• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ERLIN NUR ASLIH BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ERLIN NUR ASLIH BAB I"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini rokok dikonsumsi mulai dari usia remaja hingga orang tua baik laki-laki maupun perempuan bahkan yang lebih mengkhawatirkan merokok sudah dilakukan oleh anak-anak yang masih berumur dibawah lima tahun. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, merokok sudah menjadi salah satu kegiatan rutin yang sudah biasa dilakukan (Mukti, 2014).

Hampir 80% perokok mulai merokok ketika usianya belum mencapai 19 tahun. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu resiko mengenai bahaya adiktif rokok. Keputusan konsumen untuk membeli rokok tidak didasarkan pada informasi yang cukup tentang resiko produk yang dibeli, efek ketagihan dan dampak pembelian yang dibebankan pada orang lain (Kemenkes RI, 2011).

(2)

yang lainnya seperti impotensi, kehamilan premature, berat bayi lahir rendah (BBLR).

Penyakit-penyakit ini dapat timbul karena rokok yang terbuat dari tembakau ini mengandung 7000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, 200 diantaranya adalah zat beracun (Ericksen, 2012). Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas 85% dan partikel. Diantaranya nikotin, karbon monoksida, tar adalah sebagian dari ribuan zat didalam rokok (Ahmad, 2010).

Menurut Riskesdas 2013, angka penyakit tidak menular di Indonesia yang salah satu faktor resikonya adalah rokok mencapai jumlah yang tinggi, yaitu 20 juta orang mengalami penyakit paru menahun, 5 juta orang mengalami penyakit diabetes, 4 juta orang mengalami penyakit jantung, 3 juta orang mengidap kanker, dan 3 juta orang mengalami struk (Riskesdas, 2013).

(3)

Jumlah perokok di dunia mencapai lebih dari 1 miliar orang terdiri dari 800 juta pria dan 200 juta perempuan (Ericksen, 2012). Di negara berkembang, seperti Indonesia jumlah perokok usia ≥15 tahun sebanyak

34,2% tahun 2007 (Depkes RI, 2007), kemudian meningkat prevalensinya menjadi 34,7% di tahun 2010 (Kemenkes RI, 2010), dan meningkat kembali tahun 2011, menurut GATS 2011 jumlah perokok usia 15 tahun sebanyak 34,8 % dengan prevalensi pria 67% dan perempuan 2,7% (WHO, 2013).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, proporsi perokok laki-laki di Indonesia sebanyak 47,5 %. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%) (Riskesdas 2013).

Pada tahun 2007 sampai 2013 Indonesia memiliki 68,8 % penduduk remaja dengan umur 10-14 tahun terpapar rokok di dalam rumah dan 78,1 % terpapar rokok di luar rumah. Kemudian, perokok baru dengan umur 10-14 tahun mencapai jumlah 3,96 juta per tahun dan 10.869 per hari. Indonesia merupakan Negara dengan prevalensi tertinggi dari 10 negara ASEAN lainnya (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014).

(4)

terus meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun kedepan, hal ini menunjukkan hingga saat ini pemerintah masih belum serius menyelesaikan masalah akibat rokok di masyarakat, termasuk di kalangan remaja yang angkanya terus meningkat (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014 ).

Telah diketahui bahwa lebih dari 30% penduduk Indonesia yang merokok dilaporkan mulai mengonsumsi rokok sebelum mencapai umur 10 tahun. Bahkan lebih tragisnya lagi Indonesia berada pada urutan 1 dari 10 negara ASEAN yang jumlah perokok laki-laki dengan umur 13-15 tahun mencapai 41%. Penduduk umur 13-15 tahun berjenis kelamin perempuan berada pada urutan ke-6 terbanyak dari 10 negara ASEAN lainnya dengan prevalensi 3,5% dari seluruh penduduk Indonesia umur 13-15 tahun berjenis kelamin perempuan (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014).

(5)

ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta kawasan lain yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2013).

Pemerintah telah merumuskan MOU (Memorandum of Understanding) antara Kementrian Dalam Negri dan Kementrian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negri dituangkan dalam surat bernomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya di lapangan (Kemenkes RI, 2013).

(6)

Fatwa Hukum Merokok telah ditindaklanjuti dengan adanya kesepakatan dari empat majelis di lingkungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, antara lain Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU), Majelis Pendidikan Dasar Menengah (DIKDASMEN), Majelis Pendidikan Tinggi dan Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS). Aturan tersebut mengharuskan penerapan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di lingkungan Muhammadiyah termasuk di dalamnya lingkungan amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan yang meliputi sekolah-sekolah termasuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah (MPKU, 2010).

Dari sekian peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diberlakukan di instansi-instansi, institusi pendidikan, tempat umum dan universitas. Beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah telah mengimplementasikan KTR di lingkungan kampus yang ditandai dengan adanya SK Rektor yang mengatur mengenai KTR. Perguruan Tinggi Muhammadiyah tersebut antara lain Universitas Muhammadiyah Malang (SK Rektor No. 54 tahun 2014), Universitas Muhammadiyah Purwokerto (SK Rektor No. 01 Tahun 2012), Universitas Muhammadiyah Semarang (SK Rektor No. 007/UNIMUS/SK.HK/2012), Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (SK Rektor No. 107/H.14/2010) dan Universitas Muhammadiyah Magelang (SK Rektor No. 06/DKL/II.3/AU/B/2014).

(7)

Fakultas Ilmu Kesehatan yang sudah jelas ada aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan rata-rata pengunjung kampus melihat tulisan (Kawasan Bebas Rokok) di setiap dinding-dinding yang sering terlihat namun masih ada saja mahasiswa yang masih merokok di area kampus. Berdasarkan observasi yang dilakukan, di kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto tidak sedikit mahasiswa yang masih merokok di area kampus. Meskipun sudah di luar pagar kampus, namun masih berbatasan dengan kampus. Dan masih cukup banyak terlihat perilaku mahasiswa di lingkungan kampus sehari-harinya tidak menunjukkan adanya kepatuhan terhadap peraturan tersebut.

(8)

17 yang di wawancara 15 mahasiswa diantaranya mengaku pernah merokok di dalam kampus, semua mahasiswa yang diwawancara memiliki keinginan untuk berhenti merokok.

Dari Uraian Diatas Maka Peneliti Tertarik Untuk Melakukan Penelitian Yang Berjudul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah diatas maka masalah yang dirumuskan adalah “Adakah Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

(9)

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai penerapan peraturan kawasan tanpa rokok di lingkungan kampus.

c. Untuk mengetahui kepatuhan mahasiswa terhadap peraturan kawasan tanpa rokok di kampus.

d. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan tentang KTR dengan kepatuhan mahasiswa terhadap peraturan kawasan tanpa rokok di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti, baik materi yang diteliti maupun metode penelitian yang dilakukan, dan menambah pengalaman dalam menyusun sebuah penelitian. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan.

2. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok dan meningkatkan kepatuhan terhadap semua peraturan di kampus terutama peraturan kawasan tanpa rokok (KTR). 3. Bagi Institusi Pendidikan

(10)

E. Penelitian Terkait

1. Yayi Suryo Prabandari, Nawi Ng, Retna Siwi Padmawati (2009), meneliti tentang “Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku Dan Status Merokok Mahasiswa Di Fakultas Kedokteran Ugm, Yogyakarta”, Dua survei potong lintang telah dilakukan di FK UGM. Survei pertama dilaksanakan pada tahun 2003 dengan partisipan 734 dan survei kedua pada tahun 2007 dengan partisipan 463. Prevalensi perokok dan usaha untuk berhenti merokok diukur di kedua survey tersebut. Studi tentang opini mahasiswa terhadap kebijakan kampus bebas rokok dilakukan pada survei ke dua di tahun 2007. Hasil: Persentase mahasiswa yang tidak merokok bertambah 19,1%, sedangkan pada wanita bertambah 1,2%. Sementara itu, terdapat 11,9% mahasiswa berhenti merokok ketika masuk pertama kali di FK UGM, 6% berhenti merokok setelah pelaksanaan kebijakan kampus bebas rokok dan 7% mengurangi jumlah rokok yang mereka hisap. Lebih lanjut, 90% mahasiswa dan 94% mahasiswi mendukung pelaksanaan kebijakan kampus bebas rokok.

(11)

dalam mematuhi peraturan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan kampus Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Metode penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan studi cross-sectional. Sampel didapatkan dengan mengambil responden secara acak (simple random sampling) sampai waktu penelitian berakhir yakni bulan Juli 2012. Data primer yang berupa data deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dengan gambar/ diagram. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square (χ2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara latar belakang perilaku merokok (p=0,01) dan pengetahuan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (p=0,007) terhadap tingkat kepatuhan, sedangkan pengetahuan bahaya kandungan rokok tidak menunjukkan hasil yang bermakna (p=0,6), kemudian pengaruh lingkungan memberikan risiko 1,6 (1,1-2,2) kali lipat terhadap tingkat kepatuhan, tidak mengetahui bahaya kandungan rokok memberikan risiko 1,3 (0,5-3,4) kali lipat, dan tidak mengetahui peraturan Kawasan Tanpa Rokok memberikan risiko 1,5 (1,1-2,0) kali lipat.

(12)

dampak kebijakan terhadap perokok diselidiki. Survei dilakukan melalui anonim, self-administered, multiple-choice questionnaire. Informasi dikumpulkan berdasarkan karakteristik dan karakteristik merokok responden, dan sikap merokok terhadap merokok. Hasil: Tingkat pemulihan adalah 62,1%. Di antara responden, prevalensi merokok adalah 17,9% pada guru dan pekerja kantoran, dan 4,0% pada siswa. Di antara semua perokok, 46,4% tidak berhenti merokok saat berada di universitas dan mereka mengindikasikan bahwa area merokok mereka "di jalan-jalan di samping kampus": 16 dan "di luar rumah di kampus": 3, masing-masing. Sedangkan untuk perokok, 29,6% di antaranya mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari akibat larangan merokok. Tak satu pun dari mantan perokok tersebut menjawab bahwa motivasi utama mereka untuk berhenti merokok adalah larangan merokok.

(13)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang kawasan Tanpa rokok (ktr) cukup baik (72%), sikap cukup baik terhadap kawasan tanpa rokok sebanyak (66%), dan mempunyai tanggapan cukup baik terhadap tanda larangan merokok (63%), serta mempunyai kepatuhan terhadap kawasan tanpa rokok cukup baik (62%). Ada hubungan antara pengetahuan tentang Kawasan tanpa rokok (pvalue=0,001), sikap terhadap kawasan tanpa rokok (pvalue=0,000), dan Tanggapan terhadap tanda larangan merokok (pvalue=0,019) dengan kepatuhan terhadap kawasan tanpa rokok.

(14)

6. Biao,L; Liang, W; Liang,L; Tieshan,L. (2015). The Effects of Educational Campaigns ans Smoking Bans in Public Places on Smokers’ Intention to Quit Smoking: Findings from 17 Cities in China. Tujuan penelitian ini, dari data sampel representatif berskala besar, mencakup beberapa variabel aktual perokok perokok dan dampak kampanye pendidikan dan merokok di tempat-tempat umum dan di mana kebijakan tersebut dapat mendorong perokok untuk berhenti merokok. Survei over-sectional dilakukan dari Oktober 2010 sampai Januari 2011 di 17 kota di Provinsi Anhui. Dalam survei yang sebenarnya, responden yang memenuhi syarat diminta untuk menyelesaikan wawancara tatap muka dengan permintaan yang tepat dan tepat waktu. Kuesioner ini dirancang berdasarkan pada literatur yang ada dan diterjemahkan ke bahasa China untuk tujuan perbandingan dan konsistensi dengan studi yang relevan. Perokok yang terkena dampak kampanye pendidikan cenderung melakukan percobaan untuk berhenti merokok (OR = 2,58,95% CI 2,27-2,94 dan OR = 1,31,95% CI1.14-1,51, resp). Mengacu bahwa kedua kampanye pendidikan dan larangan merokok efektif dalam hal peremajaan 'tidak penting secara visual.

(15)

observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa/i di salah satu fakultas di salah satu Universitas yang terdapat di Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, sehingga besar sampel yang didapatkan sebesar 258 mahasiswa/i. Pengumpulan data dilakukan mengunakan kuesioner terstruktur. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji statistik chi square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik. Berdasarkan hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna (nilai p<0,05) antara jenis kelamin (nilai p=0,000), status merokok (nilai p=0,000), pengetahuan (nilai p=0,004) dan sikap (nilai p=0,004) dengan intensi kepatuhan terhadap penerapan kawasan kampus tanpa rokok. 8. Purwo Setiyo Nugroho (2015), meneliti tentang Evaluasi Implementasi

(16)

Gambar

tabel dengan gambar/ diagram. Data dianalisis dengan menggunakan uji

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Proses perumusan konsep didasari dengan latar belakang kota Surakarta yang dijadikan pusat dari pengembangan pariwisata Solo Raya karena memiliki potensi

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

 Penataan sirkulasi outdoor yang jelas untuk. kendaraan dan nyaman untuk

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini diberi judul “ Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing