• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elementary School Building Damages in Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Elementary School Building Damages in Bogor"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR (SD)

DI KOTA BOGOR

ADE RAHMAH HIDAYATI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

 

DHH

SUMMARY

Elementary School Building Damages in Bogor

Ade Rahmah Hidayati1 and Dodi Nandika2

INTRODUCTION. Quality education could not be separated from the availability and quality of school buildings. However, some field surveys indicates that many school buildings are damaged. In 2009/2010, the Ministry of National Education recorded that 347,998 units (39.08%) of elementary school classrooms (SD) were slightly damaged and heavily damaged. Meanwhile, scientific information regarding the characteristics of school building damages in Indonesia, including the city of Bogor, is very limited. A study was conducted to determine the performance of elementary school buildings in Bogor, focussing on the frequency and intensity of building damages as well as damage types and their causing factors.

METHODS. Thirty six elementary school (SD) in Bogor were selected as school samples based on three stages stratified random sampling. Observation was conducted on each school sample to determine types and causes of buildings damages. The school buildings reliability was analysed using cross-tabulation to determine the correlation between the age of the building and the frequency of maintenance of the school buildings.

RESULT AND DISCUSSION. The results showed that the majority (83.33%) of elementary school buildings in Bogor suffered from minor damage, while the rest are medium damaged (11.11%) and sound (5, 56%). Types of damages which most commonly found are cracked / broken (70%), followed by decay (50%), termite attacks (50%), discoloration (20%) and leakage (10%). Building components that relatively durable are the foundation (6%) and poles / columns (17%). The frequency of building maintenance is greatly affecting the school building reliability. In contrast, the age of the school buildings do not significantly affecting the the school building reliability.

 

In this regard, the monitoring of the school building damage periodically by the Department of Education needs to be increased. Correspondingly data base on the condition of school buildings in the city of Bogor need to be developed. In addition, it was time to do the training for principals on the identification of damage to school buildings. Through these activities are expected to awareness and knowledge of the principals of the importance of monitoring damage to increased of .school buildings.

 

Key words: damage, school buildings, maintenance, care. 1

Student at Forest Products Departement, Faculty of Forestry, IPB 2

(3)

RINGKASAN

ADE RAHMAH HIDAYATI. E24080108. Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS.

Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari ketersediaan dan kualitas bangunan sekolah sebagai sarana utama pendidikan. Di pihak lain kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak bangunan gedung sekolah yang mengalami kerusakan. Pada tahun 2009/2010, Kementerian Pendidikan Nasional mencatat jumlah ruang kelas Sekolah Dasar (SD) yang rusak ringan dan rusak berat mencapai 347.998 unit (39,08%). Sementara itu, informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah di Indonesia, termasuk Kota Bogor, masih sangat terbatas.

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor terutama menyangkut frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan, bentuk kerusakan serta faktor penyebabnya. Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan Teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling). Pada tahap pertama secara acak dipilih tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan secara acak tiga Kelurahan Contoh, selanjutnya pada setiap Kelurahan Contoh dipilih empat SD Negeri secara acak. Pada setiap sekolah contoh dilakukan pengamatan ada tidaknya kerusakan komponen bangunan dan intensitas kerusakannya. Indeks keterandalan bangunan sekolah contoh diuji dengan menggunakan analisis

cross-tabulation untuk mengetahui korelasi antara umur bangunan dan frekuensi

pemeliharaan/perawatan terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33%) bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor mengalami kerusakan ringan, sedangkan sisanya dalam keadaan rusak sedang (11,11%) dan baik (5,56%). Bentuk kerusakan bangunan yang paling banyak ditemukan adalah retak/ pecah (70%) pada plafon dan dinding; disusul oleh lapuk (50%) pada rangka atap, lisplang, plafon; keropos akibat serangan rayap (50%); perubahan warna (20%) dan bocor (10%). Komponen bangunan yang relatif “bebas” dari kerusakan adalah pondasi (6%) dan tiang/kolom (17%). Frekuensi pemeliharaan dan perawatan sangat berpengaruh terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Sebaliknya umur bangunan sekolah tidak berpengaruh nyata terhadap indeks keterandalan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemantauan kerusakan bangunan sekolah secara berkala oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor perlu ditingkatkan. Sejalan dengan itu pangkalan data (data base) tentang kondisi bangunan sekolah di Kota Bogor perlu dikembangkan. Di samping itu sudah saatnya dilakukan pelatihan bagi kepala sekolah tentang identifikasi kerusakan bangunan sekolah. Melalui kegiatan ini diharapkan kepedulian dan pengetahuan para kepala sekolah tentang pentingnya pemantauan kerusakan bangunan sekolah meningkat.

Kata kunci : kerusakan, bangunan sekolah, pemeliharaan, perawatan.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2012

Ade Rahmah Hidayati NIM E24080108

(5)
(6)

KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR (SD)

DI KOTA BOGOR

ADE RAHMAH HIDAYATI

E24080108

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor 

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2012

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H.Chuzaini dan Ibu Roipah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1996 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bantarjati IV Bogor dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2002 di Sekolah Dasar (SD) Yapis Bogor. Ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005, kemudian menempuh pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor sampai tahun 2008. Pada tahun yang sama (2008), penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 2011 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Teknik Peningkatan Mutu Kayu (TPMK).

Selama menjadi mahasiswa Departemen Hasil Hutan, penulis merupakan anggota dan pengurus Himasiltan periode 2009/2010 dan 2010/2011, aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus, menjadi anggota Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional dengan judul “Analisis Profitabilitas Sosis Keong Sawah (Pila ampullacea) sebagai Makanan Bergizi dan Rendah Kolesterol”. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (PPEH) pada tahun 2010 di Pangandaran-Gunung Sawal, Ciamis. Pada tahun 2011, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Sukabumi, kemudian tahun 2012 Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sukun, Ponorogo, Jawa Timur.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua, Ayahanda Chuzaini dan Ibunda Roipah, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan baik materi maupun moril yang diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi untuk keberhasilan studi dan meraih kesuksesan.

3. Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc., selaku Kepala Departemen Hasil Hutan sekaligus ketua sidang komprehensif yang telah memberikan sarannya kepada penulis.

4. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberikan sarannya kepada penulis.

5. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Kepala Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman Kota Bogor, serta seluruh Kepala Sekolah Dasar (SD) yang menjadi sekolah contoh dalam penelitian ini, atas kerjasama dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

6. Segenap jajaran Dosen dan seluruh staf Departemen Hasil Hutan IPB atas segala bantuannya.

7. Teman-teman terbaikku; Ayu Wahyuni, Haqqi Fadilah, Dimas Rizki, Nur Aini, Sri Puji, Gina Aprilliana, Dannis Lakshita, Silvya Sherly dan Febriandi Randana, yang selalu siap membantu penulis saat dalam kesulitan.

8. Rekan - rekan mahasiswa THH Angkatan 45, Fakultas Kehutanan IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaan selama ini.

Bogor, Desember 2012

(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

  I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2 

  II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kota Bogor ... 3

2.2 Bangunan Gedung ... 6

2.3 Kerusakan Bangunan ... 7

2.4 Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung ... 8

2.5 Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan ... 12 

  III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Teknik Penenentuan Bangunan Contoh ... 18

3.3.2 Penilaian Tingkat Kerusakan ... 18

3.3.3 Wawancara dan Studi Pustaka ... 19

3.3.4 Analisis Data ... 20

  IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Karakteristik Umum Bangunan Sekolah ... 21

4.2 Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah ... 23

4.3 Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah ... 26

(12)

 

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44 5.2 Saran ... 44 

 

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci

Menurut Kecamatan ... 4 2.1.2. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per

Kecamatan ... 4 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah

Pertama (SMP) per Kecamatan ... 5 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas

(SMA) per Kecamatan ... 5 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah

Kejuruan (SMK) per Kecamatan ... 5 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh

terhadap bangunan gedung ... 11 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di

luar dan di dalam bangunan ... 12 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD)

per Kecamatan di Kota Bogor ... 21 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan

Contoh ... 25 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.2.1. Skema hubungan bangunan gedung dan lingkungannya ... 7

2.3.1. Siklus keusangan bangunan ... 8

4.1.1. Komposisi Umur Bangunan SD Contoh di Kota Bogor ... 22

4.1.2. Frekuensi Komposisi Umur Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh ... 22

4.2.1. Keadaan Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh ... 24

4.3.1. Frekuensi Jenis Kerusakan Komponen Bangunan ... 27

4.3.2. Pelapukan pada Rangka Atap Bangunan Sekolah ... 29

4.3.3. Atap Salah Satu Ruang Kelas yang Roboh ... 30

4.3.4. Serangan Rayap pada Kuda-kuda Bangunan Sekolah ... 31

4.3.5. Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren yang Menyerang Rangka Atap Salah Satu Bangunan Sekolah ... 31

4.3.6. Sarang Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren yang Menyerang Rangka Atap di Salah Satu Bangunan Sekolah ... 32

4.3.7. Pecahnya Lempengan Plafon Bangunan Sekolah ... 33

4.3.8. Serangan Rayap pada Rangka Plafon ... 33

4.3.9. Perubahan Warna pada Lempengan Plafon Akibat Kebocoran ... 34

4.3.10. Lapisan Veneer yang Terkelupas pada Plafon Bangunan Sekolah ... 34

4.3.11. Keretakan pada Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.12. Terkelupasnya Permukaan Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.13. Lumut pada Permukaan Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.14. Keretakan dan pecah keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ... 38

4.3.15. Terlepasnya Keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ... 38

(15)

4.3.17. Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus,

(b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu kering Cryptotermes spp. yang menyerang

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa ... 50 2. Peta Wilayah Administratif Kota Bogor ... 51 3. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD)

pada Tingkat Kelurahan ... 52 4. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD)

pada Sekolah Contoh ... 53 5. Analisis hubungan antara intensitas kerusakan bangunan

dengan umur bangunan, frekuensi pemeliharaan dan

frekuensi perawatan bangunan SD ... 56 6. Tabel Rekapitulasi Keadaan Bangunan Sekolah Dasar per

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan, harkat dan martabat suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedemikian pentingnya pendidikan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukan urusan pendidikan ini kedalam salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals, MDGs), yang merupakan komitmen bersama diantara 189 negara anggota PBB dalam upaya memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia (Bappenas, 2008).

Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tentu tidak terlepas dari infrastruktur yang mendukungnya, termasuk bangunan gedung sekolah sebagai prasarana utama tempat belajar siswa. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif (Setyawan 2005 dalam Herdiansyah 2007). Di pihak lain berbagai sumber informasi mengungkapkan bahwa frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah di Indonesia masih cukup tinggi.

(18)

Banyaknya ruang kelas yang rusak bukan saja membebani anggaran masyarakat dan anggaran negara, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar mengajar. Disamping itu, kerusakan bangunan sekolah juga dapat mengancam keselamatan siswa dan guru yang berada di dalam bangunan tersebut. Di pihak lain tingginya frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah tersebut tidak didukung oleh informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah secara komprehensif dan faktor penyebabnya. Padahal informasi tersebut sangat penting sebagai basis perumusan kebijakan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan (termasuk perencanaan dan penganggaran rehabilitasi bangunan sekolah pada setiap tahun anggaran).

Berdasarkan pertimbangan tersebut dirasa perlu melaksanakan penelitian tentang kerusakan bangunan sekolah sebagai basis pengetahuan dalam menunjang penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Kota Bogor.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar di Kota Bogor terutama menyangkut:

1) Frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan. 2) Faktor penyebab kerusakan bangunan sekolah.

3) Hubungan antara umur bangunan serta frekuensi pemeliharaan dan perawatan terhadap Indeks Keterandalan (IK).

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam:

1) Perumusan kebijakan untuk pemeliharaan, perawatan, dan pengendalian kerusakan bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor.

2) Pengembangan model pendugaan masa pakai (service life) bangunan sekolah dasar di Kota Bogor.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat, terletak di antara koordinat 106o48’ BT dan 6o36’ LS, dikelilingi oleh bentangan pegunungan menyerupai huruf U mulai dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun. Kota ini terletak pada ketinggian 190 m sampai dengan 330 m dari permukaan laut dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 3.500 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan rata-rata mencapai 239 mm dengan curah hujan minimum (37 mm) terjadi pada bulan Juni, sedangkan curah hujan maksimum (555 mm) terjadi di bulan Januari. Jumlah hari hujan rata-rata di Kota ini juga cukup tinggi yaitu antara 13-22 hari/bulan. Mengingat tingginya curah hujan dan hari hujan tersebut, maka Kota Bogor dikenal sebagai Kota Hujan. Suhu udara rata-rata wilayah Kota Bogor adalah 26°C dengan suhu tertinggi 33,1°C dan kelembaban udara rata-rata 85 % (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor 2010).

Luas wilayah Kota bogor adalah 11.850 Ha, yang secara administratif terdiri dari enam kecamatan, 68 kelurahan, 210 dusun, 623 rukun warga (RW), 2.712 rukun tetangga (RT) dengan batas wilayah sebagai berikut :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.

b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.

c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.

d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

(20)

mencapai 942.204 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0,71% per tahun, kepadatan 80 jiwa/Ha dan laju urbanisasi 0,07% per tahun (Tabel 2.1.1).

Tabel 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci Menurut Kecamatan

Kecamatan

Pertumbuhan Penduduk Total

Penduduk (jiwa)

Lahir Meninggal dunia Migrasi

L P Total L P Total Datang Pindah Jumlah

Bogor Selatan 738 673 1411 337 272 609 1.085 1.602 2.687 179.494 Bogor Timur 171 148 319 78 32 110 253 343 596 94.329 Bogor Utara 626 699 1.325 340 202 542 993 1.387 2380 166.245 Bogor Tengah 486 565 1.051 288 200 488 1.226 929 2.155 111.952 Bogor Barat 811 726 1.537 376 266 642 2.780 2.179 4.959 205.123 Tanah Sareal 1997 1938 3.935 293 233 526 2.664 1.861 4.525 185.061

Kota Bogor 942.204

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di Kota Bogor menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya terus meningkat, termasuk kebutuhan akan pendidikan. Banyaknya jumlah bangunan sekolah di Kota Bogor, menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat Kota Bogor terhadap penyelenggaraan pendidikan. Jumlah sekolah, jumlah siswa, dan jumlah guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bogor masing-masing disajikan pada Tabel 2.1.2., Tabel 2.1.3., Tabel 2.1.4. dan Tabel 2.1.5.

Tabel 2.1.2. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan

Kecamatan

Negeri Swasta Jumlah Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 43 17.774 646 9 2.511 116 52 20.285 762 Bogor Timur 26 9.206 362 5 2.175 110 31 11.381 472 Bogor Utara 39 14.241 517 5 669 110 44 14.910 627 Bogor Tengah 47 17.466 713 7 3.237 123 54 20.703 836 Bogor Barat 58 19.043 782 9 3.758 259 67 22.801 1.041 Tanah Sareal 35 15.124 531 6 1.998 123 41 17.122 654 Total 248 92.854 3.551 41 14.348 841 289 107.202 4.392

(21)

Tabel 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 2 2.616 171 22 5.359 431 24 7.975 602 Bogor Timur 4 1.064 86 8 1.540 134 12 2.604 220 Bogor Utara 2 2.230 121 9 2.017 142 10 4.247 263 Bogor Tengah 2 6.060 113 18 6.567 409 20 12.627 522 Bogor Barat 6 2.076 347 25 6.616 447 31 8.692 794 Tanah Sareal 4 4.261 211 14 2.578 214 18 6.839 425 Total 20 18.307 1.049 96 24.677 1.777 116 42.984 2.826

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Tabel 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas (SMA) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 1 933 70 10 1.127 136 11 2.060 206

Bogor Timur 1 908 71 6 1.240 168 7 2.148 239

Bogor Utara 2 2.082 124 5 2.359 177 7 4.441 301 Bogor Tengah 2 1.591 127 13 1.863 179 15 3.454 306 Bogor Barat 2 1.972 118 8 3.198 258 10 5.170 376

Tanah Sareal 2 1.925 124 3 254 56 5 2.179 180

Total 10 9.411 634 45 10.041 974 55 19.452 1.608

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Tabel 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan - - - 8 3.075 228 8 3.075 228

Bogor Timur - - - 9 8.036 585 9 8.036 585

Bogor Utara 1 1.408 95 11 1.417 78 12 2.825 173

Bogor Tengah 1 1.224 102 9 4.676 333 10 5.900 435

Bogor Barat - - - 11 6.595 332 11 6.595 332

Tanah Sareal 1 1.377 64 12 6.301 327 13 7.678 391

Total 3 4.009 261 60 30.100 1.883 63 34.109 2.144

(22)

2.2. Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 dan UU No.28 tahun 2002 menjelaskan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan fungsi khusus adalah ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Menurut Puspantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) ditinjau dari strukturnya, sebuah bangunan sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Struktur bawah ialah bagian bangunan yang berada di bawah permukaan tanah,

yaitu pondasi.

2) Struktur atas ialah bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah, terdiri atas dua bagian, yaitu badan bangunan dan atap.

Lebih lanjut Pupantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa untuk mempelajari sebuah bangunan sederhana, dapat ditinjau bagian-bagian yang merupakan bagian pokok dari bangunan dan fasilitas sanitasinya. Bagian-bagian tersebut terdiri dari atap, pondasi, rangka dinding, langit-langit, dinding, kusen/daun, lantai, drainase halaman dan utilitas.

Konstruksi bangunan harus diperhitungkan secara teliti berdasarkan syarat-syarat bangunan termasuk perhitungan yang menunjang misalnya mekanika teknik. Keawetan suatu bangunan juga tergantung bahan bangunan yang digunakan, pelaksanaan dalam pembuatan dan juga perawatannya. Di samping hal tersebut di atas faktor lain yang berpengaruh dan perlu mendapatkan perhatian adalah air tanah, gempa bumi, angin dan sebagainya.

(23)

Pekerjaan uga terjadi

.3.1.

n bangunan

dan Prasa erjadi pada forma, tata adap struktu an jika perfo ya cacat a itu kemund lus keusang

9Aktivitas Peng

9Kondisi Lingku dalam Bangun

9Isi Bangunan

kematis unt .2.1.

n gedung da

arana Wilay a bangunan laksana, ur dan pelay

orma terbaik atau kekura duran kuali yanan atau k k dari suatu angan yang itas (deteri nan seperti

(24)

Gambar 2.3.1. Siklus keusangan bangunan (Sumber: Watt 1999).

2.4. Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung

Kerusakan kayu seringkali dinyatakan dalam berbagai istilah, yaitu dekomposisi, degradasi dan deteriorasi. Dekomposisi dan degradasi merujuk pada perubahan satu atau lebih struktur polimer kayu menjadi molekul yang lebih sederhana. Sedangkan deteriorasi kayu pada bangunan, pada prinsipnya dapat dilihat sebagai salah satu bentuk mekanisme perubahan penurunan sifat yang berhubungan dengan penurunan ketahanan kayu. Deteriorasi ini secara signifikan banyak dijumpai pada struktur atau bangunan yang memanfaatkan kayu. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa dapat dilihat secara langsung pada permukaan kayu hingga pada suatu kondisi dimana struktur kayu tersebut betul-betul mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga masa pakai (service life) bangunan gedung berkurang. Deteriorasi kayu dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan faktor biotik.

Deteriorasi kayu akibat faktor abiotik dapat dilihat pada unsur kayu bangunan yang mengalami perubahan warna setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Kerusakan ini akan semakin besar jika kayu tersebut tidak diberikan perlakuan/ perlindungan sebagaimana mestinya, terlebih lagi jika digunakan pada kondisi yang terekspos terhadap lingkungan luar.

Bangunan-bangunan dari kayu yang mengalami kerusakan akibat faktor biotik menunjukkan kerusakan atau penurunan ketahanan dalam struktur

Perkembangan 

Akhir

Total Keusangan

Sebelum 

Pengembangan

Perkembangan 

(25)

bangunan dapat disebabkan oleh organisme perusak. Organisme perusak seperti rayap umumnya menjadikan kayu sebagai sumber makanan atau tempat perlindungan.

Watt (1999), menjelaskan mekanisme proses kerusakan bangunan berkayu atau bahan lainnya dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu proses kerusakan secara mekanis, proses kerusakan secara fisis, proses kerusakan secara kimia, proses kerusakan secara biotis, dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia (vandalisme).

1. Kerusakan secara mekanis

Jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retakan, patahan atau pecahan; kerusakan tesebut dapat menjadi parah bila semakin membesar dan meluas, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang.

2. Kerusakan secara fisis

Jenis kerusakan disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti panas dan kelembaban. Hal ini tentu saja akan membawa dampak yang berbahaya, terutama bahan yang umurnya sudah tua dan kondisinya telah rapuh. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.

3. Kerusakan secara kimiawi

Agen utama proses pelapukan secara kimia adalah air, baik berupa air kapiler maupun air hujan. Contoh gejala ini diantaranya pembusukan kayu yang kena air hujan akibat genteng yang bocor.

4. Kerusakan secara biotis

Jenis kerusakan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan jasad renik, jamur atau lumut pada permukaan dinding plesteran atau kayu sehingga terjadi proses pelapukan dn pembusukan.

5. Kerusakan oleh faktor manusia (vandalisme)

(26)

misalnya bangunan menjadi kotor, rusak dan tidak utuh lagi, atau mengurangi nilai keindahan aslinya.

Penurunan masa pakai (service life) dari sebuah bangunan tidak hanya disebabkan adanya kerusakan bangunan, dapat pula berupa cacat bangunan. Kecacatan pada bangunan dapat diartikan sebagai kegagalan atau kelemahan suatu fungsi, performa, tata laksana, atau syarat-syarat sebuah bangunan yang berdampak terhadap struktur dan pelayanan bangunan tersebut. Adapun cacat pada bangunan yang menimbulkan berkurangnya kekuatan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berpengaruh, diantaranya:

1. Cacat bangunan secara alami

Cacat bangunan secara alami dapat terjadi karena: a. Faktor kimia dan perubahannya

Unsur-unsur kimia dan komponen bahan bangunan yang digunakan di dalam dan sekitar bangunan akan berinteraksi dengan manusia, proses alami dan lingkungan. Contoh cacat bangunan akibat perubahan kimia diantaranya adalah proses berkaratnya logam, kerusakan pada beton dan semen akibat sulfat, berkurangnya daya lekat beton dan tulangan.

b. Faktor fisika dan perubahannya

Bahan bangunan terpengaruh oleh panas, kelembaban, kristalisasi larutan garam, cahaya bunyi, listrik dan magnetisme. Perubahan yang biasa terjadi berupa pergerakan suhu, pergerakan kelembaban dan kristalisasi larutan garam.

c. Faktor Biologis dan perubahannya

Kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain: rayap, jamur/cendawan, kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya.

(27)

Tabel 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh terhadap bangunan gedung

Kimia Fisika Biologi 1) Oksigen

2) Karbon dioksida 3) Polutan eksternal 4) Bahan Bangunan 5) Larutan organik

6) Asap

7) Bahan dari proses industry

1) Suhu

2) Kelembaban relatif 3) Pergerakan udara 4) Cahaya

5) Radiasi elektromagnet 6) Bunyi dan Suara 7) Getaran

8) Psikosomatic

1) Psikologi ruang dan Warna

2) Penghuni bangunan 3) Tumbuhan dan Hewan 4) Mikroba (Jamur, Bakte

Virus, dll) 5) Ergonomi

Sumber: Singh and Bannet (1995) dan Singh (1997) dalam Watt (1999).

2. Cacat akibat kesalahan pelaksanaan pembangunan

Pelaksanaan pembangunan merupakan implementasi dari rencana yang dilaksanakan oleh kontraktor yang mendapat tugas mendirikannya. Cacat bangunan seringkali terjadi pada pelaksanaan bangunan karena kurangnya kesesuaian antara yang direncanakan dengan yang dikerjakan. Kesalahan yang menimbulkan cacat pada bangunan dapat terjadi pada saat bangunan sedang dalam tahapan rancang bangun atau pra konstruksi, tahap knstruksi maupun tahap pasca konstruksi.

Usaha dalam mempertahankan bangunan untuk dapat bertahan lama dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan pengamanan dan pertahananan sudah harus dimulai pada saat pemilihan lokasi bangunan atau sebelum bangunan didirikan (pra konstruksi). Jika tindakan pengamanan dilakukan setelah komponen mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya lebih besar karena komponen yang sudah rusak harus diganti dan kemungkinan untuk rusak kembali oleh faktor yang sama akan lebih besar pula. Oleh karena itu, guna meminimalkan kerusakan kembali pada bangunan diperlukan juga tindakan pengendalian. Faktor-faktor penyebab kerusakan bangunan perlu diketahui sebelum melakukan usaha proteksi bangunan maupun usaha dalam rangka membasmi faktor perusak tersebut.

(28)

Tabel 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan

Penyebab Bekerja di luar bangunan Bekerja di dalam bangunan

Atmosfer Tanah Penghuni Akibat desain

Penyebab mekanik

Gravitasi Beban salju dan hujan

Tekanan tanah

dan air Beban hidup Beban mati

Penurunan kekuatan dan

pembebanan

Tekanan salju, suhu dan kelembaban

Amblas, bergeser Pelekukan Pergeseran,

penyusutan

Energi kinetik Angin, hujan es,

badai pasir Gempa bumi

Akibat internal, pemakaian

Penurunan kadar air

Getaran & bunyi

Bunyi guruh pesawat, ledakan, lalulintas, mesin

Getaran lalulintas

Bunyi dan getaran musik,

hiburan, alat rumah

Bunyi&getaran

Penyebab electromagnet

Radiasi Radiasi matahari, radiasi radioaktif

Radiasi radioaktif

Lampu, radiasi radioaktif

Radiasi permukaan

Listrik Cahaya Arus listrik - Listrik statis &

suplai listrik

Magnetisme - - Medan magnet Medan magnet

Penyebab suhu Panas, embun, perubahan suhu

Panas tanah, embun

Panas tubuh, rokok

Pemanasan kebakaran

Penyebab kimia

Air dan larutan permukaan air, kondensasi, deterjen, alkohol

Pemanasan, kebakaran

Penyebab oksidasi

Oksigen, ozon, nitrooksida

Penyebab reduksi

Asam

Asam karbonat, asam sulfurat, kotoran burung

Asam karbonat, asam humat

Cuka, asam sitrat, asam karbonat

Asam sulfat, asam karbonat

Basa - Kapur Sodium,

potasium Semen

Garam Kabut garam Nitrat, fosfat,

klorida, sulfat Sodium klorida Gips, sulfat Bahan kimia

netral Debu Batu kapur, silica

Lemak, minyak, tinta, debu

Lemak, minyak, debu

Penyebab biologi

Tumbuhan dan mikroba

Bakteri, benih tumbuhan

Bakteri, lumut, jamur, akar

pohon

Bakteri, tanaman

hias -

Hewan Serangga, burung Rayap, tikus, ulat Hewan piaraan -

Sumber: Watt (1999).

2.5. Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan

(29)

kayu berupa serangga dan jamur (Hariyanto et al. 2000). Agen biodeterirasi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas kayu. Terjadinya proses biodeteriorasi ditandai dengan adanya kerusakan pada kayu oleh faktor-faktor perusak, seperti adanya cacat-cacat berupa lubang gerek (bore holes), pewarnaan

(staining), pelapukan (decay), lembap (damp), rekahan (brittles), dan pelunakan

(softing). Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik

dari salah satu faktor penyebab, sedangkan adanya tanda serangan sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya (Tarumingkeng, 2004). Selanjutnya dikemukakan bahwa proses biodeteriorasi tersebut dapat diperparah jika kondisi lingkungan, termasuk suhu dan kelembaban, mendukung berkembangnya agen biodeteriorasi.

1. Rayap

Rayap pada mulanya merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Dimana serangga ini bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang dengan baik. Ciri-ciri kelompok ini adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987). Namun, berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok rayap dan sekaligus ditempatkan suku termitidae untuk mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya (Inward et al. 2007 dalam Zumarlin 2011).

Rayap diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni bumi (Nandika et al. 2003). Di beberapa bagian dunia, rayap sering disebut sebagai semut putih. Hal ini dikarenakan perut rayap miskin sclerotization, terutama pada kasta pekerja, sehingga mereka tampak putih (Pearce 1997). Sigit dan Hadi (2006) diacu dalam

(30)

pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Nandika et al. (2003) pun menyatakan rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah.

Bagai dua sisi mata uang, rayap pun dapat menjelma sebagai mikroorganisme perusak kayu yang sangat berbahaya serangannya. Nicholas (1973) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Selain itu, Nandika et al. (2003) mengatakan rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik serta barang-barang yang disimpan.

Menurut Lee (2007) dalam Diba et al. (2010), rayap dikenal sebagai kelompok hama yang serius dalam dunia. Rayap tanah C.curvignathus Holmgren adalah kelompok penting dari hama serangga perkotaan di daerah negara tropis. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini berlaku pada rayap tanah

Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak tergantung dari adanya air dan

tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan rayap (Nandika et al. 2003). Hal ini berbeda dengan rayap kayu kering yang mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang-sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk diketahui.

Rayap memiliki keragaman spesies yang cukup tinggi, tercatat 2500 spesies telah berhasil diidentifikasi. Spesies tersebut terbagi kedalam tujuh famili, 15 sub-famili, dan 200 genus yang tersebar di berbagai negara di dunia (Nandika et al.

(31)

penyebaran dan aktifitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan, Namun demikian, beberapa genus rayap dapat hidup di daerah-daerah dingin seperti Archotermopsis yang hidup di puncak Pegunungan Himalaya (ketinggian 3000 mdpl). Di Indonesia ditemukan 200 spesies rayap yang terdiri dari 3 famili yaitu Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae.

2. Jamur

Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa. Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzim-enzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu (holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989).

Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak kayu :

a. Pembusuk coklat (brown rot)

Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke

dalam kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang rendah untuk tumbuh dan berkembang. Nicholas (1973) menjelaskan hanya fraksi karbohidrat akan dihapus secara luas oleh pembusuk coklat, dan residu menjadi semakin tinggi di fraksi lignin. Brown rot juga mengakuisisi warna coklat kayu, sering seakan hangus, cenderung retak di permukaan, dan mengalami penyusutan normal.

b. Pembusuk putih (white rot)

White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam kelas

(32)

selulosa sehingga kayu cenderung kehilangan warna. Ridout (2001) menjelaskan pembusukan dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor.

c. Busuk lunak (soft rot)

Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas

Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970).

d. Jamur pewarna kayu (staining fungi)

Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain :

1) Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benang-benang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970).

2) Jamur blue stain

Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang)

(33)

menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan denga n serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini akan kehilangan warna aslinya.

3. Kumbang

Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan anggota kelas insecta dengan jumlah spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.

a. Bubuk kayu kering

Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (powder post beetles) karena larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae,

Anobidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman et al. 1975).

b. Bubuk kayu basah

Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau

Pinhole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding

lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 % sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan Nandika 1989).

4. Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor, selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli sampai September tahun 2012.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta Kota Bogor,

tally sheet, botol koleksi serangga, alkohol 70% dan lain-lain. Peralatan yang

digunakan adalah meteran baja, palu, obeng, gergaji kecil, kalkulator, lampu senter, kamera dan sebagainya.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1.Penentuan Bangunan Contoh

Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling) sebagai berikut:

Tahap I : Pemilihan Kecamatan Contoh di Kota Bogor

Tahap II : Pemilihan Kelurahan Contoh dalam setiap Kecamatan contoh Tahap III : Pemilihan Sekolah Dasar Contoh dalam setiap kelurahan contoh.

Pengambilan contoh pada tahap I, dilakukan dengan cara memilih secara acak tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan tahap II, yaitu dengan memilih secara acak tiga Kelurahan Contoh di setiap Kecamatan Contoh. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tahap III yaitu dengan memilih secara acak empat SD Negeri di setiap Kelurahan Contoh. Dengan demikian diperolehlah bangunan sekolah contoh sebanyak 36 unit.

3.3.2.Penilaian Tingkat Kerusakan

(35)

pada upper structure (penutup atap, rangka atap/kuda-kuda, plafon, lispang), main

sructure (dinding, tiang/kolom), sub structure (lantai, pondasi), serta komponen

non-structure (jendela, pintu, kusen). Setiap kerusakan pada komponen bangunan,

diberi skor (skala 1-100); dicatat juga penyebabnya, baik faktor biologis (lumut, ganggang, tumbuhan jamur, rayap, kumbang dll), fisis (cuaca, bocor, korosi, api), dan atau mekanis (retak, pecah, aus dll). Kerusakan pada upper structure memiliki bobot 40%, main sructure berbobot 30%, sub structure berbobot 20% dan

non-structure berbobot 10%. Total skor indeks keterandalan pada satu gedung sekolah

setelah dilakukan penilaian berupa skor pada masing-masing komponen bangunan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IK = (40% x SU) + (30% x Sm) + (20% x Ss) + (10% x Sn) 1)

dimana: IK  = Indeks kerterandalan bangunan sekolah contoh

Su = Skor kerterandalan bangunanpada komponen upper structure (skor

1-100)

Sm = Skor kerterandalan bangunan pada komponen main sructure (skor 1-

100)

Ss = Skor kerterandalan bangunanpada komponen sub structure (skor 1-

100)

Sn = Skor kerterandalan bangunanpada komponen non-structure (skor

1-100)

Spesimen agen perusak biologis yang ditemukan di bangunan sekolah contoh diambil untuk diidentifikasi di laboratorium. Dalam identifikasi agen perusak berupa Rayap digunakan kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992).

3.3.3. Wawancara dan Studi Pustaka

Selain pengamatan secara langsung terhadap kondisi bangunan sekolah, dilakukan juga wawancara dengan masing-masing Kepala Sekolah Contoh untuk menghimpun informasi tentang sejarah bangunan sekolah, perawatan dan pemeliharaan sekolah, dan sistem pemantauan kerusakan sekolah.

1)

(36)

Studi pustaka merupakan suatu metode pengumpulan data berupa laporan-laporan studi terdahulu, paper atau makalah, serta data sekunder yang dibutuhkan dalam mendisain riset, serta menganalisis hasil studi (Sinaga 2008). Studi pustaka dilakukan untuk menghimpun informasi dan data pendukung yang terkait dengan hasil pengamatan lapangan. 

 

3.3.4. Analisis Data

Indeks kerterandalan (IK) masing-masing bangunan sekolah contoh dikelompokkan menjadi tiga skala ordinal, yaitu:

a) Baik, jika IK > 80

b) Rusak ringan, jika IK antara 61 sampai 80 c) Rusak sedang, jika IK antara 41 sampai 60 d) Rusak berat, jika IK ≤40

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Umum Bangunan Sekolah

Kota Bogor memiliki 284 unit sekolah dasar (SD), 242 unit (85,2%) diantaranya merupakan sekolah dasar negeri, sedangkan sisanya (42 unit atau 14,8%) merupakan sekolah dasar milik masyarakat/swasta. Keseluruhan sekolah tersebut merupakan tempat belajar bagi 111.430 orang siswa SD di Kota Bogor. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah yang paling banyak jumlah unit sekolahnya (66 unit atau 23,2%) dan paling banyak jumlah siswanya (24.248 siswa atau 21,8%). Sementara itu jumlah unit sekolah dasar (SD) di kecamatan lainnya berkisar antara 34 sampai 53 unit (Tabel 4.1.1).

Tabel 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor

No Kecamatan

SD Negeri SD Swasta Jumlah

Sekolah

(unit)

Murid

(orang)

Sekolah

(unit)

Murid

(orang)

Sekolah

(unit)

Murid

(orang)

1 Bogor Selatan 44 18.361 9 2.440 52 20.801

2 Bogor Timur 28 10.593 6 2.459 31 13.052

3 Bogor Utara 37 13.834 6 1.124 44 14.958

4 Bogor Tengah 44 17.543 5 2.600 54 20.143

5 Bogor Barat 56 20.106 10 4.142 67 24.248

6 Tanah Sareal 33 15.765 6 2.463 41 18.228

Kota Bogor 242 96.202 42 15.228 284 111.430

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

(38)

Gam idak boleh ngah merup olah yang b cagar bud

Contoh di K tahun oleh g tergolong

. Dalam ha memiliki ju eperti terlih

an Sekolah 1 tahun

27.80%

tahun 70%

10%

Kota Bogor. pemerintah g sebagai al ini Kecam

umlah bang hat pada Ga

(39)

Seluruh bangunan sekolah contoh merupakan bangunan permanen, sebagian besar (86,1% atau 31 unit) berlantai satu dengan luas bangunan berkisar antara 311 m2 sampai 2868 m2. Lantai bangunan sekolah tersebut kebanyakan terbuat dari keramik (90, 49% atau 257 ruang), sedangkan bahan lainnya adalah plesteran (7,755 atau 22 ruang) dan marmer (1,76% atau 5 ruang). Pondasi bangunan umumnya berupa pondasi bertipe menerus bersloop beton (94,4%), sisanya pondasi titik (5,6%). Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang beban yang dipikul kemudian disalurkan dengan sistem garis/beban merata. Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi titik terdapat hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan sekolah.

Sementara itu seluruh bangunan sekolah berdinding batu bata yang permukaanya diplester. Kusen pintu dan kusen jendela pada umumnya terbuat dari kayu (99,30%) dan sisanya menggunakan alumunium (0,70%). Kayu yang digunakan untuk komponen kusen umumnya menggunakan kayu kelas awet IV dan V, seperti kayu meranti dan kelapa. Plafon bangunan sekolah pada umumnya terbuat dari eternit (89,79%), sisanya menggunakan kayu lapis (7,75%) dan papan (2,46%). Sebagian besar sekolah contoh (75,70%) menggunakan kayu sebagai bahan rangka atap /kuda-kuda. Sisanya menggunakan baja ringan (22,89%), dan besi (1,41%). Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka atap bangunan sekolah bervariasi. Untuk rangka atap bangunan sekolah yang dibangun sebelum tahun 1951 (berumur ≥61 tahun ) pada umumnya terbuat dari kayu jati (Tectona

grandis) yang termasuk kayu kelas awet II, sedangkan rangka atap bangunan

sekolah yang dibangun setelah tahun 1951 (berumur 0-60 tahun) pada umumnya terbuat dari kayu kelas awet IV dan V seperti meranti, sengon, dan lain-lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa atap bangunan sekolah hampir seluruhnya menggunakan genteng.

4.2. Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah

(40)

sedangkan

n sisanya da 6% atau 2 engah lebih an Bogor Se

ambar 4.2.1

ini diduga matan Bogor latan dan K

perawatan ng terjadi p erusakan leb an Bogor Te

lain frekuen omponen b adi pada b n bangunan

ona grandi

ringan, jika I sedang, jika I

alam keada unit). Ditin h baik dib elatan dan K

. Keadaan B

karena frek r Tengah itu

Kecamatan bangunan m bangunan se

aan rusak ru njau dari lo bandingkan Kecamatan B

Bangunan S

kuensi peraw u sendiri re

Bogor Ut merupakan f ekolah di nis kayu yan merupakan k di Kecama okasinya ba n dengan k Bogor Utara

Sekolah per

watan dan p elatif lebih

ara (Lampi angunan SD h tersebut d n sebagian b

unan yang s meliharaan,

faktor peny Kecamatan ng digunaka

kayu kelas atan Bogor

jenis kayu yebab renda n Bogor Te an kebanya awet II. r Selatan d gor Utara

8% 25%

5.56%

atau 4 unit D di Kecam mur lebih da

yang digun ahnya kerus engah. Di akan adalah

Sekolah co dan Bogor U

(41)

merupakan unit sekolah yang baru saja mengalami renovasi pada tahun 2011/2012. Keadaan umum bangunan sekolah per Kelurahan Contoh disajikan pada Tabel 4.2.1.

Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh

No Kecamatan/Kelurahan

Jumlah Sekolah (unit)

Jumlah R.Kelas (ruang)

Jl Sekolah yang Rusak

Jl Ruang Kelas yang rusak unit % ruang % 1 Kec. Bogor Selatan

1. Kel. Batutulis 4 40 3 8,34% 26 9,16%

2. Kel. Bondongan 4 22 4 11,11% 22 7,75%

3. Kel. Ranggamekar 4 27 4 11,11% 27 9,51%

2 Kec. Bogor Tengah

1. Kel. Pabaton 4 34 4 11,11% 34 11,97%

2. Kel. Paledang 4 44 4 11,11% 44 15,49%

3. Kel. Gudang 4 23 4 11,11% 23 8,10%

3 Kec. Bogor Utara

1. Kel. Bantarjati 4 34 3 11,11% 25 8,80%

2. Kel. Tegal Gundil 4 33 4 11,11% 33 11,61%

3. Kel. Kedung Halang 4 27 4 11,11% 27 9,51%

Berdasarkan data Balitbang Kemdiknas Tahun 2010, jumlah gedung sekolah dasar (SD) di Kota Bogor hingga tahun 2010 yang mengalami rusak berat sebanyak 847 gedung (8,74% dari 9.695 gedung SD rusak berat di Provinsi Jawa Barat). Sampai pada Oktober 2011, ada 545 ruang kelas SD di Kota Bogor yang mengalami kerusakan. Jumlah ini hampir seperempat dari jumlah keseluruhan ruang kelas SD yang ada di Kota Bogor yang mencapai 1.995 ruang kelas. Dari jumlah tersebut, 361 ruang kelas mengalami kerusakan ringan hingga sedang, sedangkan 184 ruang kelas tercatat rusak berat.

(42)

Dalam menjangkau Standar Nasional Pendidikan ini harus disiapkan kebijakan sistematis yang memungkinkan realisasinya sesuai peraturan dan standar yang ada.

4.3. Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah

Kerusakan bangunan sekolah dapat disebabkan oleh faktor mekanis, faktor biologis, dan faktor fisis. Kerusakan mekanis merupakan jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retak, patah atau pecah;, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. Kerusakan mekanis teerjadi hampir di seluruh komponen bangunan. Sementara itu kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun faktor perusak biologis yang ditemukan selama penelitian adalah lapuk, serta serangan rayap kayu kering Cryptotermes spp. dan rayap tanah (jenis Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus). Kerusakan oleh faktor biologis tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Priadi (2011), Kota Bogor termasuk ke dalam Kelas Kerawanan Pelapukan Bangunan sangat tinggi. Oleh karena itu diduga ini salah satu faktor pendukung berkembangnya organisme perusak kayu pada bangunan gedung.

Letak demografis Kota Bogor diduga menjadi salah satu faktor tingginya kerusakan bangunan sekolah. Tingginya curah hujan dan kelembaban udara menyebabkan faktor biologis berupa organisme perusak kayu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Kerusakan oleh faktor biologis pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan bangunan lebih mudah mengalami lembap (damp) dan lapuk (decay).

(43)

Selain itu an, yaitu pe n fisis dap maupun air unakan di d ya mengalam

ya lembab/ d

babkan oleh gkal kerusak nya akan n bangunan n bangunan

kecil atau r erubahan s pat disebabk

hujan. Uns dalam dan mi proses

damp pada h atap boco kan secara f

menyebabk suhu panas

kan juga ol sur-unsur k

sekitar ban

nsi jenis ker

Fisis 70%

Jenis Kerusa

ut dapat jug dan dingi leh agen pe kimia dan k

ngunan aka gan lingkun esar kompo

ran yang te a jika dibiar p/damp yan embang men n secara fi u rangka at

akan karena

erusak air, komponen b

an berintera ngannya. C

nen akibat t erjadi pada rkan terlalu ng mengub njadi pelapu isis akibat

ap, plafon,

a faktor mek kan karena r 4.3.1.). ponen ban ya yaitu ke

omponen b

mponen ban

Biologis 50%

an oleh peng astis. Selai

baik berup bahan bang aksi dengan ontoh gejal terkena air

atap merup lama kebo bah warna ukan/decay

(44)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerusakan bangunan sekolah yang paling banyak ditemukan retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos akibat serangan rayap, perubahan warna dan atap bocor. Menarik untuk dicatat bahwa frekuensi/persentase kebocoran pada penutup atap/genting bangunan sekolah contoh juga cukup tinggi (57%). Jenis kerusakan bangunan sekolah contoh dan frekuensinya pada masing-masing komponen bangunan disajikan pada Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh

Komponen Bangunan Kerusakan

Bentuk Jumlah Persentase

1. Upper Structure

1.1. Penutup Atap Bocor 162 57%

1.2. Rangka Atap Lapuk 122 43%

Serangan Rayap 102 36%

Retak/Pecah 48 17%

1.3. Plafon Lapuk 216 76%

Serangan Rayap 57 20%

Retak/Pecah 99 35%

Lembap/Perubahan Warna 38 14%

1.4. Lisplang Lapuk 142 50%

Serangan Rayap 71 25%

Retak/Pecah 68 24%

2. Main Structure

2.1. Dinding Retak/Pecah 156 55%

Lembap/Perubahan Warna 37 13%

2.2. Tiang/Kolom Retak/Pecah 48 17%

3. Sub Structure

3.1. Lantai Retak/Pecah 136 48%

3.2. Pondasi Retak/Pecah 17 6%

4. Non Structure

4.1. Jendela Lapuk 54 19%

Serangan Rayap 108 38%

Retak/Pecah 85 30%

4.2. Pintu Lapuk 40 14%

Serangan Rayap 77 27%

Retak/Pecah 99 35%

Data pada Tabel 4.3.1. juga mengungkapkan bahwa plafon, penutup atap/genteng, dinding, lisplang, lantai, dan rangka atap/kuda-kuda merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan >40%). Di sisi lain komponen bangunan yang relatif “aman” dari kerusakan adalah tiang/kolom (17%) dan pondasi (6%).

(45)

tanah Cop

ptotermes c

mes spp. I

di daerah n usakan pad sebagai ber sakan pada p sangat b bangunan d erusakan pa

penutup ban usakan sep angani dan ktur atap b tap bahkan n daya du n atap sekol leh pelapuk akan jenis r gunan sekol al sebagai k

us Holmgre negara tropi da masing-m

rikut: atap bangun berperan b dari sinar m ada atap ban ngunan (gen

lah yang ke kan pada s

.3.2.).

elapukan pa

us, Macrote

rayap men penelitian m ayap yang p lah contoh. kelompok h

en adalah k nteng) atau oran pada

erlalu lama ang terbuat ama bangun

terioration) emudian me struktur ata

ada rangka a

ermes gilvu

kelompok p

ngunan seko

m bangunan ap juga ber utama boco bergeserny atap bangu akan meny t dari kayu. nan sekolah . Fenomen enyebabkan ap, sempat

atap dan pla

us, dan ray kunci iden an bahwa sp yak menyeb or dapat dia ya penutup a unan sekola yebabkan pe . Jika hal i h akan rusak na “pengab i hama sera

liki karakte

berfungsi u agai penaha akibatkan k atap. ah apabila elapukan (d

(46)

Di samping itu kebocoran akibat bergesernya penutup atap, apabila tidak segera diperbaiki, akan menyebabkan peningkatan kadar air/kelembaban pada kayu rangka atap seperti kaso, reng dan kuda-kuda. Hal ini sudah barang tentu menyebabkan potensi terjadinya kerusakan komponen bangunan sekolah oleh faktor biologis (biodeteriration) yang akan berpengaruh terhadap masa pakai

(service life) konstruksi atap. Penurunan kekuatan atap dapat menyebabkan

robohnya atap bangunan sekolah seperti yang akan ditunjukkan pada Gambar 4.3.3.

Selain penutup atap, pada komponen kuda-kuda juga banyak ditemukan kerusakan seperti lapuk (decay), serangan rayap (Gambar 4.3.4.), retak/pecah dan perubahan warna. Rayap yang menyerang rangka atap diidentifikasi di laboratorium dan berdasar pada kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992), diketahui bahwa jenis rayap perusak yang menyerang komponen kayu bangunan sekolah contoh antara lain spesies Coptotermes curvignathus Holmgren (Gambar 4.3.5.). Rayap C. curvignathus dapat memperluas serangannya sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang kedua atau sarang tambahan

(secondary nest) di dalam bangunan yang jauh dari tanah dengan memanfaatkan

sumber-sumber kelembaban dan makanan yang tersedia dalam bangunan tersebut (Gambar 4.3.6.). Tarmumingkeng (2004) menjelaskan makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak

(47)

G

Gambar 4

Gambar 4.3.4

4.3.5. Ray rang

4. Serangan

yap Coptote

gka atap sal

n rayap pada

ermes curv

lah satu ban

a kuda-kuda

vignathus H

ngunan seko

a bangunan

Holmgren y olah (perbes

sekolah.

yang meny saran 10x ).

(48)

Gambar 4

sakan pada p usakan pada n plafon (G ambar 4.3.8

bocoran pe da rangka pl g bocor. Se

mponen ran et III bahkan

sehingga m yang mengg delaminasi pada plafon

ng sekunder menyerang

plafon a plafon ban Gambar 4.3.7 8.), atau pe enutup atap

lafon dapat lain itu dar ngka plafon n ada juga mudah untuk gunakan kay

(pengelupa yang terbua

r dari rayap g rangka ata

ngunan seko 7.), dan ker erubahan w p (Gambar diakibatkan ri hasil waw

pada umum yang meng k diserang o

yu kelas aw asan lapisan at dari kayu

p Coptoterm

ap di salah s

olah umumn oposnya ran warna/lemba 4.3.9.). Be n keadaan p wancara, k mnya jenis k ggunakan je

oleh rayap. wet II. Pad

n veneer

u lapis (Gam

mes curvign

satu bangun

nya berupa ngka plafon ap pada lem esarnya fre

plafon yan kayu yang d

kayu borneo enis kayu se Hanya beb da beberapa

akibat “lep mbar 4.3.10.

nathus Holm

nan sekolah.

lapuk, peca n akibat sera mpengan p kuensi sera ng lembab a digunakan u

(49)

Gambar 4.3

Gamb

3.7. Pecahny

bar 4.3.8. S

ya lempeng

erangan ray

gan plafon b

yap pada ran

bangunan se

ngka plafon

ekolah.

(50)

Gamb

Gambar 4

bar 4.3.9. Pe

4.3.10. Lap seko

erubahan wa

pisan finir ( olah.

arna pada le

(veneer) ya

empengan p

ang terkelu

plafon akiba

upas pada p

at kebocoran

plafon bang n.

(51)

3. Kerusakan pada rangka dinding

Kerusakan pada rangka dinding bangunan sekolah yang dijumpai berupa retaknya kolom, terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom, sloof, atau ringbalk. Keretakan yang terjadi pada kolom diduga diakibatkan oleh menurunnya pondasi secara tidak merata, atau karena daya dukung pondasi yang kurang memadai. Keretakan pada kolom bisa dikategorikan menjadi tiga jenis, kerusakan yang sifatnya tidak membahayakan, sedang dan membahayakan bila tidak segera ditangani. Sementara itu terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan (adukan) yang digunakan ketika proses pengecoran (pra-konstruksi). Kontrol terhadap tahapan pembangunan sangat diperlukan untuk mencegah penurunan kualitas beton.

4. Kerusakan pada dinding

(52)

Gam

Ga

Gambar 4

mbar 4.3.12

ambar 4.3.1

4.3.11. Kere

. Terkelupa

3. Lumut p

etakan pada

asnya permu

ada permuk

dinding ban

ukaan dindin

kaan dinding

ngunan sek

ng banguna

g bangunan kolah.

an sekolah.

(53)

5. Kerusakan pada pondasi

Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Pembebanan pada pondasi meliputi beban mati, beban berguna, beban hidup, dan beban gempa. Pemilihan dan perencanaan jenis pondasi harus betul-betul diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan. Sebelum perencanaan pondasi dilakukan terlebih dahulu perlu mengetahui perilaku tanah baik sifat fisik maupun mekanis tanah.

Pondasi bangunan sekolah pada umumnya tidak dapat diamati secara komprehensif, sehingga penilaian kerusakannya hanya didasarkan pada dampak yang ditimbulkannya, misalnya keretakan pada dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah. Walaupun kerusakan pondasi bangunan sekolah sangat sulit diamati, namun mengingat ada beberapa bangunan sekolah yang mengalami keretakan dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah, diduga kerusakan pondasi juga terjadi pada beberapa bangunan sekolah. Kerusakan pondasi diduga akibat kurang stabilnya lapisan tanah penyangga atau rendahnya kualitas pondasi itu sendiri yang mengakibatkan penurunan sebagian pondasi bangunan. Selain itu dapat juga disebabkan karena ukuran pondasi yang kurang besar sehingga tidak sesuai dengan beban bangunan di atasnya dan adanya tanah yang mengalami perubahan karakteristik akibat kejadian alam seperti banjir, gempa bumi.

Kerusakan pada pondasi yang disebabkan oleh faktor biologis khususnya jenis rayap tanah, tidak ditemukan di bangunan sekolah contoh. Hal ini diduga karena bahan yang digunakan untuk pondasi seperti adukan semen mengandung material kapur. Pranggodo et al. (1983) menyatakan bahwa pemberian kapur di sekeliling pondasi bangunan diduga dapat mencegah timbulnya serangan rayap subteran pada bangunan tersebut.

6. Kerusakan pada lantai

Gambar

Gambar 44.1.2. Freku
Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh
Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan
Gambar 4.3.3. Atap salah satu ruang kelas yang roboh.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jaya Bersama Poultry Farm Desa Sei Merahi, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PROVINSI :

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa dengan jarak tempuh yang sama tetapi untuk beban yang berbeda akan mempengaruhi pada kecepatan dan waktu tempuh,

Gambar 1.14 Diagram Persentase Persepsi Pelatih Terhadap SDM Berdasarkan diagram persentase persepsi pelatih di atas maka sumber daya manusia (SDM) yang ada di Akademi

Berkaitan dengan nilai-nilai etika birokrasi sebagaimana digambarkan di atas, maka dapat pula dikatakan bahwa jika nilai-nilai etika birokrasi tersebut telah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terkait advokasi hak-hak dasar buruh gendong oleh Yasanti di Pasar Giwangan dapat disimpulkan bahwa Yasanti sebagai lembaga

Meskipun upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) telah dilakukan hampir tiga dasa warsa, namun sampai saat ini ketimpangan dan ketidakadilan gender masih

Dengan semangat inovasi dan pergerakan perubahan yang dilakukan kemenristekdikti dalam upaya meningkatkan daya saing perguruan tinggi diatas merupakan revolusi