• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KUALITAS PELAYANAN RUANG RAWAT HEMODIALISIS SEHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN KLAIM INA-CBGs BPJS DI RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAMBARAN KUALITAS PELAYANAN RUANG RAWAT HEMODIALISIS SEHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN KLAIM INA-CBGs BPJS DI RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang masalah

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2007).

(2)

semakin ketat, maka rumah sakit dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas pelayanannya (Depkes RI, 2007).

Jaminan mutu layanan kesehatan atau quality asurance in health care merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Profesionalitas layanan kesehatan baik perorangan maupun kelompok, harus selalu berupaya memberikan layanan kesehatan yang terbaik mutunya kepada semua pasien tanpa kecuali, baik yang menggunakan jaminan kesehatan seperti Jamkesmas maupun yang tidak.

Mutu layanan kesehatan di rumah sakit perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien yang diberikan layanan. Ada sepuluh dimensi mutu layanan kesehatan yaitu: Dimensi kompetensi teknis, dimensi keterjangkauan, dimensi efektivitas, dimensi efisiensi, dimensi kesinambungan, dimensi keamanan, dimensi kenyamanan, dimensi informasi, dimensi ketepatan waktu, dan dimensi hubungan antar manusia. (Pohan, 2007).

(3)

Askes Indonesia (Persero), namun PT Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014. (UU No. 24 Tahun 2011).

Pembiayaan pelayanan kesehatan masih menjadi isu penting di negara – negara berkembang (Ile dan Garr, 2011). Menurut WHO (2010), rata-rata orang menghabiskan 5 hingga 10% dari pendapatan mereka untuk pembiayaan pelayanan kesehatan, sedangkan orang yang paling miskin dapat membelanjakan sepertiga pendapatannya. WHO (2010) juga mensinyalir 100 juta orang dapat menjadi miskin akibat membiayai pelayanan kesehatannya, dan 150 juta orang menghadapi kesulitan untuk membayar pelayanan kesehatan. Belanja kesehatan seperti ini merupakan belanja kesehatan katastropik karena melebihi kapasitas membayar (capacity to pay) rumah tangga (Thabrany, 2014). Di negara maju seperti Jerman dengan rata rata Gross Domestic Product (GDP) sebesar 32.680 dolar amerika, pembiayaan kesehatan 10% menggunakan out of pocket. Sedangkan Indonesia menganggarkan sekitar 2,5% GDP untuk kesehatan, 70% menggunakan out of pocket (Kemenko Kesra RI, 2012).

(4)

effectiveness dan cost efficiency, sehingga biaya pelayanan kesehatan menjadi melambung (Sulastomo, 2007).

Untuk mengatasi hal itu, World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di Jenewa mendorong setiap negara mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta bagi seluruh penduduknya. Maka pemerintah Indonesia melaksanakannya melalui program Jaminan Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) (Thabrany, 2014). Selain itu, cakupan kesehatan semesta diwujudkan dengan visi Indonesia sehat 2020 yang dibangun atas dasar 3 (tiga) pilar,yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, merata, dan terjangkau oleh seluruh masyarakat (Sulaeman, 2014). Keterjangkauan oleh seluruh masyarakat ini meliputi keterjangkauan akses pelayanan kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan dalam segi pembiayaan pelayanan kesehatan (Adisasmito, 2010).

(5)

lanjutan sekunder atau tertier tergantung dari tipe RS tersebut (Ambarriani, 2014).

Rumah sakit pemerintah berusaha dengan baik sebagai penyedia layanan kesehatan tingkat lanjut sejak undang undang BPJS diberlakukan. Pulau Jawa masih menempati urutan pertama dalam ketersediaan pelayanan dan akses pelayanan kesehatan. Jawa tengah menempati urutan ke dua dalam daftar rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS, sehingga diharapkan keterjangkauan akses pelayanan kesehatan dan ketersediaan pelayanan kesehatan dapat optimal. (Kemenkes RI, 2015).

(6)

terdaftar di fasilitas kesehatan tersebut. Untuk pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta oleh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan melakukan pembayaran berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA CBGs). Maksud dari Tarif INA CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Pengelompokan diagnosis penyakit ini penting sesuai dengan paparan Cooper dan Craig (2015) yang menunjukkan adanya variasi pembiayaan kesehatan meskipun dengan diagnosis yang sama.

(7)

dan biaya penyakit katastropik mencapai 32% dari total biaya pelayanan kesehatan. Dan menurut Putra et al (2014) 24,4 % dari total biaya katastropik tersebut adalah untuk gagal ginjal terminal yang membutuhkan terapi ginjal. Penelitian yang dilakukan Yuniarti et al (2015) menunjukkan bahwa terdapat selisih biaya terapi penyakit Diabetes mellitus pasien JKN antara biaya RS dan tarif INA-CBGs yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Penurunan klaim INA-CBGs BPJS dibuktikan dengan tabel sbb :

