• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan suatu perusahaan tentunya tidak terlepas dari aset yang dimiliki. Salah satu aset penting perusahaan adalah sumber daya manusia atau karyawan. Sumber daya manusia harus dikelola dengan baik karena mempunyai peran sebagai 1) mitra strategis dan 2) agen perubahan dalam mencapai tujuan organisasi, 3) ahli dalam pelayanan dan proses administrasi yang efektif dan efisien, serta 4) sumber daya unggul yang berkomitmen untuk berkontribusi bagi perusahaan (Ulrich, 1998). Perusahaan harus memiliki strategi untuk mendapatkan karyawan yang potensial dan memiliki kinerja yang baik, salah satu strategi melalui kompensasi atau remunerasi yang layak dan memotivasi karyawannya. Milkovich & Newman (2005) mendefinisikan kompensasi mengarah kepada semua pengembalian dalam bentuk keuangan, jasa dan manfaat yang nyata diterima karyawan sebagai bagian dari hubungan kerja (compensation refers to all forms of financial returns and tangible services and benefits employees receive as part of an employment relationship). Sistem kompensasi sepatutnya disusun dengan tujuan karyawan mendapat penghasilan yang layak dan berkeadilan sesuai dengan macam pekerjaan dan apa yang dicapai dalam melaksanakan pekerjaannya, dan menjadi daya dorong untuk meningkatkan pencapaian target pekerjaan. Teori tentang remunerasi atau kompensasi banyak ditulis oleh pakar manajemen sumber daya manusia, tetapi pembahasan pada perusahaan atau industri umum. Belum ada secara khusus teori yang membahas remunerasi dan sistemnya untuk perusahaan yang khusus seperti rumah sakit.

Remunerasi menjadi isu penting yang dibicarakan termasuk di instansi kesehatan khususnya Rumah Sakit (RS). Saat ini di negara kita telah ada regulasi yang mengatur remunerasi di Rumah Sakit Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Menurut PERMENKES No. 18/2014 tentang Pedoman Penyusunan Sistem Remunerasi Pegawai Balai

(2)

Kesehatan di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Kementerian Kesehatan, 2014), menyatakan sistem remunerasi wajib meliputi 3 (tiga) komponen utama, yaitu :

1. Pay for position (pembayaran untuk jabatan): terkait langsung dengan pekerjaan yaitu berupa gaji pokok, dan tunjangan pekerjaan sesuai dengan ketentuan tertentu.

2. Pay for performance (pembayaran untuk kinerja): terkait langsung dengan pencapaian total target kinerja seperti yang diharapkan perusahaan, berupa insentif dan atau bonus, besarannya tergantung pada tingkat pencapaian total target kinerja.

3. Pay for people (pembayaran untuk individu): terkait dengan kondisi-kondisi perorangan atau individu yang dianggap perusahaan perlu untuk diberikan penghargaan melalui remunerasi dan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan keuangan perusahaan, berupa bantuan dan atau premi asuransi, uang jasa masa kerja, uang pensiun dan lainnya.

Pembayaran untuk kinerja menjadi isu di rumah sakit karena tenaga kesehatan di rumah sakit selama ini belum terbiasa dengan penilaian atas pencapaian target suatu pekerjaan atau penilaian kinerja. Umumnya tenaga kesehatan mendapat bayaran atau uang jasa atas setiap tindakan (fee for service) yang dilakukan tanpa memperhatikan target kinerja. Diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional pada 1 Januari 2014 melalui program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengakibatkan peningkatan jumlah pasien yang sangat signifikan, tetapi pemberlakuan pelayanan ini juga merubah cara pembayaran atas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Program BPJS Kesehatan ini melakukan pembayaran dengan “metode prospektif” dimana pembayaran dilakukan atas layanan kesehatan yang diterima pasien berdasarkan diagnosa dari penyakitnya, besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Menentukan uang jasa atas tindakan atau pelayanan yang diberikan ke pasien dengan pola pembayaran seperti ini perlu penyesuaian dan kesepakatan antara rumah sakit dan pelaku pelayanan. Berbeda dengan “metode retrospektif” yang umumnya dikenal

(3)

masyarakat kita, dimana pembayaran dilakukan atas layanan kesehatan yang diterima pasien berdasarkan setiap aktifitas layanan yang diberikan. Semakin banyak layanan kesehatan yang diterima pasien maka semakin besar biaya yang harus di bayarkan. Bagi rumah sakit swasta Program BPJS Kesehatan menimbulkan masalah yang perlu diatasi, karena:

1. Jaminan Kesehatan Nasional akan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia ditahun 2019 , dimana kesertaan rumah sakit swasta untuk melayani pasien BPJS Kesehatan diyakini menjadi suatu keharusan agar tetap mendapat pasien dan kemungkinan adanya perubahan regulasi pemerintah yang mewajibkan RS swasta melayani pasien BPJS Kesehatan.

2. Tidak ada perbedaan tarif pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Pemerintah maupun Rumah Sakit Swasta.

3. Rumah sakit swasta yang saat ini telah melayani pasien BPJS Kesehatan harus membuat skema pembiayaan pelayanan pasien yang disesuaikan dengan cara pembayaran paket berdasarkan diagnose penyakit.

4. Penyesuaian pada pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk jasa medik dokter yang tidak lagi fee for service. Karena tarif normal jasa medik bagi dokter tinggi dan dihitung tiap visite atau tindakan, maka untuk pasien BPJS Kesehatan tarif jasa medik diturunkan dan perhitungan secara paket. Hal ini menyebabkan penurunan penerimaan uang jasa medis yang dapat mengakibatkan penurunan daya dorong kinerja.

Regulasi yang mengatur kompensasi bagi RS swasta belum ada, karena kompensasi RS swasta ditentukan oleh pemilik. Regulasi sistem remunerasi di RS pemerintah bisa menjadi acuan dalam menyusun sistem kompensasi di RS swasta. Pemilik rumah sakit harus memahami adanya kelompok tenaga Dokter Spesialis dan Dokter Umum tetap dan kelompok Dokter Mitra atau Dokter tidak tetap di rumah sakit dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan. Kompensasi yang baik menyebabkan RS swasta mempunyai daya saing mendapatkan tenaga kerja yang mumpuni dan potensial, tidak sekedar menjadi batu loncatan. Banyak dokter dan tenaga kesehatan lainnya berminat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikarenakan sistem remunerasi PNS yang semakin

(4)

baik dan ada kepastian gaji pokok yang menyesuaikan dengan laju inflasi dalam biaya hidup sehingga tenaga kerja bisa hidup layak. Rumah sakit swasta perlu melakukan evaluasi:

1. Apakah sistem kompensasi yang ada sudah memenuhi harapan dari tenaga kelompok medis, paramedis dan kelompok umum yang bekerja di rumah sakit?

2. Apakah besaran gaji yang diberikan telah menggambarkan bobot suatu pekerjaan dan hasil kinerja?

3. Apakah rumah sakit swasta sudah melaksanakan kompensasi dengan komponen yang berdasar?

4. Bagaimana menghasilkan sistem kompensasi yang dapat meningkatkan

performance atau kinerja karyawan?

Kota Magelang dengan luas ±18,2 Km2 Jumlah penduduk ± 132 ribu orang, terdapat 6 Rumah Sakit terdiri dari 1 RSUD tipe B, 1 RSUP Jiwa tipe A, 1 RST tipe B, 1 RS Swasta tipe C dan 2 RS Swasta tipe D. Salah satu rumah sakit swasta di Kota Magelang yaitu RS Harapan berdiri sejak tahun 1992. RS Harapan merupakan satu-satunya RS swasta tipe C dan sampai saat ini hanya melayani pasien dengan pembayaran mandiri dan pasien yang dibiayai oleh perusahaan atau asuransi swasta. Sebuah keuntungan buat RS Harapan memiliki 29 dokter spesialis mitra, yang berasal dari 3 RS pemerintah yang ada di Kota Magelang. Dokter spesialis mitra tidak mendapat penghasilan tetap dari rumah sakit, tetapi mendapatkan jasa medis berdasarkan pelayanan atau tindakan yang diberikan ke pasien. Tahun 2014 angka BOR rumah sakit 41 %. Dimana BOR perawatan ruang utama 76,5 %, BOR perawatan ruang bangsal 35,5 %. Pasien yang berobat di Poli rawat jalan atau di Instalasi Gawat Darurat maupun rawat inap rela membayar sendiri dan lebih mahal dengan harapan mendapat pelayanan yang cepat, ramah dan tidak berbelit-belit dalam pengurusan administrasi. RS Harapan sejak tahun 2010, menerapkan sistem penggajian dengan melakukan penilaian kinerja bagi karyawan pelaksana disetiap akhir tahun. Hasil penilaian menjadi dasar gaji pokok karyawan pelaksana ditahun berikutnya.

(5)

Komponen penilaian terdiri dari:

1. persyaratan jabatan : jenjang pendidikan dan masa kerja ( maksimal 15 %) jenjang pendidikan poin maksimal 5 % untuk tingkat pendidikan yang sesuai dengan syarat pekerjaan, masa kerja poin maksimal 10 % dengan lama bekerja yang dihitung 5 tahun pertama saja

2. teknikal, terkait dengan pekerjaan utama dan berbeda untuk tiap macam pekerjaan ( maksimal 25 %)

3. perilaku, terkait dengan pekerjaan utama dan berbeda untuk tiap macam pekerjaan ( maksimal 35 %)

4. hasil yang diharapkan ( maksimal 25 % )

Pada pelaksanaannya, angka penilaian dari komponen satu dan dua relatif tetap setiap tahun, penilaian untuk komponen tiga dan empat lebih bersifat subyektif karena angka berdasarkan dari pendapat atasan sebagai penilai. Dalam lima tahun penilaian hasil angka komponen tiga dan empat yang relatif berubah-ubah. Jumlah angka yang didapat dalam %, dikalikan poin sesuai dengan jenis pekerjaan pada penggolongan jabatan pelaksana dan skala upah , dikalikan harga Rupiah dari satu poin yang nilainya berubah setiap tahun dan ditentukan oleh PT sebagai pemilik rumah sakit. Hasil akhir menjadi besaran gaji pokok yang diberikan perusahaan kepada karyawan pelaksana di tahun berikut. Kemungkinan hasil yang didapat: 1. Jika angka poin penilaian yang didapat lebih besar dari tahun sebelumnya,

maka karyawan pelaksana akan menerima perubahan besaran gaji ditahun depan (mendapatkan kenaikan gaji),

2. Jika angka poin penilaian yang didapat sama atau lebih kecil dari tahun sebelumnya, maka karyawan pelaksana akan menerima besaran gaji tahun depan sama dengan tahun penilaian atau ada juga kemungkinan menerima kenaikan gaji dikarenakan perubahan nilai Rupiah dari tiap poin.

(6)

Data penilaian karyawan di RS Harapan dan besarnya penggajian yang diberikan dalam kurun waktu 2010 – 2015 sebagai berikut:

Gambar 1. Grafik nilai rata-rata kinerja karyawan pelaksana RS Harapan 2010 – 2014

(7)

Dari gambar satu dan dua dapat disimpulkan:

1. Nilai rata-rata kinerja perawat pelaksana tahun 2011 mengalami penurunan 12.1 % dibandingkan penilaian tahun 2010, dan meningkat ditahun berikutnya sampai tahun 2014 dengan kisaran 0.2 % - 4.4 %.

2. Nilai rata-rata kinerja tenaga kesehatan penunjang medik (analis laboratorium, radiographer, fisiotherapis, asisten apoteker) tahun 2011 mengalami penurunan 9.9 %, tahun 2012 – 2013 ada kenaikan 0.6 % - 2.8 %, mengalami penurunan lagi untuk penilaian 2014 sebesar 3 %.

3. Nilai rata-rata kinerja tenaga non kesehatan tahun 2011 mengalami penurunan 10.3 %, tahun 2012 – 2013 mengalami kenaikan 0.4 % – 3.1 %, penilaian 2014 turun 0.6 %.

4. Pada kelompok perawat jika dibandingkan dengan hasil penilaian ternyata kenaikan gaji pada tahun 2012 paling tinggi (18.7 %).

5. Kenaikan gaji tenaga kesehatan penunjang medik tahun 2012 tertinggi (20.3%), tahun 2015 tetap ada kenaikan sebesar 1.4 % walaupun penilaian mengalami penurunan.

6. Kelompok tenaga non kesehatan tahun 2012 juga mendapatkan kenaikan paling tinggi prosentasenya (17.8 %), tahun 2015 tetap ada kenaikan gaji 6,4 % walaupun angka penilaian turun.

7. Penurunan hasil penilaian tidak berpengaruh terhadap besarnya gaji pokok yang diterima, hal ini dimungkinkan karena besarnya gaji pokok tergantung dari harga Rupiah satu poin yang ditetapkan oleh pihak PT sebagai pemilik. 8. Kenaikan gaji belum mempertimbangkan laju inflasi yang mempengaruhi nilai

(8)

Tabel 1. Perbandingan prosentase perubahan nilai kinerja, gaji dan laju inflasi Kel 2012 2013 2014 2015 Nilai (%) Gaji (%) LI* (%) Nilai (%) Gaji (%) LI* (%) Nilai (%) Gaji (%) LI* (%) Nilai (%) Gaji (%) LI* (%) Perawat ↓ 12.1 ↑ 18.7 4.3 ↑ 0.6 ↑ 8.5 8.38 ↑ 4.4 ↑ 13.3 8.36 ↑ 0.2 ↑ 5.4 7.5 Nakes penunjang ↓ 9.9 ↑ 20.3 ↑ 0.6 ↑ 6.5 ↑ 2.8 ↑ 12.7 ↓ 3 ↑ 1.4 Non kesehatan ↓ 10.3 ↑ 17.8 ↑ 0.4 ↑ 6.9 ↑ 3.1 ↑ 13.6 ↓ 0.6 ↑ 6.4 LI* = Laju Inflasi , data BPS

LI 2015 = perkiraan

Perubahan angka proesentase dibandingkan dengan tahun sebelumnya

Dampak penggajian berdasarkan penilaian kinerja yang dilakukan di RS Harapan selama ini belum pernah secara khusus dikaji, tapi melihat hasil penilaian kinerja dari tahun ke tahun dapat disimpulkan bahwa: a) sistem penggajian yang ada saat ini tidak menyebabkan peningkatan kinerja ( lihat gambar 1), b) besarnya gaji yang dibayarkan kepada karyawan tidak relevan dengan hasil penilaian kinerja (lihat gambar 2), c) kinerja SDM yang turun dapat mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan. Gaji dan tunjangan yang didapat karyawan tentunya diharapkan menjadi bagian yang berperan dalam meningkatkan kinerja karyawan. Karena bagi rumah sakit yang menjual jasa pelayanan, sumber daya manusia menjadi tumpuan dalam memberikan pelayanan bermutu sesuai standar untuk kepuasan pasien. Perusahaan menghendaki setiap karyawan memiliki kinerja yang baik, agar apa yang menjadi tugas dan fungsi dari suatu pekerjaan dapat terlaksana dengan sempurna dan memberi keuntungan bagi perusahaan. Karyawan juga ingin menghasilkan kinerja yang baik agar mendapat gaji yang lebih dan mendapat kesempatan promosi atas jabatannya.

(9)

B. Perumusan Masalah

Kompensasi yang diterima karyawan tidak relevan dengan hasil penilaian kinerja, dan belum berdampak pada peningkatan kinerja sehingga perlu dilakukan evaluasi dan pengembangan sistem remunerasi atau kompensasi yang ada saat ini.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sistem kompensasi yang berbasis kinerja di Rumah Sakit Harapan, secara khusus bertujuan:

1. Mengukur persepsi pemilik dan karyawan di RS Harapan terhadap sistem kompensasi dan komponennya yang berlaku saat ini

2. Mengevaluasi penilaian kinerja yang dilakukan selama ini

3. Memberikan opsi sistem kompensasi berbasis kinerja yang dapat meningkatkan kinerja karyawan.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Memberikan wawasan kepada perusahaan dan karyawan tentang sistem kompensasi dan komponennya yang berdasar.

b. Memberikan rekomendasi perbaikan pada penilaian kinerja dan sistem kompensasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan kepada pihak PT sebagai pemilik rumah sakit.

c. Bahan penelitian lanjutan penyusunan sistem kompensasi di Rumah Sakit Swasta.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang sistem remunerasi bagi rumah sakit swasta di Indonesia masih sedikit. Penelitian yang menyerupai yaitu remunerasi berdasarkan kinerja digunakan sebagai pembanding.

(10)

1. Penelitian Hidayati (2014), yang berjudul Penilaian Kinerja Dokter Sebagai Dasar Sistem Remunerasi Di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, desain penelitian action research, menuliskan bahwa perlu kesepakatan untuk membuat mekanisme penilaian kinerja dokter, berdasarkan jumlah dan jenis tindakan medis yang dilakukan oleh seorang dokter sebagai dasar pembagian uang jasa medik pasien BPJS Kesehatan. Hasil penilaian dalam bentuk poin tiap bulan dikonversikan menjadi nilai rupiah dengan mengalikan dengan total jasa pelayanan medis dokter bulan berjalan yang persentasenya mengikuti Peraturan Bupati Sragen Nomor 58.a Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 3 Tahun 2009 Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen Dan Distribusi Penggunaan Uang Hasil Pemungutannya Kepada Komponen Terkait. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada konsep penilaian kinerja karyawan yang menjadi dasar pemberian remunerasi secara menyeluruh.

2. Dalam penelitian Tangkas (2010) yang berjudul Pola Distribusi Remunerasi Yang Memenuhi Persepsi Keadilan Internal Karyawan RSIA Puri Bunda, desain penelitian kualitatif. Hasil yang didapat persepsi karyawan terhadap pola distribusi sistem remunerasi yang berlaku belum memenuhi rasa keadilan internal. Manajemen RSIA Puri Bunda dianggap belum memiliki sistem penilaian baku, baik terhadap penilaian kinerja maupun pola distribusi remunerasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian yang terdiri dari kelompok tenaga medik, nakes penunjang medik, umum. Perbedaan lainnya adalah evaluasi terhadap konsep remunerasi.

3. Penelitian dilakukan Boachie-Mensah & Delali Dogbe (2011) dengan judul

Performance-Based Pay as a Motivational Tool for Achieving Organisational Performance: An Exploratory Case Study, menguji isu pembayaran berdasarkan kinerja di sebuah perusahaan manufaktur di Ghana. Tujuan utama dari penelitian ini untuk menilai dampak pembayaran berdasarkan kinerja pada motivasi karyawan dan pencapaian tujuan perusahaan. Desain penelitian studi kasus dengan instrumen penelitian utama adalah kuesioner. Sampel

(11)

meliputi 20 orang staf manajerial dan 60 orang staf non manajerial. Tabel ANOVA dua arah digunakan untuk menguji hipotesis utama. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa pembayaran berdasarkan kinerja adil dan memotivasi karyawan tapi berefek minimal pada kinerja karyawan, karena efek motivasi dari merit pay sering tumpul oleh bias penilaian kinerja. Sistem pembayaran berdasarkan kinerja harus didukung oleh penilaian kinerja yang fair. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak bisa meliputi semua perusahaan manufaktur karena keterbatasan waktu dan dana. Interpretasi hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis perusahaan yaitu rumah sakit yang menjual produk jasa, dan tujuan penelitian yang akan mengembangkan sistem remunerasi berbasis kinerja.

(12)

Tabel 2. Penelitian yang relevan

Penulis

(tahun) Judul Tujuan

Rancangan

penelitian Sasaran Hasil utama

Hidayati (2014) Tesis Penilaian Kinerja Dokter Sebagai Dasar Sistem Remunerasi Di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Membuat mekanisme penilaian kinerja dokter berdasarkan jumlah dan jenis tindakan medis sebagai dasar pembagian uang jasa medik pasien BPJS Kesehatan Action research Dokter Hasil penilaian dalam bentuk poin tiap bulan dikonversikan menjadi nilai rupiah dan mengalikan dengan total jasa pelayanan medis dokter bulan berjalan yang persentasenya mengikuti Perda Tangkas (2010) Pola Distribusi Remunerasi Yang Memenuhi Persepsi Keadilan Internal Karyawan RSIA Puri Bunda Denpasar Bali Untuk mendalami pola distribusi remunerasi yang diinginkan karyawan RSIA Puri Bunda yang dapat memenuhi persepsi keadilannya. Kualitatif Karyawan tetap Karyawan RSIA Puri Bunda Denpasar mempersepsikan pola distribusi sistem remunerasi yang berlaku belum memenuhi rasa keadilan internal dan manajemen belum mempunyai pola distribusi remunerasi Boachie-Mensah & Delali Dogbe (2011) Performance-Based Pay as a Motivational Tool for Achieving Organisational Performance: An Exploratory Case Study Menilai dampak pembayaran berdasarkan kinerja pada motivasi karyawan dan pencapaian tujuan perusahaan Studi kasus Pekerja pabrik terdiri dari staf manajerial dan non manajerial Pembayaran berdasarkan kinerja adil dan memotivasi karyawan tapi berefek minimal pada kinerja karyawan, karena efek motivasi dari

merit pay sering tumpul oleh bias penilaian kinerja. Sistem pembayaran berdasarkan kinerja harus didukung oleh penilaian kinerja yang fair.

Gambar

Gambar 1. Grafik nilai rata-rata kinerja karyawan pelaksana RS Harapan 2010 –  2014
Tabel 1. Perbandingan prosentase perubahan nilai kinerja, gaji dan laju inflasi  Kel  2012  2013  2014  2015  Nilai  (%)  Gaji (%)  LI*  (%)  Nilai (%)  Gaji (%)  LI*  (%)  Nilai (%)  Gaji (%)  LI*  (%)  Nilai (%)  Gaji (%)  LI*  (%)  Perawat   ↓  12.1  ↑  18.7  4.3  ↑  0.6  ↑  8.5  8.38  ↑  4.4  ↑  13.3  8.36  ↑  0.2  ↑  5.4  7.5  Nakes  penunjang  ↓  9.9  ↑  20.3  ↑  0.6  ↑  6.5  ↑  2.8  ↑  12.7  ↓ 3  ↑  1.4  Non  kesehatan  ↓  10.3  ↑  17.8  ↑  0.4  ↑  6.9  ↑  3.1  ↑  13.6  ↓  0.6  ↑  6.4  LI* = Laju Inflasi , data BPS
Tabel 2. Penelitian yang relevan

Referensi

Dokumen terkait

FAKTJ'-TAS PtrTERNAI'{N UNIVERSITAS

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Berangkat dari permasalahan produktifitas, beberapa alternatif seperti kegiatan pemuliaan pohon, perbaikan teknik silvikultur, perbaikan teknik penyadapan dan perbaikan

Berdasarkan hal-hal di atas, maka sebaiknya obat-obat yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, yaitu guanetidin, guanadrel, alfa bloker dan

Data multivariat, dari ketiga faktor (Stres, hiperglikemi, lama menderita diabetes) yang paling berpengaruh terhadap nyeri neuropati diabetik adalah faktor stress dengan nilai p-

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI