1
Sebagai satu lembaga pendidikan formal, sekolah bertanggung jawab untuk
mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan
memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Sekolah tidak bisa melepaskan diri
dari kehidupan masyarakat dan mempunyai tanggung jawab untuk membantu para
siswa baik sebagai pribadi maupun sebagai calon masyarakat. Pembelajaran yang
dilakukan guru terhadap siswa dalam bentuk apapun merupakan aktivitas yang akan
membantu dalam menyelenggarakan pendidikan sekolah dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan.
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses
pengetahuan,keterampilan dan sikap (Dimiyati, Mudjiono, 2009: 157). Secara umum
Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai ”upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar” (Gredler dalam Siti Hawa, 1991:3), secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai ”seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal”.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2).
Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Selama organisme itu hidup,
selama itu pula proses belajarnya terus berlangsung. Sebagai proses seumur hidup,
belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada belajar dengan mengambil contoh
dari pengalaman hidup sebelumnya; ada belajar dengan cara melakukan
tersistematis, serta bertujuan. Pendidikan formal adalah salah satu jenis dari tiga jenis
belajar di atas, yaitu belajar dengan cara terstruktur, tersistematis dan bertujuan.
Proses belajar mengajar pada pendidikan dasar, terutama sekolah dasar adalah
bahwa pada usia antara 5-12 tahun biasanya peserta didik lebih banyak mengetahui
sesuatu justru lewat bermain. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada usia yang
demikian, dengan bermain peserta didik sesungguhnya sedang belajar. Pada usia ini,
seorang anak ingin secara langsung mengalami dan bersentuhan dengan dunia di
sekitarnya, karena itu, anak-anak biasanya lebih banyak aktif dengan bermain
daripada belajar seperti yang dipikirkan orang dewasa. Namun, jika guru memahami
tentang hakekat mendidik, sebenarnya guru dapat memanfaatkan keinginan bermain
siswa itu sebagai media pembelajaran bagi siswa itu sendiri. Pada usia seperti ini,
kebutuhan untuk saling mengenal dan bersama dengan teman-temannya tergolong
tinggi (Hurlock, 1980). Keinginan untuk bersama dengan teman-teman sebayanya ini,
jika dicermati dengan baik, justru dapat dimanfaatkan sebagai medium oleh guru
untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswanya. Agar transfer ilmu
pengetahuan itu dapat terjadi, pemilihan model pembelajaran yang harus diterapkan
menjadi penting untuk dilakukan.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2009: 46). Merujuk pemikiran Joyce, fungsi
model adalah “ each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterangan, cara berpikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar (Suprijono, 2009”46).
CTL (Contextual Teaching And Learning) merupakan salah satu model
pembelajaran yang menitikberatkan kepada siswa. Asumsi CTL adalah, dalam diri
guru harus mampu mengaitkan atau menghubungkan materi yang diajarkan dengan
apa yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Berdasarkan pendapat tersebut, CTL
merupakan pendekatan berpusat kepada kegiatan siswa untuk belajar. Pengalaman
siswa merupakan modal dasar dalam pembelajaran karena sangat berguna untuk
dihubungkan dengan materi yang disajikan .Melalui pendekatan CTL ini, siswa dapat
mengaplikasikan berbagai hasil temuan dalam kehidipan sehari-hari (Depdikbud
2004:16).
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif
tentang alam semesta dengan segala isinya.IPA membahas tentang gejala-gejala alam
yang disusun secara sistematis oleh manusia yang didasarkan pada hasil percobaan
dan pengamatan yang dilakukan manusia. Pembelajaran IPA berupaya
membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan
pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh rahasia yang tak habis-habisnya.
Khusus untuk IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa
ingin tahu siswa secara alamiah. Agar rasa ingin tahu ini terjadi, sekali lagi
pengalaman belajar siswa berinteraksi secara langsung dengan hal-hal di sekitarnya
perlu dijadikan acuan dalam pembelajaran. Agar itu memungkinkan, maka model
pembelajaran harus mendukung ke arah tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut,
maka model CTL menjadi model yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran
IPA.
Penelitian kali ini akan mengambil subyek penelitian siswa kelas IV SD
Negeri Mangunsari 02 Salatiga. Jumlah siswa kelas IV di SD Negeri Mangunsari 02
Salatiga ada 24 siswa, di mana jumlah siswa tersebut merupakan jumlah terbanyak
dibandingkan dengan kelas yang lain. Di kelas tersebut, saat guru menjelaskan materi
mereka tidak memperhatikan dengan baik, ini akan membuat siswa tidak bisa
memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, akibatnya hasil belajar IPA siswa
rendah.
Setelah diadakan evaluasi kemampuan siswa kelas IV SD Negeri
ketuntasan klasikal siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA hanya 50 % dengan nilai
rata-rata kelas hanya 58. Hasil belajar IPA selengkapnya dapat dilihat pada tabel I
dibawah ini:
Tabel 1. 1
Distribusi frekuensi hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 02 Salatiga Pra Siklus
No Ketuntasan Frekuensi Persentase
1 Tuntas 11 44%
2 Tidak Tuntas 14 56%
Jumlah 23 100%
Nilai Minimum 30
Nilai Maksimum 85
Nilai rata-rata 59.2
KKM ≥ 65
Berdasarkan tabel 1.1 tersebut tampak bahwa ketuntasan belajar siswa
sebelum diadakan tindakan, setengah dari total siswa yang tuntas dan 11 siswa
lainnya tidak tuntas. Terlihat pula ada ketimpangan yang cukup besar antara nilai
tertinggi 85 dengan nilai terendah 30.
Cara mengatasi permasalahan di atas, penulis mencoba menerapkan
pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA mengenai sumber daya alam dan lingkungan.Karena pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih memusatkan kepada materi pelajaran yang digali berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa sebelumnya.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)untuk
meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV pada mata pelajaran IPA di Sekolah
Dasar Negeri Mangunsari 02 Salatiga. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah:
1) Perlunya perbaikan dalam peningkatan keterampilan guru dalam strategi
pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2) Di sekolah cenderung menerapkan prinsip pembelajaran berpusat pada guru
(teacher centered), sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar, karena
kesan belajar yang ditimbulkan adalah monoton dan membosankan. Sebab itu
perlu untuk meningkatkan keterampilan mengajar dengan menggunakan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran, khusus dalam mata pelajaran IPA.
3) Bentuk pembelajaran yang membangun sendiri pengetahuan siswa kurang
diterapkan guru sehingga siswa kurang aktif, tidak kreatif dan kurang
termotivasi.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian menyangkut penerapan
pendekatan CTL untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA
secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : Apakah penggunaan pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 02 semester II tahun pelajaran 2013/2014?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV
SD Negeri Mangunsari 02 semester II tahun pelajaran 2013/2014 melalui penggunaan
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Pendekatan
Pembelajaran khususnya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran serta dapat memperkayah khazanah pendidikan
khususnya tentang pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan efektif dalam
rangka meningkatkan hasil belajar siswa dan untuk menambah referensi dan sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya.
1.5.2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah
Memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran SD Negeri
Mangunsari 02 Salatiga dan menambah masukkan tentang pendekatan
pembelajaran di sekolah.
b. Bagi siswa
Meningkatkan kerjasama siswa, mempermudah siswa dalam memahami
materi, siswa menjadi lebih aktif.
c. Bagi guru
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mempermudah guru
menyampaikan materi, merupakan alternatif pilihan untuk
melaksanakan pembelajaran yang efektif.
d. Bagi penulis atau Peneliti Selanjutnya
Menjadi ilmu baru mengenai model pembelajaran dan merupakan