Kode

1.380.582 982.650 893.318 812.107

Gambar 1.1 Tabel Pelayanan rawat jalan Hemodialisis, paket INA-CBG tahun 2013

982.400 879.100 786.200 702.600

(8)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga di ruang rawat jalan Hemodialisis terdapat 5 mesin hemodialisis untuk pasien rawat jalan dan 1 mesin hemodialisis untuk pasien rawat inap dan rata-rata pengunjung setiap harinya rata-rata 10 pasien. Data pasien kunjungan di ruang rawat hemodialisis dari bulan 1 Januari sampai 31 Oktober 2017 sebanyak 61 pasien yang di dalamnya terdapat 2316 pelayanan yang menggunakan BPJS. Dari data yang didapatkan di ruang Hemodialisis pasien yang telah melakukan cuci darah sebelum mengalami penurunan klaim ina-cbgs bpjs dalam waktu 4 tahun terakhir (2012-2016) sampai sekarang sebanyak 15 pasien. 15 pasien tersebut menggunakan fasilitas bpjs. Data yang diperoleh saat studi pendahuluan yaitu tarif klaim bpjs mengalami penurunan sebanyak 107.118 rupiah, dan tarif klaim hemodialisis menjadi 786.200 rupiah setiap 1 kali pelayanan. Sedangkan setiap kali pelayanan hemodialisis membutuhkan banyak tindakan dengan tarif yang tidak sedikit.

Berdasar pemaparan di atas menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan merupakan masalah penting dan masih ada kontroversi dari berbagai penelitian tersebut. Maka penulis ingin lebih mengetahui dan tertarik untuk meneliti

mengenai :“Gambaran Kualitas Pelayanan Ruang Rawat Hemodialisis

Sehubungan dengan Perubahan Klaim INA-CBGs BPJS di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata”

B.Rumusan Masalah

(9)

penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif). Selain itu rumah sakit juga dituntut untuk selalu meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kepada pasien terutama pasien yang menggunakan pelayanan BPJS. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian tentang “Gambaran Kualitas Pelayanan Ruang Rawat Hemodialisis Sehubungan

dengan Perubahan Klaim INA-CBGs BPJS di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata”

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Kualitas Pelayanan Ruang Rawat Hemodialisis Sehubungan dengan Perubahan Klaim INA-CBGs BPJS di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata

D.Manfaat Penelitian

1. Bagi rumah sakit

a. Sebagai bahan evaluasi pelayanan dirumah sakit untuk pengguna BPJS sehingga akan membantu kualitas pelayanan keperawatan

b. Sebagai bahan masukan rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien BPJS

2. Bagi Instansi pendidikan

(10)

3. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan tentang cara melakukan penelitian dan menerapkannya dalam bentuk karya ilmiah.

E.Penelitian Terkait

1. Wasis (2013) Review Mutu Layanan dan Efisiensi Pembiayaan Kesehatan Peserta Jamkesmas pada 21 Rumah Sakit Umum dan Khusus di Indonesia. Hasil : Mutu ditinjau dari kecukupan dokter sangat variatif, kunjungan rawat jalan per dokter antara 570–2.372 kunjungan rawat jalan per dokter, dan 27–

674 kunjungan rawat inap per dokter. Kecukupan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) relatif lebih baik, yaitu untuk rawat jalan 123–671

kunjungan per tenaga keperawatan dan untuk rawat inap 3–127 kunjungan per tenaga keperawatan. Metode : interview. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pasien rawat jalan dan rawat inap sebanyak 1700 pasien, dan dengan petugas rumah sakit sebanyak 280 orang. Data sekunder juga dikumpulkan dalam kaitannya dengan SDM, pembiayaan dan kunjungan

(11)

yaitu dokter memberi resep obat, kadang tidak tersedia di apotik, dan kamar Inap tidak mencukupi/penuh untuk pasien BPJS. Metode : Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi, yang mengkaji dan mengungkapkan makna konsep atau fenomena dan pengalaman tentang pelayanan yang dialami pasien peserta BPJS berdasarkan apa yang terjadi di Rumah Sakit UNHAS. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumentasi. 3. Firdawarni (2017) Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Serta

Gambar

Gambar 1.1 Tabel Pelayanan rawat jalan Hemodialisis, paket INA-CBG tahun

Referensi

Dokumen terkait

AHMAD BAEDOWI : “ Pengaruh Keterampilan Guru Memberikan Penguatan Dalam Pembelajaran Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas X MAN

Penjelasan tersebut sesuai dengan pendapat Hidayat & Tjahjono (2015) bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang cukup positif untuk komitmen organisasi, pegawai akan memiliki

Berwirausaha Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon ... Gambaran Lingkungan Mahasiswa Terhadap Minat Berwirausaha Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon ...

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shfit Share. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Kabupaten Kulon

Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor bauran pemasaran yang dipertimbangkan konsumen serta variabel yang paling dominan dalam pembelian produk kopi

Jika anda ragu-ragu dapat juga fungsi yang kita buat dicoba terlebih dahulu pada menu Matlab Editor yang dengan mengklik Tools/ Run nanti pada menu kerja akan diberitahu jika

Variabel yang diukur adalah tegangan yang dihasilkan sel surya untuk perhitungan radiasi surya (G T ), temperatur pada kolektor (T 1 -T 4 ) dan volume air yang dipompa oleh