang lain sehingga dapat meningkatkan kapasitas gelling. Meningkatnya kapasitas gelling ini disebabkan adanya interaksi antara poloxamer 407 dengan PVA dimana terjadi penurunan suhu terbentuknya PVA menjadi gel saat terjadi kenaikan penambahan PVA dengan proporsi Poloxamer 407 yang tetap. Penambahan PVA yang banyak juga dapat meningkatkan viskositas suatu sediaan, dimana akan berpengaruh terhadap kecepatan disolusi suatu sediaan. Viskositas akan berbanding terbalik dengan kecepatan disolusi, maka semakin kental suatu cairan akan memperburuk disolusi dalam sebuah medium (Taheri et al., 2011; Erfani Jabarian et al., 2013).

Dalam pemilihan carrier ada beberapa hal yang harus diperhatikan selain faktor kelarutan yaitu interaksi carrier antara Poloxamer 407 dan PVA. Selain itu

(26)

ada pula faktor kapasitas difusi yang juga mempengaruhi kecepatan disolusi. Oleh karena itu, jika suatu cairan mempunyai viskositas yang tinggi juga akan mempunyai kapasitas difusi yang rendah yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi (Erfani Jabarian et al., 2013).

Gambar 4. Grafik % DE pada menit ke 120

Tabel V. Hasil Perhitungan Disolusi Efisiensi Menit ke 120

Sampel (n=3) Formula I Formula II Formula III

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa formulasi dispersi

padat ekstrak kunyit formula 2 dengan perbandingan 1:6 poloxamer 407 dan PVA

mampu meningkatkan disolusi kurkumin dibandingkan dengan campuran fisik

secara signifikan (p < 0,05). Terjadi peningkatan kelarutan kurkumin dan 𝐷𝐸*6+ secara signifikan pada peningkatan rasio poloxamer 407:PVA. DP dengan rasio

1:6 memiliki nilai 𝐷𝐸 paling besar 67,48±10,02

Formula 1 Formula 2 Formula 3

(27)

SARAN

(28)

DAFTAR PUSTAKA

AOAC (2002) ‘AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals’, pp. 1–38.

AOAC (2016) ‘Guidelines for Standard Method Performance Requirements’, AOAC International, pp. 1–18.

Baghel, S., Cathcart, H. and Reilly, N. J. O. (2016) ‘Polymeric Amorphous Solid Dispersions : A Review of Amorphization, Crystallization, Stabilization, Solid-State Characterization, and Aqueous Solubilization of Biopharmaceutical Classification System Class II Drugs’, Journal of Pharmaceutical Sciences. Elsevier Ltd, pp. 1–18. doi: 10.1016/j.xphs.2015.10.008.

British Pharmacopoeia, 2011. British Pharmacopoeia. The British Pharmacopoeia Commission, London.

Brough, C., Miller, D.A., Keen, J.M., Kucera, S.A., Lubda, D., and Williams, R.O., 2016. Use of Polyvinyl Alcohol as a Solubility-Enhancing Polymer for Poorly Water Soluble Drug Delivery (Part 1). AAPS PharmSciTech, 17 (1), 167–179.

Chan, S.-Y., Chung, Y.-Y., Cheah, X.-Z., Tan, E.Y.-L., and Quah, J., 2015. The characterization and dissolution performances of spray dried solid dispersion of ketoprofen in hydrophilic carriers. Asian Journal of Pharmaceutical Sciences, 10 (5), 372–385.

Chiou, W . I. N. L. and Riegelmant, S. (1971) ‘Pharmaceutical sciences Pharmaceutical Applications of Solid’, Journal of Pharmaceutical Sciences, 60(9), pp. 1281–1302.

Erfani Jabarian, L., Rouini, M.R., Atyabi, F., Foroumadi, A., Nassiri, S.M., and Dinarvand, R., 2013. In vitro and in vivo evaluation of an in situ gel forming system for the delivery of PEGylated octreotide. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 48 (1–2), 87–96.

Fudholi, A., 2013. Disolusi & Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, hal.137-143. Goel, A., Kunnumakkara, A.B., and Aggarwal, B.B., 2008. Curcumin as

“Curecumin”: From kitchen to clinic. Biochemical Pharmacology, 75 (4), 787–809.

Gurusamy, S. Vi. K. and Nath, D. M. (2006) ‘Preparation, Characterization and in Vitro Dissolution Studies of Solid Systems of Valdecoxib with Chitosan’, Chem. Pharm. Bull., 54(8), pp. 1102–1106.

(29)

ICH, 2005, ICH Harmonised Tripartite Guidline : Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology Q2 (R1).

Luciana, N.O., 2016. Pengaruh Formulasi Ekstrak Kunyit dalam Sistem Dispersi Padat Manitol terhadap Disolusi Kurkumin. Sanata Dharma University, 14–15.

Nguyen, T.N.-G., Tran, P.H.-L., Tran, T.V., Vo, T.V., and Truong-DinhTran, T., 2015. Development of a modified – solid dispersion in an uncommon approach of melting method facilitating properties of a swellable polymer to enhance drug dissolution. International Journal of Pharmaceutics, 484 (1–2), 228–234.

Prasad, S., Tyagi, A.K., and Aggarwal, B.B., 2014. Recent Developments in Delivery, Bioavailability, Absorption and Metabolism of Curcumin: the Golden Pigment from Golden Spice. Cancer Research and Treatment, 46 (1), 2–18

Rohman, A., 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat, Cetakan I, Graha Ilmu, Yogyakarta, 217-235

Savić, R., Eisenberg, A., and Maysinger, D., 2006. Block copolymer micelles as delivery vehicles of hydrophobic drugs: Micelle–cell interactions. Journal of Drug Targeting, 14 (6), 343–355.

Setthacheewakul, S., Mahattanadul, S., Phadoongsombut, N., Pichayakorn, W., and Wiwattanapatapee, R., 2010. Development and evaluation of self-microemulsifying liquid and pellet formulations of curcumin, and absorption studies in rats. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 76 (3), 475–485.

Shinkuma, D., Hamaguchi, T., Yamanaka, Y., and Mizuno, N., 1984. Correlation between dissolution rate and bioavailability of different commercial mefenamic acid capsules. International Journal of Pharmaceutics, 21 (2), 187–200.

Singh, G., Kapoor, I.P.S., Singh, P., de Heluani, C.S., de Lampasona, M.P., and Catalan, C.A.N., 2010. Comparative study of chemical composition and antioxidant activity of fresh and dry rhizomes of turmeric (Curcuma longa Linn.). Food and Chemical Toxicology, 48 (4), 1026–1031.

Teixeira, C.C.C., Mendonça, L.M., Bergamaschi, M.M., Queiroz, R.H.C., Souza, G.E.P., Antunes, L.M.G., and Freitas, L.A.P., 2016. Microparticles Containing Curcumin Solid Dispersion: Stability, Bioavailability and Anti-Inflammatory Activity. AAPS PharmSciTech, 17 (2), 252–261. Vasconcelos, T., Sarmento, B., and Costa, P., 2007. Solid dispersions as strategy

to improve oral bioavailability of poor water soluble drugs. Drug Discovery Today, 12 (23–24), 1068–1075.

(30)

LAMPIRAN

(31)
(32)

Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

a. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Konsentrasi Rendah dalam Medium

(33)

b.Scanning Panjang Gelombang Maksimum Konsentrasi Sedang dalam Medium

(34)
(35)

Lampiran 4. Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol

y = 0,146x + 0,0193 R² = 0,99322

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 1 2 3 4 5 6

Ab

so

rb

a

n

si

(36)
(37)

Lampiran 6. Pembuatan Dispersi Padat

a. Penimbangan Bahan dalam Pembuatan Dispersi Padat Masing-Masing

Proporsi Ekstrak

b. Perhitungan Rendemen Dispersi Padat Formula 1 (1:4) , Formula 2 (1:6),

dan Formula 3 (1:8)

Rumus perhitungan rendemen = 789:% :;<=9 (?)

789:% %@%:A (?) 𝑥 100% Berat Campuran

(g)

Berat yang

Diperoleh (g)

Yield (%)

Formula I 4,7 2,0374 43,35

Formula II 4,6815 2,2168 48,28

Formula III 4,657 2,8901 62,06

(38)

b. Akurasi

Lampiran 8. Penetapan Kadar Kurkuminoid pada Serbuk Ekstrak Kunyit Sampel Kadar (%) Rata-rata

Kadar (%)

SD CV

Rep 1 96,472

Rep 2 96,130 91,191 1,550 1,594

(39)

Lampiran 9. Statitika Kelarutan

1. Uji Normalitas Campuran Fisik dan Dispersi Padat menggunakan

Saphiro-Wilk Test

(40)

3. Signifikansi Kelarutan antara Campuran Fisik dan Dispersi Padat Formula

2 menggunakan F-Test dan T-Test

4. Signifikansi Kelarutan antara Campuran Fisik dan Dispersi Padat Formula

(41)

5. Signifikansi Kelarutan antara Dispersi Padat Formula 1 dan Formula 2 menggunakan F-Test dan T-Test 


6. Signifikansi Kelarutan antara Dispersi Padat Formula 2 dan Formula 3

(42)

7. Signifikansi Kelarutan antara Dispersi Padat Formula 1 dan Formula 3

menggunakan F-Test dan T-Test 


(43)

1. Data Disolusi CF 2

Lampiran 11. Parameter Uji Disolusi

1. Perhitungan Area Under Curve (AUC) didapatkan dengan metode trapezoid.


2. Perhitungan nilai Dissolution Efficiency (DE) menggunakan rumus sebagai berikut :

(44)

Tabel 1. Hasil Perhitungan AUC dan DE CF 2

Tabel 2. Hasil Perhitungan AUC dan DP 2

(45)

Lampiran 12. Statistika DE pada menit 120 1. Uji Normalitas Disolusi

a. Uji Normalitas DE 120 Formula 1

(46)

c. Uji Normalitas DE 120 Formula III

(47)

2. Uji signifikansi Disolusi

a. Uji signifikansi Formula I (F Test- T-Test)

(48)

c. Uji signifikansi Formula III (Man Whitney)

Nilai p< 0,05 maka signifikan

(49)

Lampiran 13. Dokumentasi penelitian a. Hasil Campuran Fisik dan Dispersi padat

Campuran Fisik

(50)
(51)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dengan nama lengkap Yansen Purwanto lahir di

Yogyakarta pada tangal 13 Januari 1997 dan merupakan

anak ketiga dari Hari Purwanto dan Maria Adeline.

Penulis menempuh studi di SD Tarakanita Bumijo,

Yogyakarta (2003-2009), SMP Stella Duce 1

(2009-2012), SMA Kolese Loyola (2012-2015). Setelah itu,

penulis menyelesaikan studi S1 di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan skripsi

yang berjudul “PERBEDAAN POLOXAMER 407:PVA DALAM DISPERSI

PADAT EKSTRAK KUNYIT TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN :

APLIKASI METODE PENGUAPAN PELARUT MENGGUNAKAN SPRAY

DRYER”. Selama masa studi penulis aktif dalam beberapa kegiatan

kemahasiswaan seperti TITRASI 2016, TITRASI 2017, dan FACTION #2.

Penulis juga pernah berperan sebagai asisten Praktikum Kimia Organik (2016)

dan Kimia Analisis (2016). Selama studi, penulis juga pernah mengikuti lomba

Gambar

Tabel I.     Formula Dispersi Padat dan Campuran Fisik  .......................................
Gambar 1. Kurva Hubungan Antara Konsentrasi vs Absorbansi  ..........................
Tabel I. Formula Dispersi Padat
Gambar 1. Kurva baku kurkumin dalam medium disolusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

SMEs,This study used a purposive sampling method that takes a sample of the population using. a questionnaire and interview.The study was conducted in territory of

BPR Jatim adalah Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2000 tentang Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan

National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotionperiode 1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri merupakan salah satu penyebab dilakukannya tindakan

Tujuan penelitian ialah untuk menentukan keeflsienan penggunaan N pup uk oleh 3 varietas padi yang ditanam di lahan tadah hujan yang diberi pupuk N dengan takaran sama seperti

Proses ini dilakukan dalam Arc View 3.3, dan terbagi menjadi dua langkah, antara lain: Analisis spasial dan Analisis Deskriptif untuk melihat karakter umum penggunaan dan

Kurva kalibrasi larutan ranitidin HCl dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2... Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin

 Sekretariat Daerah Kota dipmpin oleh Sekretaris Daerah Kota yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota.. Pengkoordinasian perumusan kebijakan

yang dalam hal ini akan penulis tuangkan dalam suatu skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemiskinan di kota