• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII - DOCRPIJM 370c2acadd BAB VII7. BAB VII Keterpaduan Strategi Pengembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VII - DOCRPIJM 370c2acadd BAB VII7. BAB VII Keterpaduan Strategi Pengembangan"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

KETERPADUAN STRATEGIS PENGEMBANGAN

KOTA MALANG

7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang

Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang, meliputi :

a. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Jombang (KSK); b. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang;

c. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya; dan d. Indikasi program

7.1.1 Penetapan Kawasan Strategis Kota Malang

Kawasan strategis berfungsi sebagai kawasan pelayanan kota dengan skala pelayanan kota, regional dan nasional yang berpengaruh penting terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Kawasan strategis Kota Malang meliputi Kawasan Strategis Ekonomi dan Kawasan Strategis Sosial Budaya.

a. Kawasan Strategis Ekonomi

Lokasi kawasan strategis ekonomi ditetapkan pada kawasan perdagangan yang berpusat di sekitar Pasar Besar Kota Malang, dan kawasan sentra industri yang terdiri dari sentra industri keripik di Sanan, sentra mebel di Tunjungsekar, sentra saniter di Karangbesuki, sentra kerajinan rotan di Arjosari dan sentra industri kerajinan keramik di Dinoyo. Keberadaan kawasan strategis ekonomi harus didukung dengan sarana dan prasarana transportasi serta jaringan utilitas yang mendukung. Untuk mendukung pengembangan kawasan strategis ekonomi di sekitar Pasar Besar, direncanakan adanya suatu zona pedestrian.

b. Kawasan Strategis Sosial Budaya

Lokasi kawasan strategis sosial budaya, meliputi :

(2)

 Kawasan Bundaran Tugu yang terdiri dari Stasiun Kereta Api Malang, Gedung

HBS/AMS di JP. COEN PLEIN (Alun-alun Bunder), dan Balai Kota Malang;

 Koridor Jalan Semeru – Jalan Besar Ijen yang terdiri dari Gedung Sekolah Menengah

Kristen (Christ MULO School) dan Komplek Stadion Gajayana.

7.1.2 Arahan Pengembangan Pola Ruang dan Struktur Ruang a. Arahan Pengembangan Pola Ruang

Kebijakan Penetapan dan pengembangan kawasan lindung diarahkan pada kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup untuk mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. Strategi Penetapan dan pengembangan kawasan lindung, meliputi :

1) Memantapkan kawasan lindung dengan menjaga dan mengembalikan fungsi kawasan; 2) Membatasi kegiatan di kawasan lindung yang telah digunakan;

3) Mengarahkan pemanfaatan kawasan lindung wilayah kota untuk kegiatan jalur hijau dan RTH;

4) Menyediakan RTH kota minimal 30% dari luas wilayah kota, dengan upaya :  Melakukan pengadaan lahan untuk dijadikan RTH kota;

 Tidak mengalihfungsikan RTH eksisting;

 Merevitalisasi dan memantapkan kualitas RTH eksisting;

 Mengarahkan pengembang untuk menyerahkan fasilitas RTH nya menjadi RTH

publik kota;

 Menata dan menyediakan RTH sesuai fungsinya : ekologis, sosial-ekonomi, dan

arsitektural;

 Menanam pohon dengan jenis yang disesuaikan dengan karakteristik RTH;  Menempatkan RTH sebagai pendukung identitas kawasan;

 Mengelompokkan RTH sesuai fungsi, hierarki, dan skala ruang lingkungannya;  Membangun hutan kota, lapangan olahraga terbuka, kebun bibit, taman kota, dan

taman lingkungan;

 Membangun RTH pada ruas jalan utama kota;  Membangun RTH pada lokasi fasilitas umum kota;

 Membangun RTH pada sempadan sungai, sempadan rel Kereta Api, sempadan

jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);

(3)

5) Memantapkan kawasan resapan air dengan meningkatkan populasi vegetasi di kawasan lindung sesuai dengan fungsi kawasan;

6) Mengamankan kawasan lindung dari kegiatan yang cenderung mengganggu penggunaan kawasan tersebut;

7) Mendorong pemanfaatan kawasan lindung yang tidak mengganggu sistem ekologi yang telah berjalan;

8) Meningkatkan kerja sama antar intansi pemerintah yang berwenang dalam penyelenggaraan kegiatan yang bertujuan kelestarian dan keberlanjutan kawasan lindung;

9) Meningkatkan kerja sama antar daerah otonom yang berbatasan, khususnya terkait Daerah Aliran Sungai;

10)Mendorong dan meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian kawasan lindung.

11)Menerapkan inovasi penyediaan RTH antara lain melalui peningkatan jumlah tegakan, memperbanyak taman atap (roof garden) pada bangunan tinggi, dinding hijau (green wall) pada kawasan padat bangunan, dan taman mini pada setiap lahan terbuka.

Kebijakan pengembangan dan pengendalian kawasan budidaya diarahkan pada alokasi ruang untuk kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota serta pertahanan dan keamanan. Strategi pengembangan dan pengendalian kawasan budidaya, meliputi :

1) Tidak mengalihfungsikan RTH;

2) Mengembangkan kawasan perumahan dengan menerapkan pola pembangunan hunian berimbang berbasis pada konservasi air yang berwawasan lingkungan; 3) Mengembangkan kawasan perumahan formal dan informal sebagai tempat hunian

yang aman, nyaman dan produktif dengan didukung sarana dan prasarana permukiman yang memadai;

4) Mengembangkan perumahan secara vertikal;

5) Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa secara merata sesuai skala pelayanan;

6) Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa secara vertikal yang memperhatikan aspek ekologis;

7) Mengembangkan komplek perkantoran pemerintah maupun swasta secara vertikal; 8) Mengarahkan komplek industri dan pergudangan pada perbatasan kota;

(4)

10)Mengembangkan komplek industri dan pergudangan yang mempertimbangkan aspek ekologis;

11)Mengarahkan terbentuknya kawasan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat, secara merata pada sub wilayah kota;

12)Mengarahkan dan menata kawasan bagi kegiatan sektor informal, dengan upaya :  Mengatur persebaran pedagang pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan

jenisnya;

 Memberikan kemudahan dalam proses penyediaan modal dan bantuan teknis untuk

sektor informal;

 Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak lain agar sektor informal lebih

berkembang; dan

 Menetapkan regulasi bagi keberadaan sektor informal.

13)Menetapkan kawasan ruang evakuasi bencana;

14)Mengembangkan fasilitas umum dan sosial, meliputi pelayanan umum pendidikan, kesehatan, dan peribadatan, dengan upaya :

 Mengarahkan pendistribusian pembangunan fasilitas umum secara merata pada

sub wilayah kota;

 Meningkatkan kualitas tiap fasilitas umum yang sudah ada;

 Membangun pusat pelayanan baru dengan memperhatikan sistem pelayanan

wilayah kota;

 Meningkatkan skala pelayanan fasilitas yang memenuhi arahan untuk fasilitas

dengan skala pelayanan regional, kota serta lokal yang menciptakan fungsi kegiatan primer, sekunder, dan tersier;

 Menciptakan efisiensi serta efektifitas pelayanan yang ada sehingga mampu

menjangkau seluruh penduduk di semua sub wilayah kota yang ada dengan cara : a) Membatasi dan mengarahkan perkembangan fasilitas yang berkelompok pada

pusat pelayanan tertentu;

b) Melakukan upaya pemerataan penyediaan fasilitas pada sub wilayah kota yang memerlukan dengan pertimbangan konsentrasi penduduk.

15)Mendukung pemanfaatan kawasan militer;

(5)

b. Arahan Pengembangan Struktur Ruang

Kebijakan Pemantapan Kota Malang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) diarahkan pada kesiapan dan kenyamanan Kota Malang sebagai kota yang melayani kegiatan skala nasional. Kebijakan Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan Berskala Regional diarahkan pada kemudahan akses dan pelayanan Kota Malang sebagai daya tarik kegiatan skala regional. Kebijakan Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan Kawasan Andalan Malang Raya diarahkan pada kerja sama kawasan Malang Raya untuk peningkatan ekonomi masyarakat Kota Malang. Kebijakan Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Malang diarahkan pada harmonisasi perkembangan kegiatan dan pelayanan yang berjenjang, skala regional dan/atau skala wilayah kota, skala sub wilayah kota, dan skala lingkungan wilayah kota. Kebijakan pengembangan prasarana wilayah Kota Malang diarahkan pada pengembangan dan penataan sistem jaringan prasarana utama transportasi, jaringan prasarana lainnya, dan infrastruktur kota untuk peningkatan layanan masyarakat Kota Malang dan menghindari disparitas perkembangan kawasan antar sub wilayah kota.

7.1.3 Ketentuan Zonasi

7.1.3.1 Ketentuan Zonasi Kawasan Perumahan

Ketentuan umum kegiatan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Menyediakan lahan untuk mengembangkan hunian dengan kepadatan tinggi dengan tipe

yang bervariasi;

b. Menyediakan lingkungan hunian yang sehat nyaman, selamat, aman dan asri yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas minimum;

c. Membatasi kegiatan komersil pada zona perumahan.

Ketentuan umum Peraturan zonasi pada kawasan perumahan dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut :

a. Pengembangan bangunan vertikal pada kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, kepadatan sedang, maupun kepadatan rendah;

b. Pada kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, disediakan RTH minimum 10% dari luas total kawasan;

c. Pada kawasan perumahan dengan kepadatan sedang, disediakan RTH minimum 20% dari luas kawasan;

(6)

e. Pada kawasan perumahan dengan konsep rumah taman harus disediakan RTH minimum 60% terhadap luas kawasan secara keseluruhan;

f. Pada kawasan perumahan yang memiliki sejarah lama, bentuk bangunan tetap dipertahankan, tetapi fungsinya boleh berubah menjadi non hunian;

g. Pemenuhan fasilitas komersial dan jasa skala lingkungan di kawasan perumahan, minimal pada koridor utama perumahan formal yang dibangun oleh pengembang;

h. Pemenuhan fasilitas umum pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan olah raga pada kawasan perumahan;

i. Pada suatu persil kawasan perumahan dapat diadakan perubahan struktur bangunan yang akan digunakan;

j. Kawasan perumahan wajib dilengkapi dengan sumur resapan air hujan;

k. Tiap bangunan perumahan wajib dilengkapi dengan RTH privat minimal 10% dari luas persilnya.

7.1.3.2 Ketentuan Zonasi Kawasan Perdagangan dan Jasa

Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan perdagangan dan jasa dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut

a. pada kawasan perdagangan dan jasa, suatu persil dapat diadakan perubahan struktur bangunan yang akan digunakan;

b. Penggunaan pelengkap dalam kawasan perdagangan dan jasa diizinkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Pembangunan hunian dapat diizinkan pada kawasan perdagangan dan jasa; d. Kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan perumahan dibatasi;

e. Pada kawasan perdagangan dan jasa wajib disediakan prasarana minimum berupa tempat parkir pada persilnya sendiri (off street), area bongkar muat, dan penyimpanan/gudang

yang memadai;

f. Kawasan perdagangan dan jasa tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum.

Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa terutama pada jenis perdagangan yang banyak menimbulkan bangkitan dan tarikan yang besar harus disertai dengan sistem parkir yang memadai terutama parkir dalam bangunan (off street). Pada kawasan

(7)

saluran primer atau sekunder terdekat. Pada kawasan perdagangan dan jasa khususnya bangunan pasar, diterapkan sistem drainase terpisah.

7.1.3.3 Ketentuan Zonasi Kawasan Peruntukan Industri

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri disusun dengan:

a. Memanfaatkan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia di wilayah sekitarnya, dan daya dukung lingkungan;

b. Membatasi pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri;

c. Komposisi penggunaan lahan untuk kawasan industri yaitu 70% untuk industri, 10% untuk jaringan jalan, 10% fasilitas dan utilitas umum, dan 10% ruang terbuka hijau;

d. Memperbanyak jumlah tanaman di sekitar kawasan industri untuk mengurangi gangguan polusi udara;

e. Jalan yang dibangun harus dapat menampung beban dari muatan kendaraan berat (klasifikasi jalan kelas A);

f. Tersedianya ruang parkir yang cukup untuk menaruh berbagai macam kendaraan; g. Tersedianya ruang untuk penyediaan fasilitas (asrama, perumahan karyawan, dan

sebagainya) bagi tenaga kerja industri.

7.1.3.4 Ketentuan Zonasi Kawasan Peruntukan Perkantoran

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perkantoran disusun dengan :

a. Pengaturan kapling dengan ukuran minimum 75 m2 (untuk swasta) dan 1.000 m2 (untuk bangunan pemerintahan);

b. Kepadatan bangunan untuk swasta maksimum 80 unit/ha, dan minimum 7 unit/ha untuk bangunan pemerintah;

c. Menyediakan lahan parkir dengan minimum 10% dari luas kapling atau kawasan; d. Menyediakan ruang terbuka hijau minimum 10% dari luas kawasan;

e. Menyediakan ruang terbuka non hijau; baik berfungsi untuk kepentingan publik maupun kepentingan ekonomi (seperti perdagangan informal); dan

(8)

7.1.3.5 Ketentuan Zonasi Kawasan Peruntukan Fasilitas Umum

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan fasilitas umum disusun, dengan :

a. Pengaturan kapling dengan ukuran minimum 75 m2 (untuk swasta) dan 1.000 m2 (untuk bangunan pemerintahan);

b. Tinggi maksimum bangunan 1 lantai, terkecuali pada zona publik; c. Pengaturan kavling dengan ukuran sedang sampai besar;

d. Memperbanyak jumlah tanaman dan ruang terbuka di sekitar kawasan, dengan menyediakan lahan minimal sebesar 20% dari luas kawasan;

e. Tersedia sistem jaringan yang lengkap, untuk memenuhi jaringan wisata dan jaringan objek wisata;

f. Tersedianya ruang parkir yang cukup untuk menaruh berbagai macam kendaraan.

7.1.3.6 Ketentuan Zonasi Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan RTH dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut :

a. Melarang kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan RTH publik;

b. Melarang kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan kota dan tutupan vegetasi;

c. Untuk kawasan resapan air, disusun ketentuan umum zonasi, sebagai berikut :

1) Memanfaatkan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

2) menyediakan sumur resapan pada lahan terbangun yang sudah ada;

d. Menerapkan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya;

e. Pada zona hijau terbuka, dibangun tampungan sementara untuk menampung limpasan

permukaan yang terjadi yang akan langsung dibawa ke saluran drainase terdekat; f. Pada zona Hijau Median Jalan, dibangun sistem inlet menuju ke taman median jalan dan

dapat ditambahkan saluran pipa poros dan sumur resapan sebagai tampungan limpasan hujan di jalan raya.

7.1.4 Indikasi Program

(9)

maupun bahan baku pembangunan) merupakan masalah umum yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pembangunan. Adanya keterbatasan tersebut menyebabkan pembangunan perkotaan tidak dapat dilangsungkan sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap.

Di samping faktor keterbatasan tersebut, pembangunan perkotaan sendiri pada hakekatnya merupakan pembangunan yang berlangsung terus-menerus sejalan dengan dinamika perkembangan kota, baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pembangunan tidak hanya berarti membangun sesuatu yang baru atau merombak yang lama dan kemudian menggantinya dengan yang baru, tetapi juga merupakan proses memperbaiki kondisi yang lama sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih optimal. Tahap-tahap pelaksanaan pembangunan ditentukan berdasarkan skala prioritas tertentu. Dalam kerangka perencanaan tata ruang, skala prioritas pelaksanaan pembangunan tersebut dapat dibedakan menjadi prioritas program sektoral (yaitu jenis program sektoral yang akan dilaksanakan) dan prioritas spatial (yaitu dimana pembangunan program sektoral tersebut akan dilaksanakan). Kedua skala prioritas ini memiliki kaitan yang erat satu sama lainnya.

Program-program pembangunan wilayah Kota Malang per tahapan secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel Program-program pembangunan tersebut secara umum terbagi atas program pembangunan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu maupun yang dilakukan secara berkala (seperti program-program peningkatan kemampuan kelembagaan pembangunan). Ditinjau dari kemungkinan realisasinya, dengan mengacu pada tingkat pertumbuhan penduduk dan total daya tampung kawasan serta faktor kondisi sosial-ekonomi-politik saat ini, maka diperkirakan tidak seluruh komponen yang direncanakan akan dapat terealisasi dalam kurun waktu umum berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang selama 20 tahun. Untuk itu penentuan jangka waktu pelaksanan pembangunan tersebut ditetapkan dalam suatu kurun waktu tertentu yang relatif lebih panjang, disesuaikan dengan kurun waktu program pembangunan jangka pendek (lima tahun). Tahapan pembangunan yang mendesak akan diprioritaskan dilakukan pada 5 hingga 10 tahun pertama.

Tabel 7.1 Arahan RTRW Kota Malang untuk Bidang Cipta Karya

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

(1) (2)

1. Pembangunan Taman, Sirkuit Wisata Konvensi dan Pasar Seni

1. Penyediaan Sarana dan Prasarana di Perumahan Baru

2. Pembangunan Perumahan Baru 2. Penyediaan sarana prasarana dan peningkatan kualitas trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki

(10)

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

(1) (2)

4. Perbaikan saluran drainase sesuai masterplan yang telah disusun

Tabel 7.2 Identifikasi Kawasan Strategis Kota Malang Berdasarkan RTRW

Kawasan Strategis Kota Sudut Kepentingan Lokasi Kawasan

(1) (2) (3)

Kawasan strategis Kota Malang

Ekonomi 1. Perdagangan yang berpusat di Pasar Besar 2. Sentra Industri (industri keripik di Sanan, mebel di Tunjungsekar, saniter di Karangbesuki,

kerjainan rotan di Arjosari)

Sosial Budaya 1. Kawasan Kayutangan yang terdiri dari kompleks pertokoan di sepanjang koridor Kajoetangan straat, dan pertokoan di perempatan

Kajoetanganstraat- Semeroestraat;

2. Kawasan Bundaran Tugu yang terdiri dari Stasiun Kereta Api Malang, Gedung HBS/AMS di JP. COEN PLEIN (Alun-alun Bunder), dan Balai Kota Malang;

3. Koridor Jalan Semeru – Jalan Besar Ijen yang terdiri dari Gedung Sekolah Menengah Kristen (Christ MULO School) dan Komplek Stadion Gajayana.

Tabel 7. 3 Identifikasi Indikasi Program RTRW Kota Malang terkait Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

No Usulan Program

(11)

No Usulan Program

5 Penyediaan sarana dan prasaranan di

6 Penyediaan sarana dan peningkatan kualitas trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki

Kota Malang Ya APBD Dinas PU

7 Perluasan jaringan distribusi air bersih

(12)

7.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) disusun berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang tersebut, RPJM Daerah dinyatakan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Penyusunan RPI2-JM tentu perlu mengacu pada rencana pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD agar pembangunan sektor Cipta Karya dapat terpadu dengan pembangunan bidang lainnya. Oleh karena itu, ringkasan dari RPJMD perlu dikutip dalam RPI2-JM CK seperti visi, misi, serta arahan kebijakan bidang Cipta Karya di daerah.

7.2.1 Kebijakan Pembangunan Daerah

RPJM Daerah Kota Malang, 2009–2013 ini disusun dengan maksud untuk memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan,pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Adapun tujuannya adalah :

3. Menetapkan visi, misi, dan program pembangunan dalam jangka menengah

4. Menyediakan satu acuan resmi bagi seluruh jajaran pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja (Renja) SKPD, dan perencanaan penganggaran;

5. Menyediakan sebuah parameter untuk mengukur dan melakukan evaluasi kinerja setiap program dan kegiatan daerah;

6. Mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu antara perencanaan pembangunan Nasional, Provinsi dan Kota Malang

Visi dalam RPJMD Kota Malang tahun 2009-2013 adalah :

“TERWUJUDNYA KOTA MALANG SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS, KOTA SEHAT DAN RAMAH LINGKUNGAN, KOTA PARIWISATA

(13)

Adapun makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut :

Kota Pendidikan yang Berkualitas, mengandung makna bahwa pembangunan Kota Malang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam arti yang luas. Pengertian pendidikan yang bekualitas adalah bahwa :

a.

Penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang di Kota Malang harus memiliki kualitas tinggi;

b.

Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki

keunggulan kompetitif dalam hal penguasaan, pemanfaatan dan pengembangan IPTEK, serta memiliki wawasan global dengan kearifan lokal (berbudi pekerti luhur);

c.

Kebijakan pemerintah kota diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang berpihak

kepada kepentingan pendidikan dalam arti luas, yang meliputi; (1) peningkatan kapasitas SDM pemerintah kota sebagai pengemban fungsi pelayanan publik; (2) peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan di semua level melalui pengembangan SDM dan kelembagaan; (3) membuka akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya kepada masyarakat yang kurang/tidak mampu secara ekonomi, untuk dapat menuntut ilmu melalui jalur formal (sekolah).

Kota Sehat dan Ramah Lingkungan, mengandung makna bahwa pembangunan di Kota Malang diarahkan untuk mewujudkan Kota yang sehat dan berwawasan lingkungan. Pengertian kota sehat dan ramah lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Kota sehat adalah kota yang memiliki kualitas lingkungan fisik dan sosial kemasyarakatan yang baik sehingga menjadi kota yang memberikan rasa aman, nyaman dan sehat bagi warga kotanya (City fit to live in)

b. Kota yang ramah lingkungan adalah kota yang dalam melaksanakan pembangunan selalu memperhatikan kelestarian daya dukung lingkungan.

Kota Pariwisata yang Berbudaya, mengandung makna bahwa pembangunan di Kota Malang diarahkan untuk mewujudkan Kota Malang sebagai kota tujuan wisata dengan tetap melestarikan budaya khas malangan. Pengertian Kota Pariwisata yang berbudaya adalah sebagai berikut:

a. Kota pariwisata adalah kota yang menjadi tujuan wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Obyek wisata yang akan dikembangkan adalah obyek wisata pendidikan, wisata sejarah, wisata belanja maupun wisata lainnya.

(14)

Menuju Masyarakat yang Maju dan Mandiri, mengandung makna bahwa tujuan pembangunan yang akan dilakukan adalah untuk mewujudkan masyarakat Kota Malang yang maju dan mandiri. Pengertian masyarakat yang maju dan mandiri adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu dan teknologi, maju dalam derajat kesehatannya dan maju dalam mengembangkan budaya dan pariwisatanya.

b. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang mampu membiayai sendiri semua kebutuhan dan aktifitas yang dilakukannya.

Dalam rangka mewujudkan visi sebagaimana tersebut di atas, maka misi pembangunan dalam Kota Malang Tahun 2009-2013 adalah sebagai berikut:

Misi 1 : Mewujudkan dan Mengembangkan Pendidikan yang Berkualitas Misi 2 : Mewujudkan Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Misi 3 : Mewujudkan Penyelenggaraan Pembangunan yang Ramah Lingkungan Misi 4 : Mewujudkan Pemerataan Perekonomian dan Pusat Pertumbuhan Wilayah

Sekitarnya

Misi 5 : Mewujudkan dan Mengembangkan Pariwisata yang Berbudaya Misi 6 : Mewujudkan Pelayanan Publik yang Prima

Dalam rangka merealisasikan misi, maka tujuan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

Misi 1 : Mewujudkan dan Mengembangkan Pendidikan yang Berkualitas

Tujuan :

1. Meningkatkan Mutu Pendidikan

2. Memeratakan Kesempatan Memperoleh Pendidikan 3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat

Misi 2 : Mewujudkan Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Tujuan :

1. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kesehatan 2. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan lingkungan

Misi 3 : Mewujudkan Penyelenggaraan Pembangunan yang Ramah Lingkungan

Tujuan :

1. Penataan dan pengendalian ruang kota

(15)

Misi 4 : Mewujudkan Pemerataan Perekonomian dan Pusat Pertumbuhan Wilayah Sekitarnya

Tujuan :

1. Peningkatan perkenomian daerah

2. Peningkatan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi

Misi 5 : Mewujudkan dan Mengembangkan Pariwisata yang Berbudaya

Tujuan :

1. Mewujudkan dan mengembangkan potensi pariwisata 2. Mengembangkan seni budaya

Misi 6 : Mewujudkan Pelayanan Publik yang Prima

Tujuan :

1. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan

2. Meningkatkan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan 3. Meningkatkan pengelolaan aset-aset milik daerah

4. Meningkatnya ketersediaan fasilitas umum 5. Peningkatan pelayanan dasar masyarakat 6. Pengembangan sarana transportasi

7. Meningkatnya ketentraman dan ketertiban masyarakat

8. Meningkatkan Kerukunan dan kemantapan kehidupan beragama 9. Kesejahteraan masyarakat

7.2.2 Kebijakan Keuangan Daerah

Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2009 – 2013 masih dijumpai permasalahan seperti kualitas sumberdaya manusia dan sarana prasarana yang belum memadai. Tidak tercapainya realisasi belanja sesuai dengan yang direncanakan karena dalam pelaksanaan belanja daerah pada setiap program dan mengedepankan prinsip efisiensi, efektif dan ekonomis namun secara fisik program, kegiatan telah tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan. Hanya saja ada beberapa kegiatan tidak bisa dilaksanakan karena kegagalan proses lelang.

Untuk mengatasi permasalahan yang selama ini menjadi kendala dalam pengelolaan keunagan daerah, maka telah ditempuh beberapa langkah berikut meliputi:

(16)

mendukung pelaksanaan tersebut sehingga diharapkan pengelolaan keuangan daerah dapat terlaksanan secara efektif, efisien, ekonomis, transparan dan akuntabel

b. Meningkatakan kemampuan sumber daya aparatur di bidang pendapatan

c. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat wajib pajak dan wajib lainnya d. Mengadakan penagihan tunggakan pajak

e. Menyiapkan / membangun / mengadakan sarana pendukung serta melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana yang melampaui umur teknis dan ekonomis secara bertahap sesuai dengan anggaran.

7.2.3 Indikator Kinerja

Indikator kinerja daerah akan menggambarkan rencana capaian indikator kinerja masing-masing urusan pemerintahan di dalam masing-masing Misi Pembangunan Kota Malang 2013 – 2018, termasuk didalamnya program-program pembangunan prioritas.

Tabel 7.4 Indikasi Rencana Program Prioritas RPJMD Kota Malang

No Indikator Kinerja Program

1 Sosial - Pembinaan PMKS, Peningkatan fasilitas penanganan PMKS, Peningkatan kerjasama guna pembinaan PMKS

- Optimalisasi bantuan program bagi warga miskin,

Peningkatan pelatihan keterampilan untuk pemberdayaan masyarakat miskin

- Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan 2 Kesatuan Bangsa Politik

dalam negeri

- Peningkatan pendidikan politik kewarganegaraan

- Peningkatan darana dan prasarana keamanan lingkungan - Koordinasi dan kerjasama keamanan lingkungan dengan

aparat terkait

- Penyelesaian konflik horizontal secara dini - Peningkatan kesiagaan terhadap bencana 3 Pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak

- Peningkatan peran keluarga sebagai kelompok sosial terkecil - Peningkatan perlindungan perempuan dan anak

4 Komunikasi dan Informatika

- Efektifitas dan efisiensi pengolahan data dalam sistem manajemen informasi yang berkaitan dengan pelayanan publik

- Perluasan akses publik terhadap informasi publik 5 Kearsipan - Pengembangan sistem dan informasi data base daerah 6 Otonomi daerah,

- Peningkatan failitas pelayanan publik

- Optimalisasi saluran penggandaan layanan publik melalui berbagai media disertasi dengan penanganan yang cepat dan tepat

- Peningkatan pengelolaan keuangan dan kinerja daerah

7 Kependudukan dan Catatan Sipil

(17)

No Indikator Kinerja Program

8 Statistik - Peningkatan kuantitas dan kualitas kegiatan penelitian, pengembangan, dan statistik dalam perencanaan daerah 9 Perencanaan

Pembangunan

- Peningkatan kualitas musrenbang sebagai media serap aspirasi pembangunan daerah

10 Lingkungan Hidup - Pembuatan kebijakan daerah untuk mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

- Peningkatan Pemantauan dan pengawasan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

- Peningkatan fasilitas sarana prasarana pertamanan dan dekorasi kota

- Pengelolaan PJU, PJL dan dekorasi kota

11 Penataan Ruang - Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang dan meningkatkan kesesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang

- Pengoptimalan pengawasan penyelenggaraan penataan ruang termasuk didalamnya melalui pengendalian pemanfaatan ruang

12 Pertanahan - Invemntarisasi lahan aset daerah

- Pengendalian pemanfaatan lahan aset daerah 13 Pendidikan - Peningkatan mutu manajemen pendidikan

- Peningkatan profesionalme guru dan tenaga kependidikan - Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan

- Peningkatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

14 Kepemudaan dan Olahraga

- Peningkatan kapasitas dan kompetensi pemuda - Fasilitasi kesempatan berekspresi, beraktivitas, dan

berorganisasi

- Peningkatan penyelenggaraan event-event olahraga bagi pemuda

15 Kesehatan - Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana/ prasarana kesehatan

- Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan

- Peningkatan keselamatan dan kesehatan ibu melahirkan, bayi, dan balita

- Peningkatan peran serta masyarakat dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

- Pembinaan Kesehatan Keluarga melalui Program Keluarga Berencana

16 Kebudayaan - Inventarisasi aset budaya tradisional Kota Malang, terutama yang dapat dikembangkan sebagai potensi wisata

- Inventarisasi dan pembinaan kelompok-kelompok budaya di Kota Malang

- Peningkatan dukungan dan apresiasi terhadap aktivitas kebudayaan oleh budayawan/seniman dan masyarakat 17 Pariwisata - Fasilitasi dan intensifikasi promosi wisata berbasis seni

budaya

- Pengembangan destinasi pariwisata

(18)

No Indikator Kinerja Program - Pembinaan kapasitas kelembagaan UKM - Pembinaan manajemen keuangan UKM

19 Perdagangan - Inventarisasi jumlah dan sebaran PKL serta Peningkatan bantuan kredit permodalan melalui fasilitasi hubungan dengan kalangan perbankan

- Pembangunan sentrasentra PKL yang layak, yang terintegrasi dengan kawasan pengembangan kota - Pengembangan kerjasama dengan berbagai pihak untuk

memberdayakan pedagang pasar tradisional - Penataan pasar tradisional kecamatan

20 Pertanian - Peningkatan produksi potensi unggulan daerah di bidang pertanian/perkebunan, peternakan, dan perindustrian 21 Ketahanan pangan - Peningkatan ketersediaan dan cadangan pangan daerah

- Peningkatan penganekaragaman produksi pangan - Peningkatan distribusi bahan pangan

22 Ketenagakerjaan - Peningkatan kualitas tenaga kerja - Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja

- Peningkatan fasilitasi konflik hubungan industrial 23 Industri - Optimalisasi alih Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam

pengolahan produk unggulan

- Pengembangan kawasan industri kecil menengah terpadu 24 Perhubungan - Penanganan persoalan kemacetan di berbagai ruas jalan

- Peningkatan pengendalian pemanfaatan sarana transportasi dan perhubungan

- Peningkatan kapasitas kelembagaan perencana dan pelaksana sistem transportasi dan memperkuat koordinasi antar sektor dan pihak terkait

25 Pekerjaan umum - Peningkatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana bina marga

- Peningkatan ketersediaan infrastruktur drainase 26 Perumahan - Penyediaan infrastruktur dasar di wilayah miskin

- Peningkatan ketersediaan infrastruktur permukiman rakyat yang layak

- Pengelolaan TPU Sumber : RPJMD Kota Malang Tahun 2009 – 2013

7.3 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(19)

Di samping itu masih pula diperlukan pengaturan bagi pengadaan unsur-unsur lingkungan sebagai komponen pendukung wajah kota. Yang termasuk di sini ialah misalnya jaringan utilitas, street furniture, serta ruang terbuka dan tata hijau. Penataan dilakukan baik

pada bagian-bagian kawasan di dalam kavling maupun di luar kavling atau public space. Unsur-unsur pendukung ini merupakan hal penting dalam penataan lingkungan, yang fungsinya antara lain 1.Keseimbangan lingkungan, 2. Kemudahan dan kenyamanan bagi umum, 3.Faktor pemersatu estetika lingkungan, 4. Variabel desain (seperti aksen, kontras dan focal point).

Penataan koefisien dasar bangunan pada kawasan-kawasan di Kota Malang diarahkan sebagai berikut :

1. Kegiatan komersial

 Perdagangan pada kawasan pusat kota

Perdagangan pada pusat kota ini memiliki skala pelayanan yang sangat luas, sehingga seluruh kawasan yang memiliki skala pelayanan yang sangat luas, sehingga seluruh kawasan yang dimiliki dapat digunakan sebagai bangunan. Arahan penataan bangunannya adalah : KDB = 90 - 100 %, KLB = 1 - 3,0 dan TLB = 4 - 20 lantai. Dan KDB ini termasuk sistem parkir yang ada di dalam bangunan (off street).

 Jasa komersial pada kawasan pusat kota

Termasuk didalamnya antara lain show room, biro perjalanan, bank, dan sebagainya. Arahan penataan bangunannya adalah : KDB nya 90 - 100 %, KLB 0,9 - 3,00 dan TLB = 4 - 20 lantai. Dan KDB ini termasuk sistem parkir yang ada di dalam bangunan.  Kawasan perdagangan - jasa yang terletak pada sepanjang jalan utama kota tetapi

tidak termasuk dalam kawasan pusat kota. Arahan penataan bangunannya adalah KDB = 90 - 100 %, KLB = 0,9 - 3,0, dan TLB = 4 - 20 lantai. Dan yang perli diperhatikan pada kegiatan ini harus mempuyai sistem parkir off sreet (didalam bangunan) tersendiri selain parkir on street (dipinggir jalan) bagi kegiatan yang banyak menimbulkan bangkitan dan tarikan kendaraan yang cukup besar.

 Kegiatan perdagangan dan jasa yang terletak pada pusat lingkungan dan yang

tersebar. Termasuk kegiatan ini adalah pertokoan, toko, warung, bengkel, tukang jahit, dan sebagainya. Arahan penataan bangunannya adalah : KDB = 70 - 80 %, KLB = 0,7 - 1,6, dan TLB = 2 - 6 lantai.

2. Perkantoran

(20)

Kawasan perkantoran yang terletak pada kawasan ini memiliki skala pelayanan tingkat kota. Arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 40 - 60 %, KLB = 0,4 - 1,8, dan TLB = 4 - 20 lantai.

 Perkantoran pada lokasi lainnya

Intensitas bangunannya sedang dan pada kawasan ini harus cukup ruang terbuka untuk parkir, upacara, olah raga, serta tempat untuk pejalan kaki. Arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 40 - 60 %, KLB = 0,4 - 1,2, dan TLB = 3 - 10.

3. Fasilitas Umum

 Fasilitas umum pada kawasan pusat kota

Termasuk fasilitas ini antara lain adalah kantor pos, kantor telepon, hotel, dan sebagainya. Arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 50 - 60 %, KLB = 0,5 - 1,8, dan TLB = 4 - 20.

 Fasilitas umum pada kawasan lainnya

Termasuk fasilitas ini antara lain adalah balai pertemuan, gedung serba guna, dan sebagainya. Arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 50 - 60 %, KLB = 0,5 - 1,8 %, dan TLB = 1 - 4.

4. Industri

 Untuk industri yang mempunyai skala pelayanan besar dengan dampak yang besar,

maka intensitas kegiatannya tinggi dan perlu penyediaan ruang terbuka yang cukup. Arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 40 - 50 %, KLB = 0,4 - 1,0, dan TLB = 2 - 4.

 Industri yang memiliki skala pelayanan sedang dengan intensitas kegiatan sedang.

Pada lokasi industri semacam ini, perlu penyediaan ruang terbuka yang cukup akan tetapi tidak sebesar industri yang mempunyai skala pelayanan besar. Arahan

penataan bangunannya adalah: KDB = 40 - 60 %, KLB = 0,4 - 1,2, dan TLB =2 - 4.  Industri rumah tangga, kegiatan industri ini berada pada kawasan perumahan. Arahan

penataan bangunannya adalah: KDB = 50 - 70 %, KLB = 0,5 - 1,4, dan TLB = 2 - 4 lantai.

5. Perumahan

 Perumahan kapling besar, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 30 - 50 %,

KLB = 0,3 - 1,25 dan TLB = 1 - 4 lantai.

 Perumahan kapling sedang, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 50 - 60

%, KLB = 0,50 - 1,2, dan TLB = 1 - 2 lantai.

 Perumahan kapling kecil, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 60 - 75 %,

(21)

 Perumahan sangat sederhana, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 60 - 80

%, KLB = 0,6 - 1,6 % dan TLB = 1 - 2 lantai.

 Rumah susun, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 20 - 30 %, KLB = 0,80

- 1,20,dan TLB = 10-20.

 Perumahan khusus, arahan penataan bangunannya adalah: KDB = 80 - 90 %, KLB =

0,8 - 0,9 dan TLB = 1 lantai.

 Perumahan pada kawasan perkampungan, arahan penataan bangunannya adalah:

KDB = 80 - 90 %, KLB = 0,8 - 1,35, dan TLB = 1 - 2 lantai.

 Khusus untuk permukiman yang terletak di wilayah Gunung Buring harus

dikembangkan dengan kepadatan bangunan rendah yaitu KDB maksimal 60 %, KLB maksimal 1,2, dan TLB maksimal 1 - 2 lantai.

Dalam pengaturan KDB/KLB ini harus disesuaikan dengan Garis Sempadan Pagar (GSP) dan Bangunan (GSB). Bagi bangunan yang GSB-nya lebih kecil dalam pengertian jarak dari pagar semakin jauh, maka dapat diperbelakukan sistem intensif dalam bentuk pemberian ijin penambahan ketinggian bangunan dengan catatan KLB-nya tetap.

7.4 Arahan Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum

Berdasarkan Permen PU No. 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya. RI-SPAM dapat berupa RIRI-SPAM dalam satu wilayah administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka perlindungan dan pelestarian air.

7.4.1 Rencana Sistem Pelayanan

Pengembangan wilayah pelayanan air bersih haruslah mengacu pada rencana pengembangan wilayah pelayanan yang diarahkan ke kelurahan/desa yang sebagian dan/atau belum dilayani oleh sistem perpipaan PDAM. Adapun wilayah yang direncanakan akan dilayani oleh PDAM meliputi :

(22)

 Kelurahan Karang Besuki  Kelurahan Bandulan  Kelurahan Mulyorejo

 Kelurahan Bandung Rejosari  Kelurahan Bakalan Krajan  Kelurahan Bumiayu  Kelurahan Arjowinangun  Kelurahan Tlogowaru  Kelurahan Wonokoyo  Kelurahan Buring

 Kelurahan Kedung Kandang  Kelurahan Lesanpuro  Kelurahan Madyopuro  Kelurahan Cemoro Kandang  Kelurahan Tunjung Sekar  Kelurahan Tasik Madu  Kelurahan Tunggul Wulung

Pengembangan wilayah pelayanan ini akan memberikan peluang bagi penguatan jaringan usaha bisnis pelayanan PDAM dalam meningkatkan skala usaha pelayanan air bersih dan air minum sehingga kebutuhan akan air bersih dan air minum dapat terpenuhi ke seluruh wilayah Kota Malang. Namun wilayah yang belum terlayani PDAM ini bukan berarti tidak mendapatkan air bersih dan air minum karena mereka telah mendapatkan air bersih dan air minum dari sumur maupun pompa secara individu sehingga jika dalam waktu dekat jangkauan pelayanan air bersih ini belum mencapai target yang telah ditetapkan, masih dapat diatasi dengan pemenuhan kebutuhan air yang lebih sehat pada rumah tangga tersebut.

Sistem utama pelayanan distribusi air bersih merupakan sistem yang sangat diperhitungkan dalam perencanaan air bersih perkotaan. Dalam sistem tersebut dapat diketahui sumber produksi air, sistem distribusi, tandon, jumlah sambungan rumah yang telah dilayani, dan rencana jaringan pipa baru. Berdasarkan master plan air bersih tahun 2006, direncanakan terdapat 6 (enam) sistem utama yang melayani distribusi air ke pelanggan, yaitu:

(23)

 Sistem Tandon Bangkon  Sistem Wendit I

Pendistribusian keenam sistem utama ini selain menggunakan sistem gravitasi juga menggunakan sistem pemompaan. Hal ini karena berdasarkan investigasi jaringan pipa eksisting dengan pertimbangan optimalisasi pipa eksisting, biaya investasi jaringan pipa, penambahan tandon dan elevasi wilayah pelayanan. Dalam pengoptimalan sistem utama pelayanan distribusi air bersih, juga dilakukan penambahan jaringan pipa dengan panjang dan diameter sesuai dengan kondisi pada tiap sistem utama distribusi. Sistem utama pelayanan ini berasal dari sumber mata air yang berada di Kota Malang yaitu Mata Air Wendit, Binangun, Banyuning, Karangan, dan Sumbersari. Selain sistem utama terdapat sistem terpisah yang melayani wilayah pelayanan yang tidak terjangkau oleh sistem utama dengan jumlah pelanggan dan luas wilayah pelayanan relatif kecil. Berbeda dengan sistem utama pelayanan distribusi air bersih yang berasal dari 5 sumber mata air, sumber produksi air dari sistem terpisah ini berasal sumur bor yang meliputi Badut, Istana Dieng, TPA Supiturang, dan Sumbersari. Sistem ini pada masa mendatang dapat dikembangkan dengan syarat debitnya mencukupi dan biaya operasi relatif murah bila dibandingkan dengan wilayah tersebut dilayani dari sistem utama.

Rencana sistem pelayanan distribusi air bersih ini dijadikan sebagai pedoman dan memberikan peluang bagi Pemerintah Kota Malang agar dapat lebih meningkatkan prasarana perkotaan dengan jalan memenuhi kebutuhan akan air bersih dan air minum.

7.4.2 Rencana Pengembangan SPAM

Guna menunjang pengembangan daerah layanan dan meningkatkan keandalan sistim jaringan pipa PDAM Kota Malang, pengembangan perlu diarahkan pada dua upaya:

1. Upaya yang bersifat ekstensif, dalam arti bahwa potensi penambahan pelanggan baru dari wilayah layanan baru perlu didukung dengan pengadaan sistim jaringan pipa distribusi baru.

2. Upaya yang bersifat intensif, dalam arti bahwa potensi pelanggan lama dan penambahan pelanggan baru dari wilayah layanan lama perlu didukung dengan perbaikan sistim jaringan pipa distribusi yang efisien dengan tingkat kebocoran dan kualitas tekanan yang lebih baik.

(24)

Selanjutnya agar upaya pengembangan dapat menyesuaikan dengan kondisi cashflow PDAM

Kota Malang, perlu disusun prioritas atau tahapan dalam pelaksanaan baik upaya yang bersifat ekstensif maupun intensif.

Prioritas didasarkan pada pertimbangan:

1. Peningkatan pendapatan dari penambahan pelanggan baru pada pengembangan jaringan baru

2. Upaya pengurangan kehilangan air dengan manajemen tekanan dan perbaikan sistim monitoring kehilangan air.

Perusahaan Daerah Air Minum Kota Malang menggunakan indikator kehilangan air:  Memiliki data base sebab-sebab kehilangan air

 Menetapkan target penurunan kehilangan air  Menetapkan strategi penurunan kehilangan air  Memperbaiki efisiensi manajemen

 Sosialisasi kepada pelanggan dan stakeholders  Kerjasama dengan pihak ketiga (mitra swasta)

Tabel 7.5 Kompilasi usulan rencana kegiatan tahun 2012 – 2025

No Kegiatan

Utama Sub Kegiatan Tujuan Target

1 Pembangunan air bersih saat ini, dan upaya pemenuhan kebutuhan air bersih dari hasil proyeksi kebutuhan air hingga tahun 2025 kawasan yang tepat dan strategis untuk diintervensi krisis air, sekaligus upaya untuk mensukseskan program MDGs (tujuan 7, target 10, dan indikator 39).

Tahun 2013– 2018

3 Usulan peraturan daerah tentang perizinan

memberikan wewenang kepada PDAM Kota Malang untuk memberikan

rekomendasi kepada

(25)

No Kegiatan

Utama Sub Kegiatan Tujuan Target

pengelolaan abt kota malang

pemohon pengelolaan ABT di dalam wilayah administrasi Kota Malang

4 Sterilisasi jaringan pipa transmisi

Manajemen air yang efektif dan efisien

Dari hasil survey dan isian kuisioner, selain

mendapatkan informasi potensi pelanggan baru, PDAM Kota Malang juga memperoleh informasi bangunan yang memiliki akses air bersih selain PDAM, diantaranya sumur dan

10 Program capacity building: aplikasi di lingkungan PDAM Kota Malang

(26)

No Kegiatan

Utama Sub Kegiatan Tujuan Target

11 Monitoring dan evaluasi

untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun

Semester pertama tahun 2013 dan di ulang setiap tahun. Sumber : Dokumen RISPAM Kota Malang

7.4.3 Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum

Pada awalnya, istilah yang digunakan adalah Unaccounted for Water (UFW). Istilah Unaccounted for Water (UFW) pada masa lalu telah dipakai secara luas. Secara sederhana

UFW juga diartikan sebagai Kehilangan Air. Tidak ada yang mendefinisikan UFW secara detil sehingga pemahaman pelaku air minum mengenai UFW menjadi sangat luas dan beragam. Istilah UFW kemudian digantikan oleh NRW yaitu Non-Revenue Water atau dapat di-Bahasa Indonesia-kan sebagai Kehilangan Air. Pengindonesiaan ini dipilih karena definisi dari Kehilangan Air (Water Losses) adalah selisih antara jumlah air yang dipasok kedalam jaringan

perpipaan air dan jumlah air yang dikonsumsi.

Tingkat Kehilangan Air adalah persentase perbandingan antara kehilangan air dan jumlah air yang dipasok ke dalam jaringan perpipaan air.

Dengan demikian, dapat dikatakan NRW mencakup pemahaman kehilangan air dan tingkat kehilangan air. Pergantian peristilahan dari UFW ke NRW terjadi mulai tahun 2000, ketika istilah NRW direkomendasikan oleh International Water Association (IWA) pada Tahun 2000 melalui Manual of Best Practice: Performance Indicators for Water Supply Services yang

diterbitkan oleh IWA Publishing Tahun 2000.

(27)

Gambar 7.1 Komponen neraca air (Sumber : IWA, dikutip antara lain oleh Thornton (2008)

Secara ringkas, peta dari kondisi NRW dapat disederhanakan dengan pemfokusan isu sebagai berikut :

(28)

Kehilangan air atau NRW berbeda dengan Kebocoran Air (Water Leakage). Pengertian kebocoran air dapat dikatakan lebih sempit darikehilangan air. Dari referensi (text book) penulis sering menjumpaiistilah water leakage, yang diartikan kebocoran air dan biasanya istilah water leakage sering diilustrasikan dengan gambar “pipa bocor”. Oleh sebab itu water leakage atau kebocoran air lebih tepatdigunakan untuk kehilangan air secara fisik/teknis saja. Mengikuti pemahaman internasional, maka terdapat dua jenis kehilangan air, yaitu:

1. Kehilangan air pada sistim distribusi, termasuk di dalamnya kebocoran pipa, joint, fitting, kebocoran pada tangki dan reservoir, air yang melipah keluar dari reservoir, dan open-drainatau sistem blow-offs yang tidak memadai. Kehilangan ini disebut sebagai real losses (Thornton, dkk., 2008, 5) atau disebut sebagai kehilangan teknis. Kehilangan teknis difahamisebagai kehilangan air secara fisik dari sistem yang bertekanan,sampai dengan titik meter air pelanggan. Volume kehilangantahunan berdasarkan semua tipe kebocoran, pipa pecah dan limpasan tergantung pada frekuensi, debit, dan rata-ratalamanya kebocoran individu. Dengan catatan, meskipun kehilangan air secara fisik yang terjadi setelah meter air pelanggan adalah tidak termasuk dalam perhitungan Kehilangan Air Teknis, namun tetap berarti, sehingga perlu diperhatikan dalam pengelolaan kebutuhan air.

2. Kehilangan non fisikal, yang berakibat kepada kehilangan penerimaan atas pengelolaan air, termasuk di dalamnya meteran yang tidak akurat hingga penggunan air secara tidak sah atau ilegal, kehilangan ini disebut sebagai apparent losses (Thornton, dkk., 2008, 5) atau kehilangan air komersial. Kehilangan air komersial difahami sebagai perhitungan untuk semua tipe dari ketidakakuratan termasuk meter air produksi dan meter air pelanggan, ditambah konsumsi tidak resmi (pencurian atau penggunaan air illegal). Dengan catatan, bahwa pencatatan pada meter air produksi yang lebih rendah dari yang sebenarnya, dan pencatatan pada meter air pelanggan yang lebih tinggi dari yang sebenarnya, menyebabkan perhitungan kehilangan air lebih rendah dari yang sebenarnya. Sebaliknya pencatatan pada meter air produksi yang lebih tinggi dari yang sebenarnya, dan pencatatan pada meter air pelanggan yang lebih rendah dari yang sebenarnya, menyebabkan perhitungan kehilangan air lebih tinggi dari yang sebenarnya.

(29)

kebutuhan. Mengacu pada dua jenis kehilangan air tersebut di atas, real losses disebut sebagai kehilangan teknis atau technical losses atau “NRW teknis”, sementara apparent losses disebut sebagai kehilangan komersial atau commercial losses atau “NRW komersial”.

NRW merupakan leveraging factor tertinggi di dalam penyelenggaraan pelayananair, karena memberikan kontribusi secara komprehensif. Mulai dari kontribusi kepada pelanggan,kepada pendapatan usaha, kepada konservasi lingkungan, hingga penerimaan publik, dan akhirnyamemberikan sebuah kinerja dari pelayanan penyediaan air yang aman dan terjamin. Pengaruh sekuensial dari penurunan NRW dalam proses pelayanan PAM sebagai berikut:

Gambar 7. 3 NRW sebagai key leveraging factor

(30)

Tabel 7.6 Analisis Kualitas Kesehatan Pelayanan PAM dari Indikator NRW Model Firdaus Ali (2009)

Tingkat Kehilangan Air (NRW) Kondisi kesehatan Tindakan “medis” diperlukan

0% -10% Sehat Hidup seperti biasa

10% -15% Kurang sehat Hati-hati. Pola makan harus di atur

15% -20% Tidak sehat Berobat ke dokter

20% -25% Sakit Rawat inap

Di atas 25% Stroke ICCU

Model di atas sebenarnya dapat digunakan untuk menilai sejauh mana kualitas kesehatan pelayanandari PAM di seluruh Indonesia. Mengapa demikian? Alasan pertama, untuk bisnis private goods,maka toleransi yang tertinggi akan business loss adalah 10% dari total produksi. Sama sepertihitungan untuk biaya tidak terduga. Untuk bisnis yang public goods, khususnya pelayanan air PAM,maka toleransi tertinggi adalah 20%, dan toleransi ekstrem adalah 25%. Untuk 25% pun masih dapatdidetilkan, di mana 15% adalah kebocoran teknis dan 10% adalah kebocoran komersial. Lebih daritoleransi itu, maka publik dibebani oleh biaya inefisiensi bisnis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral maupun secara proses bisnis yang wajar dan bertanggung jawab.

Berdasarkan asumsi teori “economic stock control” (Fantozzi dan Lambert, 2005), maka

frekuensi tindakan pengendalian kebocoran yang ekonomis dicapai bila biaya tindakan secara penuh (termasuk perbaikan sama besar dengan harga air yang hilang sebelum tindakan. Untuk itu perlu dikaji sejauh mana level kebocoran yang ingin dicapai masih cukup layak

secara ekonomi. Target kebocoran dapat ditetapkan berdasarkan “economic level of leakage”

(31)

Gambar 7.4 Tingkat kebocoran yang ekonomis

Dari deskripsi singkat di atas, pembangunan sistem zona dan sub zona (District Meter Area – DMA) dan improvement kondisi yang telah di bangun, merupakan satu di antara upaya

penting dalam menurunkan kehilangan air di PDAM kota Malang. Secara menyeluruh, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan secara berurut disajikan pada gambar berikut:

Gambar 7. 5 Zona pelayanan PDAM kota Malang

7.5 Arahan Strategi Sanitasi Kota

(32)

untuk memberikan arahan yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi kota Malang dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan.

Strategi Sanitasi Kota (SSK) Malang ini dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan, yang bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan sub‐sektor Air Limbah,

Persampahan dan Drainase melalui program kegiatan berkelanjutan dan pelaksanaan yang efektif dan efisien bagi masyarakat dan Pemerintah kota Malang.

7.5.1 Tujuan dan sasaran masing-masing subsektor a. Subsektor air limbah

Secara umum tujuan dan sasaran pembangunan subsector air limbah dapat dilihat dalam table berikut:

Tujuan Sasaran

Mengembangkan pengelolaan air limbah berbasis masyarakat dan ramah lingkungan

Peningkatan akses kepemilikan jamban dari 74,2% menjadi 100% di tahun 2014 Menyediakan regulasi yang mendukung sanitasi Intensifikasi pengawasan terhadap

industri kecil dan rumah tangga Meningkatkan peran serta pembangunan

sanitasi

Tersusunnya manual (pedoman) advokasi tentang pembangunan sanitasi

Mengembangkan pengelolaan air limbah

berbasis masyarakat dan ramah lingkungan

Peningkatan akses kepemilikan jamban dari 74,2%% menjadi 100% di tahun 2014 Meningkatkan peran serta pembangunan

sanitasi

Tersusunnya manual (pedoman) advokasi tentang pembangunan sanitasi

Meningkatkan pengelolaan air limbah berbasis masyarakat dan ramah lingkungan

Peningkatan akses kepemilikan jamban dari 74,2%% menjadi 100% di tahun 2014 Meningkatkan kapasitas pelaku pembangunan

sanitasi

Intensifikasi koordinasi antar SKPD

Mengembangkan pengelolaan air limbah ramah lingkungan

Perbaikan sistem dan pelayanan IPLT

b. Subsektor persampahan

Secara umum tujuan dan sasaran pembangunan subsector persampahan dapat dilihat dalam table berikut:

Tujuan Sasaran

Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sanitary landfill

Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah

Mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan ramah lingkungan

Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah

Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sanitary landfill

Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah

Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sanitary landfill

Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah

Menyediakan regulasi yang mendukung sanitasi

(33)

c. Subsektor drainase

Secara umum tujuan dan sasaran pembangunan subsector drainase dapat dilihat dalam table berikut:

Tujuan Sasaran

Mewujudkan Kota Malang bebeas genangan

Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan drainase

d. Subsektor air bersih

Secara umum tujuan dan sasaran pembangunan subsector air bersih dapat dilihat dalam table berikut:

Tujuan Sasaran

Meningkatkan cakupan air minum Meningkatkan aksesd air minum dari 90% menjadi 100% di tahun 2015

e. Subsektor higiene

Secara umum tujuan dan sasaran pembangunan subsector higiene dapat dilihat dalam table berikut:

Tujuan Sasaran

Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan hidup sehat

Intensifikasi advokasi sanitasi kepada masyarakat

Tersedianya sarana dan prasaranan hidup bersih dan sehat

7.5.2 Strategi aspek teknis dan higiene

a.

Strategi aspek air limbah

Strategi aspek air limbah dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mendorong peningkatan alternative sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan

2. Mendorong peningkatan prioritas pendanaan pemerintah daerah dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah

2. Meningkatkan pembiayaan melalui kemitraan pemerintah dan swasta

3. Penyelenggaraan PS air limbah berbasis masyarakat (Community Based Development) 4. Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengolahan limbah industry kecil

5. Penguatan kapasitas masyarakat dengan membentuk kader lingkungan yang melibatkan tokoh masyarakat setempat

6. Pelembagaan institusi pengelola limbah cair masyarakat

7. Melakukan pengawasan terhadap industri kecil dan rumah tangga yang menghasilkan limbah

(34)

9. Pengembangan pelayanan sistem air limbah terpusat di perkotaan secara bertahap berdasarkan tanggap kebutuhan (demand responsive)

10. Meningkatkan cakupan pelayanan air limbah yang dikelola oleh dinas

11. Prioritas pembangunan pada masyarakat daerah miskin dan rawan penyakit terkait air 12. Mendorong kerjasama antar kota/kabupaten dalam upaya melindungi badan air dari pencemaran air limbah permukiman Mendorong kerjasama antar kota/kabupaten dalam upaya melindungi badan air dari pencemaran air limbah permukiman

13. Pendekatan teknologi untuk meminimalisir bau

14. Advokasi pentingnya sewerage system dalam menciptakan sanitasi yang sehat 15. Pemberian insentif bagi lokasi pembangunan sewerage baru.

16. peningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya perilaku hidup bersih dan sehat.

17. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah 18. Meningkatkan peran serta badan usaha swasta dan koperasi dalam pembangunan dan

pengelolaan air limbah

19. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar kegiatan dan antar wilayah dalam pembangunan air limbah

20. Fasilitasi peningkatan manajemen pembangunan air limbah di daerah

21. Fasilitasi peningkatan pengelolaan air limbah melalui pelatihan dan pendidikan SDM yang kompeten

22. Mencarikan alternatif pendanaan, perbaikan sarana dan prasarana, evaluasi kinerja kemitraan

b. Strategi aspek persampahan

Perkembangan aktivitas dan jumlah penduduk Kota Malang menyebabkan meningkatnya produksi sampah. Peningkatan produksi dalam jumlah besar memberikan implikasi pada menurunnya kualitas lingkungan dan estetika Kota Malang. Kondisi tersebut ditambah dengan sistem pengelolaan sampah di TPA yang masih bersifat open dumping sehingga timbunan sampah di Kota Malang terus bertambah seiring dengan jumlah penduduk danbuangan sampah yang dihasilkan. Dari kondisi di atas, arahan strategi/skenario pengembangan pengelolaan kebersihan melalui sistem persampahan adalah:

(35)

 Pewadahan sampah : merupakan tahap awal dalam pengelolaan sampah, sampah

dari sumber timbulan dimasukkan dalam wadah untuk memudahkan

pengumpulan sampah dan meminimalkan kontak langsung sampah dengan lingkungan di sekitarnya.

 Pengumpulan sampah : pengumpulan sampah dari sumber timbulan sampai

transfer depo atau lokasi pembuangan sampah sementara (TPS).

 Pengangkutan sampah : pengangkutan sampah dari tranfer depo/TPS ke lokasi

pengolahan sampah atau pembuangan akhir.

 Pengolahan sampah : tempat dimana sampah diolah sehingga mengurangi

dampak terhadap lingkungan yang dapat dilakukan dengan berbagi cara.  Seluruh kegiatan pengelolaan sampah tersebut harus dilaksanakan secara

terpadu. Sehingga kegiatan pengelolaan sampah dapat optimal dan dampak terhadap lingkungan dapat dikurangi.

2. Pengendalian volume persampahan, yang dapat dilakukan melalui daur ulang dan komposting pada skala kawasan/TPS dan rumah tangga, memberikan penyuluhan dan sosialisasi kebersihan.

3. Penyediaan sarana prasarana persampahan di Kota Malang, yakni dengan cara  Pembangunan TPS di beberapa lokasi yang membutuhkan terutama pada

kelurahan/ daerah yang tidak memiliki TPS dan jarak dengan TPS terdekat >1000 meter.

 Perbaikan sistem pengangkutan persampahan dan penyediaan sarana prasarana

penunjang.

4. Strategi/skenario pengembangan sistem pengelolaan sampah di TPA Supiturang dilakukan dengan cara

 Penetapan system sanitary landfill sepenuhnya dengan system Reduce

(pengurangan volume sampah), Reuse (pemanfaatan sampah untuk kegunaan lain seperti bahan bakar atau energi alternatif), Recycle (daur ulang sampah

menjadi barang bermanfaat)

 Penataan kembali lahan yang terlanjur menggunakan system open dumping

menjadi system sanitary landfill

5. Peningkatan pelayanan dan optimalisasi sumberdaya yang ada, melalui peningkatan peran serta masyarakat.

6. Peningkatan kapasitas pengelola system sanitary landfill

(36)

c. Strategi drainase

Di Kota Malang sering terjadi beberapa titik genangan sebagai akibat berkurangnya lahan resapan air serta sistem drainase yang kurang baik. Penanganan masalah drainase tersebut dapat dilakukan dengan mengarahkan strategi/skenario pengembangan sistem drainase kota yang meliputi:

1. Perbaikan terhadap sistem drainase yang telah ada

 Penurunan debit dengan pembuatan bangunan resapan air,  Perbaikan dan/atau normalisasi saluran drainase.

 Pembuatan sudetan pada saluran drainase yang bermasalah

2. Perencanaan terhadap sistem drainase yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan akan guna lahan yang terus meningkat dengan menerapkan strategi sistem terpisah antara saluran drainase dengan limbah.

 Zona Permukiman dan Pertokoan

Sistem drainase yang disarankan adalah sistem drainase terpisah antara limbah rumah tangga/aktivitas pertokoan dengan air limpasan permukaan.

 Zona Perdagangan Skala besar

Zona yang dimaksud contohnya adalah Malang Town Square, Matahari, Ramayana, dan mall‐mall lain yang tedapat di Kota Malang.

Alternatif saluran drainase yang digunakan adalah basement storage yang dapat

langsung disalurkan ke saluran primer/sekunder terdekat.  Zona Pasar

Pada zona ini dapat diterapkan sistem drainase terpisah.  Zona Industri

Pada zona ini dibutuhkan instalasi pengolahan limbah sebelum akhirnya dibuang kesungai. Setelah diolah, limbah pabrik dapat langsung dibuang menuju saluran sekunder/primer yang terdekat.

 Zona Permukiman Padat

Pada zona ini biasanya hampir tidak dapat membangun saluran drainase yang baru dikarenakan pemanfaatan lahannya telah penuh. Sehingga alternatif saluran drainasenya adalah pembuatan saluran bawah tanah atau menggunakan sumur resapan kolektif. Untuk rumah yang memiliki sisa lahan yang cukup luas, dapat juga membuat sumur resapan.

(37)

 Zona Permukiman Baru

Pada kawasan tersebut bisa dibuat sumur resapan pada tiap‐tiap rumah dan merencanakan saluran drainase yang ideal, yaitu merencanakan agar jalan lebih tinggi daripada saluran dan sistem saluran drainase yang bisa diterapkan di

kawasan ini adalah sistem drainase terpisah. Untuk pemukiman baru yang memiliki luas lahan yang terbatas, dapat juga dibuat kolam resapan kolektif yang bisa dimanfaatkan untuk yang lain.

 Zona Pendidikan

Diarahkan pada saluran drainase terbuka untuk air buangannya (misal dari kamar mandi, tempat buangan air wudhu), saluran drainase dan sumur resapan untuk menampung limpasan permukaan air hujan dari jalan atau talang/roof drainage, serta pipa bawah tanah/sub surface drainage pada lapangan olahraganya.  Zona Wisata

Pada zona ini diterapkan kolam terbuka sebagai tempat penampungan limpasan air hujan. Sedangkan untuk air buangan/limbah disalurkan melalui pipa menuju sumur resapan sebelum dialirkan menuju ke saluran drainase sekunder/primer terdekat.  Zona Olahraga

Di zona ini diterapkan sub surface drainage  Zona Terminal Angkutan Umum

Alternatif sistem drainase yang diterapkan di zona ini adalah sistem drainase terpisah.

 Zona Hijau

− Zona Hijau terbuka:

Pada kawasan ini juga memerlukan tampungan sementara untuk menampung limpasan permukaan yang terjadi yang akan langsung dibawa ke saluran drainase terdekat.

− Zona Hijau Median Jalan:

Membuat sistem inlet menuju ke taman median jalan tersebut dan pada

median jalan dapat ditambahkan saluran pipa porous dan sumur resapan sebagai tampungan limpasan hujan di jalan raya.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan saluran drainase. 4. Pemasangan saringan sampah di inlet saluran drainase

5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan drainasse

(38)

 Pengembalian fungsi saluran.

 Penataan dan pembedaan antara saluran drainase dan irigasi.

 Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan drainase.  Secara bertahap perlu dikembangkannya saluran drainase induk kota yang

berdimensi lebar.

7. Pembenahan saluran drainase yang mempunyai kondisi memprihatinkan.

8. Pada kawasan terbangun diusahakan pengadaan saluran drainase pada sisi kanan dan kiri badan jalan

9. Dipertahankannya kawasan resapan air seperti di alun‐alun, hutan kota stadion olahraga, dan kawasan‐kawasan lainnya yang memiliki ruang terbuka hijau

10. Untuk meningkatkan daya serap air dalam tanah, maka pada setiap pembangunan rumah perlu dilengkapi dengan sumur resapan

11. Pengembangan kolam resapan air untuk menanggulangi banjir

d. Strategi air bersih

Perkembangan Kota Malang memberikan implikasi yang sangat besar terhadap kebutuhan produksi tambahan yang diperlukan. Disisi lain, peningkatan pelayanan utilitas kota merupakan salah satu program utama Kota Malang. Dengan demikian, strategi/skenario pengembangan sistem utilitas air bersih dilakukan dengan:

1. Penambahan tingkat pelayanan PDAM menjadi 80% yang dapat menjangkau semua wilayah Kota Malang

a. Penambahan sambungan rumah tangga

b. Peningkatan kualitas air bersih yang secara bertahap dapat berkembang menjadi air minum.

2. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan air bersih antara kapasitas dan volume air bersih dengan jumlah pelanggan PDAM.

3. Dilakukan dengan strategi menambah kapasitas dan volume sistem tandon (reservoir) sebagai sistem distribusi ke pelanggan PDAM

4. Penambahan sumber mata air menjadi salah satu strategi pengembangan sistem utilitas air bersih.

a. Mengadakan penelitian kualitas air sumur yang dipergunakan penduduk selain dari PDAM.

(39)

5. Optimalisasi HIPAM (Himpunan Pemakai air Minum) 6. Perbaikan jaringan distribusi

7. Peningkatan kualitas air bersih

8. Peningkatan kemitraan dengan pihak ketiga

e. Strategi higiene/PHBS

Aspek hygiene berpengaruh langsung kepada perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Adapun strategi yang disusun adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah

2. Penguatan kapasitas masyarakat dengan membentuk kader lingkungan yang melibatkan tokoh masyarakat setempat

3. Pendidikan usia dini tentang pengelolaan sampah

4. Pemicuan dengan metode CLTS, arisan jamban bersama kader lingkungan/LSM local 5. Pengusulan kegiatan pendampingan dan pemberian stimulan pembuatan jamban

melalui dana Blok Grand, PNPM, Dll. 6. Kampanye BABS oleh SKPD terkait

7. Advokasi terhadap perbaikan terhadap sistem pembuangan air limbah (onsitepengurasan), (offsite‐komunal)

8. Advokasi pembuatan pengolah air limbah secara onsite dan offsite 9. Pendidikan Usia dini tentang cuci tangan yang efektif dan efisien

10. Pembuatan sarana cuci tangan di Tempat Tempat Umum, dilengkapi panduan langkah-langkah dan manfaat cuci tangan.

11. Kampanye Cuci tangan di Media Massa dan kelompok Masyarakat

12. Pembuatan sarana cuci tangan masuk dalam bagian dalam Perda Penyelenggaraan Bangunan

13. Pembuatan sarana cuci tangan di Tempat Tempat Umum, dilengkapi panduan langkah langkah dan manfaat cuci tangan.

14. Kampanye Cuci tangan di Media Massa dan kelompok Masyarakat

7.6.3 Strategi aspek non teknis a. Kebijakan daerah kelembagaan

Strategi aspek kelembagaan daerah dan kebijakan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar SKPD khususnya terkait sanitasi 2. Sosialisasi Peraturan daerah terkait Sanitasi

Gambar

Tabel 7.2 Identifikasi Kawasan Strategis Kota Malang Berdasarkan RTRW
Tabel 7.4 Indikasi Rencana Program Prioritas RPJMD Kota Malang
Tabel 7.5 Kompilasi usulan rencana kegiatan tahun 2012 – 2025
Gambar 7.1 Komponen neraca air (Sumber : IWA, dikutip antara lain oleh Thornton (2008)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Subjek berusaha memahami situasi orangtuanya, ia merasa kasihan dengan ibunya yang menjadi korban KDRT, sehingga membuat subjek melakukan penilaian bahwa KDRT

Bila seorang remaja memiliki self-esteem yang tinggi maka ia tidak akan begitu mudah memutuskan untuk bunuh diri, lain halnya dengan remaja yang memiliki

Dengan diketahuinya media pembelajaran mana yang lebih baik. untuk meningkatkan hasil belajar siswa maka penggunaannya

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN KAKU RUAS JALAN BATAS KOTA PALEMBANG-KAYU AGUNG.. STA 25+400 – STA 31+940 PROVINSI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan serat daun pandan pantai pada adukan beton terhadap kuat lentur beton dan

1) Besar kecilnya pemberian kompensasi, dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan memepengaruhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa

Aplikasi memo online dan sistem perencanaan Politeknik Batam dapat diintegrasikan dengan memenuhi tiga dari empat aspek integrasi yaitu integrasi aplikasi,

a) Menurut Prof. Verryn Stuart mendefinisikan: Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan